Titik Terang untuk JCPOA di Kongres AS

Rate this item
(0 votes)
Titik Terang untuk JCPOA di Kongres AS

Dalam beberapa hari terakhir, terjadi perdebatan sengit di Kongres Amerika Serikat terkait kesimpulan perundingan nuklir antara Iran dan Kelompok 5+1 atau yang disebut dengan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).

Fenomena tersebut memaksa jubir Gedung Putih, Senin (24/8/2015) menjelaskan fakta-fakta yang tidak menyenangkan bagi Gedung Putih. Josh Earnest dalam konferensi persnya mengakui bahwa untuk menyelaraskan kembali masyarakat internasional untuk memberlakukan sanksi anti-Iran—hanya karena Kongres AS menolak JCPOA—adalah hal yang tidak mungkin dan penuh tantangan.  

Menyinggung dukungan luas para tokoh dan ilmuwan—para pakar, insinyur dan politisi—serta para penasehat militer dan keamanan pemerintah periode sebelumnya dan juga dukungan dari masyarakat internasional, Earnest mengutip pernyataan mantan menteri keuangan era pemerintahan George W. Bush.

“Penolakan kesepakatan hasil upaya lima negara yang ada telah ada di depan mata masyarakat internasional dan tuntutan untuk menyelaraskan kembali negara-negara tersebut atau bahkan sekutu kita untuk memulai perundingan dengan tujuan mencapai kesepakatan yang lebih baik; tidak lebih dari sekedar kenaifan dan mimpi,” katanya.

Iran dan Kelompok 5+1 pada 14 Juli lalu, di akhir perundingan intens di Wina, Austria, mencapai kesimpulan perundingan nuklir yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.

Sekarang jumlah senator Amerika Serikat yang menyetujui kesepakatan semakin meningkat. Setelah pemimpin minoritas Demokrat di Senat Amerika Serikat, Harry Reid, Senator Debbie Stabenow, juga kini mendukung kesepakatan nuklir dengan Iran.

Dapat dikatakan bahwa suara para pendukung JCPOA sekarang lebih lantang. Press TV juga dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa lebih dari 50 tokoh Kristen melayangkan surat kepada para anggota Kongres AS dan menyatakan “Ingatlah kalian atas rasionalitas [Nabi] Isa al-Masih  dan setujuilah kesepakatan nuklir dengan Iran.

Para pejabat Amerika Serikat dengan baik memahami bahwa era pemaksaan politik unilateral telah berakhir sejak lama dan politik ini tidak efektif lagi. Juga bahwa tidak perlu lagi untuk menghindari kenyataan kesepakatan nuklir dengan Iran dengan melabelnya dengan status “baik atau buruk.”

Kenyataannya adalah bahwa Iran tidak pernah dan tidak akan mengacu persenjataan nuklir, karena Republik Islam tidak meyakini jenis senjata tersebut. Dengan kata lain, di kancah politik, kesepakatan tersebut menurut Barat adalah untuk memusnahkan ancaman yang tidak pernah dan tidak akan pernah tercipta. Tuduhan itu dapat dipahami sebagai bagian dari strategi Amerika Serikat untuk mengisolasi namun gagal. Dan demi membesar-besarkan pentingnya kesepakatan tersebut, para pejabat Amerika Serikat  terus melontarkan klaim bohong bahwa Iran mencoba menggapai  senjata nuklir dan menjadi ancaman bagi kawasan dan dunia.(

Read 1448 times