Islamophobia di Barat (9)

Rate this item
(0 votes)
Islamophobia di Barat (9)

 

Waktu shalat sudah tiba, tetapi Raja Miah, seorang imam di sebuah masjid Raval di kota Barcelona, sadar bahwa jumlah jemaah yang akan datang tidak sebanyak seperti di masa lalu.

Serangan kembar di Barcelona dan Cambrils (Spanyol) yang diklaim dilakukan oleh Daesh, membuat masyarakat Muslim Barcelona khawatir akan serangan balasan anti-Islam.

"Orang-orang sangat ketakutan," kata Miah (23 tahun) sambil duduk di sebuah ruangan kecil di masjid Raval, tak jauh dari sekelompok anak yang sedang mengaji pada 19 Agustus 2017.

"Orang-orang sangat takut sehingga mereka enggan keluar rumah. Sangat sedikit orang yang pergi untuk shalat. Biasanya ada sekitar 40 orang, tadi malam tak sampai 15 orang dan tadi pagi hanya 10 orang," kata Miah, yang hijrah ke Barcelona dari Bangladesh sembilan tahun lalu.

Seperti itulah suasana yang menyelimuti Barcelona pasca serangan teroris pada 17 Agustus 2017. Sama seperti kasus-kasus lain di Eropa, orang-orang Muslim dianggap sebagai terduga serangan teror.

Sayap kanan ekstrim memanfaatkan iklim sentimen anti-Muslim di Eropa dan kemudian menyerang orang Muslim dan pusat-pusat kegiatan umat Islam. Masjid Seville Foundation menjadi sasaran serangan rasis pada 19 Agustus menyusul teror Barcelona. Dinding masjid dicoret-coret dengan kata-kata anti-Muslim dan anti-imigran dari Afrika Utara. Salah satu bunyi kalimat rasis itu adalah "Pembunuh, Anda akan membayarnya."

Pada saat yang sama, sekelompok kanan ekstrim menyerang dan membakar sebuah masjid di kota Granada. Perempuan dan anak-anak berlarian keluar masjid untuk menyelamatkan diri.

Kelompok rasis mendatangi masjid tersebut sambil membentangkan spanduk dengan tulisan, "Siapa pun yang mendanai masjid ini, mendukung terorisme." Juru bicara masjid, Jalid Nieto mengatakan dia telah melaporkan kelompok itu ke polisi, dan menyebutnya sebagai kejahatan kebencian.

"Mereka memanfaatkan serangan teror Barcelona, yang membuat masyarakat Muslim berduka, untuk mengkampanyekan pemikiran rasisnya. Warga harus mengerti bahwa umat Islam, sama seperti orang lain, dapat menjadi korban ketidakadilan kelompok-kelompok teroris," tambahnya.

Situs NBC News Amerika menulis, "Para analis khawatir bahwa banyak warga Muslim yang tinggal di kota tersebut akan menghadapi situasi yang lebih sulit."

Direktur El Mirador dels Immigrants Spanyol, Javid Mughal mengakui peran komunitas dalam mencegah serangan ekstremis, dan juga memperingatkan xenofobia sebagai dampak dari serangan 17 Agustus.

"Hanya karena seseorang di Catalonia melakukan kejahatan, bukan berarti semua orang di wilayah itu bertanggung jawab," katanya.

Akan tetapi, banyak pihak di Barat mencari kesempatan untuk menyebarkan Islamophobia dan memprovokasi sentimen anti-Muslim di tengah warga Eropa. Salah satu pendukung gerakan rasis ini adalah Ketua Rabbi Yahudi Barcelona, Meir Bar-Hen.

"Warga Yahudi Barcelona akan binasa, karena penguasa Spanyol tidak mau melawan Islam radikal," ujarnya. Rabbi ini juga mendorong orang-orang Yahudi untuk bermigrasi ke tanah pendudukan Palestina.

Meir Bar-Hen mendorong komunitas Yahudi untuk melarikan diri dari Spanyol, yang disebutnya sebagai "pusat teror Islam untuk seluruh Eropa." Dia bahkan meminta para pengikutnya untuk membeli properti di Palestina dan tidak mengulangi kesalahan orang-orang Yahudi Aljazair dan Yahudi Venezuela.

"Saya memberi tahu para jemaat saya, jangan mengira kita ada di sini untuk selamanya. Dan saya mendorong mereka untuk membeli properti di "Israel." Tempat ini hilang. Jangan ulangi kesalahan orang Yahudi Aljazair dan orang Yahudi Venezuela. Lebih baik [keluar] lebih awal daripada terlambat," ujarnya.

Bar-Hen mengatakan serangan tersebut telah mengungkap kehadiran "pinggiran radikal" di tengah komunitas Muslim, dan masalah ini berlaku untuk seluruh Eropa. "Eropa telah kalah," katanya.

Sebenarnya, Rabbi Bar-Hen ingin membenturkan masyarakat Eropa dengan orang-orang Muslim. Ia bahkan menuding Islam sebagai agama teror, padahal rezim Zionis adalah salah satu sumber penyebaran terorisme dan kekerasan di Timur Tengah dan dunia.

Secara prinsip, pendudukan tanah Palestina dan pembentukan rezim penjajah Israel dilakukan oleh kelompok kanan ekstrim dan rasis Yahudi. Israel sampai hari ini adalah sebuah rezim rasis. Rezim ini dibangun atas ideologi Apartheid dan rasisme.

Saat ini, hubungan erat terjalin antara kelompok takfiri dan teroris terutama Daesh dengan rezim Zionis Israel. Bagi umat Islam, Israel adalah musuh nomor satu dan penjajah yang merampas dan menduduki kiblat pertama mereka. Namun, bagi kelompok teroris, Israel bukan hanya tidak dianggap musuh, tetapi berdasarkan sejumlah dokumen, ada hubungan erat antara Daesh dan rezim Zionis.

Dua tahun lalu, sejumlah dokumen mengungkap tentang upaya Israel untuk mempersenjatai para teroris di Suriah serta dukungan luas Arab Saudi dan Qatar kepada mereka. Dokumen ini dibocorkan oleh sekelompok hacker yang menyerang situs kantor-kantor penting rezim Israel.

Para hacker Anonymous berhasil membobol komputer sejumlah pegawai keamanan rezim Zionis dan salah satunya milik Mendi Safadi, pegawai kantor PM Israel yang fokus untuk masalah Suriah.

Dari data yang diperoleh, Mendi Safadi membangun hubungan dengan para antek Israel di Suriah, Lebanon, Arab Saudi, Qatar, Yordania, dan tanah pendudukan Palestina untuk menyalurkan bantuan militer, finansial, dan intelijen kepada kelompok teroris, khususnya Daesh dan Front al-Nusra.

Para teroris yang terluka di Suriah juga dibawa ke Israel untuk menerima perawatan medis. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan membesuk salah satu teroris yang dirawat di Israel. Oleh karena itu, teroris yang melakukan kejahatan atas nama Islam, tidak pernah menganggap rezim Zionis sebagai musuhnya.

Tindakan teror yang dilakukan atas nama Islam di Eropa juga mengejar satu tujuan yaitu merusak citra Islam sebagai agama penyeru perdamaian dan keadilan.

Salah satu pihak yang mengambil keuntungan dari kampanye Islamophobia adalah rezim Zionis Israel dengan tujuan menutupi kejahatannya di tanah Palestina. Israel sangat diuntungkan atas pembantaian dan penghancuran Suriah dan Irak oleh kelompok teroris takfiri. Para teroris ingin melemahkan kubu perlawanan yang menentang keberadaan rezim Zionis.

Kelompok teroris takfiri khususnya Daesh belum pernah melepaskan satu butir peluru pun ke arah Israel. Serangan mereka juga tidak pernah menyasar orang-orang Zionis. Semua ini merupakan bukti atas hubungan teroris takfiri dengan rezim Zionis untuk merusak citra Islam.

Setelah serangan teror Barcelona, warga Muslim Spanyol melakukan aksi solidaritas dengan para korban dan mengecam tindakan terorisme. Mereka menyatakan Muslim sendiri telah menjadi korban utama kejahatan teroris dan jangan memandang orang-orang Muslim sebagai terduga. 

Read 574 times