Surat Shaad ayat 67-74

Rate this item
(1 Vote)
Surat Shaad ayat 67-74

قُلْ هُوَ نَبَأٌ عَظِيمٌ (67) أَنْتُمْ عَنْهُ مُعْرِضُونَ (68) مَا كَانَ لِيَ مِنْ عِلْمٍ بِالْمَلَإِ الْأَعْلَى إِذْ يَخْتَصِمُونَ (69) إِنْ يُوحَى إِلَيَّ إِلَّا أَنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ (70)

Katakanlah, “Berita itu adalah berita yang besar. (38: 67)

yang kamu berpaling daripadanya. (38: 68)

Aku tiada mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang al mala'ul a'la (malaikat) itu ketika mereka berbantah-bantahan. (38: 69)

Tidak diwahyukan kepadaku, melainkan bahwa sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata.” (38: 70)

Di ayat sebelumnya telah dibahas mengenai surga dan neraka, serta kondisi orang-orang yang berada di dalamnya. Di ayat ini akan dikupas mengenai masalah ghaib yang hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul Allah swt, sebagaimana diterima Nabi Muhammad Saw dalam bentuk kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, sejak awal Allah swt menurunkan ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw supaya menyampaikan Al-Quran sebagai berita besar, tapi orang-orang kafir menolak untuk mendengarkannya dan menentang seruan utusan Allah.

Ketika itu, Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui masalah ghaib, kecuali wahyu yang disampaikan Allah swt. Hal ini sebagaimana ketidaktahuan beliau terhadap masalah penciptaan Nabi Adam yang dipersoalkan oleh Malaikat, tapi Allah swt memberikan pengetahuan kepada Nabi Muhammad Saw mengenai masalah tersebut.

Dari empat ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Dalam masalah akidah, pandangan masyarakat tidak bisa menjadi acuan benar atau tidaknya keyakinan yang mereka anut.

2. Sumber pengetahuan para Nabi dan Rasul dalam urusan ghaib adalah wahyu dari Allah swt. Oleh karena itu, pengetahuan yang dimiliki para Nabi dalam urusan ghaib sesuai yang mereka terima dari Allah swt.

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ (71) فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (72)

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” (38: 71)

Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (38: 72)

Melanjutkan ayat sebelumnya, di ayat ini diawali dengan dialog antara malaikat dengan Allah swt mengenai penciptaan manusia. Allah swt berfirman kepada malaikat tentang penciptaan manusia dari tanah yang berbeda denga makhluk lainnya. Setelah manusia tercipta, makhluk lain harus bersujud kepadanya.

Jasmani manusia yang terbuat dari tanah dan air merupakan masalah yang jelas. Sebab seluruh bahan utama yang membentuk tubuh manusia terbuat dari tanah, baik langsung maupun tidak langsung. Masalah hakikat manusia yang terletak pada ruhaninya menunjukkan kemuliaan manusia, dan kedudukan khususnya di alam semesta ini. Sebab, manusialah yang diberi amanat oleh Allah swt untuk mengelola alam semesta ini.

Maksud dari Allah swt meniupkan ruh di ayat ini bahwa sumber ruh manusia berasal dari alam yang tinggi, bukan dari alam tanah ini. Dengan kata lain, Allah swt menganugerahkan sifat-sifat ilahi kepada manusia. Misalnya Allah swt memiliki sifat seperti berilmu, kuasa, memberi rahmat dan sifat lainnya. Tapi sifat-sifat yang dimiliki manusia terbatas, sedangkan sifat Allah swt tidak terbatas.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Malaikat diciptakan lebih awal dari manusia. Meskipun demikian, Allah swt menciptakan manusia sebagai makhluk yang lebih utama dari malaikat.

2. Manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, jasmani dan ruhani. Dimensi ruhani manusialah yang menyebabkan malaikat bersujud kepada manusia.

3. Bersujud kepada selain Allah swt tidak diperbolehkan, kecuali atas izin-Nya. Malaikat bersujud kepada Nabi Adam as atas perintah Allah swt, sebagai bentuk kepatuhan kepada perintah ilahi, bukan menyembah Adam.

فَسَجَدَ الْمَلَائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ (73) إِلَّا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (74)

Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya. (38: 73)

Kecuali iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. (38: 74)

Berdasarkan ayat al-Quran, malaikat adalah makhluk yang menaati Allah swt, dan tidak pernah sekalipun membantah perintah-Nya. Oleh karena itu ketika Allah swt memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam, mereka segera melaksanakannya. Tapi iblis berbeda. Mereka tidak menaati perintah Allah supaya bersujud kepada Adam, karena merasa lebih unggul dan utama dari manusia.

Iblis takabur dan sombong sehingga tidak mau bersujud kepada Adam meskipun itu perintah Allah swt. Sebab mereka merasa lebih unggul karena diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Penentangan Iblis atas perintah Allah swt yang menyuruh bersujud kepada Adam menjadikan mereka turun derajat dari golongan orang-orang yang taat menjadi golongan kafir.

Jika iblis termasuk golongan malaikat, maka ia pasti akan menaati perintah Allah. Berdasarkan ayat al-Quran, Iblis termasuk golongan jin, sebab jin seperti manusia yang sebagian taat dan sebagian golongan tidak taat kepada perintah Allah swt. Dalam riwayat disebutkan bahwa iblis pernah masuk dalam barisan para malaikat karena ketaatannya dan ibadahnya. Tapi kemudian berubah kedudukan mereka, karena menolak menaati perintah Allah swt supaya bersujud kepada Nabi Adam as.

Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Takabur dan sombong bisa menyebabkan manusia mengalami kehancuran, meskipun sudah melakukan perbuatan baik sebelumnya.

2. Berada di antara orang-orang yang baik bukan jaminan bagi keselamatan diri manusia, sebab setiap orang harus mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya masing-masing. Oleh karena itu, anak-anak Nabi dan Rasul Allah bisa saja tersesat masuk di jurang kehancuran akibat perbuatannya sendiri.

Read 1159 times