Janji-Janji Capres

Rate this item
(0 votes)

Di atas kertas, janji-janji dua calon presiden (Capres) Indonesia yang akan bertarung pada awal Juli mendatang begitu indah dan meyakinkan.

 

Tengok saja, berbagai program kerja yang dituangkan dalam visi-misi untuk lima tahun ke depan menduduki tampuk tertinggi pimpinan di negeri ini boleh dikatakan cukup konkret untuk membebaskan persoalan bangsa yang menjadi sumber keterpurukan selama ini.

 

Namun, mampukah kedua capres itu baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo merealisasikan janji manisnya di tengah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terseokseok, karena anggaran subsidi yang terus menggelembung dan diperparah oleh defisit perdagangan yang kian melebar? Dalam rancangan APBN Perubahan 2014, pemerintah telah menaikkan pagu anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari Rp210,7 triliun versi APBN 2014 menjadi Rp285 triliun, atau terjadi peningkatan sekitar Rp74,3 triliun.

 

Kenaikan anggaran subsidi BBM memang sulit untuk dihindari. Selain konsumsi BBM bersubsidi terus melambung, juga dipicu oleh nilai tukar kurs yang membumbung tinggi. Dalam APBN 2014, nilai tukar kurs dipatok sebesar Rp10.500 per USD, sedangkan pada RAPBN-P 2014 melonjak menembus sebesar Rp11.700 per USD.

 

Dampaknya bisa ditebak bahwa kenaikan anggaran subsidi BBM jelas menekan APBN. Sementara berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit sekitar USD0,43 miliar per Januari 2014. Penyumbang defisit terbesar berasal dari sektor minyak dan gas yang mencapai sebesar USD1,06 miliar.

 

Pengendalian subsidi BBM yang semakin sulit menemukan solusinya bertambah repot ketika target lifting minyak yang dipatok pemerintah dalam APBN 2014 kian jauh dari realisasi yang diharapkan sebesar 870.000 barel per hari. Data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan lifting minyak baru mencapai sekitar 797.000 barel per hari sepanjang periode Desember 2013 hingga Maret 2014.

 

Menaikkan lifting minyak juga salah satu pekerjaan rumah bagi siapa pun yang menjabat presiden kelak. Penetapan angka lifting minyak dalam beberapa tahun belakangan ini tak pernah akurat alias realisasi di bawah target. Jadi, berangkat dengan kondisi tersebut memang "menjinakkan" subsidi BBM bukan persoalan gampang. Namun, bukan berarti presiden mendatang tanpa peluang untuk membebaskan negeri ini dari sanderaan anggaran subsidi tersebut.

 

Sebenarnya, berbagai opsi mengatasi konsumsi BBM bersubsidi tanpa harus menaikkan harga sudah kerap diwacanakan pemerintah. Salah satu opsi yang sejatinya sudah dijalankan, tetapi jauh dari langkah maksimal, adalah konversi BBM ke gas. Kebijakan konversi tersebut berjalan di tempat karena tidak digerakkan secara simultan oleh kementerian yang berwenang. Misalnya penyediaan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) hanya terealisasi dalam hitungan jari.

 

Kita hanya bisa berharap presiden terpilih kelak bisa mewujudkan janji-janjinya, terutama pengendalian subsidi BBM, guna mengurangi beban APBN tanpa harus menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, yang telah memberikan mandat kepadanya.

 

Memikat Hati Rakyat dengan Janji

 

Janji calon presiden menurut pengamat politik sulit direalisasikan dan hal itu disadari para capres sendiri. Mengingat kebanyakan calon presiden juga pernah merasakan duduk di pemerintahan.

 

Pengamat Politik dan Praktisi Pendidikan Azyumardi Azzra mengatakan, janji-janji para calon presiden dan calon wakil presiden untuk lebih memakmurkan rakyat Indonesia, dari seluruh sektor hanyalah retoritka belaka.

 

Azyumardi mengakui, memang sebagian janji tersebut kedengarannya sangat melegakan dan menyenangkan, tetapi harus diingat, bahwa para pemilih sekarang tidak bodoh lagi. Karena sudah bisa menilai mana janji tersebut yang mungkin dan yang tidak mungkin diwujudkan karena kondisi keuangan negara.

 

Sebagai contoh, hampir semua calon presiden menjanjikan pendidikan gratis, tanpa bisa menjelaskan dari mana dana untuk penyelenggaraan gratis, lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan. Sementara beban APBN sekarang banyak tersedot untuk pembayaran hutang.

 

Apalagi hampir semua calon presiden dan calon wakil presiden pernah duduk di pemerintahan. Sehingga seharusnya tahu, bahwa janji-janji seperti itu sulit diwujudkan dengan kondisi keuangan negara saat ini.

 

Dan permasalahan bangsa tentu tidak terbatas pada masalah keuangan saja. Banyak permasalahan lain seperti investasi, hukum dan keamanan yang saling terkait untuk memutar roda perekonomian bangsa.

 

Selain mengubar janji yang dinilai berlebihan, Azyumardi juga melihat, bahwa massa yang datang untuk menghadiri kampanye lebih menikmati hiburan ketimbang mendengarkan pidato para calon presiden. Namun di antara janji-janji calon presiden tersebut, ia juga melihat ada juga janji yang realistis untuk diwujudkan seperti pemberantasan KKN dan penegakan hukum.

 

Azyumardi menambahkan seharusnya kampanye yang dilakukan secara dialogis atau bahkan debat calon presiden jauh lebih efektif untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat.

 

Janji Manis Kedaulatan Energi Para Capres

 

Pembahasan krisis energi saat ini menjadi isu seksi bagi kedua kubu capres-cawapres mendatang untuk dicarikan jalan keluar. Pasalnya, krisis energi akan mendatangkan masalah pada tiap sendi kehidupan masyarakat. Sementara, negara menjadi wajib menjaga keberlangsungannya.

 

Ekonom Ikhsan Modjo mendesak realisasi janji manis para capres-cawapres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta pada sektor energi segera dilaksanakan jika terpilih kelak.

 

Kedua kubu ini bahkan sesumbar mampu berdaulat energi. Seperti pasangan Jokowi-JK akan melakukan penghapusan subsidi BBM dalam empat tahun. Sedangkan, pasangan Prabowo-Hatta akan menghilangkan impor BBM.

 

"Jika saat ini mengungkapkan hal tersebut merupakan janji yang abu-abu, maksudnya belum bisa dipastikan apakah akan dilakukan atau tidak," ujarnya di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (31/5).

 

Menurutnya, saat ini kurangnya pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk infrastruktur energi membuat ketahanan energi Indonesia lemah. "Infrastruktur energi di Indonesia yang masih kurang, atau tidak sebanding dengan peningkatan dengan konsumsi BBM dalam negeri," jelas dia.

 

Selain itu, pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal karena masih terfokus kepada bahan bakar minyak (BBM). "Harga energi kita termasuk bukan hanya BBM subsidi, begitu juga listrik, pupuk," ungkapnya.

 

Oleh karena itu, dirinya menantang kepemimpinan dua calon pemimpin Indonesia itu untuk dapat merealisasikan janji-janji dengan nyata dan bukan sekedar rencana abu-abu. "Karena, kedaulatan energi kan hal yang kerap diungkapkan oleh kedua belah pihak," tutup dia.

 

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat kabinet terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan, di Istana Cipanas, Jawa Barat, Ahad (30/5). Dalam pembukaan rapat itu, SBY menyindir calon presiden yang mengobral janji kepada rakyat.

 

Menurut SBY, selama sepuluh tahun memimpin negara, ia sangat mengerti batas kemampuan pemerintahannya. Dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara, menurut SBY obral janji saat kampanye sangat menarik, namun bisa saja menjadi masalah bahkan petaka bagi jalannya roda pemerintahan lima tahun mendatang.

Read 1948 times