Muscat, Tuan Rumah Negosiasi Nuklir Iran

Rate this item
(0 votes)
Muscat, Tuan Rumah Negosiasi Nuklir Iran

Muscat, ibukota Oman pada Ahad (9/11) menjadi tuan rumah pertemuan tripartit Mohammad Javad Zarif, John Kerry dan Catherine Ashton, yang masing-masing Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Menlu Amerika Serikat dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa dalam perundingan nuklir.

Menjelang pembicaraan tersebut, Zarif dalam wawancara dengan wartawan menyinggung tentang isi perundingan tripartit, Iran, AS dan Uni Eropa di Muscat dan menegaskan bahwa isu-isu yang masih menjadi perselisihan mendasar adalah mengenai volume pengayaan uranium (bukan dasar program pengayaan) dan cara menghapus sanksi.

Menlu Iran mengatakan, meskipun sejumlah proposal yang ditawarkan mengarah pada jalan penyelesaian namun hingga sekarang masih terdapat perselisihan mengenai cara pencabutan sanksi, volume pengayaan uranium dan proses industrialisasinya.

Ketika menyinggung fatwa Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei bahwa tidak ada tempat bagi senjata nuklir di Iran, Zarif menuturkan, jika Barat tidak memiliki tujuan lain dan tidak mengejar tujuan-tujuan politik, maka untuk mencapai solusi yang dapat menjamin bahwa aktivitas nuklir Iran sepenuhnya damai adalah mungkin.

Menurut Menlu Iran, untuk menyelesaikan masalah tersebut, pilihan terbaik bagi Kelompok 5+1 (Rusia, Cina, Inggris, Perancis, Amerika Serikat ditambah Jerman) adalah mencapai solusi berdasarkan negosiasi.

Salah satu isu kunci dalam perundingan sekarang adalah tentang bagaimana cara mencabut embargo terhadap Iran. Sanksi-sanksi itu meliputi sanksi Dewan Keamanan PBB, sanksi Uni Eropa, sanksi Kongres AS dan sanksi yang diberlakukan oleh presiden AS berdasarkan perintah eksekutif presiden. Penghapusan sanksi-sanksi tersebut merupakan isu yang ditegaskan Iran dalam perundingan.

Meski terhadap tanda-tanda positif untuk mencapai kesepakatan, namun hingga sekarang masih ada banyak celah yang tidak dapat diabaikan. Yang pasti, Iran memiliki sebuah prinsip, di mana berdasarkan prinsip tersebut telah digambarkan mengenai garis-garis merah dalam negosiasi nuklir.

Jika pihak-pihak lawan berunding memiliki niat baik untuk mencermati masalah itu maka tentunya tidak akan ada tempat lagi bagi mereka untuk kembali melontarkan klaim-klaim fiktif seperti menuduh Iran menyembunyikan aktivitas nuklirnya berdasarkan istilah "Break Out," dan menciptakan keraguan tentang kemungkinan adanya aktivitas militer dalam program nuklir negara itu.

Klaim-klaim tersebut tidak akan muncul jika Barat bersedia mencermati persoalan, di mana Iran sangat transparan dalam aktivitas nuklirnya yang diawasi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan di bawah NPT (Non-Proliferasi Nuklir). Selain itu, tudingan-tudingan tersebut sama sekali tidak didasari oleh argumentasi dan logika, dan bertentangan dengan fakta serta berseberangan dengan upaya untuk membangun kepercayaan.

Mengingat masih terdapat hambatan, maka perundingan kali ini bisa dikatakan telah sampai pada tahap yang sensitif, dan dengan empat alasan, negosiasi di Muscat akan menjadi peluang terbaik untuk mencapai kesepakatan akhir: 

Pertama, tidak ada satu pun dari pihak lawan berunding yang menuntut untuk kembali ke kondisi sebelum kesepakatan Jenewa. Kedua, penerapan diplomasi adalah satu langkah di hadapan satu langkah sehingga perundingan akan bergerak maju dengan seimbang. Ketiga, kedua belah pihak semakin dekat dengan kesepakatan dan suasana yang dominan di Kelompok 5+1 memiliki kecenderungan untuk mencapai kesepakatan, dan bahkan sebenarnya di pihak internal pemerintah AS sendiri ada tanda-tanda pendekatan ini meski ada gangguan dari Kongres. Dan keempat, tercapainya kesepakatan  akan menguntungkan semua pihak.

 

Perundingan nuklir di Muscat sangat penting, sebab negosiasi tersebut sangat dekat dengan tenggat waktu yang telah ditentukan yaitu tanggal 24 November. Hasil pembicaraan tersebut akan dapat menjadi kunci untuk sampai kepada kesepakatan akhir.

Read 1826 times