کمالوندی
Suriah Ungkap Dalang Utama Pemicu Krisis
Wakil Tetap Suriah untuk PBB mengatakan, tindakan terorisme terhadap rakyat Suriah dilancarkan melalui dukungan Arab Saudi, Qatar dan Turki.
 
Bashar al-Jaafari, Kamis (13/3) menyampaikan hal itu dalam sebuah konferensi pers setelah Utusan Khusus PBB-Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi berpidato di Dewan Keamanan PBB, kata kantor berita resmi Suriah (SANA).
 
"Kami telah mengirim 500 surat dengan menyertakan nama lengkap dan tanggal kepada PBB mengenai teroris yang melakukan tindakan keji terhadap rakyat Suriah dengan dukungan Saudi, Qatar dan Turki," tambahnya.
 
"Tapi sayangnya, beberapa anggota PBB bertindak melawan pemerintah Damaskus dan menghalangi proses itu," ujar Jaafari.
 
Dia menegaskan, pemerintah Suriah berkomitmen untuk memerangi terorisme di mana saja sesuai dengan tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya. Menurutnya, tidak ada yang bisa menyangkal ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok teroris di Suriah.
 
"Akhirnya, beberapa perwakilan Dewan Keamanan PBB mengakui keberadaan teroris di Suriah dan fakta di lapangan setelah mereka sebelumnya mengabaikan fakta itu. Namun, beberapa dari mereka sengaja menutup mata, sebab negara mereka terlibat dalam menggerakkan terorisme di wilayah Suriah," kata Jaafari.
 
Kekacauan di Suriah sejak tahun 2011, telah menelan korban tewas sekitar 130.000 orang dan menelantarkan jutaan lainnya.
 
Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan dimulainya kembali pembicaraan langsung Jenewa dengan fokus khusus untuk mencari solusi politik bagi krisis di Suriah.
 
"Satu-satunya cara untuk mengakhiri krisis adalah dialog," kata Ban kepada wartawan awal bulan ini, seraya menambahkan, "Kami bertekad untuk mendudukkan kembali para pihak di meja perundingan di Jenewa."
 
Putaran kedua pembicaraan antara delegasi pemerintah Suriah dan oposisi yang didukung asing di Jenewa, menemui jalan buntu pada pertengahan Februari lalu.
 
Delegasi Suriah mengatakan, upaya memerangi terorisme harus menjadi prioritas utama, tetapi oposisi tetap menegaskan tuntutannya tentang pembentukan pemerintahan transisi dan pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad.
Keutamaan Batu Mulia Menurut Maksumin: Jamrud
Manfaat cincin Jamrud:
1- Memudahkan urusan
 
Imam Ali as berkata, "Memakai cincin Jamrud memudahkan urusan dan tidak menyulitkan." (Rujuk Kaafi 6/471, Thawabul A'mal hal 176, Wasail 5/93, Jamiul Akhbar hal135.
 
Diriwayatkan pula, Imam Ali Al-Ridho as mengutip hadis dari Rasulullah Saw yang bersabda, "Memakai cincin Peridot memudahkan dan tidak menyulitkan." (Rujuk kitab Makarim Al-Akhlak hal 89)
 
2- Menghilangkan kemiskinan dan menyebabkan kaya
 
Rasulullah Saw bersabda, "Memakai cincin Jamrud menghilangkan kemiskinan." (Rujuk kitab Makarim Al-Akhlak hal 89."
 
Dalam hadis lain, Imam Ali Al-Ridho as berkata, "Memakai cincin Jamrud, mengubah (si) miskin menjadi kaya." (Rujuk kitab Hilliyatul Muttaqin hal 18)*(IRIB Indonesia/MZ)
*Sumber buku Sangha va Khavase Ejab Anggiz hal 100
Keutamaan Batu Mulia Menurut Maksumin: Onyx
Onyx adalah batu berwarna hitam dan kelabu yang sebagian besar ditemukan di Cina, India dan Yaman. Namun dalam hadis hanya batu Onyx dari Yaman yang dianjurkan memakainya.
 
Manfaat Onyx
 
1- Memperbanyak pahala shalat hingga 70 kali
2- Tasbih dan Istighfar untuk pemakainya
 
Imam Ali Al-Ridho as mengutip hadis dari kakeknya Imam Ali as dan berkata, "Suatu hari Rasulullah Saw datang dengan memakai cincin batu Onyx, kemudian beliau shalat bersama kami dan setelah shalat, beliau memberikan cincin itu kepadaku dan bersabda; wahai Ali (as) pakailah cincin ini di tangan kananmu dan shalatlah dengan menggunakannya! Apakah kau tahu bahwa pahala shalat dengan memakai cincin Onyx Yaman itu sama dengan pahala 70 shalat, maka sesungguhnya cincin Onyx Yaman bertasbih kepada Allah Swt dan beristighfar untuk pemakainya, serta memberikan pahalanya bagi pemakainya." (Rujuk kitab Uyun Akhbar Al-Ridho 2/132, Wasail 5/96, Biharul Anwar 80/188)
 
3- Menjauhkan dari Godaan Setan
 
Amirul Mukminin Ali as kepada para sahabatnya berkata, "Pakailah cincin Onyx Yaman maka sesungguhnya Onyx Yaman menolak godaan dan tipu daya setan serta mengembalikannya."(Rujuk kita Kaafi 6/472, Wasail 5/96, Tsawabul A'mal hal 175, Makarimul Akhlak hal 89)*
 
*Sumber buku Sangha va Khavase Ejab Anggiz hal 101-102
Keutamaan Batu Mulia Menurut Maksumin: Dur Najaf
Dur Najaf adalah jenis batu Quartz, yang memiliki nilai spiritual tinggi, meski harganya tergolong murah. Batu ini transparan dan bening seperti kaca. Dur Najaf dapat ditemukan di Wadi as-Salam, Najaf, Irak. Terkadang pada batu Dur Najaf terdapat guratan inklusi seperti helai rambut.
 
Manfaat Dur Najaf
 
Imam Shadiq as kepada sahabat beliau bernama Mufadhal berkatan, "Aku suka setiap mukmin memakai lima cincin, Akik, Turquoise (Pirus), Ruby (Sapphire), Hadidsin (Hematite) dan Dur Najaf." Mufadhal bertanya kepada Imam Shadiq as: "Wahai tuanku, apa manfaat dan kegunaan memakai cincin Dur Najaf?" Imam menjawab, "Barang siapa memakai Dur Najaf dan melihatnya, maka Allah Swt akan mencatat setiap kali ia melihat batu tersebut dengan pahala sekali ziarah dalam catatan amalnya yang pahala dannya sama dengan pahala amal para nabi dan orang-orang shaleh, dan jika bukan karena rahmat Allah Swt bagi orang-orang Syiah, maka harga setiap batu Dur Najaf akan sedemikian mahal sehingga tidak ada orang yang mampu membelinya, akan tetapi Allah Swt menjadikan batu itu murah bagi para Syiah dan banyak ditemukan sehingga semua Syiah dapat memanfaatkannya." (Al-Tahdzib 6/37, Jamiul Akhbar hal 134, Farhah al-Ghura hal 113, Wasail 14/403)*(IRIB Indonesia/MZ)
 
*Sumber buku Sangha va Khavase Ejab Anggiz cetakan ke-18 halaman 103
Keutamaan Batu Mulia Menurut Maksumin: Hadid Sin (Hematite)
Diriwayatkan, Imam Shadiq as berkata, "Aku suka setiap mukmin memakai lima cincin, [Akik, Turquoise (Pirus), Ruby (Sapphire), Hadidsin (Hematite) dan Dur Najaf] dan ketika berhadap-hadapan dan bersikap dengan musuh, aku tidak melihat kemakruhan untuk memakai cincin Hadid Sin, bahkan aku suka sehingga api kemunkaran mereka padam. Maka sesungguhnya cincin Hadid Sin menjauhkan jin dan manusia yang jahat dan bandel."* (IRIB Indonesia)
 
*Sumber: buku Sangha va Khavase Ejab Anggiz cetakan ke-18 halaman 104
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Tuhmat dan Tuduhan
Tuhmat dan Tuduhan
 
1. Imam Shadiq as berkata, "Ketika seseorang menuduh saudara seagamanya, maka iman akan terhapus dari hatinya seperti larutnya garam di dalam air."[1]
 
2. Imam Shadiq as berkata, "Setiap orang yang menuduh saudara seagamanya berarti tidak ada rasa hormat lagi di antara keduanya."[2]
 
3. Imam Ali as berkata, "Nilai perbuatan saudara seagamamu sebagai perbuatan yang paling baik, sehingga tiba sesuatu kepadamu yang meruntuhkan penilaianmu itu. Jangan berburuk sangka dengan ucapan yang keluar dari saudara seagamamu, sementara engkau menemukan kemungkinan baik dari ucapan itu."[3]
 
Penjelasan:
Setiap kali ucapan dan perilaku saudara seagamamu memiliki dua bentuk; baik dan buruk, maka selama manusia mampu, maka tafsirkan ke dalam makna yang baik, sekalipun ada kemungkinan itu berarti buruk. Dalam hal ini juga tidak dibolehkan seseorang untuk mengkaji dan menelusuri masalah ini, bahkan Allah Swt telah melarangnya, kecuali bila tidak menemukan jalan untuk menjustifikasi kebaikan darinya.
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Hasud
Hasud
 
1. Imam Shadiq as berkata, "Sesungguhnya hasud memakan iman sebagaimana api memakan kayu bakar."[1]
 
2. Rasulullah Saw bersabda, "Hampir saja hasud mengalahkan Qadha dan Qadar."[2]
 
3. Imam Shadiq as berkata, "Penyakit agama adalah hasud."[3]
 
4. Imam Shadiq as berkata, "Seorang mukmin melakukan ghibthah dan tidak hasud, sementara orang munafik sebaliknya, justru melakukan hasud dan tidak ghibthah."[4]
 
Penjelasan:
Sifat hasud itu terjadi ketika Allah memberikan nikmat kepada saudara seagamamu dan engkau tidak ingin nikmat itu ada padanya, merasa tersiksa melihat nikmat itu dan berusaha untuk menghilangkannya darinya, baik nikmat yang seperti itu sampai kepadamu atau tidak. Sementara ghibthah engkau tidak punya urusan dengan nikmat yang diberikan kepada saudara seagamamu dan pada saat yang sama berharap mendapat nikmat yang seperti itu untuk dirimu.
 
Hasud menurut pandangan akal dan syariat sangat tercela. Karena hasud merupakan penyakit hati. Seseorang menginginkan keburukan saudaranya dan tersiksa dengan nikmat yang dimilikinya. Tapi yang paling buruk adalah dalam hasud ada bentuk protes akan keadilan ilahi dan sistem terbaik yang diciptakan di alam ini untuk manusia. Rasa tersiksa dalam diri orang yang hasud terkadang membuat panca inderanya bermasalah dan jiwanya sakit. Dengan demikian, perbuatan hasud itu musuh setiap orang. Sementara ghibthah atau persaingan sehat merupakan perbuatan yang dipuji dan baik. Dalam banyak ayat dan hadis terkadang diungkapkan dengan kata perlombaan seperti ayat "... dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba."[5] (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Berprasangka Baik
Berprasangka Baik
 
1. Rasulullah Saw bersabda, "Demi Zat yang tidak ada tuhan selain-Nya! Tidak pernah diberikan kepada seorang mukmin kebaikan dunia dan akhirat kecuali prasangka baik kepada Allah dan harapannya kepada Allah." Beliau kemudian melanjutkan, "Demi Zat yang tidak ada tuhan selain-Nya! Seorang hamba mukmin tidak akan berprasangka baik kepada Allah kecuali Allah bersama prasangka baiknya. Karena sesungguhnya Allah itu Karim dan segala kebaikan berada di tangan-Nya. Allah Swt akan malu bila hamba mukmin-Nya telah berprasangka baik kepada-Nya, sementara Dia berbuat yang bertentangan dengan prasangka baik dan harapan hamba-Nya. Oleh karenanya, senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan semakin dekat kepada-Nya."[1]
 
2. Imam Shadiq as berkata, "Berprasangka baik kepada Allah bermakna jangan pernah berharap kepada selain-Nya dan yang paling ditakuti hanya dosamu sendiri."[2]
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
Peran Imam Shadiq as dalam Memerangi Penyimpangan
Hari ini adalah tanggal 17 Rabiul Awal, dan menurut sebagian besar sejarawan Islam, 17 Rabiul Awal merupakan hari lahirnya Nabi Muhammad Saw, manusia yang paling sempurna dan paling dekat dengan Allah SWT. Hari ini juga hari lahirnya cucu Rasulullah Saw generasi kelima, Imam Jakfar Shadiq as yang akan menghidupkan dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran murni kakeknya.
 
Tanggal 17 Rabiul Awal tahun 83 Hijriah, Imam Shadiq as terlahir ke dunia di kota Madinah. Sampai usia 12 tahun, beliau diasuh oleh kakek beliau, Imam Sajjad as, dan 19 tahun kemudian, beliau di bawah bimbingan ayah beliau, Imam Muhammad Baqir as. Imam Shadiq as hidup di masa ketika Dinasti Bani Umayah sedang mengalami kemunduran dan Dinasti Bani Abbasiah mulai merebut kekuasaan. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh beliau untuk menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam yang murni dan hakiki.
Selain menguasai ilmu dan makrifat Islam, Imam Shadiq as juga menguasai ilmu kedokteran, kimia, matematika, dan bidang-bidang ilmu lainnya. Pada masa hidupnya, beliau adalah sumber rujukan ilmu dan dikunjungi banyak orang dari berbagai penjuru dunia untuk meminta jawaban atas berbagai persoalan ilmiah. Tercatat ada 4.000 murid yang belajar kepada Imam Shadiq as, di antaranya adalah Jabir bin Hayyan, seorang kimiawan muslim terkenal.
 
Periode Imam Shadiq as adalah kesempatan emas untuk menghidupkan dan membangkitkan kembali ajaran-ajaran suci Islam. Setelah wafatnya Rasulullah Saw, banyak terjadi penyimpangan terhadap ajaran-ajaran murni Islam, bahkan masyarakat lupa tentang bagaimana menunaikan shalat dan haji dengan benar. Hal itu disebabkan kesibukan mereka dengan berbagai urusan dunia seperti penaklukan wilayah atau negara, masalah keuangan dan berbagai persoalan lainnya.
 
Penyimpangan-penyimpangan itu terjadi sebagai dampak dari pelarangan penulisan hadis dan munculnya hadis-hadis palsu di tengah masyarakat Islam sejak masa kekuasaan Muawiyah. Agama Islam di masa itu dalam bahaya dan di ambang kehancuran. Sementara ilmu pengetahuan ditinggalkan dan terisolasi dan para ulama tidak memiliki sumber shahih untuk mengenalkan agama Islam. Selain itu, terjadi berbagai bentrokan dan konflik di antara kelompok-kelompok politik dan sosial. Perselisihan yang menyebabkan lemahnya pemerintahan Bani Umayah dan berdirinya pemerintahan Abbasiyah.
 
Situasi politik yang terbuka akibat lemahnya badan-badan pemerintahan di masa itu, dimanfaatkan oleh Imam Shadiq as untuk menyebarkan ajaran-ajaran murni Islam. Beliau melanjutkan gerakan ilmiah dan budaya yang sebelumnya dilakukan oleh ayahnya dengan membuka Hauzah Ilmiah di berbagai bidang ilmu dan mendidik ribuan murid. Murid-murid beliau yang menguasai ribuan hadis di berbagai cabang ilmu seperti tafsir, fikih, sejarah, akhlak, kalam, kedokteran, kimia dan lain sebagainya, sangat berpengaruh dalam menyebarkan hadis-hadis shahih Nabi Muhammad Saw dan mengajarkan ilmu-ilmu agama. Hal itu juga menjadi penghalang munculnya berbagai penyimpangan di tengah-tengah masyarakat Islam.
 
Murid-murid Imam Shadiq as yang mencapai 4.000 orang paling tidak telah mampu menghapus banyak penyimpangan dan syubhat, dan mengakhiri kemandekan budaya islami akibat pelarangan menukil hadis. Beliau mendorong dan mendidik setiap muridnya sesuai dengan bidang, bakat dan kapasitas murid tersebut. Hasilnya, setiap murid beliau mampu menguasai satu atau dua bidang ilmu seperti hadis, tafsir, ilmu kalam, dan cabang-cabang ilmu lainnya.
 
Menariknya, Imam Shadiq as meminta setiap muridnya untuk berbicara tentang cabang ilmu tertentu dan kemudian mendiskusikan hal itu dengan mereka. Metode ini bertujuan agar semua mengetahui keahlian apa saja yang harus dimiliki oleh seorang mubaligh. Hisham ibn Salim, salah satu murid beliau mengatakan, "Ketika kami bersama Imam Shadiq as, seorang laki-laki dari Syam datang. Imam Shadiq as bertanya: apa yang Anda inginkan? Laki-laki itu menjawab: mereka mengatakan kepadaku bahwa Anda adalah orang yang paling pandai di antara masyarakat. Aku akan bertanya beberapa persoalan kepada Anda. Imam Shadiq as bertanya: mengenai apa? Orang itu menjawab: tentang al-Quran, huruf muqaththa`ah, sukun, rafa`, nasab dan jar.
 
Imam Shadiq as kemudian berkata, "Wahai Hamran ibn A`yun! kamu yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan orang itu." Lelaki dari Syam tersebut berkata: "Aku ingin Anda yang menjawabnya." Beliau berkata, "Jika Anda menang atas dia maka Anda telah mengalahkanku." Lelaki itu kemudian melontarkan berbagai pertanyaan kepada Hamran, tetapi ia mampu menjawab semua pertanyaannya hingga lelaki itu lelah dan kepada Imam Shadiq as ia berkata: "Ia lelaki yang pandai. Ia menjawab setiap pertanyaanku."
 
Atas nasihat Imam Shadiq as, Hamran bertanya balik kepada lelaki dari Syam tersebut, namun lelaki itu tidak mampu menjawabnya. Warga Syam itu kemudian kepada Imam as berkata: "Aku ingin berbicara dengan Anda tentang ilmu Nahwu dan sastra." Kemudian Imam Shadiq as memanggil Aban ibn Taglib untuk berdiskusi dengan lelaki tersebut mengenai Nahwu dan sastra. Kali ini, lelaki dari Syam tersebut juga kalah dalam berdebat dengan Aban. Namun ia tidak menyerah. Ia meminta kepada Imam Shadiq as untuk berdiskusi tentang fikih. Beliau kemudian meminta Zararah ibn A`yun untuk meladeni lelaki itu. Ketika lelaki itu meminta berdiskusi masalah ilmu Kalam, Imam Shadiq as menunjuk Mukmin al-Thaq. Di bidang ilmu tauhid, beliau menunjuk Hisham ibn Salim, dan di bidang Imamah, beliau menunjuk Hisham ibn al-Hakam untuk berdiskusi dengan lelaki dari Syam itu. Pada akhirnya, lelaki itu kalah dan semua pertanyaan dan persoalannya dijawab oleh murid-murid Imam Shadiq as.
 
Melalui perluasan budaya islami, Imam Shadiq as berusaha menghapus kebodohan umat Islam. Dari satu sisi, beliau berusaha memerangi kerusakan politik di Bani Umayah dan Abasiyah dan dari sisi lainnya, cucu Rasulullah Saw itu berusaha memerangi berbagai penyimpangan akidah, persepsi dan interpretasi keliru tentang agama.
 
Salah satu penafsiran keliru yang terjadi di masa itu adalah melakukan qiyas dalam hukum. Diriwayatkan bahwa suatu hari Imam Shadiq as melihat seorang laki-laki yang dikenal di masyarakat dengan ketakwaannya. Lelaki mencuri dua potong roti dan dengan cepat menyembunyikan roti-roti itu di balik bajunya. Ia kemudian mencuri dua buah delima dari seorang penjual buah dan melangkah menuju ke seseorang fakir yang sedang sakit. Ia memberikan dua potong roti dan dua buah delima itu kepada orang fakir tersebut.
 
Melihat perbuatan lelaki itu, Imam Shadiq as heran dan kepadanya ia bertanya; "Apa yang Anda lakukan." Ia menjawab, "Aku mengambil dua potong roti dan dua buah delima, dengan demikian aku telah melakukan empat kesalahan. Tetapi dalam al-Quran disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan buruk maka ia tidak akan dibalas kecuali sesuai dengan perbuatannya itu. Oleh karena itu, dalam hal ini aku telah melakukan empat dosa. Sementara di sisi lain, Allah Swt berfirman, "Barang siapa melakukan satu perbuatan baik, maka akan dilipatgandakan 10 kali lipat." Karena aku telah memberikan dua potong roti dan dua buah delima kepada orang fakir itu, maka aku mendapatkan 40 kebaikan, dan jika dikurangi empat dosaku maka masih tersisa 36 kebaikan bagiku."
 
Untuk meluruskan penafsiran keliru yang diakibatkan oleh ketidakpahaman terhadap dasar-dasar pemahaman ayat itu, Imam Shadiq as membacakan Surat al-Maidah Ayat 27 yang artinya: " Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban (perbuatan baik) dari orang-orang yang bertakwa." Jadi, jika perbuatan tersebut tidak sah maka tidak akan mendatangkan pahala apapun. Pada dasarnya, menjauhi sumber wahyu akan menyebabkan munculnya orang-orang yang mengklaim memiliki ilmu tetapi sebenarnya tidak memahami dasar-dasar al-Quran dan agama.
 
Imam Shadiq as adalah sosok yang memiliki kesabaran dan toleransi yang tinggi. Beliau tidak hanya sopan dan ramah kepada umat Islam saja tetapi juga kepada pemeluk agama lain bahkan kepada orang-orang musrik dan kafir. Meski demikian, beliau sangat keras dan tegas terhadap kelompok ghulat yang membesar-besarkan Ahlul Bait as dan mensifati mereka dengan sifat-sifat yang Ahlul Bait as sendiri tidak menerimanya.
 
Keyakinan kelompok-kelompok ghulat adalah ancaman besar bagi dunia Islam. Imam Shadiq as yang memahami ancaman itu segera mengambil langkah-langkah untuk memerangi pemikiran keliru dan ekstim tersebut. Sebab, kecintaan yang bercampur dengan kebodohan akan melemahkan setiap akar keyakinan dan agama. Situasi itu juga akan membuka peluang bagi musuh untuk menghantam Islam. Salah satu langkah Imam Shadiq as dalam memerangi kelompok ghulat adalah memberikan petunjuk kepada masyarakat ke jalan yang benar, menjelaskan akidah murni Islam dan mengungkap keyakinan keliru kelompok-kelompok tersebut.
 
Dengan demikian, Imam Shadiq as telah memisahkan antara yang haq dan yang batil. Beliau melarang keras masyarakat untuk duduk bersama dengan orang-orang ghulat dan memperingatkan kaum muda tentang bahaya akidah kelompok sesat itu. Imam Shadiq as berkata, "Hendaklah pemuda-pemuda kalian waspada terhadap orang-orang ghulat supaya mereka tidak dirusak oleh kelompok tersebut. Sebab, orang-orang ghulat adalah seburuk-buruknya ciptaan Tuhan. Mereka meremehkan kebesaran Tuhan dan mengklaim hamba Tuhan sebagai Tuhan. Aku bersumpah bahwa orang-orang ghulat lebih buruk dari pada Yahudi, Nasrani, Majusi dan orang-orang musrik."
 
Imam Shadiq as di setiap kesempatan selalu menentang pemerintahan-pemerintahan taghut. Beliau tidak pernah menyerah terhadap tekanan dinasti-dinasti zalim di masa itu. Beliau bahkan selalu memerangi kejahatan pemerintah taghut dan akhirnya meneguk cawan kesyahidan pada tahun 148 Hijriah.
Hadis Akhlak Ushul Kafi: Hak Mukmin atas Saudaranya
Hak Mukmin atas Saudaranya
 
1. Imam Shadiq as berkata, "Tidak ada ibadah yang lebih baik dari menunaikan hak seorang mukmin."[1]
 
2. Imam Baqir as berkata, "Termasuk hak seorang mukmin atas saudara seiman adalah mengenyangkannya, menutupi auratnya, membantu kesulitannya, membayar utangnya dan bila ia meninggal maka hendaknya mencarikan penggantinya di antara keluarga dan anak-anaknya."[2]
 
3. Imam Shadiq as berkata, "Termasuk hak seorang mukmin atas saudara seiman adalah mencintainya, membantu harta, dan bila ia meninggal, maka hendaknya mengasuh anak-anaknya dan membantunya bila ada yang menzaliminya."[3]
 
Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.



























