Menanti Intervensi OPEC Kendalikan Harga Minyak

Rate this item
(0 votes)
Menanti Intervensi OPEC Kendalikan Harga Minyak

Pasar minyak dunia kembali menghadapi penurunan harga secara signifikan dan tren ini menciptakan kekhawatiran bagi para produsen. Jika tren penurunan terus berlanjut, dorongan investasi untuk mempertahankan produksi secara praktis akan hilang.

Menurut laporan Sputniknews dari Washington, harga minyak Amerika Serikat jatuh di bawah 40 dolar untuk pertama kalinya sejak krisis finansial pada tahun 2009. Sejumlah prediksi bahkan menyebut bahwa jika faktor-faktor fundamental penurunan tetap mendominasi pasar minyak, maka harga juga bisa menyentuh angka 20 sampai 15 dolar per barel. Untuk itu perlu dipikirkan cara demi masa depan pasar energi dunia.

Minyak membanjiri pasar dunia dari berbagai kanal dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), merupakan salah satu kanal itu. Para pakar percaya bahwa OPEC dengan produksi 31,5 juta barel per hari, telah menyumbang 40 persen dari kebutuhan minyak dunia dan organisasi ini dapat mengatur jumlah penawaran.

Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh mengatakan pelaksanaan sidang luar biasa OPEC mungkin akan berdampak untuk mengerem penurunan harga minyak. Berbicara kepada para wartawan di Tehran pada Ahad (23/8/2015), Zanganeh menuturkan Iran mendukung pelaksanaan pertemuan itu dan tidak akan menentangnya.

Arab Saudi sebagai salah satu produsen utama di OPEC, menolak mengurangi produksinya untuk menciptakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan di pasar. Saat ini, Saudi dengan kapasitas maksimal memompa sekitar 10 juta barel per hari dan mengirim lebih dari 7 juta barel minyaknya ke pasar dunia dengan harga rendah.

Meski demikian, Saudi tidak mampu sendirian untuk membuat harga minyak terjun bebas. Amerika Serikat juga berperan dalam mendorong anjloknya harga pada 2014. Pasokan minyak di pasar melimpah setelah AS meningkatkan produksi Oil Shale dan melepas cadangan minyaknya.

Saat ini, tren peningkatan permintaan untuk membeli minyak di AS dan negara-negara kekuatan ekonomi baru seperti, Cina dan India turun dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini mendorong anjloknya harga minyak sekitar 60 persen.

Hasil perundingan nuklir Iran dan pencabutan sanksi pasca penerapan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), juga telah memunculkan gejolak di pasar minyak dalam beberapa bulan terakhir. Perjanjian nuklir memungkinkan Iran untuk menaikkan ekspor minyaknya.

Mengingat ada faktor-faktor yang tidak bisa diprediksi, maka tren penurunan harga minyak akan menjadi sebuah shock berat, yang bisa menuju ke arah krisis dan paling tidak ekonomi yang mengandalkan penjualan minyak akan merasakan sebuah krisis yang riil.

Prediksi bahwa harga minyak bisa menyentuh angka kurang dari 30 dolar per barel, mungkin untuk saat ini dianggap tidak rasional, tapi bagaimana pun juga OPEC perlu meninjau kembali kebijakan produksinya dalam kondisi sekarang. Berdasarkan sejumlah data, kerugian akibat jatuhnya harga minyak bagi negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) mencapai lebih dari 300 miliar dolar dalam satu tahun terakhir. Saudi mengalami kerugian sekitar 150 miliar dolar, di mana penurunan itu membawa dampak negatif pada anggaran negara tersebut.

 

Pasar minyak mengalami banyak pasang surut sepanjang sejarah dan mungkin sudah tiba waktunya untuk meninjau ulang peran emas hitam ini dalam ekonomi negara-negara produsen minyak dan menawarkannya sebagai sebuah produk strategis ekonomi.

Read 1474 times