
کمالوندی
Dukungan Iran atas Keamanan, Independensi dan Integritas Wilayah Irak
Republik Islam Iran menyatakan dukungannya terhadap pemerintah dan bangsa Irak serta atas hal-hal yang berkaitan dengan keputusannya di bidang urusan dalam negeri termasuk penarikan pasukan asing dan penyelenggaraan pemilu dini.
Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir Abdollahian Sabtu (28/8/2021) di sidang regional mendukung Irak, di pidatonya seraya menekankan masalah ini menjelaskan, Irak baru yang bebas dari terorisme, saat ini membutuhkan rekonstruksi dan pengokohan internal serta peluasan dan peningkatan kerja sama di kawasan, serta Republik Islam Iran seraya mendukung stabilitas, keamanan, independensi, integritas wilayah, kehormatan, kekuatan dan peningkatan posisi regional dan internasional Iran, siap memperluas kerja sama bilateral dan regional di bidang ini.
Statemen menlu Iran di pertemuan Baghdad mengisyaratkan tantangan yang dialami kawasan selama lebih dari dua dekade dan Irak juga salah satu negara yang mengalami kerusakan serius di proses ini, namun ini bukan berarti ada kebuntuan untuk keluar dari kondisi rumit negara ini.
Irak mengalami banyak kendala dan tantangan akibat intervensi asing, termasuk perang, instabilitas dan kekacauan. Di kondisi seperti ini, interaksi dan kerja sama antara negara-negara kawasan tanpa intervensi asing merupakan syarat utama untuk menerapkan keamanan permanen di kawasan.
Presiden Iran, Sayid Ebrahim Raisi di kontak telepon terbarunya dengan Perdana Menteri Irak, Mustafa al-Kadhimi menjelaskan bahwa dirinya senantiasa mendukung prakarsa dan langkah yang mendorong stabilitas kondisi di Irak dan peningkatan peran negara ini di kawasan, serta kami akan terus mendukung.
Seraya menekankan bahwa negara-negara kawasan mampu merancang dan menjalankan peta jalan untuk meraih keamanan, stabilitas dan perdamaian berkesinambungan melalui kerja sama, mengingatkan, intervensi asing di urusan kawasan bukan peluang untuk menciptakan keamanan, stabilitas dan pembangunan serta kemajuan.
Pidato menlu Iran di pertemuan Baghdad juga mengingatkan urgensitas kerja sama politik dan keamanan regional.
Para pengamat media menilai pidato menlu Iran dari sisi ini membawa pesan bagi pihak-pihak yang hadir di pertemuan Baghdad.
Menlu Iran menilai keberadaan pasukan asing sebagai faktor tantangan di kawasan dan menekankan, selama Amerika dan pihak asing tidak keluar dari wilayah ini, kawasan tidak akan tenang.
Mayoritas media Irak menekankan sebagian pidato Amir Abdollahian bahwa keamanan keamanan tidak dapat direalisasikan kecuali melalui kepercayaan timbal balik antara negara-negara kawasan dan Tehran mendukung peran Irak dalam menyebarkan metode negosiasi dan perundingan.
Mengingat peristiwa keamanan regional selama beberapa tahun terakhir, Irak mencicipi pengalaman buruk atas kehadiran pasukan Amerika di negara ini.
Adnan Siraj, pakar politik Irak meyakini bahwa Irak sangat ditekan Amerika dan masalah ini membayangi hubungan Baghdad dengan negara-negara tetangga.
Irak kini membutuhkan rekonstruksi dan perluasan hubungan regional, dan pertemuan Baghdad membenarkan upaya negara ini untuk menciptakan peluang kerja sama dan interaksi di antara negara-negara kawasan.
Hossein Amir Abdollahian saat bertemu dengan Presiden Irak, Barham Salih dan ketika menjawab kebutuhan ini menekanan dukungan Republik Islam Iran atas independensi, kedaulatan nasional dan integritas wilayah Irak. Statemen menlu Iran di pertemuan Baghdad dan di pertemuan yang digelar di sela-sela sidang ini sejatinya indikasi sikap Iran yang sangat mementingkan stabilitas dan keamanan Irak.
Republik Islam Iran senantiasa mendukung dialog regional dan berusaha mengajak negara-negara lain ke pengaturan regional seperti ini.
Jadi Menhan Baru Iran, Ini Prioritas yang Dikejar Ashtiani
Menteri Pertahanan Republik Islam Iran Brigadir Jenderal Mohammad Reza Gharaei Ashtiani mengatakan, prioritas Kementerian Pertahanan adalah untuk memperkuat kemampuan tempur Angkatan Bersenjata.
"Penguatan kemampuan tempur Angkatan Bersenjata dalam menghadapi ancaman dan peningkatan sistem pertahanan dan produksi adalah prioritas dan misi Kementerian Pertahanan," kata Ashtiani di sela-sela upacara penghormatan kepada Menhan sebelumnya dan pengenalan Menhan baru, pada hari Minggu (29/8/2021) seperti dilansir IRNA.
Dia menambahkan, prioritas terpenting Kementerian Pertahanan yang merupakan misi bawaannya adalah memperkuat kemampuan tempur Angkatan Bersenjata dalam menghadapi ancaman dan meningkatkan sistem pertahanan dan produk-produk yang dikejar Kementerian Pertahanan, serta melakukan inovasi di masa depan.
"Kita harus mengejar teknologi baru dan senjata baru melalui penelitian yang kita lakukan saat ini. Kita berada dalam situasi yang sangat baik dalam peperangan elektronik," ujarnya.
Menhan Iran lebih lanjut menuturkan, hari ini kita memiliki hubungan ekspor yang baik dengan lebih dari 42 negara dan pesawat tanpa awak buatan Iran mendapat sambutan dari negara-negara lain.
Upacara penghormatan kepada Menhan Iran sebelumnya, Brigjen Amir Hatami dan pengenalan Menhan baru, Brigjen Mohammad Reza Gharaei Ashtiani dihadiri oleh Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri.
Hari Ini, Menlu Iran Temui Mitranya di Suriah
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Hossein Amir-Abdollahian bertemu dengan mitranya di Suriah, Faisal Mekdad untuk membicarakan isu-isu penting kepentingan kedua negara dan masalah penting lainnya.
Menurut ISNA, Amir-Abdollahian bertemu dengan Mekdad di Damaskus, ibu kota Suriah pada hari Minggu (29/8/2021).
Kunjungan Menlu Iran ke Suriah dilakukan setelah berpartisipasi dalam Konferensi Kerja Sama dan Kemitraan Baghdad. Ini adalah lawatan bilateral perdana Amir-Abdollahian ke Damaskus sejak menjabat sebagai Menlu Iran.
"Hubungan Republik Islam Iran dengan dua negara; Suriah dan Irak adalah adalah hubungan yang strategis," kata Amir-Abdollahian ketika tiba di Damaskus.
Dia menambahkan, Iran dan Suriah telah menciptakan aksi bersama di lapangan dan mencapai kemenangan bersama dalam perang melawan terorisme, dan hari ini kami di sini untuk meninjau hubungan kedua negara di berbagai bidang perdagangan, ekonomi dan bidang lainnya, dan berusaha untuk meningkatkannya.
"Hari ini, dengan kehendak para pemimpin kedua negara, Iran dan Suriah akan mengambil langkah besar bersama di bidang memerangi terorisme ekonomi dan membantu rakyat kedua negara," pungkasnya.
Taliban Bantah Serahkan Bandara Kabul ke Turki
Taliban membantah telah menyerahkan pengamanan bandara internasional Kabul ke Turki.
Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid hari Minggu (29/8/2021) mengatakan bahwa kehadiran militer asing tidak dapat diterima oleh warga Afghanistan.
Sebelumnya, Pemerintah Turki dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat mengklaim bahwa Ankara telah menerima permintaan Taliban untuk mengelola bandara Kabul.
Juru bicara Kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin Kamis (26/8/2021) mengatakan Taliban sedang mencari dukungan teknis dari Ankara untuk mengelola Bandara Internasional Kabul.
Dia menjelaskan bahwa pasukan Turki mulai menarik diri dari Afghanistan, tetapi penasihat kami dapat tetap berada di negara itu untuk menyediakan dukungan teknis kepada Taliban dalam mengoperasikan bandara Kabul.
Reuters sebelumnya melaporkan bahwa Taliban telah meminta Turki untuk memberikan dukungn teknis dalam pengoperasian bandara Kabul setelah penarikan pasukan asing, tetapi bersikeras bahwa tentara Turki juga harus ditarik sepenuhnya pada 31 Agustus 2021.
Taliban: Pemerintahan Baru Afghanistan akan Segera Terbentuk
Kelompok Taliban mengumumkan bahwa pemerintahan baru di Afghanistan akan terbentuk dalam waktu satu dua pekan mendatang.
Seperti dilansir kantor berita Mehr, Minggu (29/8/2021), juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, saat operasi evakuasi dan penarikan pasukan Amerika Serikat hampir berakhir, Taliban sedang mempersiapkan pemerintahan baru di Afghanistan.
Dia menambhakan, kami yakin bahwa penurunan nilai mata uang nasional dan gejolak ekonomi saat ini akan mereda.
Namun belum diketahui waktu pasti pembentukan pemerintahan baru di Afghanistan.
Taliban merebut dan mengusai Kabul, ibu kota Afghanistan pada Minggu, 15 Agustus 2021 dan menggulingkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani.
Masjid Sahlah
Shalat berjamaah merupakan perkumpulan yang paling besar dan paling khidmat di dunia. Oleh karena itu, ia memiliki banyak keutamaan dan pahala. Setiap langkah kaki untuk shalat berjamaah di masjid, akan dihitung sebagai pahala dan kebaikan, dan jika jumlah pendiri shalat melebihi 10 orang, maka tidak ada yang tahu hitungan pahalanya kecuali Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang mencintai shalat berjamaah, Tuhan dan para malaikat juga mencintainya."
Rasulullah Saw bersabda, "Ketahuilah! Barang siapa yang melangkahkan kakinya ke masjid untuk shalat berjamaah, setiap langkah akan diganjar 70 ribu kebaikan dan pahala untuknya, dan 70 ribu dosanya akan dihapus, dan derajatnya akan diangkat dengan kadar yang sama. Jika ia meninggal dalam kondisi ini, Allah akan mengirim 70 ribu malaikat untuk berziarah ke kuburnya, menemaninya dalam kesendirian, memohon ampun untuknya sampai hari kiamat." (Wasail al-Shia, jilid 5)
Setelah pengutusan, Nabi Muhammad Saw selalu mendirikan shalat jamaah di sepanjang hidupnya. Beliau tidak meninggalkan shalat jamaah dalam kondisi apapun bahkan saat sakit. Oleh karena itu, para sahabat juga sangat berkomitmen dengan shalat jamaah. Dalam riwayat Abdullah bin Mas'ud disebutkan, "Tidak ada seorang pun yang meninggalkan shalat jamaah, kecuali ia munafik yang sudah terkenal dengan kemunafikannya atau karena sakit. Sering terjadi di mana orang sakit tetap mendirikan shalat jamaah meskipun harus bersandar di pundak dua orang lainnya dan berjalan dengan dipapah."
Shalat jamaah bisa dilakukan dengan satu orang bertindak sebagai imam dan satu lagi sebagai makmum, kecuali dalam shalat Jumat, di mana sekurang-kurangnya harus ada tiga laki-laki tidak termasuk imam. Ketika menjelaskan derajat pahala shalat jamaah, Rasul Saw bersabda, "Malaikat Jibril mendatangiku dan berkata, 'Allah menyampaikan salam untukmu dan memberikan sebuah hadiah kepadamu yang tidak diberikan kepada nabi manapun.'"
Rasul lalu bertanya, "Wahai Jibril, hadiah apakah itu?" Jibril menjawab, "Ia adalah shalat lima waktu yang didirikan berjamaah." Rasul kembali menimpali, "Lalu pahala apa yang akan diperoleh umatku?" Dia berkata, "Setiap kali ada dua orang, masing-masing memperoleh pahala 150 shalat untuk setiap rakaatnya, jika jumlah mereka tiga orang, pahala mereka 700 shalat, jika empat orang, pahala mereka 1200 shalat, jika jumlah mereka lima orang, pahalanya 2100 sampai Allah berfirman, jika jumlah mereka 10 orang, pahalanya 720.800 shalat untuk setiap rakaat, dan jika jumlah mereka melebihi 10 orang, maka jin dan manusia tidak akan mampu menghitung ganjarannya." (Mustadrak al-Wasail, jilid 1)
Sejarah Masjid Sahlah di Kufah
Pada kesempatan ini, kami akan memperkenalkan Masjid al-Sahlah sebagai salah satu masjid paling terkenal di dunia Islam. Masjid Sahlah adalah salah satu masjid terbesar yang dibangun kembali pada abad pertama Hijriyah di kota Kufah, Irak. Masjid ini terletak di barat laut Masjid Kufah dan berjarak sekitar dua kilometer dari situ. Sahlah berarti tanah yang ditutupi oleh pasir kemerahan. Karena masjid itu dibangun di atas tanah kosong yang ditutupi pasir merah, maka ia disebut dengan Masjid Sahlah.
Nama lain Masjid Sahlah adalah Masjid Qura'. Penyebutan ini didasari pada sebuah riwayat dari Imam Ali as yang berkata, "Di kota Kufah, ada empat tempat suci di mana masing-masing memiliki sebuah masjid." Orang-orang kemudian bertanya tentang nama-nama masjid tersebut, Imam Ali menjawab, "… Salah satunya adalah Masjid Sahlah. Ia ini adalah tempat tinggal Nabi Khidr as dan setiap orang sedih yang masuk ke masjid ini, Allah akan menghapus kesedihannya dan kami Ahlul Bait menyebut Masjid Sahlah dengan nama Masjid Qura'."
Masjid Sahlah terdiri dari dua bagian ruangan tertutup dan halaman terbuka. Di berbagai bagian ruangan tertutup masjid ini, terdapat mihrab-mihrab yang dibangun dengan nama para Nabi atau Imam Maksum as, dan dalam istilah mereka disebut Maqam. Salah satu dari mihrab tersebut adalah Maqam Ibrahim as yang berada di antara dinding barat dan utara. Menurut sebuah riwayat, masjid ini adalah rumah Nabi Ibrahim al-Khalil as dan dari tempat ini ia berhijrah ke tengah kaum Amaliqah (saudara kaum 'Aad).
Amaliqah adalah sebuah bangsa besar dengan postur yang sangat tinggi dan kuat, di mana Nabi Ibrahim as bersama Siti Hajar tinggal di tengah mereka sebelum berhijrah ke Mekkah.
Maqam Nabi Idris as adalah tempat mulia lain yang terdapat di Masjid Sahlah. Tempat ini juga dikenal sebagai Bait al-Khidr. Dalam sebuah pesan kepada muridnya, Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Ketika engkau tiba di Kufah, pergilah ke Masjid Sahlah dan dirikanlah shalat di sana, kemudian mintalah kebutuhan material dan spiritualmu kepada Allah, karena Masjid Sahlah adalah bekas rumah Nabi Idris as. Di tempat ini, Nabi Idris melakukan pekerjaannya sebagai penjahit dan tempat untuk mendirikan shalat. Setiap orang yang berdoa kepada Allah di Masjid Sahlah, Dia akan mengabulkan setiap permintaannya, dan pada hari kiamat derajatnya akan diangkat sampai ke posisi Nabi Idris. Allah akan melindunginya dari kesengsaraan dunia dan tipu muslihat musuh."
Maqam Nabi Saleh as adalah salah satu maqam lain di Masjid Sahlah, di mana terletak di sisi timur antara tembok selatan dan timur, yang juga dikenal sebagai Maqam Salehin, Anbiya' dan Mursalin. Maqam Imam Shadiq as juga berada di tengah masjid. Menurut catatan sejarah, Imam Shadiq tinggal di sana untuk sementara waktu dan menyibukkan dirinya dengan ibadah dan doa.
Setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid al-Aqsa, dan Masjid Kufah, Masjid al-Sahlah berada di urutan kelima dari segi keutamaan. Dalam sebuah hadis sahih Imam Shadiq as kepada sahabatnya, Abu Bashir, berkata, "Wahai Abu Bashir! Sepertinya aku melihat suatu hari di mana putra Rasulullah Saw, Imam Mahdi bersama keluarganya singgah di Masjid Sahlah setelah kemunculannya."
Abu Bashir kemudian berkata, "Aku kembali bertanya kepada Imam Shadiq, apakah masjid tersebut akan menjadi rumah bagi Imam Mahdi?" Beliau menjawab, "Ya, masjid ini telah menjadi rumah Nabi Idris dan Nabi Ibrahim as. Dan Allah tidak mengangkat nabi manapun sebagai utusan-Nya kecuali ia telah mendirikan shalat di masjid tersebut. Rumah Nabi Khidr as juga di masjid ini. Siapa pun yang tinggal di masjid ini, maka ia seperti berada di dalam tenda Nabi Muhammad Saw… Barang siapa yang mendirikan shalat di tempat mulia ini dan kemudian berdoa dengan tulus, maka hajatnya akan dikabulkan, dan jika ada orang yang berlindung ke tempat ini karena takut terhadap sesuatu, Allah akan melindunginya dari bahaya itu."
Abu Bashir kemudian berkata kepada Imam Shadiq, "Sungguh tempat ini memiliki banyak keutamaan." Imam menjawab, "Apakah engkau ingin aku sebutkan keutamaan-keutamaan lain?" Aku berkata, "Iya." Imam Shadiq lalu menjelaskan, "Masjid Sahlah adalah salah satu tempat yang dicintai oleh Allah dan dirikanlah shalat di sana. Para malaikat mengunjungi masjid ini di sepanjang siang dan malam, dan di sana mereka beribadah kepada Allah. Jika aku tinggal di dekat masjid ini, aku akan mendirikan seluruh shalatku di sana ... "
Fungsi dan Peran Masjid (11)
Seperti kita ketahui, masjid adalah tempat ibadah dan mendirikan shalat berjamaah. Shalat berjamaah adalah shalat yang didirikan secara berkelompok dan seluruh gerak-gerik makmum mengikuti imam. Imam shalat berdiri paling depan dan mengarah ke kiblat, sementara makmum mengikutinya.
Kelompok shalat yang bisa didirikan berjamaah adalah shalat lima waktu yaitu, shalat subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya, demikian juga dengan shalat jenazah, shalat Jumat, serta shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
Shalat berjamaah merupakan perkumpulan yang paling besar dan paling khidmat di dunia. Oleh karena itu, ia memiliki banyak keutamaan dan pahala. Setiap langkah kaki untuk shalat berjamaah di masjid, akan dihitung sebagai pahala dan kebaikan, dan jika jumlah pendiri shalat melebihi 10 orang, maka tidak ada yang tahu hitungan pahalanya kecuali Allah Swt. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barang siapa yang mencintai shalat berjamaah, Tuhan dan para malaikat juga mencintainya."
Rasulullah Saw bersabda, "Ketahuilah! Barang siapa yang melangkahkan kakinya ke masjid untuk shalat berjamaah, setiap langkah akan diganjar 70 ribu kebaikan dan pahala untuknya, dan 70 ribu dosanya akan dihapus, dan derajatnya akan diangkat dengan kadar yang sama. Jika ia meninggal dalam kondisi ini, Allah akan mengirim 70 ribu malaikat untuk berziarah ke kuburnya, menemaninya dalam kesendirian, memohon ampun untuknya sampai hari kiamat." (Wasail al-Shia, jilid 5)
Setelah pengutusan, Nabi Muhammad Saw selalu mendirikan shalat jamaah di sepanjang hidupnya. Beliau tidak meninggalkan shalat jamaah dalam kondisi apapun bahkan saat sakit. Oleh karena itu, para sahabat juga sangat berkomitmen dengan shalat jamaah. Dalam riwayat Abdullah bin Mas'ud disebutkan, "Tidak ada seorang pun yang meninggalkan shalat jamaah, kecuali ia munafik yang sudah terkenal dengan kemunafikannya atau karena sakit. Sering terjadi di mana orang sakit tetap mendirikan shalat jamaah meskipun harus bersandar di pundak dua orang lainnya dan berjalan dengan dipapah."
Shalat jamaah bisa dilakukan dengan satu orang bertindak sebagai imam dan satu lagi sebagai makmum, kecuali dalam shalat Jumat, di mana sekurang-kurangnya harus ada tiga laki-laki tidak termasuk imam. Ketika menjelaskan derajat pahala shalat jamaah, Rasul Saw bersabda, "Malaikat Jibril mendatangiku dan berkata, 'Allah menyampaikan salam untukmu dan memberikan sebuah hadiah kepadamu yang tidak diberikan kepada nabi manapun.'"
Rasul lalu bertanya, "Wahai Jibril, hadiah apakah itu?" Jibril menjawab, "Ia adalah shalat lima waktu yang didirikan berjamaah." Rasul kembali menimpali, "Lalu pahala apa yang akan diperoleh umatku?" Dia berkata, "Setiap kali ada dua orang, masing-masing memperoleh pahala 150 shalat untuk setiap rakaatnya, jika jumlah mereka tiga orang, pahala mereka 700 shalat, jika empat orang, pahala mereka 1200 shalat, jika jumlah mereka lima orang, pahalanya 2100 sampai Allah berfirman, jika jumlah mereka 10 orang, pahalanya 720.800 shalat untuk setiap rakaat, dan jika jumlah mereka melebihi 10 orang, maka jin dan manusia tidak akan mampu menghitung ganjarannya." (Mustadrak al-Wasail, jilid 1)
Pada kesempatan ini, kami akan memperkenalkan Masjid al-Sahlah sebagai salah satu masjid paling terkenal di dunia Islam. Masjid Sahlah adalah salah satu masjid terbesar yang dibangun kembali pada abad pertama Hijriyah di kota Kufah, Irak. Masjid ini terletak di barat laut Masjid Kufah dan berjarak sekitar dua kilometer dari situ. Sahlah berarti tanah yang ditutupi oleh pasir kemerahan. Karena masjid itu dibangun di atas tanah kosong yang ditutupi pasir merah, maka ia disebut dengan Masjid Sahlah.
Nama lain Masjid Sahlah adalah Masjid Qura'. Penyebutan ini didasari pada sebuah riwayat dari Imam Ali as yang berkata, "Di kota Kufah, ada empat tempat suci di mana masing-masing memiliki sebuah masjid." Orang-orang kemudian bertanya tentang nama-nama masjid tersebut, Imam Ali menjawab, "… Salah satunya adalah Masjid Sahlah. Ia ini adalah tempat tinggal Nabi Khidr as dan setiap orang sedih yang masuk ke masjid ini, Allah akan menghapus kesedihannya dan kami Ahlul Bait menyebut Masjid Sahlah dengan nama Masjid Qura'."
Masjid Sahlah terdiri dari dua bagian ruangan tertutup dan halaman terbuka. Di berbagai bagian ruangan tertutup masjid ini, terdapat mihrab-mihrab yang dibangun dengan nama para Nabi atau Imam Maksum as, dan dalam istilah mereka disebut Maqam. Salah satu dari mihrab tersebut adalah Maqam Ibrahim as yang berada di antara dinding barat dan utara. Menurut sebuah riwayat, masjid ini adalah rumah Nabi Ibrahim al-Khalil as dan dari tempat ini ia berhijrah ke tengah kaum Amaliqah (saudara kaum 'Aad).
Amaliqah adalah sebuah bangsa besar dengan postur yang sangat tinggi dan kuat, di mana Nabi Ibrahim as bersama Siti Hajar tinggal di tengah mereka sebelum berhijrah ke Mekkah.
Maqam Nabi Idris as adalah tempat mulia lain yang terdapat di Masjid Sahlah. Tempat ini juga dikenal sebagai Bait al-Khidr. Dalam sebuah pesan kepada muridnya, Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Ketika engkau tiba di Kufah, pergilah ke Masjid Sahlah dan dirikanlah shalat di sana, kemudian mintalah kebutuhan material dan spiritualmu kepada Allah, karena Masjid Sahlah adalah bekas rumah Nabi Idris as. Di tempat ini, Nabi Idris melakukan pekerjaannya sebagai penjahit dan tempat untuk mendirikan shalat. Setiap orang yang berdoa kepada Allah di Masjid Sahlah, Dia akan mengabulkan setiap permintaannya, dan pada hari kiamat derajatnya akan diangkat sampai ke posisi Nabi Idris. Allah akan melindunginya dari kesengsaraan dunia dan tipu muslihat musuh."
Maqam Nabi Saleh as adalah salah satu maqam lain di Masjid Sahlah, di mana terletak di sisi timur antara tembok selatan dan timur, yang juga dikenal sebagai Maqam Salehin, Anbiya' dan Mursalin. Maqam Imam Shadiq as juga berada di tengah masjid. Menurut catatan sejarah, Imam Shadiq tinggal di sana untuk sementara waktu dan menyibukkan dirinya dengan ibadah dan doa.
Setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid al-Aqsa, dan Masjid Kufah, Masjid al-Sahlah berada di urutan kelima dari segi keutamaan. Dalam sebuah hadis sahih Imam Shadiq as kepada sahabatnya, Abu Bashir, berkata, "Wahai Abu Bashir! Sepertinya aku melihat suatu hari di mana putra Rasulullah Saw, Imam Mahdi bersama keluarganya singgah di Masjid Sahlah setelah kemunculannya."
Abu Bashir kemudian berkata, "Aku kembali bertanya kepada Imam Shadiq, apakah masjid tersebut akan menjadi rumah bagi Imam Mahdi?" Beliau menjawab, "Ya, masjid ini telah menjadi rumah Nabi Idris dan Nabi Ibrahim as. Dan Allah tidak mengangkat nabi manapun sebagai utusan-Nya kecuali ia telah mendirikan shalat di masjid tersebut. Rumah Nabi Khidr as juga di masjid ini. Siapa pun yang tinggal di masjid ini, maka ia seperti berada di dalam tenda Nabi Muhammad Saw… Barang siapa yang mendirikan shalat di tempat mulia ini dan kemudian berdoa dengan tulus, maka hajatnya akan dikabulkan, dan jika ada orang yang berlindung ke tempat ini karena takut terhadap sesuatu, Allah akan melindunginya dari bahaya itu."
Abu Bashir kemudian berkata kepada Imam Shadiq, "Sungguh tempat ini memiliki banyak keutamaan." Imam menjawab, "Apakah engkau ingin aku sebutkan keutamaan-keutamaan lain?" Aku berkata, "Iya." Imam Shadiq lalu menjelaskan, "Masjid Sahlah adalah salah satu tempat yang dicintai oleh Allah dan dirikanlah shalat di sana. Para malaikat mengunjungi masjid ini di sepanjang siang dan malam, dan di sana mereka beribadah kepada Allah. Jika aku tinggal di dekat masjid ini, aku akan mendirikan seluruh shalatku di sana ... "
Fungsi dan Peran Masjid (10)
Salah satu ibadah khusus yang dilakukan di masjid adalah i'tikaf. Ibadah dan mengingat Allah Swt tentu saja baik dilakukan di setiap tempat dan waktu, tapi menurut sejumlah ayat dan riwayat, sebagian tempat memiliki keutamaan khusus yang punya pengaruh besar dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt dan terkabulkannya doa. Masjid – sebagai rumah Allah dan tempat paling mulia – ditetapkan sebagai satu-satunya tempat untuk i'tikaf.
I'tikaf adalah sebuah ibadah yang istimewa dan ibadah ini tidak dianjurkan untuk dilakukan di setiap masjid. I'tikaf biasanya dilaksanakan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah, dan jika tidak berkesempatan melakukan di tempat-tempat tersebut, maka ia bisa dikerjakan di Masjid Jami' di setiap daerah. Maksud dari Masjid Jami' di setiap kota atau daerah adalah tempat yang menjadi konsentrasi mayoritas masyarakat untuk menunaikan shalat dan jumlah pengunjungnya melebihi dari masjid-masjid lain di kota tersebut.
I'tikaf merupakan salah satu ritual ibadah yang paling komplit dan indah, di mana dilakukan pada kondisi dan tempat khusus. Hukum i'tikaf adalah sunnah dan seseorang boleh memilih antara melakukannya atau tidak, namun statusnya bisa berubah menjadi wajib setelah seseorang memulai dan melanjutkan i'tikaf, di mana ia tidak bisa meninggalkannya di tengah jalan.
Para fuqaha berbeda pendapat tentang waktu minimal untuk beri'tikaf. Imam Maliki dan Imam Abu Hanifah – dari fuqaha Ahlu Sunnah – berpendapat bahwa waktu minimal untuk beri'tikaf adalah satu hari satu malam. Akan tetapi, para fuqaha Syiah mengatakan i'tikaf dilakukan dalam waktu minimal tiga hari tiga malam.
Dari segi waktu, i'tikaf tidak terbatas pada waktu tertentu dan satu-satunya keharusan dari i'tikaf adalah melakukan puasa, maka ritual ini secara syariat harus dikerjakan pada waktu yang dibolehkan berpuasa. Oleh karena itu, orang yang tidak dapat berpuasa seperti musafir, sakit, atau sengaja tidak berpuasa, maka i'tikaf mereka tidak sah. Ibadah ini juga tidak bisa dilakukan pada hari-hari seperti hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, di mana puasa diharamkan.
Namun, waktu terbaik untuk melakukan i'tikaf adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Waktu lain yang baik untuk beri'tikaf adalah Ayyaamul Bidh (hari-hari putih) yaitu pada tanggal ke-13, 14, dan 15 di setiap bulan Hijriyah, di mana memiliki keutamaan untuk berpuasa.
Salah satu syarat sah i'tikaf adalah berkesinambungan hadir di masjid. Dalam hal ini, Imam Ali as berkata, "Pelaku i'tikaf tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk keperluan mendesak dan langsung kembali setelah ia terpenuhi." (Kitab Ushul al-Kafi, jilid 4) Beberapa dari keperluan darurat yang membolehkan pelaku i'tikaf keluar dari masjid adalah shalat Jumat, menyertai (tasyi') jenazah, besukan mendesak kepada orang sakit, memenuhi kebutuhan orang mukmin dan semisalnya.
Perlu diingat bahwa setelah kebutuhan darurat terpenuhi, pelaku i'tikaf tidak boleh berdiam diri di luar dan harus segera kembali ke tempat i'tikaf. Masalah pemenuhan kebutuhan seorang mukmin benar-benar sangat penting di mana pelaku i'tikaf diperbolehkan untuk keluar dari masjid dan langsung kembali setelah tugas tersebut selesai. Tugas mulia ini dianggap bagian dari i'tikaf dan tidak terpisah darinya.
Maimun bin Mehran mengisahkan bahwa suatu hari aku bersama Imam Hasan as melakukan i'tikaf di masjid dan aku duduk di sampingnya ketika seorang laki-laki datang dan berkata, "Wahai putra Rasulullah Saw, aku punya utang pada seseorang dan ia ingin menyeretku ke penjara." Imam Hasan menjawab, "Sekarang aku tidak punya uang untuk melunasi utangmu." Orang tersebut lalu berkata, "Ikutilah aku untuk berbicara dengannya."
Imam Hasan as kemudian memakai sepatunya dan langsung bergerak. Aku (Maimun bin Mehran) berkata kepada beliau, "Wahai putra Rasulullah, apakah engkau telah melupakan i'tikafmu?" Imam menjawab, "Aku tidak lupa, tapi aku mendengar ayahku berkata bahwa Rasul Saw bersabda, 'Barang siapa yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan saudaranya seagama, maka ia seperti telah beribadah kepada Allah selama seribu tahun, di mana hari-harinya diisi dengan puasa dan malam-malamnya dengan shalat.'"
Mengenal Masjid Kufah
Pada kesempatan ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang Masjid Kufah sebagai salah satu dari empat masjid agung di dunia Islam. Diriwayatkan bahwa suatu hari, Imam Jakfar Shadiq as turun dari tunggangannya ketika sudah mendekati Masjid Kufah. Para sahabat lalu bertanya kepada beliau seputar alasan dari tindakan itu, Imam Shadiq as berkata, "Di sini adalah batas Masjid Kufah dan batasan ini ditentukan oleh Nabi Adam as, dan aku tidak suka masuk ke batasan ini dengan tunggangan."
Perawi kemudian bertanya, "Jika batas Masjid Kufah seperti yang engkau jelaskan, lalu apa yang membuat ia berubah?" Imam Shadiq menjawab, "Penyebab utama perubahan ini adalah badai pada masa Nabi Nuh as. Kemudian raja-raja Khosrow, Nu'man bin Munzir, dan kemudian Ziyad bin Abu Sufyan melakukan beberapa perubahan." (Man la yahduruhu al-Faqih, jilid 1)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Masjid Kufah sudah ada sejak zaman Nabi Adam as sebagai tempat ibadah. Namun terjadi perubahan di sepanjang sejarah dan dilakukan pemugaran di berbagai periode. Masjid Kufah memiliki luas lebih dari 11.000 meter persegi dan dindingnya setinggi 10 meter. Halaman terbuka masjid adalah 5.642 meter persegi, dan luas shabistan (ruang utama shalat pada malam hari) adalah 5.520 meter persegi.
Masjid ini dipercantik dengan 187 buah pilar dan empat menara dengan ketinggian 30 meter. Ia memiliki lima gerbang dengan nama masing-masing Bab al-Sudda (atau lebih dikenal Bab Amirul Mukminin), Bab Kinda, Bab al-Anmat, Bab al-Fil, dan Bab al-Thu'bān.
Masjid Kufah menjadi tempat di mana Imam Ali as terluka parah oleh pukulan pedang beracun Abdurrahman Ibnu Muljam saat bersujud dalam shalat subuh. Imam Ali aktif melakukan shalat di masjid tersebut dan menyampaikan khutbah, dan pada akhirnya beliau gugur syahid di tempat suci ini. Di luar masjid terdapat makam Muslim ibn 'Aqil, Hani bun Urwah, dan Mukhtar al-Thaqafi.
Sejak awal berdiri, Masjid Kufah merupakan pusat pendidikan dan kebudayaan kota. Ketika Imam Ali as datang ke Kufah pada tahun 36 Hijriyah, pertama kali yang dikunjunginya adalah Masjid Kufah. Di sana beliau menyampaikan ceramah kepada masyarakat. Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya di tempat tersebut. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas.
Muslim ibn 'Aqil adalah cucu Abu Thalib dan sepupu Imam Husein as dari kabilah Bani Hasyim. Pada masa Imam Husein, Muslim ditunjuk sebagai wakilnya untuk mengevaluasi situasi dan pengambilan baiat dari masyarakat Kufah. Ia berangkat ke kota tersebut dan mampu mengumpulkan 18.000 orang yang menyatakan kesetiaan kepada Imam Husein as.
Namun, situasi berubah seketika dengan pengangkatan dan pelantikan Ubaidillah bin Ziyad sebagai penguasa Kufah. Pengangkatan ini membuat penduduk Kufah ketakutan sehingga mencabut dukungan mereka kepada Muslim bin 'Aqil. Tidak lama kemudian, Muslim bin Aqil berhasil ditangkap dan atas perintah Ubaidillah ia dibunuh pada hari Arafah tahun 60 Hijriyah.
Pasca kesyahidan Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad juga memerintahkan untuk membunuh Hani bin ‘Urwah. Kepala kedua orang tersebut yang telah dipisahkan dari tubuhnya, kemudian dibawa ke Syam untuk diperlihatkan kepada Yazid bin Muawiyah.
Masjid Kufah
Spirit seluruh ajaran Islam menyeru kepada perkumpulan dan hidup bersosial, sementara mengasingkan diri dan menjauhkan dari masyarakat tidak ada tempat dalam Islam. Tapi, agama ini juga memperkenalkan i'tikaf sebagai sebuah kesempatan untuk kembali mengenali diri dan Allah Swt sehingga manusia bisa kembali merekatkan hubungan batinnya dengan Sang Pencipta.
I'tikaf adalah sebuah kesempatan untuk memeriksa kembali dan mengevaluasi kondisi jiwa dan batin manusia, dengan fokus pada kapasitas, perilaku, hati, dan pikirannya. Mereka harus merenungkan kembali bagaimana kualitas hubungannya dengan Tuhan. I'tikaf mencakup shalat, puasa, membaca al-Quran, bertaubat, dan beristighfar. Semua jenis ibadah ini memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Namun setiap jenis ibadah juga memiliki tujuan masing-masing, seperti shalat yang akan mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar, dan puasa akan memperbesar tingkat kesabaran dan mengontrol emosi. I'tikaf sendiri juga memiliki tujuan yang spesifik yaitu melatih pemutusan kontak dari segala hal selain Allah dan memfokuskan diri kepada-Nya.
Pelaku i'tikaf – selama berdiam diri di masjid – memutuskan hubungannya dengan semua perkara duniawi dan seluruh waktunya digunakan untuk ibadah. Ia tidak akan berkelana ke rumah orang lain saat sedang berada di rumah Allah, dan tidak akan menggerakkan lisannya kecuali untuk membaca firman Tuhan dan berdoa.
Pelaku i'tikaf akan menempatkan kehendaknya di jalan kehendak Allah Swt dan di sepanjang hari, ia meninggalkan makan-minum demi ridha-Nya dan menyibukkan diri dengan shalat. Ia benar-benar larut dalam penghambaan Tuhan sehingga ia berkata, "Ya Allah, berilah aku kesempurnaan perpisahan dari makhluk untuk mencapai diri-Mu."
I'tikaf adalah sebuah amalan yang dianggap bagian dari kegiatan ibadah dalam syariat Nabi Ibrahim as, dan para pengikut beliau sudah terbiasa dengan i'tikaf. Nabi Sulaiman as juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis dan memfokuskan diri untuk ibadah. Nabi Musa as – di tengah tanggung jawab besar dan kesibukannya membimbing umat – meninggalkan masyarakat untuk beberapa waktu demi berkhalwat dengan Allah Swt di Bukit Tursina.
Nabi Zakaria as – sosok yang bertanggung jawab untuk mengurusi masyarakat – juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis, termasuk merawat Sayidah Maryam as. Rasulullah Saw seperti para kakeknya, mengamalkan syariat Nabi Ibrahim dan salah satu ritual agama Ibrahim adalah i'tikaf. Beliau memilih Gua Hira' sebagai tempat berkhalwat dengan Allah Swt. Setelah diutus menjadi nabi dan hijrah ke Madinah, Rasul melakukan i'tikaf di Masjid Nabawi dan menyibukkan diri dengan ibadah.
Tempo dulu, sekelompok masyarakat Hijaz – yang berpegang pada agama yang lurus – juga melakukan i'tikaf dengan berkhalwat dan meninggalkan keramaian untuk beberapa waktu. Mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan memikirkan keagungan ciptaan Tuhan dan terus berjuang mencari kebenaran.
Dalam ajaran Islam, i'tikaf adalah menetap di sebuah tempat yang suci untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. I'tikaf merupakan sebuah kesempatan emas sehingga manusia menemukan jati dirinya setelah tenggelam dalam kemegahan dunia. Para pelaku i'tikaf akan melepaskan dirinya dari belenggu materi untuk meraih rahmat, ampunan, dan kasih sayang Tuhan.
Pada akhir bulan Ramadhan, masyarakat muslim secara serentak melakukan i'tikaf dan mereka memilih tempat-tempat istimewa sebagai lokasi untuk berkhalwat seperti, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah.
Keutamaan Masjid Kufah
Pada bagian ini, kita akan berkenalan dengan Masjid Agung Kufah, Irak yang sangat populer di tengah kaum muslim. Masjid Kufah adalah sebuah masjid besar di Dunia Islam. Bagi kaum muslim Syiah, masjid ini merupakan masjid penting keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsa. Menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mendirikan Masjid Kufah adalah Nabi Adam as dan kemudian direkonstruksi oleh Nabi Nuh as setelah badai.
Pada tahun 17 Hijriyah, pasukan Islam menduduki Madain. Saat itu kondisi air dan udara di sana sangat buruk hingga membuat tidak nyaman para tentara. Melihat kondisi tersebut, Hudzaifah melaporkannya kepada khalifah lewat sepucuk surat. Khalifah kemudian memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash supaya mengutus Salman dan Hudzaifah untuk mencari daerah baru yang lebih layak. Salman menelusuri daerah sebelah barat Sungai Furat sedangkan Hudzaifah sebelah timurnya. Setelah lama tidak menemukan daerah yang bagus, akhirnya mereka sampai di Kufah. Mereka sepakat bahwa Kufah adalah daerah yang tepat untuk dijadikan pangkalan militer. Mereka lalu salat dua rakaat dan berdoa pada Allah Swt agar menjadikan daerah tersebut sebagai tempat yang tenang dan kokoh.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ali as berkata kepada masyarakat Kufah, "Allah telah memberikan sesuatu kepada kalian di mana tidak diberikan kepada siapapun, Dia menganugerahkan kedudukan khusus untuk tempat ini (Masjid Kufah). Masjid ini adalah rumah Adam as, tempat Nuh, tempat tinggal Idris, tempat ibadah Ibrahim dan saudara saya, Khidr, dan salah satu dari empat masjid yang dipilih oleh Allah untuk umat-Nya. Akan datang suatu masa di mana masjid ini akan menjadi tempat shalat Imam Mahdi dan setiap orang mukmin."
Sejak awal pembangunannya, Masjid Kufah menjadi salah satu pusat penting politik dan budaya kota Kufah. Sepanjang sejarah, Masjid Kufah telah didatangi para nabi dan imam maksum di antaranya Imam Ali as, Imam Hasan, Imam Husein dan sebagian imam lainnya.
Masjid Kufah di Irak
Pada tahun 36 Hijriyah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as datang ke Masjid Kufah dan beliau berkali-kali shalat dan menyampaikan ceramah di tempat mulia itu. Imam Ali as juga menggunakannya sebagai pengadilan dan pusat pemerintahan, dan pada akhirnya beliau menjemput kesyahidannya di mihrab masjid tersebut.
Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya adalah Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas. Mihrab Imam Ali as di Masjid Kufah menjadi salah satu tempat istimewa bagi kaum muslim khususnya para pecinta Ahlul Bait. Mihrab itu menjadi tempat Imam Ali mendirikan shalat dan bermunajat kepada Allah Swt.
Masjid Kufah memiliki banyak Maqam (kedudukan/tempat yang digunakan untuk beribadah) dan tempat-tempat penting yang populer di masyarakat antara lain; Rahbah Amirul Mukminin, ini adalah tempat yang dulu digunakan Imam Ali as untuk menjawab pertanyaan umat tiap sebelum shalat atau pada kesempatan lain. Dakkatul Qadza, ia adalah tempat yang digunakan Imam Ali as untuk memutuskan perkara hukum masyarakat.
Maqam Nabi Adam as. Tiang ketujuh Masjid Kufah dikenal dengan Maqam Nabi Adam. Di sana dulu Nabi Adam as bertaubat dan Allah Swt menerima taubatnya. Kemudian ada Maqam Malaikat Jibril as. Tiang kelima Masjid Kufah ditetapkan sebagai Maqam Jibril. Pada Malam Mi'raj, saat Nabi Muhammad Saw diberangkatkan oleh Allah dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa, ketika melewati Kufah, Malaikat Jibril as berkata kepada Nabi Saw, “Ya Rasulallah, saat ini engkau ada di depan Masjid Kufah,” atas izin Allah Swt di sana Nabi Saw melakukan dua rakaat salat."
Maqam Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as. Tiang ketiga Masjid Kufah adalah tempat shalat Imam Sajjad. Abu Hamzah al-Tsumali berkata, “Aku melihat Ali bin Husein as memasuki Masjid Kufah dan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saat akan kembali ke Madinah beliau ditanya seseorang, ‘Untuk apa engkau kemari? Imam menjawab, ‘Aku meziarahi ayahku dan shalat di masjid ini.'"
Tempat istimewa lain di Masjid Kufah adalah lokasi terdamparnya kapal Nabi Nuh as. Menurut sejumlah riwayat, bahtera Nabi Nuh as terdampar di Masjid Kufah setelah sekian lama melewati terjangan badai.
Fungsi dan Peran Masjid (9)
Ibadah merupakan salah satu rukun agama, sementara tempat terbaik dan paling mulia untuk berhubungan dengan Allah Swt adalah masjid. Di masjid, manusia dapat lebih mudah untuk membangun kontak dengan Allah dibanding tempat-tempat lain.
Oleh karena itu, masyarakat Muslim memilih beri'tikaf di Masjid dan menyibukkan diri dengan kegiatan ibadah seperti, mengerjakan shalat, berpuasa, membaca al-Quran, dan berdoa.
Spirit seluruh ajaran Islam menyeru kepada perkumpulan dan hidup bersosial, sementara mengasingkan diri dan menjauhkan dari masyarakat tidak ada tempat dalam Islam. Tapi, agama ini juga memperkenalkan i'tikaf sebagai sebuah kesempatan untuk kembali mengenali diri dan Allah Swt sehingga manusia bisa kembali merekatkan hubungan batinnya dengan Sang Pencipta.
I'tikaf adalah sebuah kesempatan untuk memeriksa kembali dan mengevaluasi kondisi jiwa dan batin manusia, dengan fokus pada kapasitas, perilaku, hati, dan pikirannya. Mereka harus merenungkan kembali bagaimana kualitas hubungannya dengan Tuhan. I'tikaf mencakup shalat, puasa, membaca al-Quran, bertaubat, dan beristighfar. Semua jenis ibadah ini memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Namun setiap jenis ibadah juga memiliki tujuan masing-masing, seperti shalat yang akan mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar, dan puasa akan memperbesar tingkat kesabaran dan mengontrol emosi. I'tikaf sendiri juga memiliki tujuan yang spesifik yaitu melatih pemutusan kontak dari segala hal selain Allah dan memfokuskan diri kepada-Nya.
Pelaku i'tikaf – selama berdiam diri di masjid – memutuskan hubungannya dengan semua perkara duniawi dan seluruh waktunya digunakan untuk ibadah. Ia tidak akan berkelana ke rumah orang lain saat sedang berada di rumah Allah, dan tidak akan menggerakkan lisannya kecuali untuk membaca firman Tuhan dan berdoa.
Pelaku i'tikaf akan menempatkan kehendaknya di jalan kehendak Allah Swt dan di sepanjang hari, ia meninggalkan makan-minum demi ridha-Nya dan menyibukkan diri dengan shalat. Ia benar-benar larut dalam penghambaan Tuhan sehingga ia berkata, "Ya Allah, berilah aku kesempurnaan perpisahan dari makhluk untuk mencapai diri-Mu."
I'tikaf adalah sebuah amalan yang dianggap bagian dari kegiatan ibadah dalam syariat Nabi Ibrahim as, dan para pengikut beliau sudah terbiasa dengan i'tikaf. Nabi Sulaiman as juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis dan memfokuskan diri untuk ibadah. Nabi Musa as – di tengah tanggung jawab besar dan kesibukannya membimbing umat – meninggalkan masyarakat untuk beberapa waktu demi berkhalwat dengan Allah Swt di Bukit Tursina.
Nabi Zakaria as – sosok yang bertanggung jawab untuk mengurusi masyarakat – juga melakukan i'tikaf di Baitul Maqdis, termasuk merawat Sayidah Maryam as. Rasulullah Saw seperti para kakeknya, mengamalkan syariat Nabi Ibrahim dan salah satu ritual agama Ibrahim adalah i'tikaf. Beliau memilih Gua Hira' sebagai tempat berkhalwat dengan Allah Swt. Setelah diutus menjadi nabi dan hijrah ke Madinah, Rasul melakukan i'tikaf di Masjid Nabawi dan menyibukkan diri dengan ibadah.
Tempo dulu, sekelompok masyarakat Hijaz – yang berpegang pada agama yang lurus – juga melakukan i'tikaf dengan berkhalwat dan meninggalkan keramaian untuk beberapa waktu. Mereka menyibukkan diri dengan ibadah dan memikirkan keagungan ciptaan Tuhan dan terus berjuang mencari kebenaran.
Dalam ajaran Islam, i'tikaf adalah menetap di sebuah tempat yang suci untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. I'tikaf merupakan sebuah kesempatan emas sehingga manusia menemukan jati dirinya setelah tenggelam dalam kemegahan dunia. Para pelaku i'tikaf akan melepaskan dirinya dari belenggu materi untuk meraih rahmat, ampunan, dan kasih sayang Tuhan.
Pada akhir bulan Ramadhan, masyarakat muslim secara serentak melakukan i'tikaf dan mereka memilih tempat-tempat istimewa sebagai lokasi untuk berkhalwat seperti, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Kufah.
Pada bagian ini, kita akan berkenalan dengan Masjid Agung Kufah, Irak yang sangat populer di tengah kaum muslim. Masjid Kufah adalah sebuah masjid besar di Dunia Islam. Bagi kaum muslim Syiah, masjid ini merupakan masjid penting keempat setelah Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsa. Menurut beberapa riwayat, orang pertama yang mendirikan Masjid Kufah adalah Nabi Adam as dan kemudian direkonstruksi oleh Nabi Nuh as setelah badai.
Pada tahun 17 Hijriyah, pasukan Islam menduduki Madain. Saat itu kondisi air dan udara di sana sangat buruk hingga membuat tidak nyaman para tentara. Melihat kondisi tersebut, Hudzaifah melaporkannya kepada khalifah lewat sepucuk surat. Khalifah kemudian memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash supaya mengutus Salman dan Hudzaifah untuk mencari daerah baru yang lebih layak. Salman menelusuri daerah sebelah barat Sungai Furat sedangkan Hudzaifah sebelah timurnya. Setelah lama tidak menemukan daerah yang bagus, akhirnya mereka sampai di Kufah. Mereka sepakat bahwa Kufah adalah daerah yang tepat untuk dijadikan pangkalan militer. Mereka lalu salat dua rakaat dan berdoa pada Allah Swt agar menjadikan daerah tersebut sebagai tempat yang tenang dan kokoh.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ali as berkata kepada masyarakat Kufah, "Allah telah memberikan sesuatu kepada kalian di mana tidak diberikan kepada siapapun, Dia menganugerahkan kedudukan khusus untuk tempat ini (Masjid Kufah). Masjid ini adalah rumah Adam as, tempat Nuh, tempat tinggal Idris, tempat ibadah Ibrahim dan saudara saya, Khidr, dan salah satu dari empat masjid yang dipilih oleh Allah untuk umat-Nya. Akan datang suatu masa di mana masjid ini akan menjadi tempat shalat Imam Mahdi dan setiap orang mukmin."
Sejak awal pembangunannya, Masjid Kufah menjadi salah satu pusat penting politik dan budaya kota Kufah. Sepanjang sejarah, Masjid Kufah telah didatangi para nabi dan imam maksum di antaranya Imam Ali as, Imam Hasan, Imam Husein dan sebagian imam lainnya.
Pada tahun 36 Hijriyah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as datang ke Masjid Kufah dan beliau berkali-kali shalat dan menyampaikan ceramah di tempat mulia itu. Imam Ali as juga menggunakannya sebagai pengadilan dan pusat pemerintahan, dan pada akhirnya beliau menjemput kesyahidannya di mihrab masjid tersebut.
Begitu menetap di Kufah, Imam Ali as mengajarkan tafsir al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya. Di sana beliau memiliki banyak murid di antaranya adalah Kumail bin Ziyad dan Ibnu Abbas. Mihrab Imam Ali as di Masjid Kufah menjadi salah satu tempat istimewa bagi kaum muslim khususnya para pecinta Ahlul Bait. Mihrab itu menjadi tempat Imam Ali mendirikan shalat dan bermunajat kepada Allah Swt.
Masjid Kufah memiliki banyak Maqam (kedudukan/tempat yang digunakan untuk beribadah) dan tempat-tempat penting yang populer di masyarakat antara lain; Rahbah Amirul Mukminin, ini adalah tempat yang dulu digunakan Imam Ali as untuk menjawab pertanyaan umat tiap sebelum shalat atau pada kesempatan lain. Dakkatul Qadza, ia adalah tempat yang digunakan Imam Ali as untuk memutuskan perkara hukum masyarakat.
Maqam Nabi Adam as. Tiang ketujuh Masjid Kufah dikenal dengan Maqam Nabi Adam. Di sana dulu Nabi Adam as bertaubat dan Allah Swt menerima taubatnya. Kemudian ada Maqam Malaikat Jibril as. Tiang kelima Masjid Kufah ditetapkan sebagai Maqam Jibril. Pada Malam Mi'raj, saat Nabi Muhammad Saw diberangkatkan oleh Allah dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa, ketika melewati Kufah, Malaikat Jibril as berkata kepada Nabi Saw, “Ya Rasulallah, saat ini engkau ada di depan Masjid Kufah,” atas izin Allah Swt di sana Nabi Saw melakukan dua rakaat salat."
Maqam Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as. Tiang ketiga Masjid Kufah adalah tempat shalat Imam Sajjad. Abu Hamzah al-Tsumali berkata, “Aku melihat Ali bin Husein as memasuki Masjid Kufah dan melakukan shalat dua rakaat lalu berdoa. Saat akan kembali ke Madinah beliau ditanya seseorang, ‘Untuk apa engkau kemari? Imam menjawab, ‘Aku meziarahi ayahku dan shalat di masjid ini.'"
Tempat istimewa lain di Masjid Kufah adalah lokasi terdamparnya kapal Nabi Nuh as. Menurut sejumlah riwayat, bahtera Nabi Nuh as terdampar di Masjid Kufah setelah sekian lama melewati terjangan badai.