Jalan Terjal Mengakhiri Kebuntuan Politik di Israel

Rate this item
(0 votes)

 

Rezim Zionis Israel menggelar pemilu dini dan pertama pada 9 April 2019. Dalam pemilu ini, Partai Likud pimpinan Benjamin Netanyahu hanya meraih satu kursi lebih banyak dari rivalnya, koalisi Biru dan Putih yang dikomandoi Benny Gantz dan berhasil menguasai 36 kursi parlemen.

Netanyahu mendapat mandat untuk membentuk kabinet baru. Ia membutuhkan 61 suara dari 120 kursi di Knesset untuk menyusun kabinet. Kubu kanan Israel secara keseluruhan memperoleh 65 kursi pada pemilu April 2019, tapi Ketua Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman menolak bekerjasama dengan Netanyahu, akhirnya parlemen membubarkan diri dan memutuskan penyelenggaraan pemilu kedua.

Pemilu kedua rezim Zionis diselenggarakan pada 17 September 2019, yang dimenangkan oleh koalisi Biru dan Putih pimpinan Benny Gantz. Kali ini Partai Likud memperoleh 32 kursi Knesset dan partai Benny Gantz 33 kursi. Namun, Netanyahu kembali menerima mandat untuk membentuk kabinet, karena kubu kanan secara total menguasai 55 kursi parlemen, sedangkan koalisi Biru dan Putih 54 kursi.

Netanyahu gagal menyusun kabinet selama periode 21 hari, dan presiden rezim Zionis menyerahkan mandat ini kepada Gantz, untuk partama kalinya dalam satu dekade terakhir di mana politisi selain Netanyahu menerima mandat pembentukan kabinet. Namun Gantz juga gagal mengumpulkan mayoritas 61 kursi untuk membentuk kabinet. Parlemen untuk kedua kalinya dibubarkan dan pemilu ketiga dijadwalkan digelar pada 2 Maret 2020.

Persoalan utama adalah bahwa pemenang pemilu tidak otomatis dapat leluasa membentuk kabinet, tapi koalisi yang mampu meraih dukungan 61 dari 120 anggota Knesset, dapat membentuk kabinet baru. Oleh karena itu, pemerintah di Israel adalah sebuah koalisi dan membentuk sebuah koalisi dalam situasi saat ini telah menjadi tantangan berat.

Pemilu ketiga Knesset dalam satu tahun terakhir dilaksanakan setelah Netanyahu dalam pemilu internal Partai Likud pada Desember 2019, dengan mudah menumbangkan rivalnya, Gideon Sa'ar dan kembali memimpin partai ini. Jika Partai Likud memenangi pemilu 2 Maret, Netanyahu akan kembali ditunjuk untuk membentuk kabinet baru Israel.

Netanyahu dan Partai Likud diunggulkan dalam beberapa jajak pendapat yang digelar menjelang pemilu. Padahal, jajak pendapat yang dilakukan jauh sebelum ini mengunggulkan koalisi Biru dan Putih, tapi survei terbaru memberikan kemenangan tipis kepada Likud dan Netanyahu.

Benny Gantz (kiri) dan Benjamin Netanyahu.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan lembaga Direct Polls, Partai Likud akan meraih 33 kursi, dan koalisi Biru dan Putih 31 kursi dalam pemilu 2 Maret ini.

Analis politik, Hussam al-Dajani dalam sebuah ulasannya menulis, “Netanyahu memiliki lima daya tawar untuk memenangi pemilu 2 Maret yaitu peresmian Kesepakatan Abad, dimulainya penyelidikan pengadilan terhadap kasus korupsi Benny Gantz yang menjadi saingan utamanya dan ini sedikit banyak akan mengurangi perhatian publik pada kasus korupsi Netanyahu, kemajuan dalam proses normalisasi hubungan dengan dunia Arab yang ditandai dengan pertemuan Netanyahu dengan Ketua Dewan Transisi Sudan Abdul Fattah al-Burhan, yang kemudian diikuti dengan keluarnya izin melintasi zona udara Sudan untuk pesawat sipil Israel untuk pertama kalinya, pembunuhan Komandan Pasukan Quds Iran Letnan Jenderal Qasem Soleimani oleh pemerintah AS, dan yang terakhir terciptanya ketenangan di perbatasan selatan yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan PBB.”

Meski demikian, kasus korupsi dan tidak adanya dukungan Lieberman akan menjadi dua tantangan berat Netanyahu untuk memenangi pemilu atau bahkan membentuk kabinet mendatang.

Kementerian Kehakiman Israel baru-baru ini menekankan bahwa sidang kasus korupsi Netanyahu akan dilaksanakan pada 17 Maret mendatang dan ia diharuskan hadir di pengadilan. Jika Netanyahu menang dalam pemilu dan sidang pengadilan tetap digelar, maka ia akan menjadi perdana menteri Zionis pertama yang menjalani sidang pengadilan saat menjabat.

Ketua Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman menekankan bahwa era Netanyahu telah berakhir dan ia harus berpamitan dengan dunia politik setelah berlangsungnya pemilu Knesset pada Maret ini.

Statemen ini menunjukkan bahwa Lieberman tetap menjadi sebuah rintangan penting bagi Netanyahu dalam upayanya menyusun kabinet baru dan bahkan jika ia kembali menerima mandat, ada kemungkinan Netanyahu akan kembali menemui kegagalan dan berlanjutnya kebuntuan politik di tanah pendudukan.

Jenderal Benny Gantz berpeluang meraih setidaknya 31 kursi parlemen pada pemilu ini berdasarkan jajak pendapat terbaru. Namun, peluangnya untuk kembali memperoleh mandat pembentukan kabinet lebih kecil dibandingkan dengan situasi politik pasca pemilu kedua Knesset pada September 2019.

Lieberman dituding melakukan korupsi oleh Netanyahu dan para pendukungnya. Partai Likud, Netanyahu, dan Gantz juga dituduh melakukan penyelewengan dana. Disebutkan bahwa Benny Gantz memimpin sebuah perusahaan yang memanipulasi informasi demi memuluskan penjualan peralatan kepada polisi Israel senilai empat juta shekel. Peralatan ini tidak terpakai dan Gantz menjabat sebagai direktur eksekutif perusahaan ketika kasus penipuan ini terjadi.

Ilustrasi kejahatan rezim Zionis terhadap warga Palestina di Gaza.
Meskipun jaksa Israel menegaskan bahwa Gantz tidak terlibat dalam transaksi tersebut dan ia bukan terdakwa, namun Partai Likud dan Netanyahu memanfaatkan kasus ini untuk menyerang Gantz dan membuat publik Israel ragu-garu untuk mendukung mantan jenderal rezim Zionis ini.

Gantz juga tetap menjadi sasaran kritik dari Lieberman. Dalam sebuah pernyataan terbaru, dia menyebut Gantz sebagai pribadi yang lemah dan tidak memiliki sikap yang tegas dalam banyak masalah penting. Lieberman diperkirakan tidak akan bergabung jika Gantz menerima mandat untuk membentuk kabinet.

Setelah pelaksanaan pemilu September 2019, sebagian anggota Daftar Gabungan Arab menyatakan mendukung Benny Gantz sebagai perdana menteri, tapi kali ini kubu Arab di tanah pendudukan sepertinya tidak akan mendukung Gantz dan juga Netanyahu.

Anggota Arab Knesset dan Ketua Daftar Gabungan Arab, Ayman Odeh mengatakan partainya tidak akan bekerjasama dengan pemerintah yang melakukan serangan ke Gaza.

“Netanyahu tetap melancarkan serangan ke Jalur Gaza,  dan Gantz menyerukan aneksasi tanah Palestina ke dalam wilayah kekuasaan Israel. Oleh karena itu, Daftar Gabungan Arab tidak akan mendukung kandidat mana pun untuk pembentukan kabinet baru,” tegasnya.

Jadi, dapat dikatakan bahwa kebuntuan politik di tanah pendudukan tidak akan berakhir bahkan dengan penyelenggaraan pemilu ketiga Knesset sekali pun.

Read 605 times