Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 139-142

Rate this item
(4 votes)

Ayat ke 139

Artinya:
Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.

Sangat disayangkan beberapa pengikut agama-agama yang tidak mengetahui secara sempurna pengetahuan agama mereka menvisualkan dirinya berada di dekat Allah dan memiliki kedudukan yang istimewa. Allah hanya memikirkan mereka dan hanya untuk mereka Allah mengutus para nabi-Nya. Oleh sebab itu mereka tidak mau menerima para nabi lain dan para pengikut mereka. Padahal Allah sama sekali tidak memiliki hubungan kerabat. Karena Dia adalah Zat Yang Maha Esa. Satu hal yang menyebabkan jauh atau dekatnya manusia kepada-Nya adalah perbuatan mereka. Oleh sebab itu setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya.

Sesungguhnya sebuah perbuatan itu diterima, jika dilaksanakan secara ikhlas untuk Allah. Sebuah perbuatan yang menunjukkan keimanan yang sesungguhnya dan jauh dari setiap kepercayaan syirik yang tercemar. Ayat ini menunjukkan bahwa egoisme manusia, kadang-kadang sampai pada batas dimana menggangap Allah hanya untuk dirinya dan tidak untuk orang lain. Allah digambarkan hanya memikirkan dirinya dan tidak memikirkan lainya. Padahal Allah sama sekali tidak terbatas kepada satu agamapun atau ideologi atau ras dan etnik dan Tuhan bagi umat manusia didunia.

Ayat ke 140

Artinya:
Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah:" Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya? "Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.

Sebagian pengikut Nabi Musa dan Nabi Isa as mengaku bahwa Nabi Ibrahim as dan para nabi setelahnya juga mengikuti ideologi mereka. Hal ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran agamanya dan menyalahkan agama yang lain. Sementara sejarah menyebut Nabi Musa dan Nabi Isa datang setelah para nabi tersebut. Oleh karenanya, pengakuan-pengakuan semacam ini tak lain muncul dari fanatisme yang tidak pada tempatnya. Mereka tidak mempunyai alasan dan argumentasi lain. Al-Quran menganggap penyimpangan atau penyembunyian kebenaran adalah kezaliman terbesar. Karena menyebabkan penyimpangan akidah dan opini generasi-generasi mendatang dan masyarakat di berbagai zaman, serta menyebabkan terhalangnya perkembangan dan kesempurnaan kebudayaan masyarakat manusia.

Ayat ke 141

Artinya:
Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.

Ayat ini adalah jawaban terhadap tuduhan-tuduhan kosong yang terdapat pada ayat sebelumnya. Allah dalam ayat ini menegur mereka mengapa kalian hanya berfikir sejarah masa lalu kalian sampai zaman Nabi Ibrahim as. Sebuah masyarakat yang hidup harus bersandar kepada perbuatan mereka sendiri, tidak bersandar kepada sejarah masa lalunya. Para nabi dan kaum-kaum terdahulu mereka semua telah tiada dan perbuatan mereka tergantung dengan mereka sendiri, sebagaimana kalian juga bertanggung jawab atas perbuatan kalian sendiri. Keutamaan adalah masalah perhitungan yang setiap individu dan kelompok harus mendapatkannya sendiri dan tidak masalah warisan yang dapat diwariskan kepada anak.

Ayat ke 142

Artinya:
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata:" Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? "Katakanlah:" Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus."

Dalam pembahasan sebelumnya telah disinggung bahwa salah satu kritikan Yahudi terhadap Muslimin, adalah fenomena perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Mekah. Ayat ini dan beberapa ayat lain setelah ini, memaparkan dengan jelas dan menjawab hal ini. Nabi setelah bi'tsat (pengutusan sebagai nabi) selama 13 tahun berada di Mekah, melaksanakan shalat ke arah Baitul Maqdis. Karena pertama adalah kiblat para penyembah Tuhan dan dihorrmati oleh semua agama. Kedua, musyrikin telah merubah Ka'bah menjadi rumah berhala. Jika Nabi Saw di Masjidil Haram berdiri menghadap ke Ka'bah seperti menghadap kepada para berhala.

Setelah hijrah ke Madinah, selama beberapa bulan Muslimin masih menghadap ke Baitul Maqdis, sehingga Yahudi menjadikan hal ini sebagai kritikan. Mereka berkata kalian mengikuti kami dan tidak dapat berdiri sendiri, karena kalian tidak memiliki kiblat sendiri. Celaan dan hinaan ini sulit bagi nabi dan Muslimin. Sampai perintah perubahan kiblat di keluarkan oleh Allah dan ketika Nabi Saw mengerjakan shalat Zuhur di masjid, Allah mengutus Jibril as di tengah-tengah shalat supaya mengubah Nabi kearah Ka'bah. Oleh sebab itu, masjid terkenal ini dinamakan Dzul Kiblatain, yaitu memiliki dua kiblat.

Tetapi Yahudi tetap memaparkan kritikan ini dan kepada Muslimin berkata, "Jika kiblat sebelumnya benar, apa yang menyebabkan kalian beralih dari kiblat sebelumnya dan jika kiblat ini benar, kenapa selama ini mereka mendirikan shalat ke arah Baitul Maqdis."

A-Quran dalam menjawab kritikan ini berfirman, kiblat tidak berarti bahwa Allah memiliki tempat, sehingga menyebabkan kita menghadap ke barat atau ke timur. Tetapi semua; barat dan timur dan semua arah adalah milik-Nya. Tidak ada satupun tempat yang mulia bagi-Nya, tetapi dengan perintah-Nya, kita menghormati yang penting adalah kita menerima perintah-Nya dan kita menjalankan setiap perintah-Nya, baik kearah Ka'bah ataupun Baitul Maqdis. Siapa saja yang mendapat hidayah ke jalan ilahi yang lurus, maka ia harus menerimanya. Bukannya menerima segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak sendiri.

Dari empat ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Allah merupakan Tuhan semua manusia bahkan semua mahluk. Dia tidak terbatas dalam satu agama dan ideologi, begitu juga bukan milik seseorang atau kelompok. Hanya perbuatan manusia yang menjadi sumber kedekatan atau jauhnya mereka dari-Nya.
2. Penyimpangan kebenaran sebuah agama dan sejarah adalah kezaliman kebudayaan terhadap keturunan umat manusia. Al-Quran menyebut perbuatan ini sebagai kezaliman terbesar.
3. Seharusnya kita memikirkan perbuatan kita sendiri bukannya membanggakan sejarah nenek moyang. Karena kebaikan mereka tidak mendatangkan pahala bagi kita, dan begitu juga sebaliknya, keburukan mereka tidak menyebabkan kekafiran kita.
4. Kiblat yaitu kita menghadap ke arah yang Allah perintahkan. Bukan berarti Allah berada di arah sana. Tidak ada bedanya ketika kita menghadap ke Baitul Maqdis atau sekarang menghadapi Ka'bah. Karena keduanya adalah perintah dari Allah dan bukan kehendak kita.

Read 5065 times