Apakah Ideologi Taliban Berubah ?

Rate this item
(0 votes)
Apakah Ideologi Taliban Berubah ?

 

8 Agustus 1998 menduduki kota Mazar Sharif dan menyerang konsulat Republik Islam Iran. Aksi brutal tersebut menewaskan 10 diplomat Iran. Awalnya dilaporkan delapan diplomat Iran terbunuh. Tak lama kemudian dilaporkan kematian dua diplomat lainnya.

Republik Islam Iran menyebut Taliban bertanggung jawab atas kematian para diplomat tersebut, tapi Taliban saat itu mengklaim pembunuhan ini dilakukan oleh "Pasukan Sewenang-wenang". Ada berita lain yang menyebutkan pembunuhan tersebut dilakukan pasukan Sipah-e-Sahaba (sebuah kelompok Sunni ekstrim Pakistan). Bagaimana pun juga delegasi Taliban di Tehran saat jumpa pers menepis keterlibatannya di pembunuhan para diplomat Iran di Mazar Sharif tahun 1998.

Setelah lebih dari dua dekade dari peristiwa ini, sampai kini masih belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas pembunuhan diplomat dan wartawan Iran di Mazar Sharif, kelompok sewenang-wenag atau tim dengan misi khusus.

Hari ini, 23 tahun dari peristiwa ini berlalu, ketika Taliban di Afghanistan kian kuat dan selama satu bulan terakhir merebut lebih dari 60 kota di negara ini, serta sampai ke perbatasan Iran, Tajikistan, Cina dan Uzbekistan, ada pertanyaan yang muncul di tengah rakyat Afghanistan dan negara tetangga, apakah Taliban benar-benar berubah? Apakah dari segi ideologi, Taliban melakukan perubahan di prinsip mendasarnya ? Apakah Taliban seperti yang diklaim, tidak terlibat di pembunuhan diplomat Iran dan insiden ini dilakukan oleh kelompok sewenang-wenang ? Apakah kali ini kelompok sewenang-wenang tidak berada di tengah milisi ini ? Apakah Taliban telah menjauhkan diri dari hegemoni dan ideologi keras serta ekstrim Wahabi ?

Taliban saat ini bersikeras bahwa kami memiliki perbedaan mendasar dengan Taliban di masa lalu dan pemerintahan mereka saat ini berbeda dengan sebelumnya. Tapi jelas bahwa Taliban ingin menguasai Afghanistan, dan memaksa pihak serta agama lain untuk menerima hegemoni mutlaknya. Dan ini sebenarnya bukan "totaliterisme" jenis baru dari kelompok ini, yang, jika mendominasi Afghanistan, pasti akan mengangkat senjata untuk membungkam orang lain dan mengabaikan janji-janjinya saat ini.

Jatuhnya sejumlah kota di Afghanistan ke tangan Taliban menjadi topik pembicaraan luas di tingkat regional dan internasional, termasuk Iran. Pertanyaan utama adalah apa nasib Afghanistan akibat transformasi saat ini ? Dan apakah setelah kondisi ini akan terbentuk sebuah pemerintaha agama yang kuat ?

Sepertinya selama beberapa bulan terkahir, banyak delegasi Taliban yang berkunjung ke Iran dan negara tetangga dan berusaha menjanjikan kepada negara-negara ini bahwa Taliban mulai melepas pandangan kerasnya di masa lalu dan kali ini akan tampil dengan wajah baru di Afghanistan.

Namun demikian ada sejumlah alasan yang meragukan klaim Taliban ini:

Pertama, penekanan Taliban akan pemerintahan khilafah Islami meski telah digelar sejumlah periode perundingan, ini menunjukkan bahwa milisi ini tidak mengubah prinsip utamanya dan masih tidak menganggap wacana seperti demokrasi, pemilu dan kesamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Tak hanya itu, konstitusi Afghanistan juga tak penting bagi mereka. Dari kata Imarah al-Islamiyah, menunjukkan bahwa mereka menghendaki bentuk imarah bukan republik, di mana di sistem imarah tidak ada tempat bagi suara rakyat dan pemilu.

Menurut Zohrevand, mantan dubes Iran untuk Afghanistan dan juga pengamat Asia Barat, "Faktanya adalah meski Taliban dari sisi wacana politik berubah, tapi harus diakui bahwa dari sisi ideologi masih tetap tidak berubah. Artinya dari sisi pandangan menekankan khilafah, tapi di wacana barunya menyatakan "Imarah" dan ini bentuk pandangan yang dipelajari dari Pakistan. Alasan utama yang dapat dikemukakan dalam hal ini adalah bahwa tujuan Taliban adalah semacam desensitisasi itu sendiri. Karena jika mereka masih tetap menegaskan khilfah, maka milisi ini akan mendapat penentangan luas seperti Daesh. Dengan demikian selama mereka belum meraih tujuannya, maka milisi ini menekankan wacana imarah. Buktinya adalah penjelasan jubir Taliban yang secara mendalam menepos ide khilafah, tapi di ucapan pendeknya dan secara tersirat ia mengisyaratkan imarah dan jika terus dikejar dengan pertanyaan, maka akan dengan mudah dipahami esensinya."

Kedua, eskalasi pembantian pengikut Syiah dan orang-orang yang memiliki keyakinan khusus di Kabul dan Afghanistan terjadi tepat ketika perang di negara ini semakin memuncak. Selain itu, pembantaian dan ledakan bom yang menarget kaum Syiah di Afghanistan meningkat drastis di saat perundingan. Aksi pengeboman di wilayah barat Kabul dan pembunuhan perempuan serta anak-anak Syiah di sekolah dan masjid serta pusat kebudayaan menjadi saksi klaim ini.

Meski di luarnya kelompok tak dikenal seperti Daesh dan lainnya mengaku bertanggung jawab atas serangan ini, atau sekelompok lainnya menolak bertanggung jawab, tapi mengingat catatan Taliban di pembantaian terhadap pengikut Syiah serta kehadiran pasukan sewenang-wenang di milisi ini, masih terbuka prasangka bahwa serangan tersebut dilakukan oleh milisi Taliban dengan harapan pemerintah Taliban ditekan dan tidak kehilangan dukungan pasukan sewenang-wenang ini di masa mendatang.

Ketiga, berlanjutnya ketergantungan Taliban dari sisi ideologi kepada Arab Saudi dan sekolah agama di Pakistan yang diawasi sejumlah negara Arab, dan sampai kini belum ada alasan untuk menghapus ketergantungan ini.

Hal ini didukung oleh aksi demo Taliban Pakistan dalam beberapa hari lalu di berbagai kota seperti Peshavar dalam mendukung Taliban Afghanistan. Taliban Pakistan yang dijuga disebut "Pasukan Sewenang-wenang" Taliban saat ini hadir di barisan Taliban Afghanistan dan menurut sejumlah laporan, selama beberapa hari lalu, banyak santri sekolah Pakistan bergabung dengan barisan Taliban Afghanistan seiring dengan eskalasi serangan milisi ini dan penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan.

Taliban meski di luarnya menunjukkan independen dari Pakistan dan ideologi sekolah ini, tapi faktanya adalah sampai saat ini pengaruh sekolah tersebut dan ideologinya tetap menguasai milisi Afghanistan ini. Ini tanda bahaya bukan saja bagi Syiah dan seluruh minoritas Afghanistan, tapi juga bagi Pakistan sendiri. Seperti selama beberapa pekan lalu, sejumlah pemimpin Taliban dan kelompok garis keras di bawah TTP, memulai gerakan mereka di negara ini. Hal menjadi kendala serius bagi negara seperti Pakistan yang berusaha menunjukkan diri sebagai negara aman bagi investor dan turis.

Meski petinggi Pakistan juga menegaskan bahwa kali ini Taliban yang telah berubah akan berkuasa di Afghanistan, tapi mengingat alasan yang telah disebutkan di atas, para pengamat meragukan klaim ini. Seperti klaim Pakistan terkait Taliban senantiasa kontroversial dan ketika Taliban melakukan aksi tak pantas, Pakistan menyebut milisi ini tidak dapat dikontrol.

Kesimpulannya, jika kita menengok identitas Taliban yang dikecam di tingkat internasional karena interpretasi dan pelaksaaan hukum Islam dengan keras yang berujung pada perilaku sadis terhadap banyak warga Afghanistan, serta senantiasa dikecam sebagai kelompok teroris karena membantai warga sipil Afghanistan, dan meksi saat ini mengklaim telah berubah, tapi mengingat alasan di atas, rakyat Afghanistan mulai meragukan klaim milisi tersebut.

Tapi tak dapat diabaikan saham Amerika di kasus penderitaan dan berlanjutnya friksi internal di Afghanistan. Dan kini pertanyaan mendasar adalah apa hal-hal tersembunyi di konflik etnis yang saat ini membayangi Afghanistan akibat perundingan Doha? Dan rakyat Afghanistan sampai kapan harus menjadi korban permainan politik dan agama kekuatan asing di Afghanistan.

Read 504 times