Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 39-44

Rate this item
(5 votes)

Ayat ke 39-40

 

بَلْ كَذَّبُوا بِمَا لَمْ يُحِيطُوا بِعِلْمِهِ وَلَمَّا يَأْتِهِمْ تَأْوِيلُهُ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ (39) وَمِنْهُمْ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ (40)

 

Artinya:

Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu. (10: 39)

 

Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. (10: 40)

 

Sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang Musyrik dan Kafir menyebut al-Quran sebagai kumpulan pernyataan Nabi Muhammad Saw dan menolak hubungan beliau dengan Allah Swt. Pernyataan itu dilakukan semata-mata berdasarkan prasangka tanpa dasar. Kedua ayat ini menyatakan bahwa apa yang disampaikan itu hanya ulangan pernyataan orang-orang terdahulu. Karena itulah para nabi terdahulu juga menghadapi berbagai tuduhan seperti itu. Padahal kebohongan mereka itu tidak ada dasar dan mereka hanya menzalimi dirinya sendiri. Selain itu, mereka telah menghina kitab samawi dan para nabi. Ada yang menerima kebenaran dan ada yang tidak. Hal ini merupakan Sunnatullah bahwa manusia diciptakan bebas memilih untuk beriman atau kafir.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Akar kekufuran dikarenakan tidak mengenal hakikat. Barangsiapa yang mencari kebenaran, maka secara yakin mereka akan menemukan kebenaran ajaran para nabi, lalu beriman kepada mereka.

2. Kezaliman dan kefasadan itu timbul karena kufur, acuh tak acuh dan meremehkan ajaran para nabi.

 

Ayat ke 41

 

وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (41)

 

Artinya:

Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". (10: 41)

 

Ayat ini menjelaskan bagaimana cara bergaul dengan orang-orang Kafir dan para penentang dengan mengatakan, "Tugas kalian di hadapan mereka adalah memberi pengarahan, bimbingan dan petunjuk. Sekali-kali kalian tidak boleh memaksa, mengharuskan atau memperdaya mereka sehingga tunduk dan menyerah. Namun apabila mereka tetap bersih kukuh dalam menghadapi dakwah Islam, lalu tetap membohongkan kalian, maka sudah tidak ada lagi tugas kalian terhadap mereka. Karena iman kepada Allah harus berdasarkan keyakinan dan ikhtiyar, namun orang-orang ini tidak menginginkan untuk memahami hak dan kebenaran, atau apabila memahaminya mereka tetap enggan beriman."

 

Hal ini dimaksudkan agar dapat menarik perhatian para penentang agar beriman dan menerima kebenaran. Mereka menyangka dengan melepas sebagian prinsip dapat menarik manusia yang lainnya. Padahal kita tidak berhak untuk menghapus usuluddin guna memperbanyak jumlah pengikut. Karena itu dalam ayat ini Nabi Saw diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada orang-orang kafir, "Meski pernyataan dan seruanku tidak kalian terima, ketahuilah bahwa aku berlepas tangan dari perbuatan kalian. Karena lebih dari ini aku tidak bertanggung jawab di hadapan kalian."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para pemimpin agama dan umat harus siap menghadapi penentangan berbagai kelompok masyarakat. Dalam kondisi ini hendaknya mereka tidak menunggu jawaban positif atas seruan terhadap mereka.

2. Islam adalah agama kebebasan dan akhlak. Untuk itu ia harus bisa menjelaskan dengan tegas sikap dan posisinya. Karena Islam bukanlah agama paksaan dan tipudaya.

 

Ayat ke 42-44

 

وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ أَفَأَنْتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ وَلَوْ كَانُوا لَا يَعْقِلُونَ (42) وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْظُرُ إِلَيْكَ أَفَأَنْتَ تَهْدِي الْعُمْيَ وَلَوْ كَانُوا لَا يُبْصِرُونَ (43) إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (44)

 

Artinya:

Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. Apakah kamu dapat menjadikan orang-orang tuli itu mendengar walaupun mereka tidak mengerti. (10: 42)

 

Dan di antara mereka ada orang yang melihat kepadamu, apakah dapat kamu memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka tidak dapat memperhatikan. (10: 43)

 

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (10: 44)

 

Dalam lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai pergaulan para penentang dengan Nabi Saw, ayat ini menyatakan, "Berapa banyak orang yang hadir dalam majelis Nabi Muhammad Saw dan mendengar berbagai pernyataan Nabi. Bahkan sebagian dari mereka juga melihat Nabi dengan mata kepala mereka sendiri, akan tetapi kehadiran itu tidak meningalkan kesan dan pengaruh apapun. Karena memang berbagai pernyataan dan seruan Nabi yang mereka lihat dan dengar itu tidak sampai masuk kedalam pikiran dan hati mereka. Seakan semua organ dan indera mereka yang penting menjadi buta dan tidak mengerti apapun, baik mata, telinga bahkan hati mereka."

 

Memang orang-orang semacam mereka tidak bisa memahami kebenaran, atau sebenarnya mereka tidak berkeinginan untuk memahami kebenaran. Meski pada dasarnya kelebihan manusia bila dibanding dengan binatang itu terletak pada kuatnya akal dan pemikirannya. Karena jika tidak, binatang juga bisa melihat dan mendengar, bahkan kemampuan melihat dan mendengar pada binatang terkadang lebih dari kemampuan manusia. Oleh sebab itu, di saat manusia melihat dan mendengar sesuatu, dia selalu menggunakan akal pikirannya, sehingga dengan demikian manusia itu dapat membedakan yang benar dari yang tidak benar, lalu melaksanakan hal-hal yang benar.

 

Ayat terakhir dari tiga ayat ini mengatakan, "Allah Swt telah menganugerahkan kepada semua manusia, mata, telinga dan akal sebagai alat dan sarana untuk mengetahui dan memahami hakikat. Kemudian barangsiapa yang tidak mencari kebenaran, maka berarti dia telah menzalimi dirinya sendiri. Dalam artian dia malah justru menghantarkan dirinya sendiri kepada kehancuran dan celaka. Padahal Allah Swt tidak akan pernah menzalimi umat manusia dan mencelakakannya di lembah kesesatan."

 

Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Melihat dan mendengar merupakan awal dan mukaddimah untuk berpikir dan memahami.

2. Mereka yang acuh tak acuh dan tidak melihat kebenaran, pada Hari Kiamat kelak akan dikumpulkan bersama golongan orang-orang yang buta. Ini merupakan manifestasi dari butanya hati dan meremehkan ayat-ayat Allah di dunia ini.

Read 9750 times