Peringatan Hari Nakba ke-74 dan Tantangan Rezim Ilegal Israel

Rate this item
(0 votes)
Peringatan Hari Nakba ke-74 dan Tantangan Rezim Ilegal Israel

 

74 tahun berlalu dari Hari Nakba. Rezim Zionis Israel di peringatak ke-74 Hari Nakba menghadapi segudang kendala dan tantangan.

15 Mei bagi bangsa Palestina dikenang sebagai Hari Nakba atau hari nestapa, sementara bagi Israel adalah hari pembentukan rezim ilegal. Hari ini adalah simbol pengusiran paksa warga Palestina oleh Zionis. Nakba dalam bahasa Arab memiliki arti musibah dan nestapa. Bangsa Palestina mengenang Hari Nakba ketika mereka mengalami peristiwa tragis menyususl pendudukan tanah air mereka. Pada 15 Mei 1948 terjadi sebuah peristiwa tragis di Palestina dan hari ini dikenang sebagai Hari Nakba. Menurut bangsa Palestina, hari ini mengingatkan hari-hari pahit, yakni pendudukan tanah air, perampasan tanah mereka serta gelombang pertama arus pengungsiaan dan pengusiran paksa lebih dari 800 ribu warga Palestina dari rumah dan tempat tinggal mereka.

Selama beberapa tahun terakhir, rezim Zionis Israel dengan bantuan pemerintah Amerika melakukan banyak upaya, di bawah bayang-bayang normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab, selain keluar dari keterkucilan politik di Asia barat, juga meningkatkan keamanannya dan menghapus Palestina dari pusat transformasi dunia Arab khususnya, dan dunia Islam secara umum. Menghidupkan hubungan dengan Turki dan kungjungan diplomat Israel ke negara-negara Arab serta Turki juga dimaksudkan untuk kebijakan ini. Berbagai pertemuan dengan melibatkan pejabat Arab juga digelar di bumi Palestina pendudukan.

Meski demikian, langkah seperti ini bukan sajat tidak membawa keamanan bagi rezim Zionis, bahkan meningkatkan konfrontasi dan bentrokan antara warga Palestina dan Zionis. Palestina setelah menyaksikan transformasi ini sampai pada kesimpulan bahwa pertahanan bukan bukan sebuah wacana yang dijamin oleh negara lain, tapi mereka sendiri harus bangkit untuk membela diri.

Faktanya, bangsa Palestina selain putus asa dari berbagai organisasi internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), juga merasa pesimis dari negara Arab serta ketidakpuasan kepada pemerintah Otorita Ramallah, kini menempatkan prinsip membela diri sendiri di pendekatan mereka. Dengan demikian, menyusul operasi mati syahid atau operasi individu Palestina, Hari Nakba tahun ini memiliki korban besar bagi rezim Zionis dan menguak kerentanan rezim Tel Aviv.

Operasi indivudu Palestina menjadi sebuah tantangan dan kendala besar serta utama bagi Zionis. Kurang dari dua bulan terakhir terjadi lima operasi individu yang menewaskan 18 Zionis, dan melukai puluhan lainnya. Operasi muqawama bangsa Palestina selama beberapa pekan terakhir mayoritasnya terjadi di bumi pendudukan 1948, di mana peristiwa ini bagi lingkaran keamanan rezim Zionis belum pernah terjadi sebelumnya.

Pada 20 Maret di sebuah operasi yang dilakukan Mohammed Abu al-Kiyan, warga Negev dengan menggunakan senjata tajam, empat warga Zionis tewas. Pada 27 Maret, Ayman Aghbariyeh dan Ibrahim Aghbariyeh menewaskan dua perwira perbatasan Zionis di distrik al-Khadira. Pada 29 Maret, Diya Hamarshe, warga Jenin di operasinya di Distrik Banei Brak menewaskan lima Zionis.

Pada 7 April 2022, operasi mati syahid Rad Hazem, warga Jenin berhasil menewaskan tiga Zionis di Tel Aviv. Pada 29 April, di sebuah operasi yang digelar di distrik Zionis di Tepi Barat, seorang tentara Zionis tewas. Pada 5 Mei sebuah operasi di Distrik El'ad di dekat Tel Aviv, tiga Zionis tewas dan 10 orang lainnya terluka.

Ada beberapa poin strategis dalam operasi ini yang menjadi lebih penting pada peringatan Hari Nakba ke-74. Yang pertama adalah bahwa setidaknya tiga dari operasi ini dilakukan oleh orang Arab yang tinggal di wilayah pendudukan. Kebijakan yang sangat diskriminatif dari rezim Zionis dan perilaku kekerasan Zionis terhadap penduduk Arab di wilayah pendudukan, serta kekerasan rezim anti-Palestina ini, menyebabkan orang-orang Arab yang tinggal di wilayah pendudukan bertindak dalam solidaritas dengan warga Palestina menentang pendudukan dan kejahatan rezim pendudukan. Dengan kata lain, keamanan rezim Zionis terancam dari dalam dan oleh penduduk wilayah pendudukan.

Kedua; Ketidakmampuan dinas intelijen dan keamanan rezim Zionis untuk menangani operasi ini terbukti. Pasukan keamanan Israel belum bisa menangkap pelaku operasi El'ad. Memang; Operasi Al-Mazira, nama Palestina untuk daerah El'ad dekat Tel Aviv, merupakan pukulan berat bagi rezim Zionis. Operasi tersebut menunjukkan kegagalan organisasi keamanan rezim Zionis untuk mencegah operasi dan menangkap pelakunya.

Operasi warga Palestina di El'ad, dekat Tel Aviv
Ketiga; operasi ini khususnya operasi El'ad telah mengubah peringatan Hari Nakba menjadi acara duka. Nir Orbach, ketua fraksi Yamina di Knesset terkait hal ini mengatakan, "Hari yang seharusnya kita berbangga, berakhir dengan rasa sakti dan penderitaan besar, kita tidak boleh merasa kalah."

Keempat; Akibat dari operasi-operasi ini, yang sangat sulit dicegah karena sifat dari operasi-operasi tersebut, perdamaian komunitas Zionis telah hancur. Menteri Luar Negeri Zionis Yair Lapid juga mengatakan bahwa salah satu konsekuensi dari operasi tersebut adalah hilangnya kedamaian komunitas Zionis dalam sekejap. Hal ini menyebabkan migrasi terbalik dari wilayah pendudukan sebagai luka lama Zionis yang kembali terbuka di wilayah pendudukan. Faktanya, elemen stabilitas keamanan Israel telah menjadi elemen paling penting dan menonjol bagi imigran Yahudi potensial dari seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir, tetapi fitur penting ini telah memudar dalam beberapa tahun terakhir dan sekarang setelah operasi individu Palestina berturut-turut di dalam wilayah pendudukan.

Kelima; Operasi individu ini menunjukkan bahwa rakyat Palestina tidak melepaskan hak-hak mereka, terutama terhadap Masjid al-Aqsha. Berbagai faksi Palestina telah berulang kali memperingatkan bahwa Masjid al-Aqsa adalah garis merah mereka dan bahwa mereka akan melawan agresi apa pun terhadap tempat suci ini. Dapat dikatakan bahwa peristiwa yang terjadi di kancah Palestina baru-baru ini menjanjikan masa depan yang menjanjikan dan sekaligus menunjukkan bahwa isu Palestina belum menjadi isu marginal dan telah dikembalikan oleh bangsa Palestina sendiri kembali ke jantung transformasi dunia Islam.

Selain itu, operasi individu Palestina menimbulkan tantangan penting lain bagi rezim Zionis Israel. Dijadwalkan Pemimpin Katolik Dunia, Paus Franciscus akan berkunjung ke bumi pendudukan bulan depan, tapi berlanjutnya instabilitas di wilayah pendudukan memicu potensi kuat pembatalan kunjungan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah pendudukan menghadapi krisis keamanan, dan gambar yang dirilis dari pertemuan Zionis dengan pejabat Arab kian menguak citra instabilitas luas di bumi pendudukan.

Isu lain adalah operasi individu rakyat Palestina di bumi pendudukan menjadi pukulan berat bagi kabinet putar Naftali Bennett-Yair Lapid. Kabinet ini dibentuk dengan mayoritas yang rentan dan terdiri dari berbagai partai yang kontradiktif, tengah menghadapi keruntuhan dengan keluarnya sejumlah anggota koalisi dan berpotensi kuat bubar dengan operasi individu rakyat Palestina.

PM Israel Naftali Bennett
Sejumlah sumber yang dekat dengan Naftali Bennett, perdana menteri Israel, memprediksikan bahwa kabinet Bennett akan bubar dalam tempo satu bulan mendatang. Koran Maariv berbahasa Ibrani menulis bahwa tiga anggota Partai Yamina berencana keluar dari partai ini dan membentuk sebuah fraksi baru di parlemen. Aliansi Joint List Arab mengancam akan keluar dari kabinet menyusul eskalasi kekerasan kabinet Zionis. Potensi bubarnya kabinet rezim Zionis sama halnya dengan rezim ilegal ini memasuki babak baru kebuntuan dan instabilitas politik.

Read 405 times