کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 80-82
Ayat ke 80
Artinya:
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (4:80)
Manajemen yang baik dalam mengelola masyarakat perlu menetapkan peraturan pemerintah yang baik dan ditaati oleh rakyat. Perlu diingat juga bahwa agama Islam tidak diturunkan oleh Allah Swt kepada manusia hanya untuk mengatur masalah pribadi manusia, tapi juga masalah sosialnya. Islam melihat kebahagiaan manusia berada di balik kebahagiaan sosial dan perannya di berbagai pentas sosial.
Kewajiban seperti zakat, haji, jihad adalah contoh jelas perintah-perintah sosial dan menindaklanjuti hukum ini memerlukan jaminan pelaksanaan dan tiada lain jaminan itu adalah pembetukan pemerintahan Islam.
Menurut al-Quran, Rasul Saw bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan perintah-perintah ilahi, tetapi beliau juga menjadi hakim dan pemimpin masyarakat Islam. Menaati Rasulullah Saw sejajar dengan mengikuti perintah Tuhan. Sebaliknya, melanggar beliau sama artinya melanggar perintah Allah.
Poin penting yang patut diperhatikan, ayat ini menyatakan bahwa Rasul Saw di depan masyarakat tidak bertugas memaksa masyarakat menerima kebenaran dan melaksanakannya, sekalipun beliau merupakan pemimpin masyarakat. Tanggung jawab beliau hanya mengarahkan dan memimpin masyarakat, bukan memaksa mereka melaksanakan perintah-perintah ilahi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Taat kepada Tuhan bukanlah berarti melaksanakan shalat dan puasa saja, tapi juga termasuk taat kepada para pimpinan sosial ilahi dan penanggung jawab agama.
2. Tugas para nabi adalah menyebarkan agama bukan memaksakannya dan manusia harus memilih agama lewat kehendaknya.
Ayat ke 81
Artinya:
Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: "(Kewajiban kami hanyalah) taat". Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung. (4: 81)
Ayat ini kembali memperingatkan bahaya orang-orang Munafik yang ditujukan kepada Nabi Saw dan Muslimin. Waspadailah bahwa di antara kalian terdapat kelompok yang lemah imannya atau munafik yang pada lahiriahnya seakan-akan bersama Muslimin. Karena dalam pertemuan rahasia di malam hari mereka mengambil keputusan lain dan berupaya melakukan konspirasi terhadap umat Islam. Cara menghadapi orang-orang seperti ini adalah dengan mengenali mereka dan tidak boleh cemas terhadap konspirasi mereka. Karena Tuhan memantau ucapan dan keputusan mereka dan harus dipatahkan tepat waktunya. Oleh karenanya sudah sepatutnya muslimin bertawakal dan meminta bantuan dari-Nya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Janganlah kita lalai terhadap konspirasi musuh dalam negeri. Jangan juga bepikir musuh hanya ada di luar perbatasan.
2. Janganlah cepat percaya semua pernyataan persahabatan. Ingat, bila lisan semakin manis dan suka memuji, maka semakin besar kemungkinan kemunafikannya.
3. Allah Swt adalah pelindung sejati Mukminin. Allah membantu umat Islam dengan bantuan lahiriah dan gaib.
Ayat ke 82
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (4: 82)
Para penentang Islam yang tidak memiliki alasan di depan logika dan argumentasi gamblang Rasul Saw, mereka melontarkan berbagai tudingan. Di antaranya mereka mengatakan, al-Quran adalah hasil pikiran Muhammad dan Allah Swt. Dalam ayat ini menyatakan, mengapa kalian tidak tadabbur atau merenung mengenai ayat-ayat al-Quran? Padahal al-Quran sepanjang lebih dari 20 tahun era risalah Nabi, diturunkan dalam kondisi yang berbeda-beda, baik itu kondisi damai dan perang. Sekiranya hasil dari pikiran manusia sudah sewajarnya akan dijumpai banyak perselisihan, baik dari sisi kandungan maupun dari sisi bentuk dan keindahan pengungkapan.
Pada prinsipnya, salah satu dari mukjizat al-Quran adalah kekuatan dan kebernilaian ayat-ayat al-Quran di sepanjang sejarah manusia. Karena, para penulis yang paling hebat sekalipun tidak dapat membandingkan tulisannya saat ini dengan hasil karyanya 20 tahun yang akan datang. Dalam rentang waktu ini akan terjadi perubahan dan perkembangan.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berbeda dengan mereka yang mendefinisikan agama bertentangan dengan pikiran dan ilmu pengetahuan, ayat ini secara gamblang mengajak semua manusia merenungkan ayat-ayat ilahi agar dapat sampai kepada kebenaran Islam.
2. Al-Quran dapat dimengerti oleh semua zaman dan generasi dan semua mukminin diwajibkan merenungkannya.
3. Apabila masyarakat kembali kepada al-Quran, perselisihan dan pertikaian akan sirna. Karena dalam al-Quran tidak ada sesuatu yang menyebabkan perselisihan.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 77-79
Ayat ke77
Artinya:
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (4: 77)
Riwayat sejarah menjelaskan, manakala Muslimin berada di Mekah, mereka berada di bawah tekanan dan gangguan orang-orang Musyrik. Tekanan ini membuat mereka menghadap Rasul. Mereka mengatakan, "Wahai Rasul! Sebelum kami masuk Islam, kami aman, namun kini kami tidak aman lagi dan senantiasa mendapat siksaan dan gangguan musuh. Izinkanlah kami memerangi mereka agar kami peroleh lagi keamanan dan kemuliaan kami". Rasulullah Saw menjawab, "Untuk sementara ini, kita tidak diperintahkan untuk berperang. Jadi, kalian tunaikan kewajiban-kewajiban pribadi dan sosial kalian semisal shalat dan zakat!"
Ketika Rasul Saw dan sahabat diperintahkan untuk berjihad, mereka yang sebelumnya ingin berperang justru mencari-cari alasan untuk tidak berjihad. Ayat ini turun dan mengkritisi sikap ganda ini. Kendati sebab turunya ayat ini berkenaan dengan kelompok Muslimin di awal Islam, namun substansi ayat ini dapat dijumpai pada setiap zaman. Senantiasa ada manusia yang bersikap ifrat (berlebihan) dan tafrit (pengurangan) dalam perilaku sosial. Adakalanya mereka melangkah lebih ekstrim dari pemimpin sosial mereka dan ada juga yang lebih lambat dari masyarakat umum.
Sebenarnya tipe manusia seperti ini tidak ingin tahu apa tugas dan kewajibannya. Suatu saat mereka bersemangat bagaikan ombak laut yang menggelegar,namun ketika ombak itu tiba di tepi pantai, berubah menjadi busa yang tidak dapat bertahan lama. Manusia seperti ini bagaikan tong kosong nyaring bunyinya, dari luar begitu ramai namun dari dalam mereka tidak berani apa apa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hukum-hukum agama diturunkan secara bertahan. Orang yang memiliki kemampuan jihad adalah orang-orang yang sebelumnya telah terdidik dengan shalat dan zakat serta telah memerangi hawa nafsu dan setan dari batin.
2. Kesulitan dan problema sosial tidak boleh disikapi dengan emosional, melainkan harus mengikuti pandangan para pemuka yang adil dan berpikiran jauh ke depan.
Ayat ke 78-79
Artinya:
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (4: 78)
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (4: 79)
Pada ayat sebelumnya, telah dijelaskan bahwa sekelompok Muslimin yang imannya lemah dan penakut melakukan protes dan meminta penundaan ketika diperintah untuk jihad. Hal itu dilakukan dengan tujuan menyelamatkan diri dari kematian. Ayat ini menyebutkan bahwa ketahuilah jika kalian tinggal di tempat yang paling kokoh sekalipun kematian akan menyongsong kalian. Beruntunglah orang yang berjalan di atas jalan yang benar lagi bernilai seperti jihad. Mereka ini mengasuransikan kesehjahteraan kehidupan akhirat dengan cara berjihad dan syahid di jalan Allah ketika berada di dunia.
Ayat ini kemudian mengungkap sikap buruk munafikin yang biadap terhadap Nabi Muhammad Saw. Setiap kali mereka menang dalam perang, mereka melihat kemenangan itu dari anugerah dan karunia Tuhan, namun apabila dalam perang itu, mereka kalah, maka mereka menyalahkan Rasul, sebagai sosok yang tidak tidak tahu manajamen.
Ayat ini menyanggah hal ini. Semua yang ada di alam ini adalah atas kehendak Tuhan dan tanpa kehendakNya tidak akan ada sesuatu terjadi, baik itu kemenangan atau kekalahan. Namun kehendak Tuhan bukanlah tanpa alasan dan perhitungan. Jika kalian melaksanakan tugas kalian, maka Tuhan menakdirkan kebaikan dan kemenangan bagi kalian. Sebaliknya, bila kalian malas dan ingkar seperti dalam perang Uhud maka Allah Swt menakdirkan kekalahan buat kalian.
Hubungan manusia dengan Tuhan bagaikan hubungan bumi dengan matahari. Bumi mengelilingi matahari dan setiap kali menghadap dengan matahari, maka ia memperoleh cahaya dan panasnya matahari dan setiap kali membelakangi matahari, bumi menjadi dingin dan gelap.
Dari itulah, dapat dikatakan bahwa cahaya bumi dari matahari, sementara kegelapannya berasal dari dirinya sendiri. Manusia juga demikian, di mana saja ia menghadap Tuhan, maka ia akan memperoleh karunia dan rahmat-Nya. Apabila ia membelakangi Tuhan, maka ia akan terjauhkan dari karunia Tuhan. Walaupun hakikat ini hanya dimengerti oleh manusia-manusia berjiwa bersih, sementara orang-orang yang berjiwa sakit tidak dapat mengerti atau sengaja tidak mau menerima. Karena mereka menganggap dirinya sebagai sentral, bukannya Tuhan. Padahal kriteria kebenaran dan kebatilan adalah Tuhan bukannya mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kematian sudah ditentukan oleh Tuhan, lalu apa gunanya lari dari perang dan jihad?
2. Janganlah kita meletakkan dosa di pundak orang lain dan jangan kita suka membuat alasan untuk lari dari tanggung jawab.
3. Kematian dan kehidupan, kepahitan dan manisnya kehidupan, semuanya adalah ketetapan Tuhan yang Maha Bijaksana.
4. Dalam perspektif ilahi, setiap keindahan dan kesempurnaan adalah dari Tuhan dan apa saja kekurangan adalah dari diri kita sendiri.
5. Risalah Nabi bersifat mendunia dan tidak dikhususkan kepada etnis atau kawasan tertentu.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 74-76
Ayat ke 74
Artinya:
Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. (4:74)
Telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu ciri orang munafik ialah umumnya mereka mengelak berjihad di jalan Allah, bahkan mencegah orang lain ikut serta berjihad.
Ayat ini menegaskan bahwa orang yang lari dari perang, tandanya ia tidak beriman kepada Allah dan Hari Kiamat. Jika seseorang meyakini adanya pahala akhirat, niscaya kehidupan dunia dipandangnya sebagai ladang untuk kehidupan abadi dan tentu orang semacam ini akan ringan berjuang di jalan Allah. Karena, manusia mukmin mengetahui tugasnya yaitu membela kehormatan agama di depan musuh dan berupaya menunaikan tugasnya semaksimal mungkin. Sementara mereka tidak pernah berpikir tentang hasilnya, karena semuanya di tangan Tuhan. Kesudahan perang apapun yang terjadi; menang atau kalah, tidak ada beda di sisi Allah. Targetnya adalah menunaikan kewajiban dan bekerja untuk keridhaan Allah, bukan semata-mata mengalahkan musuh.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan jihad dalam Islam adalah menjaga kemuliaan agama, bukannya untuk ekspansi, balas dendam atau kolonialisasi.
2. Salah satu medan menguji keimanan adalah saat berada di medan tempur. Di situlah seorang mukmin sejati dipisahkan dari yang munafik.
3. Dalam front kebenaran tidak ada istilah lari dan kalah, melainkan syahid atau menang.
Ayat ke 75
Artinya:
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!". (4: 75)
Ayat-ayat al-Quran seringkali menganjurkan orang-orang mukmin agar menjadikan iman kepada Hari Kiamat sebagai pegangan dan ayat-ayat al-Quran juga acapkali membuat perbandingan antara kehidupan dunia dan akhirat. Di samping itu, al-Quran juga mengajak mukminin agar berjihad di jalan Allah. Ayat ini menggugah emosi manusia dan menghendaki dari mereka agar bangkit berjuang dan berupaya menyelamatkan mereka yang dianiaya orang-orang zalim.
Ayat ini dengan jelas menegaskan bahwa menyelamatkan dan membebaskan orang-orang yang teraniaya dari dominasi orang-orang keji, merupakan tujuan jihad dan itulah yang dikatakan jihad fisabilillah. Seorang mukmin sejati memiliki tanggung jawab di depan agama dan manusia setanah air dan tidaklah sepantasnya mereka mengabaikan kesulitan orang lain dan hanya memikirkan kesejahteraan dan keluarganya sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jihad dalam Islam di samping bersifat ilahi, juga manusiawi. Perjuangan untuk pembebasan manusia, adalah perjuangan ilahi.
2. Ketidakacuhan di depan penderitaan dan permintaan bantuan orang-orang teraniaya adalah dosa. Haruslah bangkit dengan seluruh kekuatan untuk membela mereka.
3. Untuk menyelamatkan diri dari cengkeraman orang-orang zalim, haruslah meminta pertolongan dari Tuhan dan para aulia-Nya, bukannya dari setiap orang dan dengan segala bentuk.
Ayat ke 76
Artinya:
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (4: 76)
Untuk memperjelas tujuan jihad, ayat ini menjelaskan tujuan kaum Mukminin dan kaum Kafir dalam melakukan perang. Disebutkan, ahli iman berperang bukan hanya untuk memelihara dan memperkokoh agama Tuhan, dan untuk sampai kepada kekuatan dan kedudukan untuk dirinya, melainkan tujuan mereka adalah keridhaan Tuhan. Sementara orang-orang kafir berperang guna memperkokoh pemerintahan orang-orang zalim dan tiran. Tujuan mereka adalah untuk menguasai orang lain dan menjajah mereka.
Selanjutnya ayat ini bahwa orang-orang mukminin distimulasi untuk berperang melawan kelompok dominan ini. Jangan kalian pikir mereka itu kuat, sementara kalian lemah. Tapi sebaliknya, dengan memiliki iman pada Tuhan, kalian memiliki kekuatan yang paling tinggi dan lantaran mereka mengikuti syaitan mereka itu sangat lemah. Janganlah kalian takut menentang pasukan kafir dan tiran serta perangilah mereka dengan semua kekuatan dan ketahuilah kalian lebih mulia. Sebab mereka pengikut setan, sementara setan adalah lemah di hadapan kehendak Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Fi sabilillah artinya keridhaan Allah dijadikan sebagai simbol dan tujuan semua urusan dalam masyarakat Islam.
2. Ketidakpedulian pada urusan sosial dan menghindari jihad tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang mukmin. Di antara tanda iman adalah melawan hawa nafsu.
3. Kufur, thagut dan setan merupakan tiga serangkai yang saling bergantung untuk melanjutkan kehidupan. Dari itulah, masing-masing berusaha untuk menguatkan yang lain.
4.Kesudahan atau akibat mengikuti setan adalah kegagalan. Karena pembelaan setan untuk para pengikutnya adalah sangat lemah.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 69-73
Ayat ke 69-70
Artinya:
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (4: 69)
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. (4: 70)
Menurut ayat-ayat sebelumnya, mereka yang menjalankan perintah ilahi di dunia ini, akan memperoleh berkah dalam kehidupan dunia, serta senantiasa mendapat hidayah khusus ilahi. Sementara ayat ini menyatakan, orang-orang seperti inilah yang nantinya duduk di samping Rasul serta orang-orang saleh serta memperoleh manfaat dari keberadaan mereka di sana.
Dalam surah al-Fatihah yang sering diulangi pada setiap shalat, kita memohon dari Allah agar memelihara kita tetap di jalan yang benar. Jalan orang yang telah diberikan kepada mereka nikmat khusus. Dalam ayat ini, kita diberitahu bahwa orang-orang yang terbaik adalah para nabi, syuhada dan orang-orang suci. Oleh karenanya, dalam setiap shalat, kita mohon dari Tuhan supaya kita dikumpulkan dengan orang-orang terbaik ini.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cara mendapatkan sahabat yang baik di dunia dan akhirat adalah dengan menaati perintah Tuhan dan Nabi.
2. Dalam memilih teman, iman dan kesucian adalah syarat yang paling mendasar.
3. Iman bahwa Tuhan mengetahui perbuatan-perbuatan kita merupakan dorongan terbaik untuk melaksanakan perbuatan baik.
Ayat ke 71
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (4: 71)
Islam sebagai agama kehidupan membuatnya memiliki dimensi individu dan sosial. Oleh karenanya, perintah-perintah al-Quran selain pelaksanaan ibadah dan tugas personal, juga mencakup juga berbagai urusan sosial. Di antaranya persoalan-pesoalan penting sosial adalah cara menghadapi musuh dari dalam dan luar. Al-Quran di dalam banyak ayatnya mengajak orang-orang mukmin agar bersiap siaga untuk membela teritorial Islam dan ajaran Islam. Al-Quran juga menyebutkan bahwa segala bentuk kerugian dan musibah yang dialami manusia di jalan ini memiliki nilai dan kesakralan yang tinggi.
Sebagaimana dalam ayat sebelumnya, kedudukan para syuhada disejajarkan dengan para nabi dan orang-orang saleh, di sini orang-orang mukmin diminta agar meningkatkan kemampuan militernya, sehingga dapat menghalau segala bentuk ekspansi musuh.
Kata "Hidzr" berarti media untuk mempertahankan diri. Dengan kata lain, kalian janganlah menyerang musuh terlebih dahulu. Namun bila musuh menyerang kalian, maka kalian harus memiliki kesiapan membela diri sehingga kemuliaan dan kekuatan kalian terpelihara.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum Muslimin haruslah mengetahui metode dan fasilitas militer musuh agar mereka dapat menyediakan peralatan pertahanan dan siap untuk membela diri.
2. Semua masyarakat harus dibekali latihan militer untuk membela tanah air dan agamanya bila musuh menyerang.
Ayat ke 72-73
Artinya:
Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka. (4: 72)
Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)". (4: 73)
Ayat sebelumnya menyinggung soal kesiapan Muslimin di hadapan musuh asing. Ayat ini memperingatkan soal keberadaan Munafikin dan musuh-nusuh dari dalam. Orang-orang oportunis yang mengejar kepentingan pribadi dan bukan hanya enggan mengorbankan jiwa di jalan Allah Swt, bahkan mereka menghalangi orang lain dari berjihad dengan tujuan mereka tidak dikenali dan mencolok mata. Ayat ini memperkenalkan ciri-ciri orang orang semacam ini dengan mengatakan bahwa dalam kesulitan masyarakat Islam, mereka menjauhkan diri dan bersyukur kepada Tuhan karena keluar dari bahaya dengan selamat dan ketika muslimin dalam kesenangan dan kemenangan, mereka meratap dan menyesali karena tidak memperoleh rampasan perang.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Medan perang dan jihad adalah medan ujian yang terbaik untuk mengenali Mukminin dan Munafikin.
2. Kehadirin Munafikin di medan pertempuran, melemahkan semangat para pejuang. Oleh karenanya, mereka harus dikenali dan janganlah kalian kirim mereka ke medan laga.
3. Lari dari perang dan medan kesulitan masyarakat Islam, di antara tanda kemunafikan.
4. Kesejahteraan akan bernilai apabila lapisan lain masyarakat juga sejahtera, bukannya seseorang bergelimang kesejahteraan, sementara kelompok lain terjepit kesusahan.
5. Dalam kacamata munafikin kesejahteraan dan kebahagiaan terletak pada kekayaan duniawi kita harus waspada janganlah sampai seperti mereka.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 64-68
Ayat ke64
Artinya:
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (4: 64)
Bila ayat-ayat sebelumnya mengajak umat Islam untuk tidak meladeni orang-orang Munafik yang tidak ingin menjadikan Rasulullah Saw sebagai hakim mereka saat berselisih, maka ayat ini menjelaskan sebuah masyarakat Islam yang ideal. Di mana dalam masyarakat ideal ini, rakyatnya beriman kepada Allah Swt dan ketaatan mereka kepada pemimpinnya begitu kuat dan kokoh . Sementara mereka yang terlanjur jatuh ke jurang kesesatan dan penyimpangan menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Allah Swt lewat pemimpinnya. Rasulullah Saw sebagai pemimpin menerima taubat dan istighfar mereka.
Ketika mereka memohon ampun kepada Allah Swt lewat Rasulullah Saw, maka sudah barang tentu Allah pasti mengabulkan doa Nabi-Nya. Bila Allah mengabulkan doa beliau, dengan sendirinya permohonan ampun mereka juga diterima oleh-Nya. Tidak hanya Rasulullah Saw saja yang mendoakan mereka, tapi para malaikat juga mendoakan mereka.
Dalam al-Quran ada dua tempat yang menyebutkan tentang permintaan istighfar dan mendoakan manusia. Pertama, dalam surat as-Syuura ayat 5 disebutkan tentang permintaan istighfar yang dilakukan oleh para malaikat kepada masyarakat, "... dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Tuhan-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi..." dan permintaan ampunan khusus untuk orang-orang Mukmin seperti yang disebutkan pada surat al-Mu'min ayat 7, "(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman...".
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan dari pengutusan para nabi adalah menuntun masyarakat lewat cara menaati mereka.
2. Ketaatan hanya khusus untuk Allah, bahkan ketaatan kepada para nabi juga harus mendapat izin Allah, bila tidak ada izin, maka ketaatan itu menjadi perbuatan syirik.
3. Taubat akibat meninggalkan pemimpin adalah kembali kepadanya.
4. Meninggalkan para nabi dan menaati taghut merupakan kezaliman terhadap derajat kemanusiaan dari manusia itu sendiri.
5. Hubungan manusia dengan para nabi harus kokoh, baik itu orang mukmin atau fasik. Seorang mukmin untuk mendapatkan hidayah, sementara orang fasik untuk mendapatkan syafaat.
Ayat ke 65
Artinya:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (4: 65)
Ayat ini diturunkan mengenai perselisihan Zubair bin Awwam dan seorang Anshar soal penyiraman pohon-pohon kurma. Nabi Muhammad Saw kemudian memutuskan karena bagian atas dari kebun kurma itu milik Zubair bin Awwam, maka yang pertama menyiram pohon-pohon kurma itu adalah dirinya. Pria Anshar itu tidak puas dengan keputusan Nabi dan mengatakan beliau membela Zubair yang masih merupakan keponakannya. Wajah Nabi berubah mendengar ucapan itu dan pada waktu itu ayat ini diturunkan yang heran melihat sikap pria Anshar itu. Karena kedua-duanya pada awalnya setuju bila Nabi yang menjadi pengadil di antara mereka, tapi ketika diputuskan, mereka menolak menerima keputusan beliau.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tanda-tanda keimanan ada tiga; pertama, menjadi Nabi sebagai hakim, bukan taghut. Kedua, tidak boleh berburuk sangka dengan keputusan Nabi dan ketiga, harus menerima keputusan Nabi dengan lapang dada.
2. Selain pasrah lahiriah, Islam juga sangat memperhatikan kepasrahan batin.
3. Kehakiman merupakan salah satu wewenang kenabian dan kepemimpinan.
4. Pasrah di hadapan keputusan Nabi menunjukkan ishmah beliau (kemaksuman).
Ayat ke 66
Artinya:
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). (4: 66)
Ayat ini pada hakikatnya penyempurna kewajiban umat-umat terdahulu yang dirasakan sulit. Sebagai contoh, Bani Israil yang menyembah sapi meminta ampun atas kesalahan mereka ini dan agar dosa mereka dapat diampuni, Allah memerintahkan mereka untuk saling membunuh. Karena menyembah selain Allah terhitung dosa besar, maka untuk menghapus dosa semacam ini mereka diperintah untuk saling membunuh dan diusir dari kota.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin harus mengukur dirinya, bila ada perintah yang sulit dari Allah, maka apa yang harus dilakukannya?
2. Hanya sedikit orang yang berhasil lulus dari ujian ilahi.
3. Kebaikan dan kebahagiaan manusia ada pada perbuatannya.
4. Hukum ilahi yang berupa perintah dan larangan pada dasarnya nasihat Allah.
Ayat ke 67-68
Artinya:
Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami. (4: 67)
Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (4: 68)
Dua ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya. Bila ayat sebelumnya menjelaskan tentang kewajiban sulit yang dibebankan Allah kepada manusia, dua ayat ini memberikan kabar gembira kepada mereka yang melakukan kewajiban sulit itu. Allah menjanjikan pahala yang besar kepada siapa saja yang melakukan kewajiban yang sulit dan tidak cukup itu saja, karena Allah juga akan menunjukinya ke jalan yang lurus.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Untuk sampai kepada kebaikan, manusia harus tegar, istiqamah sambil tetap beramal.
2. Melangkah di jalan kebaikan akan mengantarkan manusia kepada kebaikan yang lebih baik dan sempurna.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 60-63
Ayat ke 60
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (4: 60)
Ayat 59 surat an-Nisaa yang telah dibahas sebelum ini menyebut kunci penyelesaian semua perselisihan terletak pada al-Quran dan Sunnah Rasul Saw. Ayat di atas mengkritisi orang-orang yang tidak saleh dan juga penguasa tirani yang anti kebenaran. Mereka itu disifati oleh al-Quran sebagai manusia yang sesat lagi menyesatkan. Sejarah menyebutkan bahwa suatu saat di Kota Madinah, seorang muslim terlibat konflik dengan seorang Yahudi.
Si Yahudi mengusulkan agar merujuk kepada Rasulullah Saw untuk menyelesaikan konflik itu. Rasulullah Saw dijadikan juri untuk menentukan siapa yang salah danbenar. Ironisnya, si muslim yang tidak setuju dengan gagasan itu. Mengapa demikian? Karena ia khawatir, keputusan Rasul Saw berseberangan dengan kepentingan pribadinya yang tidak benar. Ia akhirnya mengusulkan agar rahib Yahudi saja yang menjadi hakim. Seba ia yakin rahib itu dapat disogok dan pasti memenangkannya dalam kasus sengketa dengan si Yahudi. Ayat ini diturunkan untuk mencela perilaku buruk orang muslim tersebut.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman tanpa menjauhi kebatilan dan membenci thaghut bukanlah iman yang sejati.
2. Siapa saja yang mengaku beriman tapi dalam perbuatan selalu berpaling dari Tuhan adalah orang yang memusuhi Tuhan dan berada di barisan thaghut.
3. Menerima pemerintahan thaghut sama saja dengan menyiapkan sarana bagi kegiatan setan di tengah masyarakat.
Ayat ke 61
Artinya:
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (4: 61)
Ayat ini menyebutkan bahwa menjadikan orang non Muslim sebagai hakim merupakan pertanda kemunafikan. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang Munafik menjauhi al-Quran dan Sunnah Rasul Saw dan menyuarakan aspirasi orang-orang Kafir. Mereka ini bukan hanya tidak menerima hukum dan perintah ilahi, bahkan mengajak orang lain supaya bersikap seperti mereka sehingga tidak ada orang yang menentang mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas seorang mukmin adalah menyeru manusia untuk menyembah Tuhan. Adapun yang diajak itu menerima atau tidak, adalah di luar tanggung jawabnya.
2. Menentang kepeminpinan hak merupakan tanda kemunafikan yang paling nyata.
Ayat ke 62-63
Artinya:
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (4: 62)
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (4: 63)
Sebagai lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan perbuatan buruk orang-orang Munafik yang mengutamakan orang-orang non muslim ketimbang al-Quran dan Sunnah Nabi, ayat ini menghimbau kaum Muslimin sedapat mungkin agar menghindari konfrontasi fisik secara langsung dengan mereka. Cukuplah dengan dialog dan nasehat serta peringatan akan akibat perbuatan mereka kelak. Karena merupakan urusan Tuhan bagaimana nantinya menghukum mereka.
Salah satu alasan orang-orang munafik tidak suka menunjuk Rasul sebagai hakim, karena mereka yakin Rasul akan bersikap adil dalam menghakimi. Mereka beranggapan bahwa cara ini akan menyebabkan salah seorang dari yang berselisih akan dikecewakan. Oleh kerenanya, mereka tidak ingin kemuliaan dan popularitas Rasul menurun. Itulah mengapa mereka tidak membawa masalah ini kepada Rasul Saw.
Jelas sekali di sini, bahwa alasan-alasan seperti ini adalah untuk lari dari tanggung jawab. Karena bila popularitas Rasul Saw itu harus dipelihara dengan cara seperti itu, maka pasti Tuhan lebih tahu dari mereka.
Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sumber penyelesaian masalah individu dan sosial kembali kepada perbuatan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, manusia tidak boleh menyalahkan Allah, ketika ditimpa musibah.
2. Berbelit-belit adalah petanda kemunafikan. Sama seperti sikap Munafikin yang ingin melemahkan Rasulullah Saw dengan alasan ingin memuliakan beliau.
3. Orang Munafik bersumpah demi menutupi perbuatan kotor mereka.
4. Biasanya orang yang berbuat keji menutupi perbuatannya dengan menyebutnya sebagai upaya untuk memperbaiki.
5. Dalam menghadapi orang Munafik, terkadang perlu menjauhinya, tapi adakalanya menasihati atau memperingatkannya.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 58-59
Ayat ke 58
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (4: 58)
Berbeda dengan gambaran sejumlah masyarakat yang memandang agama sebagai perkara individu dan hubungan antara dirinya dan pencipta, agama samawi, khususnya Islam, ajarannya diperuntukkan bagi individu dan sosial. Islam bahkan melihat iman dan agama memiliki kelaziman untuk memelihara keadilan dan amanah dalam masyarakat
Dalam beberapa riwayat disebutkan, "Jangan kalian melihat lamanya ruku dan sujud seseorang, tetapi lihatlah kejujuran dan amanahnya. Karena khianat dalam amanah menunjukkan kemunafikan dan sifat bermuka dua. Makna amanah sangat luas mencakup amanah harta, ilmu dan keluarga. Bahkan dalam beberapa riwayat, kepemimpinan sosial dikategorikan sebagai amanah ilahi yang besar, dimana masyarakat harus berhati-hati dan menyerahkannya kepada seorang yang saleh dan layak. Bahkan kunci kebahagiaan masyarakat terletak pada kepemimpinan yang saleh dan professional. Sebaliknya, sumber dari kesulitan sosial adalah para pemimpin yang tidak saleh dan korup.
Amanah yang ada di pundak manusia ada tiga. Pertama, antara manusia dan Tuhan. Artinya, memelihara hukum dan batas-batas ilahi sendiri merupakan amanah yang ada di pundak manusia. Kedua, antara manusia dengan manusia. Seseorang yang diberikan amanah harus mengembalikannya kepada sang pemilik tanpa ditambah dan dikurangi. Ketiga, amanah yang ada pada diri manusia itu sendiri seperti usia, kekuasaan, kemampuan jasmani dan mental. Dari sisi agama, semua itu adalah amanah Tuhan yang ada di tangan kita. Bahkan kita manusia bukan pemilik diri kita sendiri melainkan hanya mengemban amanah. Anggota badan kita harus dimanfaatkan dengan baik di jalan keridhaan Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap amanah memiliki pemiliknya yang harus diserahkan kepadanya. Penyerahan amanah sosial seperti pemerintahan dan pengadilan kepada orang orang yang bukan ahlinya adalah tidak sejalan dengan iman.
2. Amanah harus diserahkan kepada pemiliknya, baik ia itu Kafir ataupun Musyrik. Dalam menunaikan amanah kemukminan si pemilik tidaklah disyaratkan.
3. Bukan hanya hakim yang harus adil, tapi semua orang mukmin haruslah memelihara keadilan dalam segala bentuk penanganan masalah keluarga dan sosial.
4. Dalam memelihara amanah dan menjaga keadilan, haruslah kita tahu bahwa Tuhan sebagai pengawas. Karena DiaMaha Mendengar dan Melihat.
5. Manusia memerlukan nasehat dan penasehat yang terbaik adalah Tuhan yang Maha Esa.
Ayat ke 59
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (4: 59)
Dalam ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa dianjurkan menyerahkan urusan pemerintahan dan keadilan kepada orang yang layak dan adil. Ayat ini mengatakan kepada kaum Mukmin, selain taat kepada Tuhan dan Rasulnya, maka haruslah kalian taat kepada para pemimpin yang adil. Karena ketaatan itu merupakan kelaziman iman kepada Tuhan dan Hari Kiamat.
Dalam riwayat sejarah disebutkan, bahwa Rasul Saw ketika berangkat ke perang Tabuk beliau melantik Imam Ali as sebagai penggantinya di Madinah. Beliau berkata, "Wahai Ali! Engkau di sisiku, seperti Harun untuk Musa." Selanjutnya ayat ini turun dan masyarakat diperintah untuk menaatinya.
Berangkat dari ada kemungkinan masyarakat akan berselisih menentukan Ulil Amri, kelanjutan ayat menyatakan, "Dalam keadaan seperti ini, rujuklah kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul yang merupakan sebaik-baik hakim dan sebaik-baik kesudahan bagi kalian. Namun yang jelas, ketaatan kepada Ulil Amri dan Rasul Saw adalah dalam rangka ketaatan kepada Tuhan. Perkara ini tidak bertentangan dengan tauhid. Karena kita menaati Nabi dan Ulil Amri atas perintah Tuhan juga.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketaatan kepada Rasul dan Ulil Amri dalam ayat ini bersifat mutlak, tanpa ada syarat yang ditaati harus tidak memiliki kekurangan.
2. Rasul memiliki dua kedudukan. Pertama, menjelaskan hukum-hukum Tuhan dan menunaikan risalahNya. Kedua, mengelola urusan masyarakat dan menjelaskan peraturan-peraturan pemerintahan berdasarkan kebutuhan.
3. Jalan yang terbaik menyelesaikan perselisihan mazhab Islam adalah merujuk kepada al-Quran dan Sunnah Rasul yang diterima oleh semua orang.
4. Masyarakat haruslah menerima pemerintahan Islam dan mendukung para pimpinan yang adil.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 53-57
Ayat ke 53-55
Artinya:
Ataukah ada bagi mereka bahagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun (kebajikan) kepada manusia. (4: 53)
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (4: 54)
Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) dari beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinya. (4: 55)
Dalam ayat sebelumnya telah disebutkan bagaimana kaum Yahudi meminta bantuan kaum Musyrikin Mekah guna mengalahkan kaum Muslimin di Madinah. Ayat ini ditujukan kepada mereka dan menanyakan apakah kalian melakukan perbuatan ini dengan harapan mendapatkan kekuasaan dan pemerintahan? Padahal kalian tidak memiliki kelayakan itu. Karena jiwa monopoli telah begitu kuat membelenggu, maka kalian tidak akan memberikan hak kepada orang lain. Kalian mengambil semua hak orang lain untuk diri sendiri.
Selain itu, mengapa kalian tidak tahan menyaksikan kaum Muslimin yang berkuasa dan menyimpan dendam terhadap mereka? Bukankah Tuhan telah menganugerahkankekuasaan kepada para nabi terdahulu dari keturunan Nabi Ibrahim as? Lalu mengapa kalian heran? Bukankah Tuhan telah memberikan kitab samawi dan kekuasaan kepada Musa as, Sulaiman, Dawud? Lalu mengapa kalian dengki terhadap Muhammad lantaran kitab dankekuasaan yang diberikan oleh Tuhan kepadanya? Bahkan tidak hanya itu, kalian memandang kaum Musyrikin lebih baik daripada Muslimin.
Ketika itu, al-Quran mengatakan kepada kaum muslimin, walaupun masyarakat di era itu sebagian ada yang beriman dan sebagian lagi menentang, tapi kalian tidak boleh berputus asa meyaksikan kaum Yahudi tidak mau beriman kepada Islam. Jangan juga berputus asa menyaksikan kedengkian mereka terhadap kalian. Karena hal ini telah terjadi sepanjang sejarah.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kenalilah musuh dan mantapkanlah keyakinan agama kalian. Karena ketahuilah bila suatu hari kaum Yahudi itu mendapatkan kekuasaan, maka mereka pasti akan mengabaikan kalian.
2. Sifat kikir, berpikiran sempit dan menilai sesuatu tidak adil merupakan tanda-tanda orang yang cinta materi dan kekuasaan.
3. Apa yang dimiliki orang lain adalah dari rahmat dan karunia Tuhan. Sementara orang yang dengki pada hakikatnya ia memprotes tindakan Tuhan. Daripada mendengki nikmat Tuhan yang diberikan kepada orang lain, sebaiknya manusia selalu optimis akan karunia dan rahmat-Nya yang tiada terbatas.
4. Mengharapkan semua manusia beriman adalah harapan yang sia-sia. Allah Swt menghendaki semua manusia bebas memilih jalan masing-masing.
Ayat ke 56
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (4: 56)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menceritakan kedengkian dan kebencian segolongan manusia kepada para nabi dan ajarah ilahi. Sementara ayat ini memberitahukan tentang adanya siksaan pedih yang akan menimpa mereka kelak di Hari Kiamat. Siksaan tersebut setimpal dengan perbuatan mereka. Karena orang yang disepanjang usianya menentang kebenaran dan semakin lama penentangannya itu semakin besar, maka mereka pantas mendapatkan siksaan yang abadi. Jadi ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang menentang Islam janganlah mengira bahwa mereka akan dibakar hanya sekali pada Hari Kiamat dam todal ada siksaan berikutnya. Ketika kulit mereka sudah terbakar, Allah Swt akan membuat kulit baru buat mereka menggantikan yang lama dan begitulah seterusnya.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berbeda dengan di dunia, siksaan akhirat tidak pernah berkurang rasa pedihnya.
2. Siksaan di akhirat tidak terbatas pada siksaan mental saja, tapi juga badan, seperti kulit yang dibakar.
3. Siksaan ilahi adalah balasan dari perbuatan manusia. Siksaan itu bukan kezaliman Tuhan kepada hamba-Nya. Allah menghukum hamba-Nya berdasarkan hikmat dan kebijaksanaan.
Ayat ke 57
Artinya:
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (4: 57)
Setelah menjelaskan siksaan orang-orang Kafir pada Hari Kiamat, ayat ini menjelaskan soal pahala besar orang-orang Mukmin. Disebutkan, apabila iman dan keyakinan kepada Tuhan disertai dengan melakukan perbuatan baik, maka ia akan mendapat ganjaran yang baik pada Hari Kiamat. Allah Swt menempatkan orang-orang semacam ini di surga yang hijaudenganpepohonan yang rindang dan lebat. Mereka di Hari Kiamat tidak sendirian.Karenamerekabersama isteriya yang bersih dan suci. Berkumpul kembali dengan isterinya merupakan kenikmatan yang lengkap, setelah di dunia mereka meninggalkan kelezatan duniawi dan meninggalkan apa yang diharamkan oleh Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia dalam berbuat memiliki kebebasan untuk memilih jalan. Oleh karenanya, siapa yang memilih jalan yang sesat, maka ia pasti mendapatkan siksa. Sementara iman mendatangkan kesucian dan ketenangan.
2. Kesucian bagi wanita dan laki-laki adalah suatu nilai. Oleh karenanya, saat menyifati isteri di surga, lebih menekankan kesucian dari pada kecantikan.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 48-52
Ayat ke 48
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (4: 48)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang Ahlul Kitab; Yahudi dan Kristen, ayat ini melarang segala bentuk akidah dan perbuatan yang berujung pada kesyirikan kepada Allah Swt. Ayat ini juga menyebut perbuatan syirik bahkan menjauhkan manusia dari tauhid dan berbuat dengan dasar ikhlas. Selain itu, meskipun Allah Maha Pengasih dan Penyayang, namun Dia tidak akan memaafkan dosa syirik. Karena syirik dengan sendirinya menghapus keimanan dalam diri manusia.
Sebagai catatan, ampunan Allah yang dimaksud dalam ayat ini adalah ampunan tanpa taubat. Artinya, Allah Swt mengampuni dosa siapa saja yang dipandangnya layak sekalipun ia tidak bertaubat. Namun untuk dosa syirik tidaklah demikian. Selagi seseorang melakukan dosa syirik tidak bertaubat, maka ia tidak akan mendapatkan ampunan Allah Swt. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ayat ini adalah ayat yang paling memberikan harapan kepada Mukminin. Karena ayat ini tidak membiarkan orang-orang yang berbuat dosa, sebesar apapun dosanya itu, merasa berputus asa dari rahmat Tuhan. Ayat ini memberikan harapan akan datangnya ampunan ilahi kepada mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Syirik mencegah seseorang memperoleh rahmat ilahi. Orang musyrik membuat dirinya sendiri jauh dari rahmat ilahi.
2. Kebohongan yang paling besar adalah menisbatkan syirik kepada Tuhan.
Ayat ke 49-50
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun. (4: 49)
Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka). (4: 50)
Ayat ini melarang Ahlul Kitab dan Muslimin merasa dilebihkan dan menang sendiri. Menurut al-Quran, setiap Ahlul Kitab dan Muslimin memandang orang lain berbuat salah, dan pada saat yang sama kalian memuji diri sendiri dan merasa jauh dari kesalahan dan dosa? Padahal hanya Tuhan lah yang mengetahui isi hati kalian. Hanya Dia yang mengetahui siapa di antara kalian yang layak dipuji. Dia lah yang membersihkan mereka dari kekotoran dan kekejian sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri.
Dengan kata lain, keutamaan sejati adalah keutamaan yang memang dipandang mulia oleh Tuhan, bukannya apa yang dipandang oleh orang-orang sombong dan egois sebagai suatu keutamaan dan kelebihan dari orang lain, kemudian dinisbatkan kepada Tuhan. Karena hal yang demikian tidak lebih dari satu kebohongan. Bahkan rasa sombong yang lahir karena merasa paling taat beragama pada jiwa orang-orang mukmin merupakan suatu bahaya dan penyakit yang mengancam para pengikut agama. Karena ayat ini dan ayat lain al-Quran mengangkat persoalan bahaya kesombongan agamis dan memberi peringatan kepada orang-orang Mukmin.
Imam Ali as dalam khutbah Hammam menjelaskan, "Di antara petanda orang-orang bertakwa adalah setiap kali dipuji mereka takut dan khawatir. Jenis mereka ini adalah bukannya tidak suka memuji diri sendiri, tapi bila ada orang lain memuji mereka, mereka cemas jangan sampai terjerumus ke sifat sombong."
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nilai pujian ada pada pujian Allah kepada hamba-Nya, bukan pujian manusia kepada dirinya sendiri.
2. Memuji diri sendiri bersumber pada kesombongan seseorang. Sifat ini berseberangan dengan jiwa seorang hamba Tuhan.
3. Merasa dekat dengan Tuhan, tanpa ada buktinya merupakan penipuan kepada Tuhan dan mendatangkan siksaan yang besar.
Ayat ke 51-52
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. (4: 51)
Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (4: 52)
Dalam riwayat yang dinukil oleh buku-buku sejarah, setelah perang Uhud ada sekelompok orang Yahudi Madinah yang mendatangi kaum Musyrikin Mekah untuk mengajak mereka bersama-sama memerangi kaum Muslimin. Guna menarik hati orang-orang Musyrikin, kaum Yahudi bersujud di depan berhala mereka dan berkata, "Menyembah berhala milik kalian lebih baik dari keimanan Muslimin." Padahal orang-orang Yahudi masih terikat janji untuk tidak melakukan makar terhadap kaum Muslimin. Apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi ini berarti telah melanggar janji mereka dan berbaiat dengan para pemuka Quraisy untuk melawan kaum Muslimin demi meraih cita-cita kejinya.
Aneh melihat sikap orang-orang Yahudi yang tergolong Ahlul Kitab ini. Untuk merealisasikan tujuan buruknya, mereka harus mengakui akidah khurafat penyembah berhala masih lebih baik dari akidah Islam. Lebih buruk lagi, mereka bahkan menyanggupi akan menyerang umat Islam bersama-sama kaum Musyrikin. Sikap dan perbuatan mereka ini merupakan dosa besar yang menyebabkan mereka dikutuk oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tujuan yang buruk membuat orang Yahudi siap bersama para penyembah berhala untuk memerangi Islam.
2. Sikap membangkang akan menutup mata, telinga dan lisan manusia dari kebenaran. Orang Yahudi menentang Islam, bukan karena benci Islam, tapi Islam menjadi kendala mereka meraih kepentingan duniawinya.
3. Pembela sejati manusia adalah Tuhan. Setiap orang yang menjauhkan dirinya dari rahmat Tuhan berarti telah kehilangan penolongnya.
Tafsir Al-Quran, Surat An-Nisaa Ayat 44-47
Ayat ke 44-45
Artinya:
Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab (Taurat)? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar). (4: 44)
Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu). (4: 45)
Ayat ini diturunkan berkaitan dengan para cendikiawan Yahudi yang tinggal di kota Madinah ketika datangnya Islam. Sepatutnya mereka itu mengimani Rasul dan al-Quran, namun ironisnya, sejak awal mereka mencoba memusuhi dan menentang Rasul, bahkan mereka bekerjasama dengan kaum Musyrik Mekah. Ayat ini mengingatkan bahwa para cendekiawan Ahlul Kitab mengetahui firman Allah, tapi tidak menjadikan Kitab sebagai jalan petunjuk kebenaran bagi diri mereka sendiri. Tidak cukup itu, mereka malah menyesatkan orang lain yang ingin beriman kepada Allah Swt. Allah menegaskan kepada umat Islam agar mereka tidak takut terhadap permusuhan kaum Musyrik. Karena kaum kafir tidak terlepas dari kekuasaan ilahi dan kalian juga pasti mendapatkan bantuan Allah.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengenali Kitab Allah dan hukum-hukum ilahi dengan sendirinya tidak menjadi penyebab kebahagiaan dan keselamatan.
2. Musuh utama masyarakat Islam adalah musuh agama dan ideologi, baik di dalam maupun di luar negeri.
3.Allah hanya akan melindungi orang yang berpegang teguh pada-Nya.
Ayat ke 46
Artinya:
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. (4: 46)
Salah satu cara penentang Islam mengganggu adalah dengan menghina dan mengolok-olok. Al-Quran banyak mengutip sikap dan gangguan para penentang Islam ini. Jelas, mereka memilih cara ini karena tidak punya kemampuan melawan logika Islam. Mereka hendak mempertunjukkan kedengkian dan dendam mereka terhadap Islam. Dalam ayat ini disebutkan, beberapa orang Yahudi menyalahgunakan penggunaan kalimat serta menyindir Rasul dengan mengatakan, "Engkau yang berkata, sementara kami yang tidak mendengarkan dan kami juga berkata, engkau tidak mendengar, karena apa yang engkau katakan adalah untuk membodohi kami. Inilah yang menyebabkan kami tidak menaatimu."
Mereka bahkan menyalahgunakan kata yang mirip. Ketika Rasul Saw membacakan ayat-ayat al-Quran, kaum Muslimin berkata, "Wahai Rasul! Raa'ina!" Artinya, bertenggangrasalah kepada kami, dan berikan kepada kami kesempatan untuk dapat mendengarkan perkataanmu dengan lebih baik dan kami simpan di dalam ingatan kami. Adapun kaum Yahudi menggunakan kalimat ini di depan Rasul, dan yang dimaksudkan adalah arti lainnya yaitu membodohkan. Oleh itulah, Allah berfirman ditujukan kepada mereka dan juga kaum Muslimin agar mereka menggunakan kata "Undzurna" sebagai ganti kalimat "Raa'ina" yang memiliki arti memberikan peluang dan tidak memiliki makna buruk tadi.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus bersikap obyektif, sekalipun di hadapan para musuh. Ayat ini tidak mencela semua orang Yahudi, tapi hanya kepada mereka yang benar-benar mencemooh.
2. Tidak boleh menodai kesucian agama, baik terkait pemimpin maupun hukumnya.
3. Keselamatan manusia terletak pada kepatuhannya kepada Nabi dan Allah.
Ayat ke 47
Artinya:
Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al Quran) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami mengubah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (4: 47)
Sebagai kelanjutan ayat-ayat sebelumnya yang ditujukan kepada Ahlul Kitab, ayat ini mengatakan kepada mereka, "Kalian telah mengenal Kitab Allah dan semestinya kalian lebih punya kecenderungan kepada Islam. Sebenarnya kalian tidak dapat dibandingkan dengan orang-orang Musyrik yang sama sekali tidak memiliki latar belakang keimanan kepada Allah. Terlebih lagi Islam sejalan dengan Kitab kalian yang mengesakan Allah. Ayat ini kemudian menjelaskan sebuah prinsip penting bahwa bila kalian memungkiri kebenaran atas sifat kebencian dan mengolok-olokinya, sebenanya kalian telah menghapus fitrah kalian sendiri. Bila hal ini terus berlanjut, berarti kalian telah menghapus fitrah kalian dan secara perlahan-lahan sifat kemanusiaan kalian akan sirna.
Ayat ini berbicara tentang perubahan wajah manusia yang mengisyaratkan bahwa alat pemahaman manusia berada di kepalanya. Al-Quran menyebut ketidakberdayaan manusia memperoleh hakikat dan kebenaran dengan terhapusnya wajah mereka. Demikianlah adanya ketika lidah tidak mau mengkaui kebenaran, maka mata, telinga dan akal lambat laut menyeleweng dan melihat kebenaran terbalik menjadi kebatilan.
Sama halnya ketika manusia melihat alam sekitarnya dari balik kaca mata hitam. Semua yang dilihatnya di siang hari terlihat gelap seperti di malam hari. Ayat ini menyinggung peristiwa penyelewengan beberapa orang Yahudi dari hukum Tuhan, tentang libur di hari Sabtu. Dalam ayat ini Allah mewanti-wanti orang Yahudi bahwa bila sebelumnya mereka yang melanggar larangan hari Sabtu dijatuhi sanksi dengan mengubah wajah mereka seperti kera, maka kalian juga akan binas bila mempermainkan ayat-ayat al-Quran.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Saat mengajak orang lain kepada Islam, kita juga harus mengakui kebaikan orang lain.
2. Prinsip universal semua agama itu sama.
3. Islam menyeru para pemeluk Yahudi untuk meningkatkan iman dan menerima Islam.
4. Salah satu penyebab turunnya siksa dunia adalah mempermainkan kesucian agama.



























