کمالوندی
Taliban Berkuasa di Afghanistan, Ini Tanggapan Kanada
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan bahwa negaranya tak berniat untuk mengakui pemerintahan yang akan dibentuk Taliban di Afghanistan dan akan terus memandang kelompok tersebut sebagai organisasi teroris.
Menurut laporan IRNA, alasan Trudeau tidak akan mengakui pemerintahan Taliban karena kelompok ini merebut kekuasaan secara paksa.
"Kanada tidak memiliki rencana untuk mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan," kata Trudeau, Selasa (17/8/2021)
Dia menambahkan, Taliban telah mengambil alih dan menggantikan pemerintahan demokratis yang terpilih secara paksa, dan menurut hukum Kanada, mereka adalah organisasi teroris.
Kanada telah mengirim lebih dari 40.000 pasukan untuk berperang melawan Taliban selama 12 tahun bersama sekutunya. 158 tentara Kanada tewas selama periode ini.
Kanadamemasukkan Taliban dalam daftar entitas teroris terlarang pada 2013 dan siapa pun yang berurusan dengan Taliban akan dikategorikan pelanggaran pidana.
Amerika Serikat dan sekutunya menarik pasukannya dari Afghanistan setelah 20 tahun kehadiran militer yang gagal di negara ini.
Akibat pendudukan pasukan AS dan sekutunya atas Afghanistan, terorisme, perang, kekerasan, ketidakstabilan dan ketidakamanan serta pembunuhan meluas di negara tersebut.
Taliban menguasai Kabul, ibu kota Afghanistan pada Minggu sore, 15 Agustus 2021 dan mengumumkan berakhirnya perang setelah menguasai kota tersebut.
Saat ini Taliban menguasai seluruh wilayah Afghanistan kecuali Provinsi Parwan dan Panjshir.
Dua Dekade Perang AS di Afghanistan Hasilkan Apa ?
Watson Institute for International and Public Affairs dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa biaya perang AS di Afghanistan yang dimulai sejak musim gugur 2001 dan akan berakhir dalam beberapa hari mendatang mencapai $ 2,26 triliun. Proyek yang didanai oleh Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri AS menewaskan secara langsung setidaknya 241.000 orang.
Laporan baru ini dirilis di saat kasus perang AS di Afghanistan sedang ditutup dengan cara terburuk. Langkah Presiden AS, Joe Biden memerintahkan penarikan tergesa-gesa pasukan AS dari Afghanistan telah membuka halaman lain skandal Washington dalam perang di negara kawasan Asia selatan itu.
Pemerintahan Biden telah mengumumkan bahwa proses itu akan berakhir pada 11 September 2021, tetapi AS dan pasukan lainnya mundur dari Afghanistan jauh lebih cepat.
Amerika Serikat menginvasi Afghanistan pada 11 September 2001, dengan dalih memerangi terorisme dan menggulingkan pemerintah Taliban yang dituduh bekerja sama dengan al-Qaeda.
Menurut statistik, ribuan warga sipil Afghanistan kehilangan nyawa mereka dalam pendudukan militer in. Sebanyak 2.448 tentara AS tewas dan 1.144 tentara NATO tewas dalam perang selama 20 tahun terakhir di Afghanistan.
Sebanyak 69.000 orang tentara Afghanistan dan 72 wartawan serta 444 pekerja bantuan kemanusiaan tewas dalam perang yang telah berlangsung selama dua dekade tersebut.
Kehadiran militer AS dan NATO di Afghanistan tidak menghasilkan apa-apa selain pembunuhan, peningkatan ketidakamanan, dan produksi narkotika yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara yang dilanda perang itu.
Naiknya Taliban ke tampuk kekuasaan setelah 20 tahun terakhir, dan kesepakatan damai antara pemerintahan Trump dengan Taliban di Doha memaksa Biden untuk mengakhiri pendudukan, yang jauh lebih buruk daripada Perang Vietnam, tanpa keuntungan.
Mengikuti perintah Biden untuk penarikan segera pasukan AS dan NATO, para ahli dan beberapa pejabat senior Afghanistan memperingatkan kekosongan kekuasaan di negara itu. Peristiwa-peristiwa berikutnya, khususnya kemajuan pesat Taliban, serta keruntuhan yang tak terduga dari tentara Afghanistan dan pemerintah pusat serta larinya Presiden Ashraf Ghani menyebabkan Taliban dengan mudah mengambil alih Kabul.
Nicholas Gvosdev, seorang pakar politik mengatakan, "Dominasi Taliban di Afghanistan menandai akhir dari 20 tahun upaya Amerika Serikat dan sekutu Baratnya untuk membangun kembali Afghanistan dalam bentuk demokrasi modern. Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan semacam ini adalah garis hitam terhadap negara-negara seperti Ukraina, Georgia, dan Moldova. Gelar sekutu AS di luar NATO tidak berpengaruh di Afghanistan, bahkan memperburuk situasi di negara itu,".
Buntut dari perang sia-sia di Afghanistan kini telah mempertanyakan seluruh pendekatan kontraterorisme AS yang menginvasi Afghanistan pada tahun 2001 dengan dalih ini. Dalam pidatonya baru-baru ini, Biden mengklaim bahwa tujuan pendudukan 20 tahun di Afghanistan untuk memerangi terorisme. Namun, keberhasilan Washington dalam hal ini telah dipertanyakan bahkan oleh pejabat tertinggi militer AS. Jenderal Mark Milley, Kepala Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS mengatakan pengambilalihan cepat Afghanistan oleh Taliban dapat segera menyebabkan peningkatan signifikan dalam ancaman teroris di seluruh kawasan.
Jadi, setelah 20 tahun pendudukan, Amerika Serikat meninggalkan Afghanistan dengan biaya triliunan dolar dan ratusan ribu orang terbunuh tanpa hasil, bahkan dalam mengurangi ancaman teroris.
Soal Mengakui Taliban, Pakistan Tunggu Keputusan Internasional
Menteri Informasi Pakistan Fawad Chaudhry mengatakan, Pakistan akan mengakui pemerintah Taliban di Afghanistan setelah berkonsultasi dengan kekuatan regional dan internasional.
Dikutip dari Tasnimnews, Rabu (18/8/2021), Chaudhry dalam konferensi pers di Islamabad, memuji perubahan damai di Afghanistan dan mengatakan, Pakistan tidak akan mengambil keputusan sepihak tentang mengakui pemerintahan Taliban dan kami akan menjalin kontak erat dengan kekuatan internasional dalam hal ini.
“Pakistan berharap Taliban tidak akan mengizinkan penggunaan wilayah Afghanistan terhadap Pakistan dan negara lain,” imbuhnya.
Pakistan, lanjutnya, tetap berkomitmen pada penyelesaian politik secara inklusif yang merupakan jalan ke depan.
Pasukan Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus lalu dan secara bersamaan, Presiden Ashraf Ghani meninggalkan Afghanistan dengan sebuah pesawat.
Taliban kemudian mengumumkan berakhirnya perang setelah menguasai Kabul. Saat ini Taliban menguasai seluruh wilayah Afghanistan kecuali Provinsi Parwan dan Panjshir.
Amerika Serikat dan sekutunya menarik diri dari Afghanistan setelah 20 tahun menduduki negara itu. Kehadiran militer asing telah menyebabkan penyebaran terorisme, perang, kekerasan, kekacauan, dan kematian puluhan ribu orang.
Erdogan Siap Bekerja Sama dengan Taliban di Afghanistan
Presiden Turki mengumumkan kesiapan Ankara untuk bekerja sama dengan Taliban di Afghanistan.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada Rabu (18/8/2021) malam bahwa Turki mengikuti perkembangan di Afghanistan dengan seksama serta siap bekerja sama dengan Taliban untuk memastikan keamanan dan ketenangan rakyat negara itu.
"Terlepas dari kelompok mana yang berkuasa di Afghanistan, Turki akan tetap bersama masyarakat pada hari-hari baik dan buruk. Ini adalah konsekuensi dari kesetiaan dan persaudaraan kita," tambahnya seperti dilaporkan wartawan IRIB dari Ankara.
Erdogan menekankan bahwa kami siap untuk segala bentuk kerja sama demi memastikan perdamaian rakyat Afghanistan, kesejahteraan rekan-rekan Turki kami di negara itu dan untuk melindungi kepentingan negara kami.
"Jika ada permintaan dari pemerintah dan rakyat Afghanistan, kami siap untuk menjaga keamanan Bandara Kabul," tegasnya.
Namun, Taliban sebelumnya telah menyatakan penolakan mereka terhadap permintaan tersebut.
Taliban Afghanistan Puji Syiah dan Kegiatan Asyura
Wakil kepala komisi budaya Taliban mengatakan kelompok ini tidak memiliki permusuhan terhadap Syiah, dan menekankan bahwa Imam Husein as telah melakukan pengorbanan terbesar dalam sejarah Islam.
Ahmadullah Wasiq kepada media Iran, Tasnimnews, Rabu (18/8/2021) menuturkan, “Kami mengizinkan masyarakat Syiah mengadakan kegiatan-kegiatan mazhabnya dengan tenang, karena mereka juga dari Afghanistan dan dapat mengadakan upacara apa pun dengan bebas.”
“Kegiatan Muharram sudah dilaksanakan di Afghanistan pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, selain kami tidak ingin mencegahnya, kami juga akan melakukan upaya maksimal untuk memastikan keamanan pelaksanaan kegiatan Muharram,” tambahnya.
Anggota senior Taliban ini menekankan bahwa kami menghormati semua mazhab dan ada banyak kesamaan antara kami dan Syiah yang kami terima.
Ahmadullah Wasiq.
Wasiq mengaku bahwa Ahlul Bait dan para sahabatnya memiliki tempat di hati kami dan merupakan bagian dari akidah kami. “Kami tidak punya konflik dan permusuhan dengan Syiah, kami menganggap mereka sebagai rekan satu negara dan saudara kami,” tegasnya.
Dia menjelaskan bahwa Sunni memuliakan Hari Asyura sebagai sebuah momen istimewa di Dunia Islam, tetapi mereka tidak punya acara khusus pada hari itu, namun Syiah mengadakan upacara khusus seperti memukul dada, dan kami tidak punya masalah dengan kegiatan-kegiatan mereka.
Sebelumnya, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid berkata kepada Tasnimnews bahwa meskipun situasi keamanan di Afghanistan belum normal, tetapi Taliban menganggap dirinya bertanggung jawab untuk memastikan keamanan acara Muharram.
Wapres Iran Sampaikan Selamat HUT ke-76 Kemerdekaan RI
Wakil Presiden Republik Islam Iran menyampaikan selamat hari ulang tahun kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia kepada pejabat dan rakyat Indonesia.
Wakil Pertama Presiden Iran, Mohammad Mokhber menyampaikan pesan kepada Wakil Presiden Indonesia, KH Maruf Amin, dan mengucapkan selamat hari ulang tahun ke-76 kemerdekaan Republik Indonesia kepada rakyat dan pemerintah Indonesia.
Mokhber dalam pesannya menulis, "Hubungan yang kuat dan historis antara kedua negara ditingkatkan di berbagai bidang kerja sama baru dalam masalah politik, ekonomi, dan budaya dengan penerapan strategi baru dan ikatan bersama Islam sehingga berkembang melebihi sebelumnya,".
Hari ini, Selasa,17 Agustus 2021, bangsa Indonesia merayakan hari ulang tahun kemerdekaan yang memasuki ketujuh puluh enam tahun.
Sampaikan Selamat HUT Kemerdekaan RI, Presiden Iran Optimis Peningkatan Hubungan
Presiden Republik Islam Iran, Sayid Ebrahim Raisi mengucapkan selamat kepada pemerintah dan rakyat Indonesia atas peringatan hari ulang tahun ke-76 kemerdekaan Republik Indonesia, dan menyampaikan optimisme peningkatan hubungan kedua negara di era baru.
Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi hari Selasa (17/8/2021) menyampaikan pesan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo dan mengucapkan selamat hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang memasuki ketujuh puluh enam tahun.
Dalam pesan ini, Raisi mengungkapkan harapannya semoga kerja sama yang bersahabat akan dikembangkan lebih lanjut berdasarkan kehendak bersama, dan mengandalkan kapasitas dan kemampuan luar biasa dari kedua negara.
"Kita akan melihat awal dari babak baru dalam hubungan kedua negara," tulis Raisi dalam pesan yang disampaikan kepada Jokowi.
Pemerintahan baru Iran yang dipimpin Sayid Ebrahim Raisi berkomitmen untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara Muslim, termasuk Indonesia.
Menyimak Pandangan dan Lobi Iran terkait Transformasi Afghanistan
Menyusul transformasi Afghanistan dan jatuhnya kota Kabul ke tangan Taliban, lobi berbagai negara untuk menyelesaikan krisis di negara ini meningkat drastis.
Sekaitan dengan ini, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif Senin (16/8/2021) saat bertemu dengan Utusan khusus Kemenlu Cina untuk urusan Afghanistan, Yue Xiaoyong di Tehran menjelaskan pandangan Republik Islam Iran soal transformasi Afghanistan, dan menekankan dukungan Iran terhadap Dewan Koordinasi Transisi damai Kekuasaan di Afghanistan dengan tujuan mencegah segala bentuk eskalasi kekerasan dan perang di kondisi saat ini.
Zarif menilai isu pengungsi dalam perkembangan terakhir di Afghanistan dan invasi mereka ke negara tetangga sebagai salah satu isu terpenting dan perlu yang muncul dari perkembangan di Afghanistan, serta perlu mendapat perhatian serius, terutama mengingat kondisi wabah Corona yang sulit.
Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi
Presiden Republik Islam Iran, Sayid Ebrahim Raisi saat bertemu dengan Mohammad Javad Zarif menilai keamanan, stabilitas dan kesejahteraan sebagai hak rakyat Afghanistan. “Iran akan berusaha menerapkan stabilitas yang menjadi kebutuhan utama Afghanistan saat ini, dan sebagai negara tetangga dan saudara, Iran menyeru seluruh faksi untuk meraih rekonsiliasi nasional,” tegas Presiden Raisi.
Presiden Iran seraya mengisyaratkan bahwa Republik Islam Iran meyakini bahwa supremasi kehendak rakyat tertindas Afghanistan senantiasa menciptakan keamanan dan stabilitas, mengatakan, Iran seraya mengawasi dengan cerdas transformasi negara tetangga ini tetap komitmen dengan hubungan bertetangga dengan Afghanistan.
Statemen Presiden Raisi terkait kondisi Afghanistan sebuah isyarat terhadap poin penting lain, yakni kekalahan militer dan penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan harus menjadi peluang untuk memulihkan kehidupan, keamanan dan perdamaian permanen di negara ini.
Fakta sejarah menunjukkan rakyat Afghanistan senantiasa melawan segala bentuk agresi dan ketamakan, serta para agresor baik dari Timur maupun Barat kalah melawan tekad dan resistensi pejuang Afghanistan serta mereka terusir dari negara ini.
Kini setelah 20 tahun invasi Afghanistan dan pengiriman ratusan ribu tentara dengan biaya miliaran dolar, namun yang ditinggalkan dari kehadiran militer di Afghanistan adalah perang dan instabilitas.
Berdasarkan laporan lembaga Costs of War, Amerika selama 20 tahun lalu telah menghabiskan anggaran sebesar 2,260 triliun dolar di Afghanistan untuk biaya perang. Amerika di Afghanistan juga di Irak telah melakukan banyak kejahatan dan di kondisi saat ini terpaksa meninggalkan Kabul serta membiarkan negara ini terlilit perpecahan dan friksi.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran, Ali Shamkhani di akun medsosnya menulis, “Selama kunjungan ke Afghanistan Januari 2019, kami sempat berunding cukup rumit dengan presiden Afghanistan.”
Ia menambahkan, pernyataan sedih Menteri Pertahanan hari ini menerjemahkan efek dari pendudukan 20 tahun di Afghanistan oleh Amerika Serikat dan kedalaman pengaruh Washington dalam pemerintahan.
“Sama seperti 40 tahun lalu, kami tetap mendukung rakyat Afghanistan, tuntutan serta tekad mereka,” ungkap Shamkhani.
Republik Islam Iran berulang kali menyatakan tidak segan-segan berusaha untuk menciptakan stabilitas dan keamanan di Afghanistan, serta berharap negara-negara tetangga dan kawasan memperkuat kerja sama mereka untuk menerapkan perdamaian dan stabilitas di Afghanistan.
Juru bicara Kemenlu Iran, Saeed Khatibzadeh hari Senin di jumpa pers seraya berharap semua pihak menyelesaikan tantangan yang ada melalui wacana politik menjelaskan, Iran kembali mengumumkan kesiapannya untuk mempermudah menyelesaikan isu Afghanistan melalui dialog Afghanistan-Afghanistan serta dengan kepemilikan rakyat Afghanistan dan membantu meraih konsensus regional di isu Afghanistan.
Jubir Kemenlu Iran juga menjelaskan bahwa eskalasi kekerasan menciptakan gelombang baru pengungsi di Afghanistan. Ia berharap berbagai lembaga internasional memberi perhatian serius akan masalah ini.
Tak diragukan lagi di kondisi sensitif saat ini, berlanjutnya friksi internal dan perang akan menimbulkan dampak negatif dan tidak dapat dikompensasi bagi bangsa Afghanistan. Afghanistan di kondisi saat ini tidak memiliki solusi lain kecuali dialog untuk meraih kesepahaman antara seluruh faksi dan etnis.
Kasus Corona Meningkat, Bulan Sabit Merah Iran Dirikan RS Darurat
Masyarakat Bulan Sabit Merah Provinsi Hamedan, Republik Islam Iran mendirikan rumah sakit darurat untuk melayani pasien Virus Corona yang kian hari makin bertambah jumlahnya.
Rumah sakit darurat yang dilengkapi dengan peralatan lengkap medis tersebut didirikan di sekitar rumah sakit Be'sat Hamedan baru-baru ini.
Kementerian Kesehatan Iran mengumumkan bahwa pihaknya mencatat 50.228 kasus baru positif Corona dalam 24 jam terakhir sehingga total kasus saat ini di Iran mencapai 4.517.243 jiwa.
Kemenkes Iran pada Selasa 17 Agustus 2021, menyatakan dari jumlah kasus baru tersebut, 5.163 orang dirawat di rumah sakit.
Sebanyak 625 pasien meninggal dunia akibat Covid-19 dalam 24 jam terakhir sehingga total korban jiwa di Iran mencapai 99.108 orang.
Sejauh ini 3.786.488 orang sudah sembuh dari Covid-19 di Iran dan meninggalkan rumah sakit, 7.424 pasien juga sedang dirawat intensif di rumah sakit. Sebanyak 27.380.677 tes Covid-19 telah dilakukan di Iran hingga hari ini.
Menurut data resmi Kemenkes Iran, warga yang sudah menerima vaksin Covid-19 dosis pertama berjumlah 15.766.564 orang dan dosis kedua 4.714.701 orang. Total jumlah vaksinasi di Iran mencapai 20.481.265 dosis.
Iran Pertahankan Kedutaan Beroperasi di Kabul
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan Kedutaan Besar Iran di Kabul dan Konsulat Jenderal di Herat tetap beroperasi.
"Baik kedutaan di Kabul maupun konsulat di Herat bekerja dan beroperasi sepenuhnya," kata Saeed Khatibzadeh pada Selasa (17/8/2021) seperti dilaporkan laman Farsnews.
Dia juga menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya kekerasan di Afghanistan, dan meminta perhatian serius Taliban untuk memastikan keselamatan dan keamanan penuh para diplomat serta fasilitas diplomatik di Herat.
"Kementerian Luar Negeri Iran terus berhubungan dengan para staf diplomatik yang bekerja di kedutaan dan konsulatnya di Kabul dan Herat serta terus memantau perkembangan," kata Khatibzadeh.



























