کمالوندی

کمالوندی

Sekjen Forum Internasional Pendekatan Mazhab-Mazhab Islam (FIPMI), Ayatullah Muhsin Araki, menyatakan harapan bahwa hubungan Iran dan Yordania bisa meningkat khususnya di bidang pendekatan antar mazhab.

Dia menyampaikan hal itu dalam pertemuan dengan Duta Besar Yordania di Tehran, Abdullah Abu Romman pada Senin (10/8/2015). Demikian dikutip Badan Pemberitaan Mahasiswa Iran (ISNA).

Menurut Ayatullah Araki, Amman dalam beberapa tahun terakhir mengambil langkah-langkah positif di bidang pendekatan antar mazhab Islam dan juga menggelar sejumlah pertemuan keagamaan.

Sementara itu, Abu Romman menyoroti kondisi sensitif di wilayah Timur Tengah dan mengatakan, situasi saat ini di negara-negara Arab sangat disayangkan dan mengkhawatirkan.

Dia menambahkan, kejahatan terorisme di negara-negara regional terutama Suriah dan Irak mengalami peningkatan. “Dalam kondisi sekarang, diperlukan upaya-upaya budaya dan media untuk memperkenalkan esensi Takfiri dan teroris,” tegasnya.

Ayatullah Araki dalam pertemuan terpisah dengan Muhammad Asha Dawaimeh, anggota parlemen Yordania, menekankan perluasan hubungan antara Tehran dan Amman, khususnya di bidang pendekatan antar mazhab. Dia juga menyerukan perluasan kerjasama antara Badan Amal Islam (SAKHA) dan Yordania.

Selasa, 11 Agustus 2015 12:57

Manfaat Ukiran Pada Batu dan Sebagian Hiriz

Bab pertama: ukiran pada batu akik dan mafaatnya

a-Melindungi dari kematian buruk dan agar meninggalkan dunia dengan iman

Imam Ja’fa as-Sadiq as berkata: “Barang siapa memakai cincin [dengan batu] akik dan di atasnya ditulis

مُُحَمَّدٌ نَبِیُّ اللّه عَلِیٌّ وَلِیُّ الله

Maka Allah Swt akan menjaganya dari kematian buruk dan pemiliknya akan meninggalkan dunia dengan fitrah tauhid.” (Wasail 5/90, Jamiul Akhbar 134, Tsawab al-A’mal 174, I’laam ad-Din 392)

b- Banyak keturunan dan rejeki

Imam Ja’far as-Sadiq as berkata: “Siapa pun yang ingin harta dan anaknya banyak, dan agar rejekinya diluaskan, maka hendaknya dia menyiapkan cincin perak akik dan di atasnya ditulis

مَا شَاءَ اللهِ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ اِن تَرِن اَنَا اَقَلُّ مِنکَ مَالاً وَ وَلداً

Dan hendaknya dia setiap hari banyak berzikir

اَستَغفِرُ اللهَ رَبِّی وَ اَتُوبُ اِلَیهِ"

(Jamiul Akhbar 134, Mustadrak 3/308)

c- Terhindar dari perampok kafilah dan selamat sampai tujuan

Perawi menghadap Imam Hadi as untuk perpisahan sebelum berziarah ke makam Imam Ali al-Ridho as. Kemudian Imam Hadi as berkata kepadanya: “Bawalah cincin perak [dengan batu] akik kuning dan di atasnya tertulis

مَا شَاءَ اللهِ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ اَستَغفِرُ اللهَ

dan di balik batu itu ditulis

مُُحَمَّد و عَلِی

Maka sesungguhnya [cincin] ini akan menjagamu dari para perompak kafilah serta agar kau selamat sampai tujuan dan juga menjaga agamamu.” (al-Amaan 48, Wasail 11/428)

d- Terlindungi dari godaan setan

Diriwayatkan bahwa Imam Husein as memiliki cincin akik dengan tulisan

لاَ اِلهَ الاَّ الله عُدَّة لِلِقاَءِ الله

Dan disebutkan pula bahwa barang siapa memakai cincin akik dengan tulisan seperti ini, maka dia akan terjaga dari godaan setan.” (Al-Imam Husein fii Ahaadits al-Fariqain 2/288, Dalaail al-Imamah 181)

e- Kewibawaan

Salah satu ciri khas Imam Hasan al-Mujtaba as adalah beliau memakai cincin akik merah dengan tulisan

العِزّةُ للهِ

Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa barang siapa yang memakai cincin dengan tulisan ini pada batunya, maka dia akan berwibawa di mata masyarakat dan ucapannya akan memiliki pengaruh pada masyarakat, mereka akan menerima sumpahnya dan setiap shalat yang dilakukan dengan mengenakan cincin ini sama seperti telah menunaikan 70 kali shalat. (Dalaail al-Imamah 163)

f- Hiriz dalam menghadapi masalah dan cobaan

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as memiliki empat cincin yang dipakai beliau dan cincin akik beliau bertuliskan

مَا شَاءَ اللهِ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ اَستَغفِرُ اللهَ

Dan ditulis dalam tiga baris. Beliau memakai cincin itu untuk menjaga diri dari semua keburukan yang datang dari para jin dan manusia serta bencana dari langit dan bumi. (al-Khisal 1/199, Ilal al-Syarai’ 1/157, Bihar al-Anwar 41/68, Wasail 5/98)

g- Melenyapkan kesedihan dan kegelisahan

Sebagaimana yang telah disebutkan pada penjelasan tentang cincin Imam Husein as, beliau bertemu dengan Nabi Isa as dalam mimpi dan disebutkan bahwa Nabi Isa as berkata kepada Imam Husein as: “Tulislah pada cincin akikmu kalimat ini

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهِ المَلِکُ الحَقُّ المُبِین

Dan sesungguhnya tulisan tersebut akan melenyapkan kesedihan dan kegelisahan dalam hatimu.” (Jamiul Akhbar 134, Mustadrak al-Wasail 3/308)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan mengatakan, kedutaan negara itu di Yunani akan dibuka untuk menangani masalah pengungsian.

Seperti dikutip laman Farsnews, Selasa (11/8/2015), Shakib Mustaghni menambahkan Kemenlu Afghanistan telah menyelesaikan nota kesepakatan bilateral mengenai pembukaan kedutaan negara itu di Yunani.

“Dengan kehadiran kedutaan Afghanistan di Athena, nasib para pengungsi Afghanistan yang bermukim di Yunani akan ditangani,” kata Mustaghni.

Dia menegaskan pemerintah Kabul sedang berupaya untuk memperbaiki kondisi para pengungsi Afghanistan dengan cara membangun hubungan diplomatik yang efektif dengan negara-negara lain.

Sejumlah media sebelumnya mengabarkan kondisi sulit yang dihadapi imigran Afghanistan di tempat-tempat penampungan Yunani, di mana mayoritas mereka bahkan tidak memperoleh kebutuhan dasar hidup.

Pemerintah Yunani baru-baru ini memutuskan untuk mengangkut seluruh imigran di pulau-pulau negara itu dan kemudian mengirim mereka ke tempat penampungan pusat.

Warga Afghanistan memilih mengungsi ke negara-negara lain akibat gangguan keamanan, krisis politik, diskriminasi rasial, kemiskinan dan pengangguran, yang melanda negara mereka.

Perdana Menteri Jepang menyerukan kembali pengosongan dunia dari keberadaan senjata nuklir.

Shinzo Abe menyerukan hal itu dalam acara peringatan ke-70 Serangan Nuklir di kota Nagasaki oleh Amerika Serikat. Demikian dilansir FNA.

"Sebagai satu-satunya negara di dunia yang telah menderita serangan nuklir di masa perang, saya telah memperbaharui tekad saya untuk memainkan peran utama dalam mengejar dunia tanpa senjata nuklir dan menjaga tiga prinsip non-nuklir," kata Abe di Taman Perdamaian Nagasaki, Ahad (9/8).

Tiga prinsip non-nuklir itu, imbuh Abe, adalah kebijakan lama Jepang untuk tidak memiliki atau memproduksi senjata nuklir dan tidak membiarkan orang lain membawa senjata itu ke negara ini.

Sebelumnya, Walikota Nagasaki dalam acara tersebut meminta Barack Obama dan para pemimpin negara-negara pemilik senjata nuklir untuk mengunjungi kota Hiroshima dan Nagasaki guna melihat dari dekat dampak pertama dan terbaru dari bom atom yang dijatuhkan AS di kedua kota tersebut.

Acara peringatan mengenang para korban serangan bom atom AS di kota Nagasaki yang digelar Minggu hari ini, dihadiri oleh tamu dari 57 negara dunia.

Pada 6 Agustus 1945, AS menjatuhkan sebuah bom atom di kota Hiroshima dan tiga hari kemudian, satu bom nuklir juga dijatuhkan di kota Nagasaki Jepang.

Serangan nuklir tersebut merenggut nyawa 220.000 orang.

Ketua Organisasi Energi Atom Republik Islam Iran (AEOI) menggambarkan prospek aktivitas nuklir Iran sebagai komersialisasi industri ini.

Ali Akbar Salehi mengungkapkan hal itu dalam pertemuan peninjauan dimensi kesepakatan nuklir Iran dan Kelompok 5+1 di Tehran, Ahad (9/8).  

Ia mengatakan, sebelum perundingan nuklir Wina, Iran disanksi dan segala bentuk kerjasama di bidang nuklir tidak diizinkan, namun semua prestasi nuklir damai sekarang ini berkat upaya para ilmuwan dan pakar negara ini.

Salehi lebih lanjut menyinggung sejumlah kritikan atas kesepakatan nuklir Iran terkait pembatasan di sektor teknologi nuklir.

Ia menjelaskan, pasca kesepakatan nuklir Wina, dikatakan bahwa aktivitas nuklir Iran di banyak bagian terhenti atau melambat, namun bangsa negara ini harus yakin bahwa dalam kerangka garis merah, akan diambil tindakan sehingga pembatasan itu dicabut.

Ketua AEOI menegaskan, negara-negara Barat mengatakan bahwa Iran harus menghindari penyimpangan dalam aktivitas nuklirnya, dan mereka membatasi negara ini disebabkan kekhawatiran, padahal Tehran berulang kali menegaskan untuk tidak mengejar penyimpangan itu dan bahkan tidak berniat melakukannya.

Iran dan Kelompok 5+1 (Rusia, Cina, Inggris, Perancis, Amerika Serikat ditambah Jerman) telah mencapai kesepakatan soal Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) di Wina, Austria, Selasa, 14 Juli 2015.

Ciri Khas Wali Allah

Allah Swt berfirman:

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (QS. Yunus: 62-63)

Dua ayat ini menjelaskan ciri-ciri wali Allah. Prinsip utama wali Allah adalah "Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami"[1] dan hasil dari ketakutan itu adalah takwa. Sementara hasil dari takwa itu sendiri adalah "Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada Hari Kiamat)".[2] Para wali Allah tidak memiliki rasa takut tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Karena siapa saja yang takut kepada Allah, maka dia tidak akan memiliki rasa takut yang lain. "Orang yang bersih perhitungannya di Hari Kiamat, tidak akan pernah merasa takut".

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Diamnya wali Allah adalah zikir, pandangannya mengambil pelajaran, ucapannya penuh hikmah dan aktivitasnya di tengah masyarakat menjadi sumber berkah."[3]

Imam Ali as berkata, "Allah Swt menyembunyikan wali-Nya di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya, jangan pernah menghina seorang muslim. Karena mungkin saja ia adalah wali Allah, sementara engkau tidak mengetahuinya."[4]

Seseorang yang menjadi wali Allah, niscaya Allah menjadi walinya. "Allah Pelindung orang-orang yang beriman",[5] "Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman"[6] dan "Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa".[7]

Sumber: Mohsen Qaraati, Daghayeghi ba Quran, Tehran, Markaz Farhanggi Darsha-i az Quran, 1388 Hs, cet 1.

 

 

[1] . QS. al-Insan: 10.
[2] . QS. al-Anbiya: 103.
[3] . Tafsir as-Shafi.
[4] . Tafsir Nur at-Tsaqalain.
[5] . QS. al-Baqarah: 257.
[6] . QS. Ali Imran: 68.
[7] . QS. al-Jatsiyah: 19.

Lari dari Medan Perang

Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya." (QS. al-Anfal: 15-16)

Satu dari pengertian yang berkali-kali disampaikan dan termasuk perintah ilahi yang paling penting kepada umat Islam adalah perintah jihad dan berperang melawan musuh Islam. Perintah dan pengertian ini disebutkan berkali-kali dalam ayat-ayat al-Quran. Sebagai contoh disebutkan dalam ayat-ayat ini:

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci." (QS. al-Baqarah: 216)

"Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang." (QS. al-Anfal: 65)

"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu." (QS. al-Baqarah: 190)

Ketiga ayat ini dan ayat-ayat al-Quran yang lain menyeru umat Islam untuk melakukan jihad, tapi pada ayat 15 dan 16 surat al-Anfal gaya penyampaikan dalam bentuk peringatan. Allah Swt dalam ayat 15 memperingatkan orang-orang yang beriman yang tengah berada di medan perang dan berhadap-hadapan dengan musuh agar tidak melarikan diri dari sana, sekalipun jumlah musuh sangat banyak.[1]

Sementara pada ayat 16 surat al-Anfal ada dua hal yang dikecualikan; berbelok sebagai taktik perang dan bergabung dengan pasukan yang lain, mereka yang lari dari medan pertempuran akan mendapat murka ilahi dan tempat kembalinya nanti adalah di neraka. Tidak hanya di akhirat, tapi di dunia ini mereka akan terhina dan tertekan. Itulah mengapa Imam Ridha as dalam sebuah ucapannya menjelaskan filosofi pengharaman lari dari medan perang bahwa perbuatan itu akan membuat musuh semakin berani terhadap Islam, umat Islam akan menjadi tawanan mereka dan akhirnya program yang telah dicanangkan para nabi dan imam tidak akan berhasil yang berujung pada tercerabutnya agama Allah.

Imam Ali as juga dalam petunjuknya menyinggung ayat ini bahwa takut akan jihad akan menciptakan penyimpangan dalam agama dan pelakunya layak dibakar di api neraka, bahkan menjadi sumber kefakiran di dunia, terhina dan ternistakan.

Sumber: Hoshdar-ha va Tahzir-haye Qorani, Hamid Reza Habibollahi, 1387 Hs, Markaz-e Pajuhesh-haye Seda va Sima.

 

[1] . Ayat 15 dari surat al-Anfal menyebutkan, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)." Dengan mencermati kata Zahf yang aslinya bermakna bergerak menuju sesuatu ketika telah menjejakkan kaki di bumi dan di sini dipakai untuk gerakan pasukan yang banyak. Oleh karenanya, dari pentakbiran ini dipakai sebagai bentuk peringatan, sekalipun pasukan atau persenjataan musuh sangat banyak dan lebih dari pasukan Islam. (Mufradat ar-Raghib, hal 212 dan Tafsir Nemouneh, jilid 7 hal 111)

Sabtu, 01 Agustus 2015 07:37

Koridor Persahabatan dalam Islam

Dalam pandangan Islam, mencintai masyarakat, Ahli Kitab dan orang lain harus berada di bawah cinta kepada Allah, sehingga cinta itu memiliki nilai. Cinta ilahi akan menjaga manusia tidak terjatuh dalam penyimpangan dan mampu mencegahnya dari penyakit sosial. Dari sini, Islam menekankan adanya niat ilahi dalam menjalin hubungan persahabatan dengan siapa saja. Imam Ali as berkata, “Persahabatan di jalan Allah akan melahirkan ukhuwah.”[1]

Langkah pertama dalam persahabatan ilahi adalah mengosongkan hati dari segala kebergantungan selain Allah. Manusia tidak dapat mencintai dua hal yang bertentangan dalam hatinya. Karena Allah Swt hanya menciptakan satu hati kepadanya. “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya...” (QS. al-Ahzab: 4)

Barangsiapa yang memiliki motivasi selain Allah dalam persahabatan dan kecenderungannya untuk melakukan perbuatan buruk, maka bagaimana ia dapat mencapai jalan ilahi dan menjadikan persahabatan di jalan Allah sebagai parameter segala persahabatan? Orang yang hatinya telah diarahkan pada hal-hal yang segera sirna dan kelezatan materi, bagaimana dapat menampung cinta ilahi yang tidak terbatas?

Manusia harus mengeluarkan cinta dan persahabatan selain Allah dari dalam hatinya dan pada saat yang sama cintanya kepada orang lain harus searah dengan cinta kepada Allah. Dengan ungkapan lain, manusia harus mencintai segala sesuatu karena Allah. Sekaitan dengan hal ini, al-Quran menyebutkan, “Katakanlah, ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. at-Taubah: 24)

Al-Quran mengumpamakan lemahnya persahabatan dengan selain Allah dengan rumah laba-laba. “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah...” (QS. al-Ankabut: 41)

Allamah Thabathabai ketika menyinggung ayat ini menjelaskan apa yang menyebabkan persahabatan dan cinta selain Allah itu sangat lemah, “Rumah dibuat agar dapat melindungi pemiliknya dari lingkungan yang dingin dan panas. Ini yang tidak dimiliki oleh rumah laba-laba. Bila ada rumah yang tidak dapat menjaga pemiliknya dari hal-hal yang tidak diinginkan, maka itu tidak dapat disebut rumah. Mereka yang dijadikan wali oleh orang-orang Musyrik hanya wali atau persahabatan sekadar nama. Karena mereka tidak dapat memberikan manfaat dan tidak merugikan, begitu juga bukan pemiliki kematian dan kehidupan.”[2]

Persahabatan dengan selain Allah menjadi sebab bagi segala kerugian manusia. Hal itu membuat manusia menyesal di kemudian hari. Sesuai dengan pentakbiran al-Quran di Hari Kiamat, bersahabat dengan selain Allah akan membuat mereka begitu menyesali perbuatannya dan berharap tidak pernah bersahabat dengan mereka.

“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada kami (di Hari Kiamat) dia berkata, “Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat, maka setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia).” (QS. az-Zukhruf: 36-38)

Mungkin saja para sahabat selain Allah itu memberikan rasa senang dan puas, tapi pada akhirnya akan menyesalinya dan memahami akan kesalahan yang dilakukannya. Di sisi lain, para sahabat ilahi memiliki masa depan yang cerah dan mendapat rahmat ilahi. Dalam sebuah riwayat dari Imam Zainul Abidin disebutkan:

“Ketika Allah selesai mengumpulkan awal dan akhir makhluk yang diciptakan-Nya terdengar suara berkata, ‘Di mana para sahabat Allah? Sekelompok manusia berdiri. Dikatakan kepada mereka, ‘Kalian memasuki surga tanpa dihisab.’ Para malaikat yang menyaksikan hal itu melihat mereka dan bertanya, ‘Kalian hendak ke mana?’ Dijawab, ‘Kami menuju surga tanpa dihisab’. Para malaikat kembali bertanya, ‘Kalian dari kelompok manusia yang mana?’ Mereka menjawab, “Kami para pecinta dan sahabat Allah.’ Ditanya kembali, ‘Apa yang telah kalian lakukan?’ Mereka menjawab, ‘Kami bersahabat di jalan Allah dan memusuhi di jalan Allah.’ Para malaikat mengatakan, ‘Sungguh baik balasan dari pelaku kebaikan!”[3]

Dengan demikian, bila mencermati ayat dan riwayat yang telah disebutkan, maka persahabatan hakiki dikhususkan pada persahabatan dan cinta kepada Allah dan pahala yang diberikan juga mencakup persahabatan yang seperti ini.

Sumber: Dousti va Doust Dashtan dar Quran va Rivayat, Mohammad Hemmati, Markaz Pezhouhesh-ha Eslami Seda Va Sima, Qom, 1392 Hs.

[1] . Ghural al-Hikam, hal 298, hadis 47.
[2] . Sayid Mohammad Bagher Mousabi Hamedani, Tarjomeh al-Mizah, jilid 16, hal 194.
[3] . Al-Kafi, jilid 2, hal 126, hadis 158.

Hari ini adalah hari yang sangat berbagia, pasalnya setelah berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan, menahan lapar dan dahaga serta dosa, hari ini Allah Swt menjadikan hari raya bagi kaum mukminin. Hari Raya Idul Fitri, tak ubahnya hari kelahiran kembali manusia setelah dosa-dosanya terampuni.

Ya Allah! Sampaikan shalawat serta salam kepada junjungan kami Nabi Muhammad berserta keluarganya dan tutupilah musibah kami di bulan ini serta jadikan Hari Idul Fitri sebagai Hari Raya yang penuh berkah serta tetapkanlah hari tersebut sebagai hari terbaik bagi kami. Ampunilah dosa-dosa kami di hari penuh berkah ini. Ya Allah! Jadikan hari ini sebagai hari raya dan kegembiraan bagi mukminin dan hari berkumpul bagi umat Muslim..Kami bertaubat kepada-Mu dari setiap dosa dan perbuatan buruk yang kami lakukan serta dari segala bentuk niat tak pantas yang memenuhi kalbu kami. Ya Allah! Jadikan hari ini sebagai hari penuh berkah bagi seluruh umat Mukmin dan berikan kami kesempatan untuk kembali kepada-Mu dan bertaubat atas segala dosa yang kami perbuat.

Hari raya Idul Fitri adalah hari terlahirnya kembali manusia dan mereka menjadi manusia baru. Hari perubahan dalam diri manusia, baik dari sisi kejiwaan, mental dan kehidupan sosial mereka. Manusia telah membakar jiwanya yang kotor di selama bulan Ramadhan dan kini muncul dengan ideologi dan jiwa yang baru. Nafas-nafas baru pun bermunculan setelah berpuasa selama satu bulan penuh di bulan suci dan penuh berkah Ramadhan.

Idul Fitri termasuk hari besar Islam dan banyak hadis serta riwayat yang membicarakan keutamaannya. Muslim yang berpuasa selama bulan Ramadhan menahan diri dari makan dan minum serta perbuatan mubah lainnya. Dan kini setelah lewat satu bulan, di hari pertama bulan Syawal mereka mengharapkan pahala dan balasan dari Allah Swt. Hari pertama bulan Syawal dinamakan Hari Raya Idul Fitri karena di hari ini, larangan makan dan minum dicabut serta orang mukmin diperbolehkan makan di siang hari serta membatalkan puasanya. Fitr dan futur berarti makan dan minum serta juga memiliki arti dimulainya makan dan minum. Oleh karena itu, setelah habis waktu siang dan waktu Maghrib tiba di bulan Ramadhan, orang yang berpuasa diperbolehkan iftar atau berbuka puasa.

Pagi hari di hari Raya Idul Fitri, kumandang tasbih dan pujian kepada Allah menggelegar dan wajah-wajah ceria memenuhi setiap kota. Kecil dan besar berdiri berbaris dengan rapi. Mereka mengangkat tangannya ke langit sambil melantungkan doa “Allahumma Ahlul Kibriyai wal Adzama, Wa Ahlul Judi wal Karama”. Saat itu, kalian akan merasakan kaki-kaki terpisah dari bumi dan melayang di suasana yang lain, suasana penuh ikhlas, penyerahan diri dan takwa. Perasaan ini adalah pahala satu bulan penuh puasa di bulan Ramadhan yang menjadi bagian orang mukmin sejati. Saat itu, jiwa manusia dipenuhi harapan bahwa sisa waktunya selama satu tahun tidak akan dipolusi oleh dosa.

Ketika kehidupan kita berubah menjadi sebuah kebiasaan, wajar bahwa kita tidak akan melampaui manifestasi kehidupan yang wajar dan kita akan berhenti pada titik serta waktu tertentu. Namun bulan Ramadhan dan Idul Fitri, dengan karakteristiknya yang istimewa, menyapu bersih perilaku dangkal dan kebiasaan sehari-hari serta mengeluarkannya dari batasan waktu.

Sejatinya tujuan dari ibadah selama satu bulan di bulan suci Ramadhan akan muncul setelah hari raya. Islam menghendaki kita membentuk manusia yang berperilaku di luar sisi fisik dan materi. Manusia yang memandang ibadah kepada Tuhan sebagai sarana untuk membantu dan mengabdi kepada sesamanya serta mereka yang membutuhkan. Dengan kata lain, arah dan perilaku manusia setelah hari Raya Idul Fitri adalah upaya serta perbuatan yang sesuai dengan perintah Tuhan serta ditujukan untuk membangun masyarakat lebih baik serta membantu kebutuhan mereka yang membutuhkan.

Dimensi eksistensi manusia seperti ini berbeda dengan manusia yang lalu. Ia hidup dengan pandangan yang lebih luas. Dengan ketaatan dan penghambaannya, ia memiliki sifat yang lebih lembut. Puasa telah memberi pelajaran kepadanya akan arti dari penderitaan. Ia akan bergerak dengan pandangan yang lebih terarah yang diperolehnya dari latihan Ilahi selama puasa. Oleh karena itu, komitmen dan stabilitasnya semakin meningkat dan kesabaran serta keseimbangannya maju dengan pesat.

Manusia seperti ini, melalui perubahan mendalam yang ia rasakan dalam dirinya, memiliki semagat untuk terbang ke arah puncak kesempurnaan. Di pagi hari Idul Fitri, ketika manusia mengeluarkan zakatnya dan mengingat Allah Swt serta menunaikan shalat ied, sejatinya ia telah berjanji untuk mengesampingkan masalah pribadi dan membebaskan jiwanya dari kungkungan egonya. Allah Swt di kisah Bal’am Baura (ulama yang condong kepada taghut) mengingatkan poin ini bahwa Kami menginginkan ia terbang ke langit, namun ternyata ia memilih bumi dan selamanya ia tenggelam dalam kemaksiatan. Di ayat 176 surat al-A’raf Allah berfirman yang artinya, “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah...”

Sejak awal Allah Swt memberikan kepada semua manusia nikmat untuk berkembang dan meniti kesempurnaan, namun manusia sendiri yang mengabaikan nikmat ini dengan perilaku dan amal perbuatannya. Dalam pandangan Imam Sadiq as, dosa seperti beban berat sehingga terbang (berkembang) akan sangat sulit dilakukan. Beliau bersabda, “Allah tidak akan memberikan nikmat kepada hamba-Nya, kemudian Ia cabut kembali, kecuali hamba tersebut melakukan dosa yang mengakibatkan nikmatnya dicabut.”

Oleh karena itu, Imam Ali as menyebut hari ketika seorang hamba tidak bermaksiat sebagai hari raya. Idul Fitri dari sisi ini juga memiliki urgensitas dan termasuk dalam hari-hari besar Ilahi (Syi’ar Ilahi). Allah berfirman di surat al-Hajj ayat 32 yang artinya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” Mengagungkan syi’ar Ilahi merupakan karakteristik hari raya Idul Fitri. Syiar takbir dan pujian serta penyucian Allah termasuk amal yang memberi warna khusus bagi hari besar ini.

Tugas utama seorang muslim adalah dengan berbagai cara menyampaikan seruan tauhid kepada dunia. Salah satu caranya melalui syi’ar-syi’ar agama. Rasulullah Saw bersabda, “Hiasilah hari raya kalian dengan takbir.” Di hadis lain disebutkan, “Hiasilah hari Idul Fitri dan Idul Adha dengan syiar La Ila Ha Illa Allah, takbir Allahu Akbar dan Subhana Allah.”

Rasulullah Saw sendiri melakukan hal ini. Ketika beliau keluar dari rumah di hari Idul Fitri hingga ke masjid, beliau melantunkan kalimat La Ila Ha Ila Allah dan Allahu Akbar dengan suara yang keras. Bahkan di antara khutbah dan sebelum serta sesudahnya, beliau kembali mengulang syiar tersebut. Imam Ridha as saat menjelaskan sebab takbir yang banyak di hari Idul Fitri mengatakan, “Takbir, takzim dan mengagungkan Allah Swt adalah bentuk rasa syukur atas hidayah dan nikmat Tuhan kepada manusia.”

Dewasa ini setiap negara Islam dengan budaya khususnya merayakan hari besar ini dengan semeriah mungkin. Pelaksanaan shalat ied sebagai ungkapan rasa syukur atas taufiq Ilahi, menyediakan beragam makanan khusus, berhias dan memakai wangi-wangian, membersihkan diri, saling silaturahmi dan suara gembira anak-anak ketika mendapatkan hadiah, merupakan karakteristik kolektif hari Raya Idul Fitri di negara-negara Islam. Kegembiraan dan optimisme akan pengampunan dosa serta rahmat kian mendekatkan hati-hati umat Muslim.

Ayatullah Javadi Amoli menyebut gerakan massal masyarakat dan berkumpulnya umat Muslim di hari Raya Idul Fitri sebagai manifestasi dari Ma’ad (Hari Akhir). Beliau berkata, “Mereka yang berpuasa di bulan suci Ramadhan dan diberi kesempatan untuk menjalankan kewajibannya, ada tiga kelompok yang kembali dan menerima pahala Ilahi. Oleh karena itu, malam dan siang hari Raya Idul Fitri juga disebut sebagai hari penerimaan hadiah.”

Mereka yang mendapat inayah untuk menjalankan kewajibannya di bulan Ramadhan dan menghidupkan malam-malam penuh berkah bulan ini mendapat hadiah yang dibawah para malaikat berupa kebebasan dari api neraka. Mereka yang mengerjakan kewajibat di bulan Ramadhan untuk meraih surga, maka pahala yang mereka terima dari malaikat rahmat adalah masuk ke surga. Sementara kelompok ketiga adalah mereka yang beribadah karena kecintaanya kepada Tuhan dan bersyukur kepada-Nya, maka pahala mereka langsung diberikan oleh Allah Swt berupa kecintaan kepada-Nya dan terbebas dari neraka.

Imam Baqir as di doa sebelum shalat Ied berkata, “Ya Allah! Setiap orang di hari ini bersiap dan mempersiapkan diri untuk menerima pahala, ampunan dan anugerah. Namun  Ya Allah! Aku saat ini mempersiapkan diriku untuk semakin dekat dengan-Mu.”(

Suatu hari Rasulullah Saw berkata kepada para sahabat; Berjalan-jalanlah di kebun surga! Sahabat bertanya; Apa itu taman surga? Beliau menjawab: acara zikir. Pergilah pagi dan petang serta berzikirlah kepada Allah. Mereka yang ingin mengetahui derajatnya di sisi Allah, akan melihat maqam dan kedudukan Allah pada dirinya. Karena Allah akan menempatkan seorang hamba pada satu kedudukan, sesuai dengan sikap hamba tersebut menempatkan Allah pada dirinya. Ketahuilah! Amal terbaik dan paling bersih di sisi Allah dan derajat tertinggi kalian serta paling baiknya sesuatu yang disinari mentari adalah zikir kepada Allah.

Salah satu manifestasi istimewa dan agung zikir kepada Allah adalah shalat Idul Fitri. Shalat yang membuka mata-mata manusia untuk menyaksikan nilai-nilai sejati dan lurus serta membantu manusia mendapatkan hakikat (kebenaran) dan keindahan abadi. Di shalat Idul Fitri, hamba mukmin tenggelam dalam keindahan Ilahi melalui munajat penuh keikhlasan mereka. Daya tarik ini sedemikian besar di dalam diri mereka, sampai-sampai saat melakukan kontak dengan Allah, ia merasa tenang dan gembira.

Shalat Ied dua rakaat dan di khutbahnya membahas nasib umat Islam dan berbagai peristiwa penting dunia islam. Shalat ini memiliki pesan spiritual, ketauhidan dan mengikuti Mohammad beserta Ahlul Baitnya dalam kehidupan. Di shalat Idul Fitri kita memohon kepada Allah untuk dimasukkan ke dalam kebaikan seperti yang dimiliki Nabi beserta keluarganya dan dijauhkan dari segala keburukan.

Doa shalat Ied menunjukkan ideologi kasih sayang dan  bimbingan oleh Islam di dunia. Pesan ini yang diulang beberapa kali di setiap qunut dengan indah termanifestasi di shalat Idul Fitri. Di shalat ini, spiritual, inspirasi, jamaah shalat yang besar bersama-sama memanjatkan doa; “Ya Allah, wahai Pemilik kebesaran dan keagungan, wahai Pemilik kedermawanan dan jabarut, wahai Pemilik pengampunan dan kasih sayang, wahai Pemilik takwa dan maghfirah. Aku memohon kepada-Mu dengan hak hari ini, yang Kau jadikan hari besar bagi kaum muslimin, dan dengan keagungan dan kemuliaan Muhammad dan keluarganya, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan Keluarga Muhammad, masukkan aku pada setiap kebaikan yang Kau masukkan ke dalamnya Muhammad dan keluarganya, keluarkan aku dari setiap keburukan yang Kau keluarkan dariya Muhammad dan keluarganya. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu yang terbaik dari apa yang dimohon oleh hamba-hamba-Mu yang shaleh. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari segala apa yang perlindungannya dimohon oleh hamba-hamba-Mu yang shaleh.”

Di sebuah riwayat disebutkan, ketika hamba Tuhan memuji-Nya dengan penuh keagungan dan penghormatan, Allah berbangga di depan para malaikatnya dan berkata, “Inilah hamba-Ku yang sejati...Bukankah sebelumnya telah Aku katakan bahwa Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui?

Sementara itu, di budaya Islam, Ied semakin meriah dan agung, di mana kegembiraan di hari ini melampaui sekat-sekat individu dan berbaur dengan kegembiraan bersama serta berpengaruh pada nasib orang lain. Keagungan Idul Fitri termanifestasikan dengan pembayaran zakat dan shalat Ied. Zakat fitrah adalah hadiah yang diberikan seorang mukmin sebagai bukti ketaatan kepada Allah dan ungkapan syukur atas nikmat-Nya kepada orang-orang yang tidak mampu. Zakat memiliki arti tumbuh dan berkembang, kebaikan dan kesucian. Oleh karena itu, zakat seperti shalat, faktor yang memperkokoh jiwa, membersihkan ruh serta memperkokoh hubungan persaudaraan dengan sesama manusia.

Sejatinya, termasuk ajaran penting Idul Fitri adalah memperhatikan kerabat dan memperkokoh Muslim di komunitas Islam serta menjadikan Islam sebagai parameter. Shalat Idul Fitri yang digelar secara serentak di seluruh negara Islam merupakan simbol solidaritas dan persatuan Islam. Khususnya di kondisi saat ini, ketika negara-negara kuat dunia memerangi umat Islam dan menjadikan mereka sebagai target.

Kekuatan hegemoni dunia melalui media propagandanya setiap hari gencar berusaha merusak citra Islam dan menguasai berbagai bangsa. Di saat seperti ini, dunia Islam membutuhkan peluang tepat untuk menunjukkan keagungan dan kekuatan mereka. Saat shalat Idul Fitri, lautan manusia, baik pria maupun wanita dengan tekad bulat dan penuh keimanan, menunjukkan kekuatan sejati umat Muslim.                  

Kekuatan ini terbentuk dari bulan Ramadhan. Jamaah shalat dengan wajah serius dan tekad kokoh serta hati bersih menunjukkan penghambaan yang tulus di hadapan Tuhan Yang Esa dan menolak segala bentuk thagut serta hegemoni. Takbir jamaah shalat Idul Fitri juga menunjukkan semangat anti imperialis umat Muslim. Sejarah menyebutkan, ketika Imam Ridha as akan memimpin shalat Idul Fitri, keagungan dan kebesaran umat Islam inilah yang membuat Khalifah Makmun Abbasi ketakutan.

Shahid Muthahari menjelaskan makna indah dari shalat Idul Fitri yang dipimpin Imam Ridha as. Beliau menulis, Makmun yang memaksa Imam Ridha menerima jabatan putra mahkota juga memaksa beliau untuk memimpin shalat Idul Fitri. Imam Ridha menolak permintaan tersebut, namun Makmun memaksanya. Imam berkata, Aku bersedia memimpin shalat Idul Fitri, namun sesuai dengan tuntunan ayah serta kakek-kakekku, bukan seperti tuntunan kalian. Makmun dengan gembira menerima kesediaan Imam, karena ia kembali berhasil memaksa Imam Ridha untuk melakukan suatu pekerjaan di pemerintahannya.

Di hari Idul Fitri, Imam Ridha kepada orang-orang disekitarnya berkata, pakailah pakaian biasa, lepaskan sepatu dan sandal kalian, singsingkan lengan baju kalian serta ulangilah zikir yang aku ucapkan. Imam kemudian memakai imamah dan pakaian seperti yang dipakai Rasulullah. Tongkatnya pun dibawa seperti saat Rasulullah membawanya. Dengan kaki telanjang, Imam keluar dari rumah dan dengan suara yang menggelegar mulai mengucapkan takbir Idul Fitri.

«اللَّهُ اکبَرُ، اللَّهُ اکبَرُ، لا اله الاالله و اللَّهُ اکبَرُ، الله اکبرو لله الحمد، الحمدلله عَلى‌ ما هَدانا، وَ لَهُ الشُّکرُ عَلى‌ ما اوْلانا».

Telah bertahun-tahun masyarakat tidak mendengar zikir seperti ini. Masyarakat ketika menyaksikan kondisi Imam berubah dan air mata mengalir dari mata beliau, dengan spirit penuh mereka mengulangi zikir yang dilantunkan Imam Ridha. Makmun juga mengirim pada komandan militer dan pemimpin kabilah untuk menunaikan shalat Idul Fitri bersama Imam. Mereka sesuai dengan kebiasaan para khalifah, memakai pakaian yang indah dan mahal, menaiki kuda yang mahal serta menggantungkan pedang keemasan di pinggang.

Para pembesar ini menunggu kedatangan Imam dan akan mengiringi beliau dengan penuh kebesaran. Namun ketika mereka menyaksikan kesederhanaan dan kekhusyuaan Imam Ridha, tanpa disadari mereka turun dari kuda-kuda mereka. Di sejarah disebutkan, karena Imam dengan kaki telanjang berjalan menuju lokasi shalat Ied, maka para pembesar kerajaan ini sibuk mencari pisau untuk memotong sepatu mereka sehingga mengejar Imam dengan kaki telanjang pula. Sedikit demi sedikit suara takbir menggema di kota Marv.

Belum lagi iring-iringan jamaah shalat Ied keluar dari pintu kota, mata-mata kerajaan memberitahu Makmun bahwa jika kondisi ini dilanjutkan, maka Makmun tidak akan dapat melanjutkan kekuasaannya. Saat itulah Makmun memerintahkan prajuritnya menemui Imam Ridha as dan memulangkannya ke rumah.

Setelah menceritakan kisah tersebut, Shahid Muthahari menyebutkan poin bahwa ketika shalat dikerjakan sesuai dengan sirah dan tuntutan Nabi dan Ahlul Baitnya, maka ibadah tersebut keluar dari kondisi sia-sia serta akan memberikan pengaruhnya yang hakiki. Sejatinya shalat seperti itu adalah penghancur musuh dan dampaknya terlihat nyata dalam mencerabut kefasadan dan dosa di tengah masyarakat.

Di sebagian riwayat, awal Syawal mengingatkan peristiwa dihancurkannya kaum Aad. Kaum ini memilih jalan kesesatan ketimbang taat kepada Allah serta bersikeras menyekutukan Allah. Oleh karena itu, kemudian Allah memusnahkan kaum ini. Di zaman kita hidup saat ini, otoriterisme sejumlah kelompok kecil telah melukai dunia dan di sebagian dunia Islam, rakyat Palestina, Yaman, Bahrain, Irak dan...menjadi korban ketamakan mereka.

Hari ini menunjukkan terealisasinya janji Allah dan mereka yang mengacaukan dunia akan nasibnya akan berakhir buruk. Yang penting di sini adalah umat Muslim menjauhi syaitan dengan solidaritas dan persatuan maknawi serta mereka benar-benar bersatu.(