Filosofi Hukum dalam Islam (14)

Rate this item
(0 votes)
Filosofi Hukum dalam Islam (14)

Shalat dalam budaya Islam memiliki kedudukan khusus dan jika pelaksanaannya disertai dengan makrifat dan kecintaan, maka ia berperan penting dalam membersihkan jiwa dan mengembangkan nilai-nilai Ilahi dan kemanusiaan dalam diri seseorang.

Namun menurut ayat dan riwayat, dapat dipahami bahwa shalat malam (tahajud) sangat penting dan memiliki kedudukan istimewa di mata Tuhan.

Secara umum, kata “malam” selain sebagai salah satu tanda-tanda dari kebesaran Allah Swt, juga menjadi saksi atas  peristiwa penting dan menentukan dalam sejarah umat manusia seperti, turunnya al-Quran, isra’ mi’raj, dan hijrah Rasulullah Saw. Ini juga dapat menjadi indikasi atas rahasia dan misteri yang dimiliki malam.

 

Al-Quran dalam berbagai ayat mengangkat tema shalat malam dan dari ayat-ayat tersebut serta penjelasan Ahlul Bait, dapat dipahami bahwa shalat malam diwajibkan atas Rasulullah Saw.

“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra, ayat 79)

Dari ayat ini jelas bahwa jika manusia ingin memiliki kedudukan yang tinggi dan terpuji di sisi Allah Swt, maka ia harus bangkit di tengah malam ketika semua orang tertidur, untuk mengerjakan shalat tahajud dan bermunajat kepada Tuhan.

Rasulullah Saw bersabda, “Malaikat Jibril selalu mewasiatkan kepadaku agar mengerjakan shalat malam, sampai aku mengira bahwa manusia terbaik umatku adalah mereka yang tidak tidur di malam hari.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda, “Rahmat Allah atas orang yang bangun di tengah malam dan bermunajat dengan Tuhan-nya. Allah akan terus memancarkan cahaya-Nya di hati hamba seperti itu. Dia berfirman kepada para malaikat, “Lihatlah hamba-Ku ini yang berkhalwat dengan-Ku di tengah malam ketika ahli batil sibuk mengikuti hawa nafsu dan melupakan-Ku. Aku jadikan kalian sebagai saksi bahwa Aku telah mengampuninya.”


Imam Ali as dikenal luas sebagai sosok yang selalu menghidupkan malamnya dengan ibadah, bermunajat kepada Allah Swt di semua malam, dan ia menjadi inspirasi bagi orang-orang yang meniti jalan penghambaan dan sairus suluk.

Dalam mensifati orang-orang yang menghidupkan malamnya, Imam Ali as berkata, “Di malam hari, mereka berdiri sambil membaca bagian-bagian dari al-Quran dan membacanya dengan cara yang terukur lagi baik, menciptakan darinya rasa sedih bagi diri mereka sendiri, yang dengan itu mereka mencari pengobatan bagi sakit mereka.

Apabila mereka menemukan suatu ayat yang menimbulkan gairah (untuk surga), mereka mengikutinya dengan ingin sekali mendapatkannya dan roh mereka fokus kepadanya dengan penuh gairah, dan mereka merasa seakan-akan (surga) itu berada di hadapannya.

Dan bila mereka menemukan ayat yang mengandung ketakutan (kepada neraka), mereka membungkukkan telinga hatinya kepadanya, dan meresa seakan-akan bunyi neraka dan jeritannya mencapai telinga mereka. Mereka membungkukkan diri dari punggung mereka, bersujud pada dahinya, telapak tangan mereka, lutut mereka dan jari-jari kaki mereka, dan memohon kepada Allah Yang Maha Mulia untuk keselamatan mereka.

Di siang hari, mereka tabah, terpelajar, bijak dan takwa. Takut (kepada Allah) telah membuat mereka kurus seperti anak panah. Apabila seseorang melihat mereka, dia akan percaya bahwa mereka sakit, walaupun mereka tidak sakit, dan dia akan mengatakan bahwa mereka telah menjadi gila. (Nahjul Balaghah, khutbah 192)

Kalimat terakhir ini menegaskan bahwa kedekatan dengan Allah Swt tidak boleh menjadikan seseorang mengisolasi diri dari masyarakat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Islam tidak mengenal rahbaniyat dan mengasingkan diri dari masyarakat.” Sabda lain berkata, “Rahbaniyat umatku adalah berjihad di jalan Allah Swt.”


Atas dasar prinsip inilah, Imam Ali as berkata, “Pada siang hari, mereka tabah, terpelajar, bijak dan takwa…” Pada kesempatan lain, beliau berkata, “Manusia yang beriman dan bertakwa, mereka adalah singa di siang hari dan abid di waktu malam.”

Keteladanan praktis Rasulullah Saw dan Imam Ali dalam menghidupkan malam telah menjadi inspirasi bagi para ulama dan auliya Ilahi. Mereka bermunajat di kegelapan malam, berkeluh kesah, dan bersimpuh di hadapan Tuhan. Namun di siang hari, mereka aktif di tengah masyarakat dan berjihad dengan penuh semangat.

Rasulullah Saw telah menunjukkan peran dan kedudukan shalat malam kepada Imam Ali as dengan bersabda, “Hendaklah engkau mendirikan shalat malam.” Kalimat ini diulangi sampai tiga atau empat kali.

Kajian kali ini kita akhiri dengan mengutip firman Allah Swt yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adh-Dhariyat, ayat 15-19)

Read 849 times