Surat al-Zukhruf ayat 43-48

Rate this item
(0 votes)
Surat al-Zukhruf ayat 43-48

 

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (43) وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ (44)

Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. (43: 43)

Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab. (43: 44)

Sebelumnya telah dijelaskan tentang permusuhan, dan sikap keras kepala para penentang, dan penolakan atas perkataan Nabi Muhammad Saw. Di ayat ini, Allah Swt kepada Rasul-Nya berfirman, jalan dan programmu benar, tidak ada sedikitpun penyimpangan di dalamnya, dan penolakan para penentang tidak menjadi alasan penyangkalan atas kebenaranmu.

Allah Swt berfirman, lanjutkanlah jalanmu dengan sungguh-sungguh berdasarkan firman-Ku, dan apa yang sudah diwahyukan kepadamu, dan peganglah erat-erat itu, engkau berada di jalan yang lurus, dan benar.

Pada kenyataannya, tujuan diturunkannya Al Quran adalah untuk menyadarkan manusia, dan mengenalkan mereka pada kewajibannya. Oleh karena itu umat Nabi Muhammad Saw harus berpegang pada Al Quran, mempelajari isinya, serta mempraktikkan ajarannya. Karena Al Quran mengingatkan tentang segala sesuatu yang sejalan dengan akal, dan fitrah manusia, dan menyelamatkan manusia dari kelalaian.

Salah satu hal yang kerap dilalaikan manusia adalah pengadilan di Hari Kiamat. Di sana setiap manusia akan ditanyai, dan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang dilakukan, dan perhatian, serta pengamalannya terhadap ajaran Al Quran di dunia.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Berpegang pada Al Quran, dan ajaran luhurnya adalah satu-satunya jalan keselamatan yang terpercaya, tidak ada keraguan di dalamnya, dan dijamin Allah Swt.

2. Di samping Al Quran, sunnah, dan teladan Nabi adalah hujjah, dan Allah Swt menegaskan kebenaran jalan yang ditempuh Nabi.

3. Umat Islam di Hari Kiamat akan ditanyai, dan dimintai pertanggungjawaban tentang Al Quran, dan seberapa erat ia memegang kitab suci ini.

وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آَلِهَةً يُعْبَدُونَ (45)

Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, “Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?” (43: 45)

Orang-orang musyrik Mekah menganggap dirinya keturunan Nabi Ibrahim, dan Nabi Ismail as. Mereka setiap tahun melaksanakan sejumlah ritual peribadatan seperti haji, mereka menghormati Baitullah, namun pada saat yang sama menyembah berhala. Maka dari itu Allah Swt dalam ayat ini untuk membantah penyembahan berhala, dan menggugurkan keyakinan orang musyrik, kepada Rasulullah Saw bersabda, bertanyalah kepada para pengikut nabi-nabi terdahulu, apakah para nabi itu berkata kepada masyarakat, sembahlah selain Tuhan Maha Pengasih.

Ayat ini berkata kepada umat Islam tanyalah kepada para pengikut nabi-nabi terdahulu, apakah memang benar Tuhan memerintahkan untuk menyembah selain diri-Nya ? jika Tuhan memang berfirman seperti itu, maka kita tidak akan menentangnya, dan akan mematuhinya.

Dengan mengajukan pertanyaan ini, sebenarnya ayat di atas menyinggung poin penting bahwa semua nabi Tuhan menyeru seluruh umat manusia kepada Tauhid, dan semua nabi mengecam syirik, dan penyembahan berhala secara tegas. Nabi Muhammad Saw dalam melawan penyembahan berhala, dan menyeru umat manusia kepada Tauhid, tidak melakukan hal khusus, beliau menghidupkan sunnah para nabi terdahulu.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Poros agama-agama Ilahi, dan titik kesamaan semua agama ini adalah Tauhid, dan Al Quran serta Nabi Muhammad Saw menegaskan hal ini.

2. Penyembahan terhadap sesuatu atau seseorang selain Allah Swt atau mensejajarkannya dengan Allah Swt, tidak diperbolehkan. Penyembahan hanya dikhususkan untuk Allah Swt Maha Pengasih.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآَيَاتِنَا إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَقَالَ إِنِّي رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (46) فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِآَيَاتِنَا إِذَا هُمْ مِنْهَا يَضْحَكُونَ (47)

Dan sesunguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata, “Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam.” (43: 46)

Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya. (43: 47)

Kedua ayat di atas menceritakan sebuah fragmen kehidupan Nabi Musa as dan mengatakan, salah satu kewajiban Nabi Musa selain menyelamatkan kaum Bani Israel, juga mendatangi Firaun, dan mengajaknya kepada Tuhan. Di saat itulah Nabi Musa menunjukkan mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah Swt, di hadapan Firaun, dan para pembesar istana untuk menjadi argumen kebenaran risalahnya. Risalah yang berasal dari Tuhan Pencipta makhluk hidup, berbeda dari klaim Firaun yang mengaku sebagai Tuhan, dan pengelola urusan masyarakat, sehingga semua orang harus menyembahnya.

Saat mendatangani istana Firaun untuk membimbingnya ke jalan yang benar, Nabi Musa mengenakan pakaian sederhana berbahan wol. Kepada Firaun dan pembesar istana, Nabi Musa bersabda, aku diutus Tuhan untuk membimbingmu ke jalan yang benar. Namun mereka malah mentertawakan, dan mengolok-oloknya. Pasalnya, mereka juga seperti penduduk Mekah, mengira jika Tuhan ingin memilih utusan, pastilah ia berasal dari salah satu pembesar, ningrat, dan orang kaya dari kaum mereka, bukan orang yang sama sekali tidak memiliki gelar, status sosial dan jabatan, dan suatu hari pernah menjadi anak angkat Firaun. Sekarang orang semacam ini mengaku bermaksud membimbing Firaun, dan kaumnya.   

Cara-cara semacam ini selalu digunakan oleh para penguasa untuk mengolok-olok seruan para pemimpin agama Tuhan.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Para nabi selain membimbing umat, juga mendatangi para penguasa, karena masyarakat tidak akan bisa diperbaiki tanpa memperbaiki para penguasanya.

2. Para nabi selain memiliki kesempurnaan pribadi dan keutamaan-keutamaan akhlak, juga dibekali mukjizat untuk membuktikan kebenaran seruannya, sehingga menutup semua kemungkinan keraguan.

3. Cara-cara yang dilakukan para penentang adalah menghina, melecehkan, dan mentertawakan para nabi. Mereka tidak menggunakan logika, dan argumen.

وَمَا نُرِيهِمْ مِنْ آَيَةٍ إِلَّا هِيَ أَكْبَرُ مِنْ أُخْتِهَا وَأَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (48)

Dan tidaklah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat yang sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (ke jalan yang benar). (43: 48)

Dalam ayat ini Allah Swt berfirman, karena Firaun-firaun tidak punya alasan, maka Kami menunjukkan kepada mereka banyak mukjizat yang masing-masing lebih jelas, dan lebih penting dari sebelumnya, supaya mereka turun dari kesombongan, dan kecongkakkannya, dan supaya mereka mengenal kebenaran. Namun semakin banyak mukjizat ditunjukkan, permusuhan, dan pembangkangan mereka malah bertambah, bahkan sampai Kami turunkan bala seperti kelaparan, dan kekeringan serta yang lainnya kepada mereka sehingga mungkin mereka akan sadar, dan kembali ke jalan yang benar.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Allah Swt untuk menyempurnakan hujjah-Nya terhadap umat manusia tidak hanya menggunakan satu dalil, dan argumen, sebelum hujjah-Nya sempurna, Allah Swt akan menunjukkan mukjizat, dan argumen. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah Swt terhadap umat manusia.

2. Setelah hujjah sempurna, maka tiba giliran hukuman, dan siksa di dunia, supaya mungkin dengan diberi peringatan, dan teguran, manusia akan kembali ke jalan Tuhannya.

Read 577 times