Dinamika Perundingan Nuklir Iran

Rate this item
(0 votes)
Dinamika Perundingan Nuklir Iran

Babak baru perundingan nuklir antara Iran dan AS di tingkat ahli digelar di Zurich, Swiss, sekitar sepekan setelah pertemuan Jenewa antara Iran kelompok 5+1. Bersamaan dengan pertemuan penting tersebut, Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif bertemu dengan sejawatnya dari AS, John Kerry di sela-sela pertemuan Forum Ekonomi Dunia (WEF) ke-45 di Davos, Swiss. Kedua pejabat tinggi ini membahas tantangan tercapainya kesepakatan komprehensif mengenai masalah nuklir Iran.

Menlu Zarif Jumat malam (23/1) mengungkapkan hasil pertemuannya dengan Kerry mengenai isu seperti jumlah sentrifugal, metode pengayaan uranium, dan berbagai masalah lainnya.Kepala diplomasi Iran ini menegaskan bahwa sebagian organ pemerintah AS menghendaki tercapainya kesepakatan dengan Tehran. Meskipun demikian, diplomat senior Iran ini mengakui adanya sebagian pihak yang tidak menghendaki tercapainya kesepakatan dengan Tehran.

Statemen Menlu Iran tersebut menunjukkan sinyalemen penting mengenai keberadaan kubu di Washington yang menghendaki sanksi baru demi meningkatkan tekanan lebih besar terhadap pemerintah Iran. Padahal Iran dan kelompok 5+1 telah memperpanjang kesepakatan setelah tidak tercapai 24 November 2014 lalu.

Selama ini, Komite Urusan Publik AS-Israel, AIPAC yang merupakan salah satu kelompok lobi paling berpengaruh di Washington semakin intensif mendorong Kongres AS mengeluarkan undang-undang baru anti-Iran.Tapi pekan lalu, Presiden AS, Barack Obama menyatakan penentangannya terhadap sanksi baru terhadap Tehran. Obama menegaskan akan memveto RUU sanksi baru yang disodorkan Kongres, karena dinilai akan mengancam perundingan nuklir dengan Iran.

Tampaknya, terdapat dua arus utama yang berseberangan menyikapi masalah nuklir Iran. Di satu sisi, para ahli Iran dan kelompok 5+1 melanjutkan perundingan mengenai pembahasan teknis, hingga mencapai kesepakatan final yang disepakati kedua belah pihak. Tapi di sisi lain, muncul aksi untuk membatasi program pengayaan uranium Iran, sehingga menjadi sebuah program yang tidak penting, dan tetap mempertahankan sanksi untuk menjegal tercapainya kesepakatan nuklir komprehensif. Berlanjutnya masalah ini berdampak terhadap perundingan nuklir. Masalah ini juga menyebabkan tidak tercapainya kesepakatan kompherensif antara Iran dan kelompok 5+1 pada 24 November 2014 lalu.

Sejatinya, arogansi AS menjadi pemicu tidak tercapainya kesepakatan nuklir komprehensif. Sebagian analis politik berkeyakinan bahwa AS yang terus melanjutkan kebijakan ancamannya, termasuk sanksi terhadap Iran, terpaksa mundur selangkah dalam perundingan nuklir.

Pekan lalu, Deputi Menkeu AS urusan terorisme dan Intelejen Keuangan, David Cohen, mengatakan, "Meskipun kami tidak mendukung penerapan sanksi baru berkaitan dengan masalah nuklir yang dirundingkan.Tapi, statemen dan tindakan menunjukkan berlanjutnya penerapan sanksi,". Pernyataan pejabat Gedung Putih ini menunjukkan kebijakan jelas AS untuk mempertahankan struktur umum sanksi sebagai metode penekan Iran, dan AS berupaya untuk mempertahankan  sebagian sanksi dalam kondisi "ditangguhkan", dan bukan "dicabut".

Tujuan perundingan nuklir antara Iran dan kelompok 5+1 adalah mencapai kesepakatan nuklir komprehensif yang akan menjamin seluruh hak Iran di bidang nuklir, termasuk pencabutan seluruh saksi. Oleh karena itu, perundingan nuklir yang digelar baru-baru ini membahas masalah pencabutan penuh sanksi. Kini kesepakatan nuklir antara Iran dan kelompok 5+1 diperpanjang hingga Juli 2015 mendatang. Lebih penting dari itu, kesepakatan yang tercapai mengenai masalah ini, sebagaimana ditegaskan Menlu Iran, merupakan bentuk pengakuan terhadap hak bangsa Iran.

Read 1621 times