Libya yang Membara

Rate this item
(0 votes)
Libya yang Membara

Fenomena Libya saat ini menunjukkan negara kaya minyak ini berada dalam kondisi yang semakin mengkhawatirkan. Ancaman perang dengan Mesir, dan gelombang terorisme yang dilancarkan ISIS memperkeruh situasi kritis Libya. Tidak hanya itu, penculikan 35 warga Mesir semakin menambah daftar panjang konflik berdarah di Libya.

Menyikapi kondisi Libya saat ini, Uni Eropa menyampaikan keprihatinan mengenai situasi memburuk di negara Arab itu yang bisa berdampak terhadap negara-negara Eropa, terutama dengan masuknya ISIS di Libya. Uni Eropa menyerukan sikap bersama untuk meredam krisis di Libya. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa menyatakan aksi militer terhadap Libya sebagai opsi yang tepat. Tapi, keputusan tersebut akan diambil dalam koridor kewenangan PBB.

Kini, berbagai kemungkinan bisa terjadi di Libya. Sebab, situasi dan kondisi Libya saat ini kacau-balau. Zona udara Libya ditutup oleh militer negara ini. Pada saat yang sama pasukan militer Mesir bersiaga di perbatasan. Bahkan, jet tempur Mesir membombardir kamp ISIS yang berbasis di kota Daranah. Sedangkan militer Libya juga melancarkan serangan terhadap kelompok teroris ISIS di kota Benghazi dan Sirte.

Dalam kondisi krisis saat ini infrastruktur Libya semakin terancam. Bahkan perusahaan perminyakan nasional Libya kemungkinan akan menghentikan ekspor minyaknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa Libya berada di jalur merah. Kondisi tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran interventif sejumlah negara Barat. Sebagian negara anggota NATO terlibat dalam penggulingan rezim diktator Ghaddafi. Pasca kemenangan revolusi Libya, negara ini dibiarkan berseteru antarkubu di dalam negeri. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa negara-negara Barat ini menjalin hubungan dengan  sejumlah faksi bersenjata di Libya yang menjadi mempertajam Krisis di negara Afrika Utara ini.

Menyikapi krisis yang terjadi di negaranya, Perdana Menteri Libya Abdullah al-Thani menilai publik internasional sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas terjadinya krisis di Libya, terutama tewasnya sejumlah warga Mesir oleh milisi teroris ISIS.

Sejumlah analis politik berkeyakinan bahwa kondisi krisis Libya telah didesain secara sistematis untuk memuluskan masuknya anggota NATO untuk mengubah situasi dan kondisi politik dan ekonomi negara Arab ini. Dalam kondisi Libya yang kacau balau sebagaimana terjadi saat ini, negara-negara Barat bisa lebih mudah untuk menjalankan skenarionya memecah belah negara kaya minyak itu sesuai kepentingan mereka.

Sejatinya, lambannya penanganan krisis Libya oleh negara-negara Barat selama tiga tahun lalu jelas bukan tanpa sebab. Tapi kini, situasi Libya lebih kompleks dari yang diperkirakan sebelumnya. Pasalnya, kaki ISIS yang menggandeng kelompok Fajr Libya, yang menjadi rival incumbent saat ini, mulai merambah Libya. Dilaporkan, ISIS sudah mulai menjangkau ibukota Tripoli.

Kini muncul pertanyaan terkait Libya yang berada dalam dualisme, dengan dua pemerintahan, dua parlemen dan militer yang tidak bersatu. Apakah bisa bangsa Libya menghadapi kelompok bersenjata di dalam negeri, dan juga kelompok teroris semacam ISIS yang mendapat pasokan finansial dan senjata dari sejumlah negara Barat dan Arab ?

Dewan Keamanan PBB hari Rabu (17/2) menggelar sidang untuk membahas masalah krisis Libya. Tapi, muncul pertanyaan mendasar selama tiga tahun lalu apa yang telah dilakukan PBB, khususnya Dewan Keamanan. Apa peran yang negara negara-negara Barat untuk meredam krisis di Libya hingga berujung konflik membara saat ini. Situasi dan kondisi Libya saat ini relatif tidak terkendali, dan rakyat negara ini tidak tahu lagi bagaimana nasib mereka ke depan.

Read 1857 times