Ashab Al-Kahfi dan Kebenaran yang Dipertahankan

Rate this item
(1 Vote)
Ashab Al-Kahfi dan Kebenaran yang Dipertahankan

Ini merupakan kisah para pemuda beriman yang oleh al-Quran disebut sebagai Ashab al-kahfi (para sahabat gua) yaitu orang-orang yang menghidupkan ruh tauhid dengan keteguhan imannya dan Allah memberikan hidayah kepada mereka.

Hari itu adalah hari raya. Suara keramaian terdengar oleh telinga. Masyarakat ramai mengerumuni tuhan-tuhannya. Mereka sedang merayakan pesta besar-besaran. Sang raja juga hadir di sana. Sejumlah orang sedang bersujud di hadapan raja. Sejumlah lainnya sedang menyerahkan hadiahnya kepada tuhan-tuhan mereka yang tidak bernyawa.

Maximilian salah seorang dari rombongan raja. Ia pelan-pelan menjauhi sang raja. Ia berusaha jangan sampai ada orang yang mengetahui kepergiannya. Namun seketika ia mendengar sebuah panggilan, "Maximilian mau kemana kamu?" Ia berhenti sebentar. Ia melihat temannya sedang menuju kepadanya. Kepada temannya Maximilian berkata, "Aku ingin menjauh dari suasana ini." Pemuda itu berkata, "Apakah engkau juga merasakan apa yang aku rasakan? Apakah menurutmu, sebuah acara ini merupakan hal yang sia-sia juga? Bagaimana mungkin bisa bersujud di hadapan raja zalim seperti Dikyanus?"

Keduanya pergi dan duduk di bawah pohon sambil memandang ke langit dengan penuh makna. Setelah berbincang-bincang keduanya mengetahui bahwa mereka berdua sama dalam keimanan dan keyakinan kepada Allah Swt. Maximilian berkata, "Di antara para penasihat dan orang-orang dekat raja ada beberapa orang lagi yang sekeyakinan dengan kita. Kami biasanya menyelenggarakan pertemuan di waktu malam secara sembunyi-sembunyi. Kamu juga bisa ikut pertemuan itu, tapi harus ekstra hati-hati."

Hari-haripun berlalu. Orang-orang yang beriman kepada Allah ini mulai berusaha menyingkirkan kesengsaraan dan kebodohan di rumah Maximilian. Mereka memohon pertolongan kepada Allah untuk kehancuran Dikyanus dan kebebasan masyarakat dari kezaliman Dikyanus. Suatu hari salah satu dari mereka ini dengan rasa ketakutan berkata, "Maximilian! Raja sudah tahu akan keimanan kita."

- "Bagaimana mungkin? Apakah kamu yakin?"

- Iya. Kita harus mencari jalan keluar! Kalau tidak, maka kepala kita besok bakal berada di atas tiang gantungan."

Saat itu juga ada yang mengetuk pintu rumah Maximilian. Dikabarkan bahwa raja memanggil mereka.  Maximilian berkata, "Kita pergi menemuinya. Tapi kita tetap pada keyakinan kita dan tidak melepaskan keimanan kita."

Ketika masuk ke dalam ruangan besar, mereka menyaksikan raja duduk di atas singgasana emas dan wajahnya hampir kehitam-hitaman karena saking marahnya. Ketika raja melihat mereka langsung bangun berdiri dan berteriak, "Di istanaku kalian berbicara tentang Tuhan Yang Esa? Kalau saja kalian bukan bagian dari para pembesar dan keluargaku, sekarang juga aku perintahkan untuk memotong-motong badan kalian." Di antara orang-orang yang beriman ada Maximilian, sang menantu raja dan ia berkata, "Kami telah berpikir banyak tentang Tuhan Yang Esa. Dia adalah pencipta langit dan bumi serta kita semua. Kami tidak menyembah sesembahan apapun selain Dia."

Sang raja berteriak, "Cukup! Aku tidak ingin mendengarkan sebuah ucapan. Aku kasih kalian kesempatan sampai besok dan harus berlepas tangan dari keyakinan kalian. Dan kalian bisa mendapatkan nikmat dariku sebagaimana sebelumnya."

Malam itu rumah Maximilian diselimuti kesedihan. Salah satu dari orang-orang mukmin itu berkata, "Kecintaan kepada Allah telah memenuhi jiwaku. Aku merasakan kehadiran-Nya di seluruh alam semesta ini. Aku merasakan ketenangan yang ajaib dengan mengingat-Nya. Bagaimana mungkin aku bisa menyembunyikan hakikat ini; Tuhan yang merupakan wujud yang hidup, penuh kasih sayang dan mampu."

Dengan bermusyawarah, akhirnya mereka mencapai kesepakatan untuk meninggalkan jabatan dan kedudukannya dan pergi berhijrah untuk mempertahankan keimanannya.

Orang-orang Mukmin ini pergi pada malam hari dan menelusuri jalan yang panjang. Maximilian yang berada di bagian paling depan berkata, "Lihatlah di sana ada seorang penggembala! Kita minta sedikit air darinya." Sang penggembala berkata, "Saya melihat ada tanda-tanda kebaikan di wajah-wajah kalian. Karena kalian tidak tahu jalan, anjing saya akan mendampingi Anda semua." Mereka berkata, "Bila anjing ini ikut bersama kami, maka ia akan menggonggong dan membuat orang lain mengetahui kita. Anjingpun mengikuti mereka. Mereka tidak bisa menjauhkan anjing tersebut dari diri mereka, apapun usaha yang mereka lakukan.

Penggembala naik gunung bersama mereka. Dari atas gunung mereka melihat lereng gunung yang subur dan penuh kehijauan. Ia menunjukkan sebuah gua kepada orang-orang Mukmin dari kejauhan seraya berkata, "Perjalanan tidak seberapa jauh lagi. Kalian bisa pergi dan istirahat di sana."

Matahari menyinari gua melalui belahan gunung. Orang-orang Mukmin ini berkata, "Sebaiknya kita istirahat sebentar untuk menghilangkan kelelahan dalam perjalanan." Mereka bersama-sama berdoa, "Ya Allah! erikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)". (Kahfi: 10)

Mereka benar-benar kelelahan dan langsung tertidur pulas. Gua berada di ketinggian dan sesekali matahari menyinarinya dari belahan gunung. Bila seseorang mau detil, ia pasti melihat orang-orang Mukmin yang berlindung ke dalam gua untuk menyelamatkan dirinya dari kezaliman Dikyanus. Mereka tertidur pulas dengan mata terbuka. Dengan kekuatan ilahi mereka sesekali mengubah posisinya dari kanan ke kiri dan sesekali dari kiri ke kanan.

Waktu sudah lewat setengah hari. Anjing yang tidur mengembangkan kedua tangannya di depan gua terbangun. Para sahabat gua satu persatu bangun dari tidurnya. Yang satu bertanya, "Menurutmu berapa lama kita tidur? Yamlika yang masih menguap menjawab, "Aku pikir kita telah tertidur berjam-jam." Bagaimana menurut Anda? Maximilian menjawab, "Dengan rasa lapar dan lemah yang aku rasakan, aku pikir aku tidur selama seharian." Yang lainnya berkata, "Kita tidur di pagi hari dan sekarang matahari belum terbenam. Aku pikir kita tidur tidak sampai sehari."

Yamlika memutus pembicaraan mereka seraya berkata, "Sebaiknya kita tinggalkan pembicaraan ini. Allah lebih tahu masa tidur kita. Sekarang salah satu dari kita harus pergi ke kota untuk melihat siapa yang punya makanan lebih bersih dan membelinya kemudian bawa ke sini. Tapi harus sangat hati-hati jangan sampai ada yang tahu tentang kita. Karena bisa saja kita dirajam atau disuruh kembali kepada agama mereka dan kita tidak lagi mencapai keberuntungan."

Maximilian bangun berdiri dan berkata, "Saya yang pergi ke kota untuk membeli makanan." Ia turun dari gunung dan benar-benar merasakan kekhawatiran yang aneh. Dengan penuh ketakukan dan kegalauan ia melihat ke sana ke mari. Ketika sampai di kota, ia bergumam, "Aneh! Suasana kota benar-benar berubah?! Bangunan-bangunan sudah berubah dan pakaian masyarakat lain bentuknya. Mungkinkah ada sesuatu yang terjadi? Apakah aku yang tersesat jalan?"

Segera ia menuju ke sebuah toko. Ia memberikan beberapa uang logam kepada pemilik toko untuk membeli makanan. Dengan takjub pemilik tokoh melihat uang logam dan bertanya, "Wahai anak muda! Apakah engkau menemukan harta karun?"

Maximilian menjawab, "Tidak. Aku mengambil uang ini kemarin."

Dengan meledek pemilik toko berkata, "Uang ini dibikin sudah lebih dari tiga ratus tahun. perbincangan mereka semakin seru dan masyarakat datang mengerumuni. Maximilian keheranan dan khawatir setiap saat para pasukan Dikyanus datang dan menangkapnya.

Salah satu yang hadir di situ berkata, "Jangan takut! Raja yang kau sebut-sebut itu sudah mati tiga ratus tahun yang lalu dan sekarang yang berkuasa adalah seorang raja yang beriman kepada Tuhan Yang Esa.

Bagi Maximilian segalanya seperti sebuah mimpi. Ia paham bahwa telah terselamatkan dari lingkungan yang penuh kemusyrikan. Namun tetap saja ada jurang pemisah antara mereka dengan masyarakat.

Ia dibawa menemui raja. Para penasihat raja berkata kepadanya, "Dalam sejarah masa lalu telah dicatat bahwa ada sejumlah pemuda beriman berlindung ke dalam gua karena menyelamatkan dirinya dari kezaliman dan penyembahan berhala dan tidak kembali lagi."

Maximilian yang dalam kondisi sedih berkata, "Biarkan aku untuk kembali ke gua dan menceritakan masalah ini kepada mereka. Mereka saat ini mengkhawatirkan aku."

Raja berkata, "Kami akan mendampingimu supaya kami bisa melihat teman-temanmu dari dekat dan kejujuranmu jelas bagi kami."

Di mana-mana berbicara tentang sahabat gua. Masyarakat bergerombol-gerombol. Setiap orang berbicara tentang sesuatu. Yang satu mengatakan, "Mukjizat yang besar. Sekelompok  orang meninggalkan kehidupan yang nyaman di istana raja dan berlindung ke gua untuk mempertahankan imannya. Setelah tiga ratus tahun mereka saat ini kembali lagi ke dunia ini." Yang lainnya berkata, "Dengan tanda ini Allah telah membuktikan kebangkitan kita yang kedua kalinya nanti.

Yang ketiga mengatakan, "Iya. Sekarang kita harus tahu bahwa janji kiamat itu benar. Dan tidak diragukan bahwa dunia bakal berakhir dan tiba Hari Kiamat."

Maximilian berjalan bersama penduduk. Ketika sudah mendekati gua dia berkata, "Sebaiknya kalian tinggal di sini saja. Bila kalian tiba-tiba datang menemui teman-temanku, mereka pasti akan ketakutan. Aku harus menyiapkan mereka untuk menerima hakikat ini. Maximilian masuk ke dalam gua dan menceritakan apa yang terjadi kepada teman-temannya. Kemudian berkata, "Teman-teman yang mulia! Sekarang kita tidak punya teman maupun kerabat. Bertahun-tahun kita sudah sangat jauh dengan masyarakat ini. Karena itulah bagi kita sangat sulit untuk menerima kehidupan ini. Marilah kita berdoa memohon kepada Allah untuk memanggil kita menuju kepada-Nya dan memberikan rahmat-Nya kepada kita."

Doa dan permohonan para sahabat gua tidak berlangsung lama. Kemudian badan-badan mereka yang tidak bernyawa jatuh ke tanah.

Setelah beberapa lama, raja dan orang-orang sekitarnya ketika melihat tidak ada kabar apa-apa lagi, mereka kemudian naik ke dalam gua. Di sana mereka menyaksikan beberapa jasad yang wajah-wajahnya bersinar. Pada saat itu mulailah terjadi perselisihan antara dua kelompok. Mereka yang ingin hakikat menakjubkan ini terlupakan berkata, "Kita tutup pintu gua agar mereka senantiasa tersembunyi dari pandangan mata masyarakat."

Kelompok satunya lagi yang menilai kisah Ashab al-Kahfi telah menghidupkan kenangan kiamat dan keteguhan di jalan keimanan bagi mereka, mengatakan, "Kami akan membangun tempat ibadah di samping mereka sehingga kenangan mereka jangan sampai terlupakan."

Sekarang ini para ahli arkeologi telah menemukan peninggalan tempat peribadatan ini di negara Yordania.

Kisah ini ada pada ayat 9 sampai 26 surat Kahfi.

Read 2817 times