Perang Ukraina dan Proyek Pembangunan Distrik Zionis di Bumi Palestina

Rate this item
(0 votes)
Perang Ukraina dan Proyek Pembangunan Distrik Zionis di Bumi Palestina

 

Rezim Zionis Israel dua hari setelah operasi pembantaian Reporter Aljazeera, Shireen Abu Akleh, meratifikasi proyek baru pembangunan distrik Zionis di Tepi Barat lebih dari 4000 unit rumah.

Faktanya, teror Abu Akleh bukan saja balas dendam atas kekalahan sebelumnya di berbagai operasi warga Palestina di bumi pendudukan 1948 (Israel), termasuk di Tel Aviv, tapi sepertinya hal ini dimaksudkan untuk mengintimidasi media yang terus merefleksikan kebijakan rezim ini baik di bidang pelanggaran  berulang terhadap Masjid al-Aqsa, atau berlanjutnya pendekatan perubahan geografi dan demografi di bumi pendudukan dalam bentuk distrik Zionis.

Proyek distrik Zionis bertentangan dengan judul menipu, dianggap sebagai pendudukan dalam pendudukan, dan bukannya memberikan wilayah pendudukan tahun 1967 kepada Palestina sesuai dengan resolusi berulang Dewan Keamanan PBB untuk membentuk negara Palestina terbatas, dan sebaliknya rezim ini mencaploknya ke wilayah pendudukan tahun 1948 dikenal sebagai Israel, dan pada tahap pertama pemukiman ini dibangun di wilayah Palestina dan pada langkah berikutnya dianeksasi ke wilayah pendudukan 1948. Sejak pengumuman eksistensi rezim Zionis pada tahun 1948, rezim selalu mengalami kekurangannya kedalaman strategis karena keterbatasan teritorialnya.

Oleh karena itu, dalam merancang strategi keamanannya, rezim Zionis telah mengambil langkah untuk menemukan cara untuk mengimbangi kelemahan ini, dan pengembangan distrik Zionis akhirnya diadopsi dan diupayakan sebagai strategi utama di bidang ini. Isunya tidak terbatas pada masalah ini, tetapi rezim Zionis, dengan melanjutkan penyelesaian atau menerapkan strategi pendudukan merayap, ingin mengubah sisa tanah Palestina di Tepi Barat menjadi pulau-pulau yang terpisah dan menghilangkan kemungkinan membentuk wilayah kecil, sehingga dapat menghilangkan integritas teritorial Palestina dan mencegah pembentukan negara kecil Palestina.

Selain itu, perampasan sumber daya air dikejar sebagai tujuan pemukiman kolonial lainnya. Sebagian besar pemukiman ini dibangun tepat di daerah subur dan kaya air, dan akses orang Palestina ke sumber daya vital dan air mereka terhalang. Cekungan air meliputi: cekungan barat, cekungan timur laut, cekungan timur, cekungan bawah tanah pesisir dan cekungan Al-Karmal. Cekungan barat dimulai dari wilayah barat provinsi Jenin dan berlanjut ke wilayah barat daya provinsi Hebron. Cekungan timur laut mencakup hampir semua perairan yang mengalir dari provinsi Nablus, Jenin dan Tubas ke utara dan timur laut.

Sementara cekungan timur berada dalam lingkungan penuh Tepi Barat dan mencakup seluruh air yang mengalir dari wilayah utara Provinsi Jenin, Tubas, Nablus, Ramallah, Jerusalem hingga wilayah terjauh di selatan Provinsi al-Khalil (Hebron) dan mengalir ke arah timur. Cekungan air bawah tanah pantai memanjang dari selatan Haifa hingga Negev, dan mayoritasnya berada di wilayah Mesir. Cekungan al-Karamal mencakum seluruh wilayah pegunungan Karmal dan Haifa yang berlanjut hingga ke dataran Marj ibn Amir.

Tujuan lain yang ingin diraih rezim Zionis dengan kedok proyek distrik Zionis adalah menguasai total kota Baitul Maqdis dan memisahkannya dari wilayah Tepi Barat melalui proyek Baitul Maqdis Raya yang mencakup seperempat total wilayah Tepi Barat. Melalui metode ini, akan terbuka bagi Zionis radikial merealisasikan mimpinya untuk membangun kuil Sulaiman di atas Masjid al-Aqsa dan menghancurkan bangunan suci umat Islam ini.

Tidak ada keraguan bahwa pembangunan pemukiman Zionis merupakan pelanggaran terhadap semua hukum internasional dan resolusi PBB, dan merupakan contoh yang jelas dari kejahatan perang di bawah Konvensi Jenewa. Piagam Jenewa Keempat tahun 1949 mencantumkan daftar panjang larangan terhadap pasukan pendudukan, termasuk pelarangan penempatan penduduk penjajah di wilayah pendudukan.

Banyak hukum internasional, termasuk resolusi Dewan Keamanan atau Majelis Umum PBB, telah melarang permukiman Zionis di Yerusalem, Tepi Barat, dan seluruh wilayah Palestina yang diduduki, serta menyerukan diakhirinya proses ini dan penghancuran permukiman ilegal Zionis. Resolusi Dewan Keamanan PBB no 465 tahun 1980 menyerukan diakhirinya dan pembongkaran distrik Zionis di wilayah pendudukan. Resolusi 446, 452, 252 dan beberapa resolusi serupa lainnya semuanya memiliki ketentuan serupa.

Namun demikian, sampai saat ini, bukan saja belum ada langkah efektif dan praktis dari negara-negara Barat untuk melawan kebijakan penjajah Zionis, bahkan berdasarkan laporan berbagai organisasi kemasyarakatan bahwa lebih dari 670 lembaga finansial Eropa selama tahun 2018 hingga 2021 terlibat dalam transaksi perusahaan di proyek pembangunan distrik Zionis di wilayah pendudukan.

Laporan tersebut, disiapkan oleh 25 organisasi dan institusi Palestina, regional dan Eropa, dan dengan pengantar oleh Michael Lynk, Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Palestina, meminta perusahaan-perusahaan Eropa untuk menghentikan semua investasi dan transaksi keuangan yang berkaitan dengan distrik Zionis, karena dianggap tidak sah dan ilegal menurut hukum internasional. Temuan penelitian menunjukkan transaksi keuangan senilai 255 miliar dolar (€ 218 miliar) baik secara langsung atau tidak, antara sejumlah lembaga finansial Eropa termasuk bank dan perusahaan asuransi, dan sejumlah perusahaan yang terlibat di proyek pembangunan distrik Zionis.

Pinjaman, membeli saham dan obligasi adalah beberapa transaksi keuangan antara perusahaan konstruksi dan beberapa lembaga keuangan Eropa, beberapa di antaranya disebutkan dalam laporan, seperti bank Perancis dan Jerman BNP Paribas dan Deutsche Bank.

Perang Ukraina dan pemindahan imigran Yahudi ke wilayah pendudukan menjadi alasan baru bagi Irael untuk memulai proyek distrik Zionis dan rezim ilegal ini memanfaatkan kondisi negara-negara Barat yang terjebak di perang ini sebagai peluang untuk memajukan strategi penjajahannya. Oleh karena itu, jika sikap keras negara-negara ini terhadap Rusia di invasi ke Ukraina, meski hanya sebagian kecilnya ditunjukkan kepada rezim Zionis Israel, maka Tel Aviv tidak akan memiliki keberanian untuk melakukan berbagai sabotase dan pelanggaran ini.

Tapi standar ganda negara-negara Barat ini, justru memicu rezim Zionis berani menembak mati seorang jurnalis perempuan beragama Kristen di muka umum dan tak lama kemudian Tel Aviv mengumumkan dimulainya pembangunan proyek distrik Zionis. 

Read 354 times