کمالوندی
Sepeninggal Elizabeth, Selandia Baru Ingin Berubah jadi Republik
Perdana Menteri Selandia Baru mengabarkan kemungkinan perubahan sistem pemerintahan negara itu dari monarki ke republik meski tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini.
Selama ini Selandia Baru bersama negara-negara bekas koloni Inggris seperti Australia dan Kanada menganggap London sebagai kepala negara. Gambar Ratu Elizabeth dicetak di atas koin dan uang kertas negara-negara itu.
Pemerintah Australia selepas kematian Ratu Elizabeth mengumumkan tidak akan lagi mencetak gambar Ratu Inggris pada mata uang negara itu.
Di sisi lain, PM Selandia Baru, Jacinda Adern, Selasa (13/9/2022) mengatakan, "Selandia Baru tidak akan secara aktif mengambil tindakan untuk berubah menjadi republik dalam jangka pendek selepas kematian Ratu Elizabeth."
Pada saat yang sama, PM Selandia Baru berharap negara-negara Pasifik pada akhirnya akan menjadi satu.
"Saya percaya Selandia Baru akan melakukannya pada waktu yang tepat. Saya percaya itu akan terjadi saat saya hidup, tapi saya tidak melihatnya sebagai agenda jangka pendek," pungkasnya.
Diskriminasi Umat Islam Semakin Meningkat di Inggris
Sebagai kelanjutan dari perilaku diskriminatif terhadap Muslim yang tinggal di Inggris, media-media negara ini mengumumkan pada hari Senin (12/09/2022) bahwa kewarganegaraan warga negara ini dicabut dan Muslim yang tinggal di sana diperkenalkan sebagai "warga kelas dua".
Dalam laporan berjudul "Kewarganegaraan, dari Hak hingga Hak Istimewa", Institute of Race Relations (IRR) yang berbasis di London menyatakan bahwa undang-undang pencabutan kekuasaan kewarganegaraan, yang diperkenalkan di Inggris pada tahun 2002, memberikan "kewarganegaraan kelas dua" terutama Muslim yang tinggal di negara ini.
Laporan tersebut menekankan bahwa kewenangan yang memungkinkan gelar kewarganegaraan Inggris dapat dicabut tanpa pemberitahuan sebelumnya dan kini telah mengarah pada penciptaan bentuk minoritas lain di negara ini.
Pemerintah konservatif Inggris mengklaim bahwa hanya mereka yang tindakannya menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan nasional atau melakukan kejahatan keji yang akan kehilangan kewarganegaraan mereka. Padahal, dalam praktiknya kriteria yang tidak jelas telah meningkatkan kemungkinan keputusan yang sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap Muslim.
Pada Desember 2013, Menteri Dalam Negeri Inggris Theresa May mencabut kewarganegaraan 20 Muslim yang tinggal di negara itu, bertentangan dengan apa yang dia nyatakan sebelumnya.
Tindakan diskriminatif seperti itu, yang diulangi oleh menteri dalam negeri berikutnya, hanya ditujukan untuk umat Islam dan bukan seluruh penduduk Inggris.
Patut dicatat bahwa untuk warga Inggris "asli", kewarganegaraan negara ini dianggap sebagai hak yang tidak dapat dicabut, tidak dapat dibatalkan, dan tidak bersyarat, tetapi bagi orang lain, termasuk orang asing yang lahir di Inggris, atau mereka yang telah memperoleh kewarganegaraan negara ini, hanya satu keistimewaan yang dapat diambil kembali.
Frances Webber, Wakil Institute of Race Relations mengatakan, "Pesan dari undang-undang ini adalah pencabutan kewarganegaraan dan implementasinya terutama terhadap Muslim yang tinggal di Inggris dari Asia Selatan."
Isu Islamofobia dan diskriminasi terhadap Muslim di negara-negara Eropa, termasuk Inggris, semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Masalah ini bahkan telah ditemukan di tingkat pemerintahan Inggris, salah satu simbol penting di antaranya adalah undang-undang pencabutan kewarganegaraan, yang bisa dikatakan praktis hanya menyasar umat Islam.
Sebagai kelanjutan dari perilaku diskriminatif terhadap Muslim yang tinggal di Inggris, media-media negara ini mengumumkan pada hari Senin (12/09/2022) bahwa kewarganegaraan warga negara ini dicabut dan Muslim yang tinggal di sana diperkenalkan sebagai "warga kelas dua".
Terlepas dari pernyataan pemerintah konservatif Inggris, yang mengklaim menentang Islamofobia, tetapi pada kenyataannya Islamofobia telah menjadi fenomena umum di partai berkuasa konservatif, yang kabinetnya terdiri dari perwakilannya.
Secara alami, pendekatan ini telah ditransfer dari partai konservatif ke pemerintah Inggris dan menyebabkan adopsi posisi dan tindakan negatif terhadap Muslim.
Salman Sayyid, Profesor Pemikiran Retorika dan Dekolonial di Universitas Leeds mengatakan, Islamofobia meningkat di Inggris dan penyebab utama fenomena ini adalah upaya umat Islam untuk mengekspresikan diri dan menunjukkan identitas Islam mereka.
Penelitian oleh "Komisi Hak Asasi Manusia Islam" menunjukkan bahwa 80% Muslim di Inggris mengatakan mereka adalah korban Islamofobia.
Statistik resmi dari Pusat Buruh Nasional Inggris juga menunjukkan bahwa Muslim Inggris adalah minoritas yang menghadapi diskriminasi pekerjaan paling banyak di negara ini, dan diskriminasi rasial di negara ini yang mengklaim mendukung hak asasi manusia dan hak sosial yang setara bagi warganya, baik penduduk asli atau pendatang masih terlihat.
7 dari 10 Muslim yang bekerja di Inggris mengatakan mereka telah mengalami beberapa bentuk perlakuan anti-Islam.
Menag RI Dukung PBB, Islamofobia Harus Dilawan
Menurut statistik, peluang menemukan pekerjaan untuk pria Muslim Inggris adalah 76% lebih rendah daripada pria Inggris lainnya, juga wanita Muslim Inggris memiliki peluang kerja 65% lebih sedikit dibandingkan dengan wanita Inggris lainnya.
Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga Savant eCommerce, perilaku anti-Islam telah meningkat di Eropa dan Inggris selama periode terakhir.
Hasil survei ini menunjukkan bahwa Muslim kulit hitam Inggris telah melihat perilaku yang lebih buruk dibandingkan dengan Muslim lainnya.
Sementara diskriminasi terhadap semua Muslim di Inggris dilaporkan sebesar 37%, angka ini meningkat menjadi 58% di kalangan Muslim kulit hitam.
Secara umum, Islamofobia di Inggris, seperti di negara-negara Eropa lainnya, dilakukan dengan mengajukan kasus-kasus terhadap umat Islam, menghina kesucian Islam, propaganda negatif yang luas terhadap Islam dan umat Islam, serta berbagai bentuk diskriminasi terhadap mereka, termasuk dalam konteks mencabut kewarganegaraan mereka.
Rakyat Kanada Ingin Tinggalkan Monarki Inggris
Berdasarkan hasil sebuah jajak pendapat baru yang dilakukan di Kanada, sejumlah banyak responden mengaku tidak ingin lagi berada di bawah kekuasan raja dari negara lain.
Dikutip dari CTV News, Selasa (13/9/2022), hasil jajak pendapat yang dilakukan Institut Angus Reid pada bulan April 2022 terhadap warga Kanada, menunjukan 51 persen responden menolak kelanjutan kekuasaan Raja Inggris atas Kanada.
Jumlah warga Kanada yang tidak ingin penguasa Inggris melanjutkan kekuasaan atas negaranya pada jajak pendapat bulan Januari 2022, hanya 45 persen.
Penduduk Provinsi Quebec yang sebagian besar berbahasa Prancis dibandingkan warga lainnya, merasa memiliki keterikatan yang lebih kecil dengan Inggris.
Sekitar 71 persen warga Quebec dalam jajak pendapat ini mengaku tidak perlu lagi pada sistem monarki, dan 87 persen mengaku sama sekali tidak punya ketergantungan kepada keluarga kerajaan Inggris.
China Peringatkan G7 soal Pembatasan Harga Minyak Rusia
Pihak berwenang China menentang keputusan yang dibuat oleh negara-negara G7 untuk memperkenalkan batas harga minyak Rusia, mendesak anggota kelompok itu untuk memikirkan kembali posisi mereka. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan hal ini pada hari Senin.
“Minyak sangat penting untuk memastikan keamanan energi global,” katanya dalam sebuah konferensi pers. “Kami berharap negara-negara yang bersangkutan <…> akan melakukan upaya konstruktif, dan bukan sebaliknya,” tambah diplomat itu.
“Minyak adalah salah satu jenis komoditas utama di pasar internasional,” kata Mao Ning, seraya menambahkan bahwa di tengah dunia saat ini, negara-negara G7 “harus memperkuat dialog dan mengedepankan negosiasi.”
Setelah pertemuan para menteri keuangan dari Kelompok Tujuh pada 2 September di Berlin, klub G7 setuju untuk memperkenalkan batasan harga yang diusulkan atas minyak Rusia guna membatasi pendapatan negara itu dari ekspornya. Moskow telah memperingatkan akan menangguhkan pasokan minyak dan produk minyak bumi ke negara-negara yang memutuskan untuk bergabung dengan inisiatif ini.
HEADLINE NEWSIRGC Rilis Kapal Siluman “Syahid Soleimani”
IRGC Iran telah mengerahkan kapal patroli-tempur terbarunya yang dinamai dengan nama Syahid Soleimani, serta kapal cepat berkemampuan rudal dengan nama syahid Rouhi dan Syahid Dara.
Kapal tersebut dikerahkan oleh Angkatan Laut IRGC dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mayor Jenderal Mohammad Baqeri, Panglima IRGC Hossein Salaami, Komandan Angkatan Laut IRGC Laksamana Muda Alireza Tangsiri, dan sejumlah militer dan pejabat, di Bandar Abbas, Iran selatan, pada hari Senin.
Dalam upacara ini, kapal perang patroli Syahid Soleimani, kelas peluncur rudal Syahid Rouhi dan Syahid Dara serta kapal perang berkecepatan tinggi bergabung dengan armada angkatan laut IRGC.
Kapal patroli-tempur Syahid Soleimani adalah kapal perang buatan dalam negeri yang mampu membawa helikopter.
Kapal Syahid Soleimani adalah jeni kapal siluman (Stealth ship), yaitu kapal yang tidak kasat radar atau tidak tertangkap radar, kalaupun tertangkap biasanya citra yang ditampilkan pada layar radar mirip kapal nelayan atau objek yang tidak membahayakan. Kapal ini juga dikatakan dapat melakukan semua jenis operasi.
Operasi Perlawanan di Lembah Yordan “Mengejutkan” Israel
Operasi heroik perlawanan Palestina melawan musuh Israel di Lembah Yordan telah mengejutkan kalangan zionis yang menganggap tempat penyerangan tidak dapat diprediksi.
Media Zionis melaporkan bahwa entitas pendudukan selama ini menganggap Lembah Yordan sebagai zona aman bagi tentara dan pemukim Israel. Namun operasi Palestina baru-baru ini mengejutkan mereka.
Sebelumnya baik media Palestina maupun Israel melaporkan bahwa beberapa warga Palestina melakukan operasi heroik di Lembah Yordan pada hari Minggu, melukai setidaknya lima orang Israel.
Lima terluka dalam serangan itu, The Jerusalem Post melaporkan, menambahkan bahwa setidaknya tiga dari mereka menderita luka sedang hingga serius, termasuk pengemudi.
“Tiga lainnya terluka ringan oleh pecahan kaca dan dirawat di tempat kejadian sebelum dievakuasi ke rumah sakit,” tambah harian Israel itu.
Lingkaran Zionis menganggap bahwa operasi tersebut menunjukkan bahwa intifada bersenjata sudah dekat, menambahkan bahwa pasukan pendudukan akan meningkatkan tindakan di Tepi Barat yang diduduki.
Hizbullah Puji Operasi Perlawanan di Lembah Yordan
Hizbullah pada hari Senin mengeluarkan pernyataan untuk memberi selamat kepada rakyat Palestina atas operasi perlawanan yang berani terhadap sebuah bus militer Israel di Lembah Yordan, sebelah timur Tepi Barat yang Diduduki.
Pernyataan itu menganggap bahwa operasi tersebut menegaskan tekad Palestina untuk menghadapi musuh Israel dan mengusir serangannya.
Hizbullah menambahkan bahwa serangan itu memanifestasikan kemampuan yang berbeda dari Perlawanan untuk menembus semua benteng musuh Zionis dan memberikan pukulan padanya di wilayah entitas manapun.
Hizbullah menekankan bahwa operasi Lembah Yordan dan operasi heroik lain yang dilakukan oleh orang-orang Palestina di seluruh wilayah pendudukan merupakan perwujudan sejati dari keyakinan orang-orang Palestina akan hak mereka untuk melakukan perlawanan dan tekad serta keinginan untuk terus mengikuti jalan pembebasan sampai mencapai kemenangan akhir, insya Allah.
Perlu dicatat bahwa beberapa orang Palestina melakukan operasi heroik di Lembah Yordan pada hari Minggu, melukai setidaknya lima orang Israel.
2 Operasi dalam Sehari, Perlawanan Sukses Gentarkan Israel
Dua operasi dalam satu hari (Minggu) menghantam pasukan pendudukan Israel, dan entitas tersebut segera kehilangan keseimbangan. Hal ini memaksa entitas, seperti biasa untuk membalasnya dengan memilih Jenin.
Beberapa jam setelah operasi kualitatif di Lembah Yordan melawan pendudukan Israel pada hari Minggu lalu, operasi komando serupa terjadi di dekat Ramallah malam itu, melukai 4 tentara Zionis.
Ini kemudian disusul oleh malam panas yang menyaksikan bentrokan bersenjata dengan kekerasan di Jenin, kota Qabatiya, dan kamp Al-Ain di kota Nablus dan kota Tubas, dalam hubungannya dengan serbuan pasukan pendudukan Israel ke daerah-daerah itu untuk melancarkan kampanye penangkapan, yang hasilnya adalah fajar hari ini, Selasa, kesyahidan Muhammad Sabaaneh, melukai lebih dari 12 warga Palestina, dan pemboman rumah martir Raad Hazem, pelaku operasi Tel Aviv April lalu.
Dengan kegagalan dinas keamanan dan intelijen pendudukan untuk mencegah operasi perlawanan, rezim itu meluncurkan kampanye media untuk menghasut gerakan “Hamas” dan “Jihad Islam”, menuduh mereka berada di belakang operasi perlawanan.
Tuduhan ini adalah bagian dari upaya untuk menutupi kegagalan mereka kepada publik Israel di satu sisi, dan untuk menciptakan dalih guna melancarkan operasi pembunuhan Penangkapan dan penyitaan tanah, pembongkaran rumah, serangan besar-besaran, dan pencarian pejuang atau aktivis perlawanan, di sisi lain.
Jelas bahwa ketegangan kini meningkat di Tepi Barat. Ketakutan pendudukan bahwa situasi ini akan berubah menjadi pemberontakan rakyat juga meningkat, sehingga baru-baru mereka melakukan penangkapan, terutama penangkapan administratif (tanpa pengadilan).
Ini terutama sejak kebijakan tekanan ekonomi yang telah dilakukan selama bertahun-tahun di Tepi Barat tidak membuahkan hasil, dan dengan perluasan wilayah Operasi gerilya di Tepi Barat, dari utara ke tengah ke timur.
Eskalasi berdarah yang dilakukan Rezim di Jenin (utara) hari ini tidak lain adalah upaya untuk menunjukkan kebrutalannya karena takut front perlawanan akan bersatu dan memicu intifada, yang sudah abanyak dibicarakan di dalam entitas tersebut.
Generasi Palestina yang baru tidak takut dengan pendudukan, dan telah menjadi sepenuhnya sadar bahwa tidak ada prospek untuk sesuatu yang disebut “solusi politik”, dan tahu bahwa entitas Israel berbohong tentang Tepi Barat, dan menganggapnya sebagai perluasan geografisnya dan bersiap untuk mencaploknya.
Mereka melancarkan demonstrasi dan pertempura dengan pendudukan, baik dengan batu atau bom molotov, hampir setiap hari. Perlawanan dalam segala bentuknya adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan hak kepada pemiliknya.
Rezim Pendudukan tahu bahwa pecahnya intifada ketiga di Tepi Barat akan menimbulkan bahaya yang merusaknya dari dalam, mengancam keberadaan entitas, dan merusak keamanan dan stabilitasnya. Ini semakin menrisaukan terutama karena terjadi dalam kekacauan politik yang hampir melaksanakan di pemilu kelima dalam waktu kurang dari empat tahun.
Seorang Pemuda Palestina Gugur di tangan Rezim Zionis di Jenin
Departemen Kesehatan Palestina mengkonfirmasikan seorang pemuda Palestina di Jenin gugur akibat tembakan rezim Zionis Israel.
Untuk meriah ambisi ekspansionisnya, Zionis setiap hari menyerang berbagai wilayah Palestina, menangkap, melukai serta membunuh warga tertindas Palestina.
Seperti dilaporkan AlJazeera, Kemenkes Palestina seraya merilis berita ini menambahkan, pemuda Palestina tersebut bernama Taher Mohammad Zakarneh di distrik Qabatiya di Jenin ditembak oleh militer rezim Zionis dan gugur syahid.
Berbagai sumber Palestina menyatakan bahwa Taher Mohammad Zakarneh ditempak di kepala dan meninggal dunia setelah dilarikan ke rumah sakit karena lukanya yang parah.
Seorang pemuda Palestina lainnya hari Jumat lalu juga gugur ditembak aparat keamanan Israel dan gugur syahid.
Menurut data media Palestina, selama bulan lalu (Agustus), militer Zionis menggugurkan sedikitnya 59 warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat serta al-Quds.
Militer AS terus Merampok Minyak Suriah
Berbagai sumber lokal di Timur Laut Suriah mengkonfirmasikan pencurian 31 tanker minyak oleh Amerika Serikat dan pemindahannya ke wilayah Irak.
Militer AS dan anasir teroris yang berafiliasi dengan mereka, sejak lama secara ilegal hadir di utara dan timur Suriah. Selain merampok minyak dan gandum negara ini, mereka juga melancarkan serangan terhadap warga dan militer Suriah.
Seperti dilaporkan SANA Senin (5/9/2022), minyak curian Suriah oleh Amerika dikirim ke utara Irak melalui jalur penyeberangan al-Walid, jalur penyeberangan yang dinilai ilegal oleh pemerintah Damaskus dan Baghdad.
Hari Minggu (5/9/2022), militer Amerika juga mengirim 64 tanker minyak dari ladang minyak al-Sharqiya dan al-Jazeera Suriah ke utara Irak melalui jalur penyeberangan ilegal al-Mahmudiyah.
Pada 21 Agustus, delegasi koordinasi menteri Suriah dan Rusia untuk pemulangan pengungsi Palestina di statemen bersamanya menyatakan bahwa berlanjutnya perampokan minyak Suriah oleh Amerika merupakan faktor utama kondisi sulit kemanusiaan yang dialami oleh warga Suriah.
Rusia dan Suriah mengutuk keras pendudukan wilayan Suriah dan perampokan kekayaan rakyat negara ini oleh militer Amerika dan sekutunya, pasukan yang setiap hari merampok 66.0000 barel minyak Suriah.
Kementerian Perminyakan Suriah juga mengisyaratkan bahwa selain kerugian materi dari sektor minyak, langkah Amerika dan milisi bersenjata yang berafiliasi dengan Washington di Suriah, juga disertai dengan korban jiwa dan sebanyak 235 orang terbunuh, 46 terluka dan 112 lainnya diculik.
Krisis di Suriah meletus sejak tahun 2011 seiring dengan serangan besar-besaran kelompok teroris dukungan Arab Saudi, Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengubah konstelasi demi keuntungan rezim Zionis Israel.



























