Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 40-45

Rate this item
(1 Vote)

Ayat ke 40-41

Artinya:

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!" (6: 40)

(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah). (6: 41)

Sebelumnya telah disinggung akar utama kekufuran dan pengingkaran terhadap kebenaran adalah keras kepala, sedang orang-orang Kafir tidak mempunyai dalil untuk membantah kebenaran Allah dan juga menerima logika orang-orang Mukmin.

Ayat ini untuk menyadarkan orang-orang Musyrik itu dengan mengatakan seperti ini, kalian telah menetapkan sesuatu yang lain sebagai Tuhan, dan menyatakan mereka maha kuasa dan memiliki kedudukan yang lebih baik. Karena itu sewaktu timbul tragedi dan bencana alam seperti gempa bumi, maka kepada siapa seseorang akan berlindung? Apakah dalam peristiwa ini seseorang juga dapat berlindung kepada orang-orang atau sesuatu yang menjadi harapan hatinya? Dalam hal ini juga, apakah mereka mampu dalam kondisi semacam ini membantu kalian, dan dapat menyalamatkan kalian dari kematian dan bahaya? Apakah hal ini juga terpikir oleh kalian? Bila kiamat itu benar, lalu sewaktu kiamat itu terjadi, kepada siapa kalian akan berlindung?

Ayat ini juga berbicara tentang naluri dan kejiwaan manusia sambil mengatakan, yang benar adalah kalian dalam kondisi semacam ini hanya menginginkan Tuhan! Sedang yang lainnya, siapa dan apapun akan kalian lupakan, karena hanya Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menghilangkan segala kesulitan kalian. Intinya, apabila Tuhan menginginkan, maka dengan kebijaksanaan-Nya Dia akan melaksanakan.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Perwujudan Tuhan serta Kemaha Esaan-Nya adalah suatu perkara fithrah. Setiap orang akan tertarik kepada Allah Swt, tetapi kesibukan terhadap urusan duniawi merupakan suatu unsur dominan yang melupakan manusia terhadap fitrah ini, sedang berbagai peristiwa dan kesulitan-kesulitan dapat menyingkap tabir kelupaan, serta timbulnya fitrah mencari Tuhan Swt.

2. Janganlah kita menutup mata dari sesuatu. Karena sewaktu dihadapkan oleh berbagai kesulitan, kalian tidak bisa berbuat apa-apa, sehinga kalian juga seperti orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan perlindungan.

 

Ayat ke 42

Artinya:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (6: 42)

Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya. Ayat ini mengatakan, sudah menjadi Sunnatullah, Allah Swt mengutus para nabi untuk membina, membimbing dan memberi petunjuk kepada masyarakat. Pengutusan para nabi dapat mengatasi berbagai kesulitan dan problematika, kemudian menciptakan suatu kehidupan masyarakat yang baik, agar fitrah mereka bangun dan tersadarkan. Semua itu diupayakan sedemikian rupa sehingga tercipta lahan yang kondusif untuk menerima pernyataan-pernyataan Nabi Saw. Berbagai noda dan debu-debu yang menutupi pemikiran dan hati mereka dapat sirna yang pada gilirannya hati mereka menjadi bersih, sehingga cahaya kebenaran dapat tercermin dengan perwujudan mereka, dan mereka pun menjadi cerah.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam mendidik, terkadang harus melalui pelbagai tekanan dan kesulitan dan jalan untuk menyadarkan fitrah adalah kembali kepada Allah Swt.

2. Teriakan aduh, di sisi Allah dapat membuat hati menjadi tenang, dan berpeluang untuk siap menerima kebenaran.

 

Ayat ke 43

Artinya:

Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (6: 43)

Ayat ini mengatakan, orang-orang Kafir dan para penentang itu tidak mampu bangkit dan mengambil pelajaran, sedang alasan kekhilafan mereka adalah dua hal; pertama keras kepala dan kekotoran hati yang menjadi penyabab terjerumusnya mereka kedalam perbuatan dosa. Kedua memandang enak perbuatan jahat dan dosa. Yakni, setiap perbuatan jahat yang mereka laksanakan mereka pandangan sebagai indah dan enak, bahkan setiap perbuatan penentangan mereka anggap benar dan perlu diteruskan.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Bagi orang-orang yang keras kepala, tablig atau peringatan tidak ada pengaruhnya sama sekali.

2. Manusia secara fitrah menyukai keindahan, namun di sanalah setan membisikkan penyelewengan itu pada fitrahnya, sehingga segala perbuatan jelek dipandangnya sebagai indah dan menyenangkan.

 

Ayat ke 44-45

Artinya:

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (6: 44)

Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (6: 45)

Dalam rangka memberikan petunjuk kepada masyarakat, Allah Swt menggunakan berbagai jalan antara lain dengan mengutus para nabi untuk menyampaikan tablig ditengah-tengah masyarakat. Bila cara ini tidak memberikan pengaruh, maka Dia memberi peringatan kepada orang-orang yang ingkar dan penentang itu dengan berbagai bentuk dan cara. Yaitu dengan penekanan dan kesulitan, sehingga mereka akan sadar dari tidur dan kelalaiannya. Tetapi bila tabligh dan peringatan seperti ini masih juga belum menyadarkan mereka, maka Allah Swt akan membiarkan mereka dalam kondisinya dengan menikmati berbagai kenikmatan dan kesenangan. Karena undang-undang Allah membiarkan manusia semacam ini memanfaatkan nikmat-nikmat dunia dalam suatu batas. Dan pemanfaatan semacam ini tidak akan lama, karena dosa dan kejahatan mereka telah sampai pada puncaknya, azab dan balasan duniawi akan turun sekaligus, dan mereka pun akan terbasmi habis.

Nabi besar Muhammad Saw mengatakan, setiap kali kita saksikan bahwa dunia tidak memberikan harapan dan langkah apapun bagi orang-orang yang melakukan dosa, maka ia hanya akan menjadi tempat kehancuran merka. Imam Ali bin Abi Thalib as juga mengatakan, sekalipun Allah Swt telah memberikan nikmat-nikmat yang banyak kepada kalian, tetapi kalian tetap berbuat dosa. Karena itu sadarilah dan takutlah kepada Allah, karena ternyata nikmat-nikmat ini tidak berakibat kebaikan.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Memanfaatkan dunia bisa menjadi nikmat atau azab. Bila diiringi iman dan takwa, maka ia menjadi nikmat, tapi bila disertai maksiat, maka ia akan menjadi azab.

2. Kejahatan dan kejelekan tidak langgeng, sedang kehancuran orang-orang yang berbuat jahat dan jelek bersifat pasti.

Read 2688 times