Siapa yang Keruk Keuntungan dari Peristiwa 11 September ?

Rate this item
(0 votes)
Siapa yang Keruk Keuntungan dari Peristiwa 11 September ?

 

Pihak manakah yang diuntungkan dari peristiwa serangan teroris 11 September 2001? Salah satunya adalah industri produsen senjata global.

Riset yang dilakukan Watson Institute for International and Public Affairs di Brown University menunjukkan sebagian dari total anggaran Pentagon sebesar 14 triliun dolar antara tahun 2001 dan 2020 digelontorkan kepada korporasi produsen senjata global yang mencapai 4,4 triliun dolar.

Amerika Serikat meningkatkan pengeluaran militernya secara tajam sejak serangan teroris 11 September 2001, dengan dalih perang global melawan terorisme, serta mendanai invasi militer di Afghanistan dan Irak.

Setahun setelah peristiwa 11 September, anggaran Pentagon meningkat 10 persen. Tren ini terus berlanjut di tahun-tahun mendatang dengan peningkatan menjadi $ 738 miliar pada tahun fiskal 2021.

Dua puluh tahun setelah peristiwa 11 September, perusahaan senjata AS termasuk Lockheed Martin, Boeing, General Dynamics, Raytheon dan Northrop Grumman mengeruk pendapatan 4,4 triliun dolar melalui penandatanganan beberapa kontrak dengan Pentagon. Pada saat yang sama, kontraktor AS dan Barat yang telah berada di Afghanistan dan Irak selama 20 tahun terakhir telah menerima porsi yang signifikan dari anggaran Pentagon.

Amerika Serikat mengklaim telah menghabiskan miliaran dolar untuk membangun kembali Afghanistan selama 20 tahun terakhir. Tetapi banyak dari uang itu telah terbuang percuma. Menurut statistik terbaru, sebanyak 22.562 kontraktor hadir di Afghanistan.

Berdasarkan sebuah laporan yang dirilis oleh Inspektur Jenderal Pemerintah AS untuk Rekonstruksi Afghanistan, John F. Sopko pada Maret 2021, Amerika Serikat telah menghabiskan miliaran dolar di Afghanistan untuk bangunan dan kendaraan yang telah ditinggalkan atau dihancurkan. 

Pada tahun-tahun sebelumnya, Sopko melaporkan penggelapan jutaan dolar oleh lembaga pemerintah AS seperti Pentagon, Departemen Luar Negeri, serta NATO di Afghanistan, terutama dalam proyek militer AS di negara itu oleh para kontraktornya.

Pada tahun 2011, Komisi Kontrak Perang di Irak dan Afghanistan memperkirakan bahwa pemborosan, penipuan, dan penyalahgunaan jabatan di bidang ini  merugikan pemerintah AS senilai sekitar 31 miliar hingga 60 miliar dolar.

Watson Institute for Public Affairs and International Affairs juga melaporkan pada pertengahan Agustus 2021 bahwa biaya perang pimpinan AS di Afghanistan, yang dimulai pada musim gugur 2001 dan berakhir pada 31 Agustus 2021 mencapai 2,26 triliun dolar.

Selama masa kepresidenan George W. Bush, Amerika Serikat menginvasi dan menduduki Afghanistan setelah peristiwa 11 September, dengan dalih perang global melawan terorisme dan penggulingan pemerintah Taliban, yang dituduh berkolaborasi dengan al-Qaeda. Pada puncak pendudukan di tahun 2011, jumlah pasukan AS dan NATO di negara itu mencapai lebih dari 140.000 orang.

Tampaknya, korporasi industri militer raksasa AS menggunakan isu perang melawan terorisme untuk mengembangkan senjata baru dan menjualnya ke Pentagon dalam operasi militer di Afghanistan dan Irak.

Sebuah contoh yang jelas dari masalah ini adalah desain, produksi dan pengoperasian ribuan kapal penyapu ranjau dan kendaraan lapis baja penyergapan yang disebut "MRAP" oleh perusahaan-perusahaan AS untuk digunakan pasukan AS di Afghanistan dan Irak.

Kini, pemerintah AS mengklaim berakhirnya perang di Afghanistan dan kesiapan untuk menarik diri dari Irak, Militerisasi lebih lanjut untuk tahun fiskal 2022 telah meningkatkan anggaran militer AS untuk kepentingan kompleks industri militer.

Ro Khanna, anggota DPR AS dari partia Demokrat mengatakan, "Kita perlu membuat perubahan mendasar dalam cara kita mengatasi masalah keamanan nasional dan berinvestasi dalam aksi perubahan iklim dan menanggapi epidemi Corona. Ini adalah masalah yang memberi orang Amerika keamanan lebih dari menghabiskan miliaran untuk senjata mematikan,".

Read 549 times