کمالوندی
Solusi Masalah Palestina dalam Perspektif Iran (2)
Sekitar 11 tahun lalu, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei secara resmi menyampaikan wacana referendum sebagai solusi masalah Palestina untuk pertama kalinya.
Pandangan Rahbar yang dikemukakan sejak 20 Oktober 2000 ini mengandung beberapa ungkapan dan proposisi strategis yang menjelaskan pandangan Republik Islam Iran. Beliau mengatakan, "Para pemuda umat Islam telah mengibarkan panji-panji jihad di Palestina demi mempertahankan martabat, identitas dan eksistensinya dengan jiwa mereka sendiri. Saya katakan kepada saudara-saudara Palestina: Lanjutkan perjuangan Anda !"
Ayatullah Khamenei menegaskan,"Perlawanan Palestina terus berlanjut disertai upaya diplomatik dan politik. Jalan penyelesaian terakhir bagi bangsa Palestina yang tertindas adalah jihad dan perlawanan berani melawan penjajah. Pembentukan negara Palestina dibangun melalui kembalinya semua orang Palestina ke negara mereka, dan menghadapi musuh dengan otoritas dan kekuatan bersenjata,".
Ditegaskannya, "Mempersenjatai Tepi Barat sebagai suatu keharusan. Setiap rencana aksi harus didasarkan pada prinsip semua Palestina untuk semua orang Palestina. Perlawanan berani oleh orang-orang yang rumah dan negaranya diduduki diakui dalam semua perjanjian internasional,".
Di tempat lain dalam pidatonya, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menekankan perlunya kehadiran rakyat dan pemuda untuk pembebasan Quds Syarif. Ayatullah Khamenei mengungkapkan, "Jika nasib perjuangan Palestina ada di tangan segelintir politisi, rakyat tidak memiliki peran di dalamnya, nasib mereka akan seperti yang Anda lihat saat ini; kehinaan; mundur ke belakang; Memberikan tanah kepada musuh; mengosongkan barak satu demi satu untuk musuh yang menindas, agresor, tidak punya malu dan keji. Sementara itu, para pemimpin negara-negara Arab berdiam diri dan tidak bertindak dalam insiden getir Camp David dan berupaya menghilangkan masalah Palestina di benak komunitas Muslim, dan ini adalah pengkhianatan besar terhadap perjuangan Palestina,".
"Untuk membebaskan Palestina perlu fokus pada musuh bersama negara-negara Arab serta menghindari ketegangan dan perang di tengah masyarakat Muslim, dan negara-negara Muslim harus memberikan bantuan nyata kepada negara-negara garis depan demi menyelamatkan Palestina. Di masa lalu, beberapa pemerintah bahkan menikam negara-negara garis depan dari belakang! Contoh nyatanya adalah pemerintah Iran di era Pahlevi," tutur Rahbar.
Ayatullah Khamenei juga mengingatkan dunia Islam mengenai peran rezim Zionis dalam menciptakan perpecahan di dunia Islam dan kesia-siaan bernegosiasi dengan rezim perampas dan ekspansionis ini. Beliau mengungkapkan, "Rezim Zionis diciptakan oleh kekuatan politik dan ekonomi dunia untuk tujuan supaya dunia Islam tidak bersatu dan memiliki harga diri. Mereka tidak akan membiarkan kaum muslimin membentuk satu kesatuan besar yang akan menjadi ancamannya. Orang-orang yang polos berpikir bisa bernegosiasi dengan rezim Zionis. Padahal, setiap pembicaraan untuk rezim Zionis seperti membuka lapangan bagi mereka untuk maju. Kemarin mereka membantunya dalam pembicaraan, hari ini mereka datang dan mengklaim Masjid Al-Aqsa. Ancaman dan penyuapan digunakan sebagai alat dari pihak Barat-Ibrani. Berkomitmen untuk bernegosiasi dengan Israel serta melupakan jihad dan perlawanan di beberapa kelompok Palestina, bergerak untuk bernegosiasi dengan rezim penipu, pembohong dan perampas adalah kesalahan besar yang tak termaafkan dan menunda kemenangan bangsa Palestina,".
Ayatullah Khamenei meyakini rezim Zionis yang menjajah Palestina adalah rezim rasis. Oleh karena itu tidak bisa diharapkan akan membawa keadilan dan perdamaian. Sebab mereka telah mengusir suatu bangsa dari tanah airnya, dan mereka yang tinggal menjadi sasaran orang asing yang dibawa ke sana. Lalu bisakah bangsa ini dibungkam. Ketika Republik Islam memperjuangkan aspirasi mereka dianggap menentang proses perdamaian.
Rahbar memaparkan, "Tentu saja, kami menentang kebijakan seperti itu. Ini adalah fantasi ketika Anda berpikir sebuah bangsa dapat dihapus dari sejarahnya, dan bangsa palsu diciptakan sebagai gantinya! Orang-orang Palestina memiliki budaya, peradaban dan sejarah. Tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya. Saya katakan kepada mereka yang melihat masalah Timur Tengah sebagai krisis global, satu-satunya cara untuk menahan atau menghilangkan krisis Timur Tengah adalah dengan mencabut akar krisis. Apa akar dari krisis? keberadaan rezim Zionis di kawasan. Pengungsi Palestina harus kembali ke Palestina dari Lebanon dan tempat lain. Orang-orang asli Palestina - apakah Muslim, Kristen, Yahudi - mengadakan referendum dan memutuskan rezim mana yang memerintah negara mereka,".
Ayatullah Khamenei mengatakan, "Hari ini, bangsa Muslim Palestina telah tampil ke depan atas nama Islam dan dengan slogan Islam. Musuh segera mengerti apa yang sedang terjadi. Ketika intifada di Palestina dimulai satu dekade lalu, musuh merasa terancam. Mereka [rezim Zionis] berupaya menghancurkannya, karena gerakan ini membawa nama Islam,".
"Saya perlu mengingatkan para pemimpin negara-negara Arab tentang tanggung jawab besar yang mereka miliki saat ini. Hari ini, umat Islam berharap dari para pemimpin Arab. Para pemimpin Arab bisa mendapatkan prestise abadi untuk diri mereka sendiri dengan keputusan yang tepat. Tentu saja, masalah Palestina tidak akan diselesaikan dengan pertemuan-pertemuan ini. Namun KTT ini dapat menyampaikan tuntutan bangsa Palestina kepada dunia.Tuntutan paling mendesak dari bangsa Palestina adalah agar para pelaku pembantaian warga Palestina diadili dan dihukum di pengadilan Islam atau Arab. Quds Syarif harus sepenuhnya dibersihkan dari Zionis. Biarkan rakyat Palestina memutuskan dengan bebas masa depan dan nasib mereka. Kontrak [kompromi dengan rezim Zionis] tidak berpengaruh dan tidak menguntungkan, bahkan hanya akan memalukan bagi mereka yang telah menandatanganinya," ungkap Rahbar.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran memandang perlunya mengintegrasikan perlawanan bersenjata dan melanjutkan upaya hukum di PBB untuk mengadakan referendum. Dengan demikian, eksistensi Israel yang tergantung pada penghancuran bertahap identitas dan keberadaan Palestina harus dihadapi dengan perlawanan tegas dan bersenjata terhadap rezim agresor tersebut.
Mengenai perlunya melanjutkan perlawanan terhadap rezim Zionis, Rahbar mengatakan, "Dalam menghadapi rezim Zionis, Palestina harus menunjukkan kekuatan. Jika bukan karena menghadapi rudal Gaza, apakah rezim Zionis akan mundur. Oleh karena itu, Tepi Barat, seperti Gaza, harus dipersenjatai. Karena tangan kekuasaan sangat dibutuhkan. Amerika Serikat harus mempertimbangkan proposal Iran untuk referendum Palestina dan dengan keputusan yang berani, menyelamatkan diri dari simpul yang tidak dapat dipecahkan selama ini. Dokumen kesungguhan negara-negara Muslim dalam mendukung rakyat Palestina adalah pemutusan hubungan politik dan ekonomi yang terbuka dan terselubung dengan rezim tersebut. Pemerintah yang menjadi tuan rumah kedutaan atau kantor ekonomi Zionis tidak dapat mengklaim membela Palestina, dan tidak ada slogan anti-Zionis yang akan dianggap serius oleh mereka,".
Ayatullah Khamenei juga memandang dukungan rakyat Palestina sebagai tugas agama serta tugas kemanusiaan. Oleh karena itu, Iran senantiasa mendukung Palestina dan menekankan ketidakmampuan metode kompromi sejak awal, karena telah berulang kali gagal dan berbahaya serta menimbulkan kerugian besar.
Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam percaya bahwa kesempatan yang diberikan untuk proses kompromi dengan Israel berefek destruktif terhadap perlawanan dan perjuangan rakyat Palestina. Penentangan Iran terhadap apa yang disebut dialog perdamaian Timur Tengah, karena tidak adil, penghinaan, arogan, dan irasional.
Solusi Masalah Palestina dalam Perspektif Iran (1)
Program "Solusi Masalah Palestina dalam Perspektif Iran" terdiri dari 10 bagian yang akan membahas penyelesaian masalah Palestina dari perspektif Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei.
Front arogan, terutama di bawah mantan Presiden AS Donald Trump dan sekarang di bawah Biden, berusaha menerapkan Kesepakatan Abad untuk mempercepat dan mengabadikan normalisasi kompromi negara-negara Arab dan arus reaksioner dengan rezim Zionis Israel.
Pada program ini, kami mencoba memperkenalkan inisiatif Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran tentang masa depan Palestina. Dalam hal ini, solusi demokratis adalah dengan mengacu pada opini publik masyarakat asli Palestina, baik yang tinggal di dalam wilayah Palestina yang diduduki atau yang tinggal di kamp-kamp pengungsi Palestina di berbagai negara dunia.
Pendekatan jihad dan perlawanan bersenjata melawan pendudukan dan desain referendum nasional saling melengkapi untuk menyelesaikan masalah Palestina
Selama ini Republik Islam Iran telah menawarkan dua solusi simultan dan saling melengkapi untuk penyelesaian masalah Palestina yaitu: perlawanan dan penyelenggaraan referendum. Menyelenggarakan referendum di Palestina adalah strategi politik, bersama dengan strategi perlawanan untuk mencapai pembebasan Baitul Maqdis dari cengkeraman rezim Zionis.
Kedua solusi ini ini saling melengkapi. Penekanan Iran dalam inisiatifnya tidak hanya bertumpu pada tindakan politik untuk menentukan nasib rakyat Palestina saja. Tetapi juga mendorong penyelenggaraan referendum yang adil tentang masa depan Palestina, yang dilakukan bersamaan dengan perjuangan dan perlawanan terhadap kebijakan ekspansionis rezim Zionis.
Implementasi kedua langkah ini membutuhkan komitmen tinggi dari orang-orang Palestina dan dukungan publik dunia, terutama dari umat Islam yang terus berlanjut di seluruh penjuru dunia.
Inisiatif Iran memberikan mekanisme yang jelas untuk mematahkan rezim agresor Zionsi sesuai dengan aturan dan hukum internasional.
Saat ini, ada dua pendekatan terhadap isu Palestina di kancah regional dan global. Kelanjutan jihad dan perlawanan sejalan dengan inisiatif Iran untuk mengadakan referendum Palestina di dalam dan di luar Palestina yang berada di bawah pengawasan PBB.
Membandingkan rencana referendum Iran dengan rencana lain dari gerakan kompromi, yang bertujuan untuk menormalkan hubungan rezim apartheid Zionis dengan orang lain; prakarsa Iran mengandalkan pendekatan perlawanan, yang merupakan langkah penting dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina yang tertindas.
Faktor perlawanan telah terbentuk dalam konteks peristiwa sejarah beberapa dekade terakhir di Palestina. Identitas penjajah dari rezim pendudukan di Baitul Maqdis telah menyebabkan orang-orang Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam Palestina, memiliki pandangan konfrontatif terhadap rezim Zionis dan menjadikan perlawanan sebagai model gerakan perjuangannya
Perlawanan Islam pada dasarnya dibentuk untuk melawan penindasan, agresi dan pendudukan, dengan tujuan untuk melestarikan hak, mengusir penindasan, mengakhiri pendudukan, mempertahankan kemerdekaan sesuai dengan ajaran dan aturan agama.
Tindakan apa pun selain pergi ke tempat pemungutan suara dan membuat keputusan bagi rakyat Palestina adalah tindakan yang tidak sah.
Di sisi lain, Iran tidak hanya berfokus pada solusi militer untuk masalah Palestina, tetapi juga telah membuat proposal politik-hukum.
Dalam perspektif Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Iran telah mengusulkan solusi yang adil dan sepenuhnya demokratis. Rahbar mengatakan, "Semua orang Palestina, baik penduduk saat ini atau mereka yang telah dideportasi ke negara lain harus mempertahankan identitasnya, baik Muslim, Kristen maupun Yahudi, untuk berpartisipasi dalam referendum publik, dengan pengawasan secara akurat dan terpercaya untuk memilih struktur sistem politik negaranya. Semua orang Palestina yang telah bertahun-tahun mengungsi harus kembali ke tanah airnya dan berpartisipasi dalam referendum, kemudian menyusun konstitusi dan pemilu. Ketika itu akan ada kedamaian,".
Prakarsa Republik Islam Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina adalah inisitif yang dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan prinsip hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri dan kembalinya pengungsi Palestina ke tanah leluhur mereka, mengadakan referendum dengan partisipasi rakyat Palestina baik Muslim, Kristen maupun Yahudi. Usulan ini mengejar sistem politik yang dipilih secara mayoritas berdasarkan referendum dan, pada akhirnya, keputusan oleh sistem politik yang dipilih secara demokratis oleh mayoritas penduduk.
Berdasarkan inisitif ini, semua orang penduduk Palestina, termasuk Muslim, Yahudi dan Kristen, di dalam dan di luar wilayah pendudukan, akan mengambil bagian dalam referendum dan menentukan sistem pemerintahan di tanah mereka dengan mengacu pada opini publiknya.
Pemikiran Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran tentang Palestina sangat jelas. Berdasarkan pandangan ini, perlawanan dan perjuangan memiliki tempat yang penting, karena rezim Zionis hanya mengerti bahasa kekerasan. Oleh karena itu, pada langkah pertama, tidak dapat dibicarakan secara hukum dan manusiawi.
Seperti dalam beberapa dekade terakhir, sejarah telah menunjukkan bahwa rezim ini tidak berkomitmen pada dasar hukum, internasional, moral atau kemanusiaan apa pun, sehngga perlawanan adalah satu-satunya bahasa yang dipahami rezim ini.
Iran percaya bahwa perlawanan dan perjuangan membuka jalan bagi referendum nasional di Palestina, dan pada tahap akhir akan menjadikn rakyat Palestina dari berbagai agama, termasuk Islam, Kristen dan Yahudi sebagai pihak yang akan menentukan nasib mereka sendiri, dan Iran sebagai negara demokratis mendukung penuh terselenggaranya referendum di Palestina.
Pendekatan perlawanan, pada akhirnya akan membawa rakyat Palestina membangun sistem pemerintahan mereka sendiri.
Mohsen Faezi, seorang ahli media Palestina, percaya bahwa literatur Pemimpin Besar Revolusi Islam di Palestina berpijak pada perlawanan atau referendum. Ia mengatakan, "Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran telah secara eksplisit menolak segala bentuk kekerasan atau parakarsa sejenis seperti melemparkan orang-orang Yahudi ke laut.
Oleh karena itu, prinsip referendum memiliki pijakan hukum dan diplomatik, sekaligus menunjukkan bahwa Iran menginginkan rakyat Palestina mencapai hak-hak mereka. Di sisi lain, mengingat kejahatan dan kekerasan Zionis, Rahbar menekankan perjuangan dan perlawanan.
Tujuan dari referendum, yang dari sudut pandang para ahli politik dan media Palestina, adalah untuk mengajak para penuntut hak asasi manusia dan demokrasi di Barat mewujudkan klaim mereka sendiri dengan mengungkapkan wajah mereka yang sebenarnya.
Pendaftaran prakarsa referendum di PBB terjadi di saat kubu media mainstream bungkam, dan media Arab maupun Barat yang reaksioner berusaha menghindari meliputnya.
Padahal prakarsa tersebut, berdasarkan aturan yang dihormati secara internasional, menekankan penentuan nasib Palestina melalui referendum penduduk asli, termasuk Muslim, Kristen, dan Yahudi. Faktanya, tulang punggung inisitif Iran adalah penekanan pada hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri.(
Kapal Perusak Sahand, Simbol Kemajuan Teknologi AL Iran
Angkatan Laut berperan penting bagi keamanan nasional dan kekuatan Republik Islam Iran sebagai negara dengan garis pantai yang panjang di perbatasan utara dan selatan, terutama letaknya di wilayah geo-strategis Teluk Persia.
Di sisi lain, Iran menghadapi embargo senjata selama beberapa dekade, yang menyebabkan perhatian terhadap kemampuan dan kemandiriannya untuk memenuhi kebutuhan kapal dan peralatan militer laut, terutama kapal perusak, yang berada di garis depan industri maritim Iran.
Sejak diperkenalkannya kapal perusak Jamaran dengan nomor 76 pada Februari 2009 sebagai kapal kelas gelombang pertama ke Iran dan dunia, proses perancangan dan produksi kapal di industri pertahanan negara kita telah berkembang pesat. Pada tahun-tahun berikutnya hingga sekarang dibuat kapal baru kelas ini dalam tahap yang berbeda. Konstruksi dan operasi sedang berlangsung, dan perusak Sahand termasuk salah satu proyek besar di bidang ini. Selain mempercepat pembangunan kapal-kapal tersebut, hal terpenting dalam hal ini adalah perubahan yang sangat penting dan mendasar yang telah dilakukan pada kapal perusak kelas gelombang baru.
Pada prinsipnya, kapal ini tidak lagi sangat mirip dengan Jamaran. Kapal Sahand memiliki berat tonase antara 1300 hingga 1500 ton, dan panjangnya sekitar 95 meter. Kapal-kapal ini menggunakan rudal anti jelajah seperti rudal Noor atau Qadr, dan di bagian anti-pesawat, dua peluncur seri Mihrab dan Sayad 2 dipasang di kapal tersebut.
Dasar dari desain kelas gelombang, termasuk kapal perusak Sahand, kembali ke kapal kelas Alvand yang dibeli dari Inggris untuk angkatan laut Iran sebelum kemenangan Revolusi Islam dan pada akhir 1960-an. Iran menerima empat kapal ini, salah satunya hancur di Teluk Persia selama pertempuran yang tidak seimbang dengan Amerika Serikat pada tahun 1988.
Pemilihan kapal ini sebagai kapal jenis kelas gelombang menunjukkan bahwa perancang Angkatan Laut Angkatan Darat dan Organisasi Industri Maritim Kementerian Pertahanan Iran memiliki pilihan konservatif dan konvensional dalam langkah pertama untuk proyek penting ini.
Salah satu hal terpenting dalam desain kapal kelas gelombang adalah desain struktur luar dari tampilan kapal ini. Meskipun di kapal gelombang dan Damavand 1, memilii kemiripan dengan model awal Alvand dan tidak termasuk generasi baru di dunia, tetapi rilis gambar dari seri baru kapal kelas gelombang menunjukkan bahwa perubahan mendasar telah terjadi terutama di bidang desain lambung hingga penampang, serta kelengkapan radar canggih untuk melacak kapal target.
Kapal perusak Sahand adalah proyek gelombang kelima yang dikenal sebagai "Gelombang 5". Kapal ini diberi nama "Sahand" untuk mengenang kapal Penghancur Sahand, yang tenggelam pada tahun 1988, selama konflik angkatan laut dengan kapal-kapal AS di Teluk Persia. Pertama kali kapal ini diluncurkan pada September 2012 dan Novermber 2018.
Sahand adalah kapal perang ketiga yang dibangun Iran setelah Jamaran dan Damavand. Kapal perusak ini memiliki kemampuan serangan dan pertahanan ganda dibandingkan dengan kapal perusak Jamaran, yang dilengkapi dengan peluncur torpedo, meriam anti-pesawat dan anti-permukaan, dan sistem rudal permukaan-ke-permukaan dan permukaan-ke-udara. Kapal ini juga dilengkapi kemampuan penghindaran radar yang meningkatkan jangkauan operasionalnya.
Kapal Sahand dapat dianggap sebagai awal lompatan dalam kapal perusak jenis gelombang dan perpindahan ke kapal yang lebih besar. Kapal perusak Iran Sahand dengan nomor lambung 74 telah menjadi berita utama dalam beberapa hari terakhir, karena pelayaran pertamanya di Samudra Atlantik dalam sejarah Angkatan Laut Iran dengan navigator Makran.
Tingginya kapasitas kapal perusak Sahand dalam menyimpan logistik dan muatan, bahan bakar dan air menjadikannya salah satu pilihan utama pengiriman ke perairan yang jauh. Fitur Sahand lainnya adalah mendapatkan kebutuhannya lebih cepat dan lebih mudah dari kapal pendukung.
Menurut para ahli, Sahand dapat melakukan perjalanan 16.000 kilometer di lepas pantai Iran ke perbatasan AS dalam waktu sekitar 20 hari. Salah satu fitur terpenting dari kapal perusak Sahand adalah kekuatan angkatan lautnya yang tinggi. Struktur lambung yang kuat memungkinkan kapal perang ini berlayar selama lebih dari 150 hari di perairan yang bergejolak tanpa dukungan angkatan laut.
Badan utama Sahand terdiri dari 20 blok terpisah yang memiliki empat lantai. Pada kapal ini terdapat dinding untuk mencegah masuknya air atau api menyebar di antara blok yang berbeda yang menghubungkan satu sama lain melalui pintu yang terpasang di dalamnya. Struktur kapal perusak ini dirancang dalam tiga lantai.
Perbedaan tampilan dek atas Sahand dengan generasi sebelumnya. Material yang digunakan untuk struktur kapal perusak Sahand adalah material khusus dengan kemampuan siluman dari jangkauan radar musuh.
Sahand memiliki kemampuan melebihi Jamaran konstruksi struktur terapung dengan peningkatan tingkat penyembunyian. Perbedaan lain antara Sahand dan dua contoh kapal perusak kelas gelombang sebelumnya, yaitu Jamaran dan Damavand, terletak pada landasan pendaratan dan lepas landas helikopter yang lebih besar.
Pada kapal perusak Jamaran dan Damavand, landasan helikopter memiliki kemampuan untuk mendarat dan lepas landas helikopter kecil seperti helikopter Bell-212, Tetapi, pada kapal Sahand terdapat penambahan luas landasan untuk pendaratan dan lepas landas helikopter anti-permukaan SH3C King. Sahand adalah kapal perusak Iran pertama yang dapat menerima helikopter ini.
Kemampuan ofensif dan defensif yang tinggi dari kapal perusak Sahand juga dilengkapi pembaruan peluncur torpedo dan berbagai meriam anti-pesawat dan anti-permukaan, sistem rudal permukaan-ke-permukaan dan permukaan-ke-udara, sistem pertahanan titik, sistem anti-kapal selam, kemampuan anti-radar, dan peningkatan jangkauan operasional, kemampuan manuver yang tinggi serta sistem elektroniknya.
Kapal perusak Sahand dengan ukuran panjang 94 meter, lebar 11,5 meter, tinggi 16 meter dan berat 1400 ton lebih besar dibandingkan kapal Jamaran dan Damavand, sehingga mampu mengangkut personel lebih banyak.
Sahand ditenagai oleh empat mesin diesel yang menggerakkan dua baling-baling di depan dan dua baling-baling di belakang kapal, dan kecepatan maksimumnya adalah 34 knot. Menurut pejabat terkait, gearbox kapal perusak ini sepenuhnya milik Iran. Sementara tingkat konsumsi bahan bakarnya berkurang, tangki bahan bakarnya lebih besar dari Jamaran dan Damavand, dan mampu menempuh jarak 300 km.
Selain itu, di bagian belakang kapal ini telah dipasang meriam Gatling 30 mm (multi-barrel) yang memiliki daya tembak 4000 peluru per menit dan jangkauan 270 derajat, mampu menghadapi segala macam ancaman ofensif. Di bagian depan kapal perusak Sahand, dipasang meriam anti-permukaan dan anti-pesawat 76 mm yang disebut Fajr 27, yang juga dilengkapi dengan sistem optik dan sistem radar serta kemampuan untuk menembak target permukaan dan udara.
Meriam ini memiliki 85 persediaan amunisi dan senjata otomatis penuh yang mampu menghancurkan berbagai target permukaan dan udara, bahkan rudal anti kapal, dengan menembakkan hingga 120 peluru per menit, kemampuan untuk membidik dengan sistem radar dan elektro-optik yang efektif di kisaran 12.000 hingga 17.000 meter.
Kapal perusak ini juga memiliki 4 meriam 20 mm di kedua sisi untuk pertempuran jarak dekat. Dua 2 peluncur rudal pertahanan udara altar juga ditempatkan di kapal perusak ini. Kapal perusak ini memiliki tabung torpedo 6 533 mm untuk keterlibatan permukaan dan bawah permukaan.
Spesialis Angkatan Laut juga telah mampu memproduksi torpedo versi Iran untuk mengendalikan dan mengendalikan torpedo ini. Secara umum, dua karakteristik penting dari kapal perusak Sahand dapat dipertimbangkan dalam struktur yang sangat kuat dan penghindaran radar serta peningkatan tingkat dek penerbangan.
Mengenal Drone Fotros dan Sistem Anti Udara Mersad Iran
Kemajuan teknologi drone Iran selama tiga dekade terakhir senantiasa menakjubkan dan drone buatan negara ini khususnya selama satu dekade terakhir, mengingat munculnya konflik regional, dengan baik menunjukkan nilai tingginya di bidang pengawasan, indentifikasi, penargetan, pemadaman kebakaran dan pelaksanaan operasi ofensif di medan perang kawasan.
Drone Iran saat ini menjadi salah satu simbol terpenting kemajuan industri pertahanan nasional, di mana kelahirannya terjadi selama era perang pertahanan suci dan dengan mengandalkan sumber daya manusia muda dan teknisi di dekade setelah perang, telah mengalami peningkatan menakjubkan. Partisipasi drone ini di operasi melawan musuh di kawasan Asia Barat telah memberi posisi penting di strategi defensif dan ofensif negara ini.
Kemampuan drone Republik Islam Iran selama beberapa tahun lalu, fokus pada dua unsur kualitas dan kuantitas pesawat nirawak tempur dan persenjataan drone berupa bom dan roket serta rudal canggih mengalami lompatan signifikan. Bahkan pusat riset Barat di prediksinya menyebut Iran salah satu lima negara unggul dunia di bidang drone tempur. Drone Fotros yang memiliki kemampuan terbang jangka panjang merupakan salah satu prestasi penting di bidang ini.
Pesawat nirawak Fotros adalah drone pengintai dan tempur, dibangun oleh Organisasi Industri Udara Kementerian Pertahanan, yang diresmikan pada 17 November 2013 di hadapan Sardar Dehghan, Menteri Pertahanan, dan Amir Hatami, Wakil Menteri Pertahanan, di pabrik-pabrik Kementerian Pertahanan di Isfahan.
Pada tanggal 27 April 2019, Komandan Unit UAV Angkatan Darat IRGC mengumumkan penggunaan UAV Fotros dalam waktu dekat dan menyatakan bahwa kami secara serius memeriksa berbagai item dan parameter UAV Fotros dan setelah menyelesaikan penggunaannya di zona operasi. Pada 22 Agustus 2020, Hari Industri Pertahanan, di mana pencapaian pertahanan terbaru di bidang UAV diresmikan di Iran Aircraft Manufacturing Company (HESA) di Isfahan, terungkap tentang Drone Fotros bahwa pasukan darat IRGC adalah pelanggan pasti pertama dari UAV jarak jauh ini.
Fotros merupakan drone terbesar dan terlebar buatan Iran dengan sayap 16 meter, dapat terbang selama 16-30 jam tanpa henti serta jangkauan operasinya 1700 hingga 2000 km. Dua karakteristik ini bergantung pada berat dan jumlah roket yang dibawa drone Fotros. Jarak jelajah Fotros ditaksir sampai 4000 km. Selain itu, kecepatan drone ini sekitar 250 km perjam. Badan dan sayap drone Fotros juga dilengkapi tanki bahan bakar dengan kapasitas 350 kg serta dapat ditingkatkan hingga 450 kg.
Drone Fotros memiliki misi seperti mengawasi perbatasan laut dan darat, memantau jalur pipa minyak, telekomunikasi, mengontrol trafik jalan, mengawasi wilayah yang dilanda bencana gempa, kebakaran dan banjir, menjaga lingkungan hidup dan mengirim film serta gambar selama misinya.
Drone Fotros mampu terbang selamah sehari penuh di jarak ratusan km dari perbatasan laut Iran untuk mengawasi lalu lalang kapal permukaan dan kapal selam (peran yang saat ini diambil oleh pesawat patroli P-4 F) serta mengirim alarm peringatan dini saat menyaksikan konvoi kapal perang musuh. Jika diperlukan, Fotros juga dapat membantu memberi informasi kepada kapal perang militer Iran di timur dan barat Samudra Hindia.
Drone Fotros juga memiliki kemampuan merekam video dan gambar dari udara serta mengirimnya secara langsung (Real Time), serta mampu merekam gambar di pusat kontrol darat, memiliki kemampuaan untuk merencanakan perjalanan pulang pergi, melakukan misi komputer dengan auto pilot dan sistem GPS serta mengirim infromasi rutin penerbangan.
Fotros memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada drone MQ-1 Amerika, sedangkan durasi penerbangan Fitras antara 16 hingga 30 jam sesuai dengan misi yang dinyatakan dan jumlah bahan bakar, durasi penerbangan Amerika adalah 24 jam. Kemampuan khusus Fotros termasuk kemampuan untuk memfilmkan dan memotret dari udara dan mengirim gambar langsung, kemampuan untuk merencanakan perjalanan pulang pergi, penggunaan autopilot, dan pengiriman informasi penerbangan secara konstan.
Maket kedua Fotros: Salah satu kasus yang mendapat perhatian di pameran drone Departemen Pertahanan pada Agustus 2020, bertapatan dengan Hari Industri Pertahanan adalah pembuatan maket Drone Fotros.
Karakteristik performa Drone Fotros:
Jarak Terbang : 2000 Km
Daya Tahan Maksimum Terbang : 30 Jam
Ketinggian Terbang : 25000-7620 meter
Kecepatan : 150-250 Km perjam
Panjang : 9 Meter
Sayap : 16 Meter
Senjata : Memiliki empat slot roket udara ke darat
Misi : Tempur dan Mata-mata
Produsen : Industri Pertahanan Udara Departemen Pertahanan Iran
Di perang modern saat ini, sistem anti udara memainkan peran vital dalam menghadapi ancaman udara serta mencegah musuh menguasai zona udara di medan tempur.
Selama perang 8 tahun Iran-Irak, sistam anti udara Iran, mengingat inovasi Syahid Sattari yang saat itu menjabat sebagai komandan sistem anti udara angkatan udara militer Iran, radar unit ini sangat efektif membantu penembakan jatuh helikopter dan jet tempur Irak. Setelah perang pertahanan suci, sistem ini kemudian dirancang untuk diproduksi di dalam negeri, dan kemudian lahirlah sistem anti udara Mersad.
Menteri Pertahanan Iran saat itu, Ahmad Vahedi di acara peresmian lini produksi sistem rudal pada 11 April 2010 menyatakan bahwa sistem anti udara jarak menengah ini mampu menembak jatuh jet tempur modern di ketinggian rendah dan menengah dan di banding dengan sistem serupa, Hawk, sistem ini memiliki kelebihan. Selain itu, sistem anti udara Mersad juga memiliki keunggulan lain seperti kemampuan menghadapi perang elektronik, serta tergabung dengan jaringan radar dan sistem anti udara lain serta mudah dipindahkan (sistem bergerak).
Sistem Mersad dapat dianggap sebagai sistem asli Iran pertama yang semua komponennya dibuat di dalam negeri. Mersad merupakan hasil penyempurnaan sistem pertahanan udara Amerika "MIM 23 Hawk" di Iran. Komponen utama dari sistem pengamatan yang dirancang sepenuhnya secara digital meliputi bagian-bagian berikut: radar pencarian dan pelacakan, jaringan perangkat lunak dan perangkat keras target, landasan peluncuran dan pusat kendali dan komando.
Secara umum, perubahan paling penting dari sistem ini dibandingkan dengan rekan Amerika-nya adalah penggunaan elektronik digital, komponen elektronik canggih dengan teknologi solid-state dalam radar dan rudal, dan algoritma yang ditingkatkan dalam sistem deteksi dan pelacakan target serta pengendalian tembakan dalam konstruksinya.
Radar sistem ini juga disebut "Kavosh", "Jouiya" dan "Hadi" dari contoh Amerika, tetapi dengan banyak perubahan, terutama di bidang penggunaan teknologi digital. Radar pencari mampu melacak target dengan luas penampang setengah meter persegi pada jarak 150 km dan menguncinya pada radar pada jarak 80 km, kekuatan maksimum yang diperkirakan sekitar 45 km.
Radar detektor Jouiya juga berperan dalam membantu mendeteksi dan melacak target yang terbang di ketinggian rendah. Radar "konduktor" juga bertanggung jawab untuk mengunci target dan mengarahkan rudal ke arahnya. Dalam sistem Mersad, kemampuan untuk menyerang dua target secara bersamaan telah dibuat menggunakan dua radar konduktor. Radar ini juga dilengkapi dengan sistem pelacakan elektro-optik yang mempertahankan kinerja kunci optiknya jika terjadi peperangan elektronik yang parah.
Juga, melihat ruang kontrol sistem pertahanan Mersad menunjukkan volume perubahan dalam sistem asli ini dibandingkan dengan sistem pertahanan Hawk. Sistem Mersad 2 diperkenalkan pada 2011-an dengan pembaruan dan pengoptimalan dibandingkan dengan generasi pertama dan bergabung dengan angkatan pertahanan udara tentara. Dengan membuat perubahan total pada ruang kendali sistem ini, spesialis pertahanan udara angkatan darat telah mampu membangun sistem ini dalam kerahasiaan penuh dan untuk menangani ancaman di sekitarnya secara efektif, dengan menggunakan teknologi baru dan menulis kode khusus untuk tahapan yang berbeda. Dalam sistem Mersad 2, jangkauan deteksi radar pencarian ditingkatkan menjadi 220 km.
Rudal Shahin dan Shalamcheh adalah dua contoh rudal yang dikembangkan untuk sistem Mersad, dan gambar yang dirilis menunjukkan perubahan total dalam tahap desain dan konstruksi kedua rudal ini dibandingkan dengan rudal Hawk Amerika. Perubahan utama di bidang sistem pandu dan navigasi, perubahan yang paling kentara adalah penggunaan antena panel datar, elektronik digital dan komponen solid state.
Rudal Shamlcheh diresmikan pada tahun 2011 sebagai contoh yang lebih maju dari rudal Shahin. Rudal itu memiliki berat sekitar 700 kg, panjang 5 meter, diameter 360 mm, dan kecepatan sekitar 3 Mach. Ketinggian penerbangan untuk tabrakan rudal Shalamcheh dengan target penerbangan diperkirakan berkisar antara 60 meter hingga 18.000 meter, yang penting pada jarak 40 km. Hulu ledak rudal ini memiliki berat sekitar 70 kg, yang menunjukkan bahwa jika mengenai target, itu akan menghancurkannya sepenuhnya.
Selama manuver gabungan sistem anti udara Iran "Modaveane Osemone Velayat-98" di wilayay seluas 416 kilo meter persegi di Semnan, diuji coba model terbaru sistem anti udara Mersad, atau dikenal dengan Mersad 16.
Pekan HAM AS: Washington dan Pemutarbalikan Fakta HAM (1)
Di kalender nasional Republik Islam Iran, 6-12 Tir ditetapkan sebagai Pekan HAM AS.
Alasan penamaan ini adalah hari-hari ini bertepatan dengan beberapa insiden teroris dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pahit dalam dekade pertama tahun-tahun setelah kemenangan Revolusi Islam.
Amerika Serikat telah memainkan peran utama dalam membentuk peristiwa bulan ini, secara langsung dan tidak langsung. Insiden pertama minggu ini dimulai dengan pembunuhan gagal Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam atau Rahbar, Ayatullah Khamenei pada 27 Juli 1981. Dan kemudian pada 7 Tir (28 Juli) disusul dengan aksi kelompok munafik (MKO) yang didukung AS meledakkan markas besar Partai Republik Islam.
Selain itu, pada 7 Tir yakni enam tahun kemudian (1366 Hs) atau 28 Juni 1987, terjadi peristiwa pahit serangan bom kimia di perbatasan kota Sardasht di era perang Iran-Irak, oleh rezim Saddam yang didukung Washington. Satu tahun kemudian pada 12 Tir 1367 Hs (3 Juli 1988) juga terjadi peristiwa pahit lainnya, serangan rudal yang disengaja kapal perang AS terhadap pesawat terbang sipil Iran di kawasan Teluk Persia.
Mencermati serangkaian peristiwa ini, ada dua pertanyaan penting.
Pertama, apa tujuan dari kejahatan dan aksi teroris ini ?
Pertanyaan lain, adalah ketika mayoritas kejahatan kemanusiaan di kawasan dan dunia terjadi atas intervensi Amerika Serikat, apa alasan Washington mengklaim dirinya pembela HAM ?
Untuk menemukan jawaban yang jelas di masalah ini, kami akan berusaha mengkaji dan menguak sebab serta akar permusuhan Amerika Serikat terhadap Iran melalui kinerja HAM Washington.
Aksi teroris tanggal 27 dan 28 Juli 1981 terjadi dalam situasi di mana Iran pada tahun-tahun pertama setelah kemenangan revolusi menghadapi banyak konspirasi yang telah menyebar luas pada awal perang yang dipaksakan. Musuh bangsa Iran berencana untuk menggulingkan pemerintah yang baru berdiri ini dengan melakukan pembunuhan, pemboman, dan menghapus tokoh-tokoh kunci melalui proyek instabilitas internal. Bersamaan dengan konspirasi ini, Amerika Serikat memasuki permainan permusuhan baru dengan Iran.
Pada saat kritis itu, rezim Ba'ath yang berkuasa di Irak, setelah gagal di medan perang, berusaha mengganggu perlawanan rakyat dan pejuang Iran dengan menyeret perang ke wilayah sipil dengan mengintensifkan tembakan roket dan bom kimia di kota-kota Iran seperti sebagai Sardasht. Di tingkat regional, rezim Ba'ath menyerang kapal tanker dan membuka jalan bagi intervensi kekuatan trasn-regional. Serangan kapal Amerika Vincennes (CG-49) terhadap pesawat penumpang Iran pada 3 Juli 1988 adalah produk dari rencana kriminal ini.
Kejahatan AS menarget pesawat sipil Iran terjadi ketika menurut pengakuan wakil presiden AS saat itu, tujuan politik dari tindakan kriminal ini adalah memaksa Republik Islam Iran menerima syarat Amerika dan Irak untuk mengakhiri perang.
Pendekatan kejahatan perang seperti serangan bom kimia dengan mengirim peralatan untuk membuat senjata ini ke Irak dan kebungkaman AS serta sejumlah negara Eropa atas kejahatan ini adalah peristiwa lain yang patut disesalkan dan mengindikasikan klaim Barat mendukung HAM sekedar alat.
Kekuatan arogan sejatinya memanfaatkan isu HAM dalam bentuk perang lunak sebagai instrumen untuk menekan negara lain, sehingga mereka akan meraih tujuan hegemoninya.
Ayatullah Khamenei di pidatonya di hari Mab’atsh, menyebut pemutarbalikan fakta merupakan salah satu trik musuh di perang lunak, dan isu seperti kepemilikan arsenal nuklir terbesar, pembantaian 220 ribu orang oleh bom Amerika dan klaim penentangan terhadap senjata pemusnah massal dan dukungan AS terhadap kelompok teroris seperti Daesh (ISIS), memberi bantuan finansial dan fasilitas media modern serta klaim memerangi terorisme termasuk bukti lain pendistorsian fakta.
Teror gagal terhadap Ayatullah Khamenei
Penamaan Pekan Pemutarbalikan HAM AS dimaksudkan supaya berkas kejahatan AS terhadap kemanusiaan senantiasa terbuka dan ada peluang untuk membongkar skandal pembantaian manusia tak berdosa oleh AS di berbagai negara seperti Afghanistan, Irak, Yaman, Suriah dan bahkan perilaku kekerasan negara ini terhadap warga kulit hitam serta penumpasan aksi protes diskriminasi di Amerika.
Tidak diragukan lagi, kejahatan ini tidak akan pernah terhapus dari pikiran rakyat Iran dan para korban pembunuhan yang disponsori AS. Jika Amerika Serikat dan pendukung Saddam lainnya tidak membantu Saddam dalam kejahatan ini; maka ribuan orang tak bersalah tidak akan menjadi korban senjata kimia baik di Sardasht maupun Halabja.
Abbas Ali Kadkhodaei, dosen Hukum Internasional di Universitas Tehran dan anggota pakar hukum di Dewan Garda seraya merilis artikel dengan tema “Standar Ganda, Nilai AS dan Barat” menulis: “Beberapa tahun lalu, petinggi rezim Saddam secara resmi mengakui bahwa selama perang Iran-Irak, mereka menggunakan senjata kimia terhadap rakyat Iran dan Irak dan yang paling disesalkan adalah korban serangan ini bukan militer tapi warga sipil, di mana selama 378 serangan kimia Saddam selama perang ini, warga Iran di Baneh, Mariwan, Sardasht, Piranshahr, Soomar dan....serta warga Irak di Halabja, al-Faw, Kepulauan Majnoon, dan...menjadi korban serangan kimia Saddam. Berdasarkan data yang ada, selama serangan ini lebih dari 50 ribu orang terbunuh dan terluka.”
Amerika memiliki kejahatan keji seperti pemboman Heroshima dan Nagasaki di Jepang, penembakan pesawat sipil Iran dengan rudal. Tak hanya itu, AS juga terlibat di serangan kimia Saddam terhadap warga Iran dan Irak.
Amerika juga memiliki catatan buruk penggunaan senjata pemusnah massal. Amerika untuk pertama kalinya di tahun 1763 menggunakan senjata kimia untuk membantai warga Indian, pemilik asli tanah Amerika.
Selama perang dunia pertama, AS memproduksi lebih dari lima ribu ton bahan kimia yang digunakan sebagai bahan senjata kimia. Data menunjukkan bahwa Amerika di perang Vietnam menyebarkan lebih dari 75 juta liter racun kimia kepada warga pedesaan Vietnam dan menghancurkan ratusan ribu hektar hutan. Dampak bahan beracun berwarna jingga ini telah menyebabkan kematian hampir 300 ribu orang Vietnam dan ratusan anak-anak dilahirkan cacat.
Sejatinya Amerika dan sejumlah negara Eropa dengan memutarbalikan fakta HAM, memanfaatkan isu ini untuk melawan negara-negara independen.
Kekuatan hegemoni saat ini juga memperluas langkah tak manusiawinya ke bidang ekonomi dan melalui terorisme ekonomi, mereka menarget keselamatan dan kehidupan warga Iran. Domain perilaku di luar kemanusiaan ini sampai pada tahap ketika pandemi Corona menyebar yang di saat seluruh negara berusaha membantu untuk mencegah penyebaran virus ini, justru Iran menghadapi perlakuan bias dan bahkan pengiriman obat-obatan untuk mengobati virus ini dilarang dengan dalih sanksi terhadap Tehran. Tak hanya itu, mereka juga melarang pengiriman bantuan kemusiaan warganya kepada Iran.
Keganasan Senjata Kimia dan Biologis Ancam Umat Manusia
Tanggal 29 Juni 1987 diperingati sebagai Hari Perang Melawan Senjata Kimia dan Biologis untuk mengenang serangan bom kimia ke kota Sardasht, Azerbaijan Barat, Iran.
Pada tanggal 28-29 Juni 1987, pesawat-pesawat pembom rezim Baath Irak melancarkan serangan kimia ke empat lokasi padat penduduk di kota Sardasht. Korban keganasan gas kimia mematikan dalam serangan itu kebanyakan perempuan, anak-anak, dan warga sipil tak bersalah warga kota Sardasht dan sekitarnya.
Senjata kimia adalah senjata atau bahan kimia yang menargetkan manusia atau makhluk hidup lain. Jika senjata kimia ini bersentuhan langsung dengan bagian tubuh mana pun pada makhluk hidup, maka seluruh badan akan terkontaminasi dan terjangkiti berbagai penyakit. Bahan kimia ini bisa berbentuk padat, cair atau gas.
Dengan kata lain, bahan kimia dapat diartikan sebagai komposisi kimia yang jika digunakan pada manusia, binatang atau tumbuhan, dapat membunuh atau meninggalkan luka permanen dan sementara pada organ tubuh. Senjata kimia dalam ranah militer terbagi dalam enam kategori, yaitu mematikan, melumpuhkan, dalam bentuk asap, antitumbuhan, dapat menciptakan api, dan berfungsi mengontrol kerusuhan. Senjata ini mempengaruhi sistem saraf tubuh, memberi efek samping pada kulit dan menciptakan gangguan pernapasan.
Senjata kimia dan biologis untuk pertama kali digunakan pada tahun 1763, ketika Amerika Serikat menggunakan senjata kimia terhadap warga Kulit Merah pemilik asli tanah Amerika. Pada Perang Dunia I tahun 1914, senjata kimia dipakai oleh pasukan Jerman, kemudian diikuti oleh negara-negara lain.
Pasukan Jerman pada 22 April 1915 menyerang tentara Sekutu di sepanjang front barat dengan menembakkan lebih dari 150 ton gas klorin yang mematikan terhadap dua divisi pasukan Prancis di Ypres, Belgia. Ini adalah serangan gas besar pertama oleh Jerman, yang menewaskan sekitar 5.000 tentara Inggris dan Prancis. Hari ini dikenal sebagai hari lahirnya perang kimia. Jerman pada tahun 1917 untuk pertama kalinya menggunakan gas mustard pada musim panas 1917.
Gas kimia ini menyerang kulit dan menciptakan kebutaan pada mata korbannya, sehingga masker gas dan respirator tidak bisa melindungi mereka. Selama PD I total digunakan sekitar 124.200 ton klorin, mustard, dan bahan kimia lain, dan lebih dari 90.000 tentara tewas karena terpapar bahan-bahan tersebut. Lebih dari satu juta orang meninggalkan medan perang dalam keadaan buta, cacat atau dengan luka parah.
Usai PD II yang terjadi dari tahun 1939 hingga 1945, pada tahun 1951, Inggris menggunakan bahan kimia Phytotoxin. Dalam Perang Vietnam, Amerika Serikat menggunakan bahan kimia dan biologis. Pasukan AS menyebarkan ribuan ton Agent Orange di hutan-hutan Vietnam untuk mengubah tempat-tempat persembunyian Vietcong menjadi gurun. Sebagian besar bahan kimia tersebut dipasok oleh Jerman ke AS.
Pengaruh bahan kimia mematikan dioxin sampai saat ini, meski sudah berlalu puluhan tahun, masih terasa, di Vietnam sampai sekarang masih terlahir anak-anak cacat karena pengaruh bahan kimia ini. Pada tahun 1979 militer Uni Soviet juga menggunakan bahan kimia sejenis di Afghanistan. Rezim rasis Apartheid, Afrika Selatan pada 8 Maret 1983 menggunakan bahan kimia beracun untuk melawan pasukan SWAPO di Namibia.
Pemerintah Irak di masa Saddam Hussein melancarkan serangan kimia luas terhadap Iran. Sekitar tahun 1976, rezim Irak memanfaatkan tenaga akademisi dan menganggarkan dana besar untuk mengumpulkan informasi seputar senjata kimia, biologis dan radioaktif, dan meraih sejumlah keberhasilan di tiga bidang itu. Saddam Hussein sejak tahun 1984 menggunakan Tabun, tapi bahan kimia berbahaya ini harganya cukup mahal, dan bahan baku untuk membuatnya sulit ditemukan.
Setelah itu Saddam Hussein lebih banyak mencari gas beracun VX yang dianggap memiliki kekuatan dan ketahanan yang lebih besar. Saddam Hussein juga banyak menggunakan gas Mustard, karena gas ini memberikan pengaruh jangka panjang seperti kebutaan, berbagai jenis kanker, infertilitas, dan cacat fisik sebelum lahir.
Militer Irak pertama kali menggunakan senjata kimia dalam perang yaitu pada tanggal 19 Oktober 1980 di wilayah selatan Provinsi Khuzestan, Iran. Di tahun ini, Irak empat kali menggunakan senjata kimia dari jenis gas Mustard yang menyebabkan satu orang terluka, dan 20 gugur.
Protes Iran atas aksi tidak manusiawi Irak menyebabkan Radio Irak terpaksa membantah tudingan Iran, namun selama operasi perang Ramezan dan Khaibar, bom-bom kimia produksi Irak, digunakan secara luas dengan bantuan artileri dan pesawat.
Realitasnya Irak tidak hanya meruntuhkan garis pertahanan pasukan Iran dengan bom kimia, tapi sejumlah banyak senjata ini juga digunakan terhadap warga sipil. Pembebasan kota Khorramshahr dan kemenangan-kemenangan besar Iran atas pasukan Irak, menyebabkan Irak terpaksa kembali menggunakan senjata kimia dalam Operasi Wal Fajr 2, Wal Fajr 4, Khaibar, dan Badr.
Serangan kimia jet-jet tempur rezim Baath Irak ke kota Sardasht di barat Iran menewaskan 110 orang, dan melukai 8.000 lainnya. Sungguh disayangkan sampai saat ini sejumlah warga Iran di Sardasht masih harus menanggung derita sebagai dampak bom-bom kimia Irak ini. Namun meski Irak telah terbukti melakukan kejahatan perang, masyarakat internasional tidak melakukan tindakan untuk mencegah berlanjutnya agresi negara itu ke Iran, dan mengabaikan masalah ini.
Pada tahun 1984, laporan pertama para ahli yang ditunjuk Sekjen PBB untuk menyelidiki tuduhan Iran, dipublikasikan. Laporan para ahli itu mengonfirmasi penggunaan gas Mustard dan gas-gas saraf terhadap Iran di sejumlah wilayah negara ini. Setelah laporan tersebut dirillis hingga berakhirnya perang, setiap tahun sekelompok ahli mendatangi Iran, dan mengonfirmasi penggunaan senjata kimia oleh Irak terhadap Iran.
Poin yang perlu diperhatikan adalah kinerja Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB. Karena dukungan terbuka Barat terhadap Irak, Dewan Keamanan PBB hanya meminta dua negara saja yaitu Iran dan Irak untuk tidak menggunakan senjata kimia, dan PBB tidak mau mengakui bahwa Irak telah melakukan kejahatan perang, karena anggota-anggota asli DK PBB adalah sekutu Irak.
Begitu juga AS, selama delapan tahun perang Irak dan Iran, telah memberikan bantuan kepada Baghdad senilai hampir lima miliar dolar, dan memberikan sejumlah banyak bahan kimia serta biologis ke Irak. Sekutu Barat lain memberikan miliaran dolar untuk membantu militer Irak.
Inggris mengirim tank, rudal dan mortir ke Irak. Prancis mengirim rudal, dan jet tempur ke Irak, Jerman Barat memberikan teknologi dan memproduksi gas saraf, dan mustard. Semua itu menjadi sebab lebih dari 100 ribu orang di Iran terluka, sebagian besar perempuan menderita efek samping dan penyakit yang disebabkan oleh senjata kimia itu, dan membutuhkan perawatan medis.
Saat ini setelah berlalu puluhan tahun, setiap hari di Iran masih saja terdengar berita gugurnya satu dari 35.000 korban luka kimia di berbagai penjuru negara ini.
Pekan HAM AS: Dualisme HAM dan Dukungan terhadap Teroris, Strategi AS (2)
Dualisme Hak Asasi Manusia (HAM) dan dukungan terhadap terorisme oleh Amerika Serika serta sejumlah pemerintah Eropa dan pemanfaatannya sebagai alat, merupakan dua strategi vital untuk memajukan tujuan Barat.
Pendekatan ini telah memberi pukulan telak terhadap prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan keamanan di dunia.
Kendala utama di bidang ini adalah politisasi institusi HAM dan pengaruh kekuatan opresif, standar ganda dan stereotip terhadap isu HAM. Ada contoh yang jelas dalam hal ini.
Sejumlah pemerintah seperti Kanada, Australia, Inggris, Denmark, Amerika Serikat, Jerman dan Prancis ketika berbicara mengenai HAM mendiktekan kepada dunia bahwa mereka adalah teladan HAM. Namun faktanya adalah isu HAM sangat dipengaruhi oleh sikap politik Barat dan berlanjutnya arus ini membuat institusi HAM semakin jauh dari dukungan sejatinya terhadap HAM.
Image Caption
Dengan kata lain harus dikatakan bahwa, pandangan utilitarian politik telah menghilangkan sifat dan fungsi organisasi dan institusi hak asasi manusia Barat yang diciptakan untuk membela hak asasi manusia dari status dan tanggung jawab mereka yang sebenarnya.
Serangkaian peristiwa dan kejadian terorisme dan kejahatan perang yang terjadi di tahun-tahun pertama kemenangan Revolusi Islam dan selanjutnya, tidak terkecuali dari dualisme ini. Padahal jika setiap peristiwa ini terjadi terhadap warga Amerika atau salah satu negara Eropa, maka akan dirilis puluhan resolusi dan statemen serta akan dijatuhkan beragam sanksi.
Sementara sanksi yang dijatuhkan Amerika dan mitra Eropanya melalui pendekatan sepihak dan ilegal Amerika telah mengancam kehidupan dan keselamatan fisik serta mental rakyat Iran.
Dunia Barat sejatinya menutup matanya terhadap kejahatan nyata ini dan menjadi pelanggar terbesar HAM, dan mereka merilis statemen terhadap negara lain demi meraih ambisi arogannya.
Ada satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam dikotomi hak asasi manusia dan terorisme di Barat, yaitu sifat politik dan tujuan bias yang tersembunyi di balik kedok klaim hak asasi manusia dan perang melawan terorisme. Tidak ada keraguan bahwa dukungan AS untuk terorisme dan penggunaan hak asasi manusia secara instrumental telah menjadi bagian dari strategi Washington untuk campur tangan di kawasan itu dan menyerang Iran yang Islami.
Dari sudut pandang ini, kejahatan mengerikan Amerika Serikat pada 3 Juli 1988 dalam menargetkan pesawat penumpang Iran di Teluk Persia harus dianggap sebagai salah satu bencana manusia paling menyakitkan di era kontemporer. Para pelaku kejahatan ini tidak hanya tidak ditegur, tetapi juga dianugerahi Medal of Courage oleh Presiden Amerika Serikat saat itu, meskipun pengakuan Wakil Presiden saat itu bahwa serangan rudal terhadap pesawat penumpang itu disengaja.
Amerika Serikat membenarkan dukungannya terhadap terorisme dengan argumen demagogisnya dan pembagian terorisme menjadi baik dan buruk, dan alih-alih memerangi terorisme, ia menerbitkan daftar kelompok yang disebutnya teroris setiap tahun dan menuduh orang lain mendukung terorisme.
Seperti yang dijelaskan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei di statemennya saat bertemu dengan keluarga syuhada 7 Tir, perilaku dualisme ini sampai pada tahap mereka yang melakukan kejahatan teror di Iran kini aktif secara bebas di Eropa dan Amerika serta bertemu dengan para petinggi negara tersebut dan bahkan mereka diberi kesempatan untuk memberi pidato mengenai HAM di berbagai pertemuan.
Rahbar menyebut hal ini sebagai skandal besar bagi negara Eropa dan Amerika. Rahbat menambahkan, “Kelompok teroris ini adalah orang-orang yang dengan klaim membela rakyat dan bahkan Islam, tapi berperang melawan bangsa Iran. Lebih lanjut orang-orang ini melakukan kejahatan keji seperti di peristiwa 7 Tir dan meneror warga biasa. Mereka pada akhirnya seperti Saddam dan kini berada di bawah perlindungan Amerika Serikat.”
Oleh karena itu, peristiwa seperti ledakan teror 7 Tir dan serangkaian insiden teror setelahnya harus dicermati sebagai skenario kubu arogan global untuk merusak Revolusi dan pemerintah Republik Islam, dan tujuan busuk ini masih terus dikejar dengan berbagai metode.
HAM ala Amerika
Di aliran HAM arogan global, hak manusia bukan saja tidak memiliki tempat, bahkan eksistensi manusia tidak penting.
Harus diakui bahwa saat ini bukan hanya rakyat Palestina, Lebanon, Suriah, Irak, Yaman, Afghanistan dan Iran yang menjadi korban kebijakan tak manusiawi Amerika Serikat, bahkan warga negara ini sendiri juga tidak aman dari pendekatan hegemoni dan diskriminasi pemimpin Gedung Putih. Dalam hal ini, warga kulit berwarna menjadi etnis yang menjadi sasaran diskriminasi sistematis negara ini ketimbang warga lainnya.
Berbagai peristiwa selama beberapa tahun terakhir di berbagai kota Amerika semakin menguak realita ini bahwa jika kepentingan minoritas yang berkuasa di negara ini mengharuskan, maka mereka akan memperlakukan warga Amerika seperti rakyat Irak, Afghanistan, Yaman dan Palestina.
Isu utama di kampanye “Represi Maksimum” Amerika terhadap bangsa Iran adalah hak bangsa Iran. Amerika dengan congkak berencana menghapus hak bangsa Iran termasuk menghapus hak teknologi dengan fokus pada teknologi nuklir, menghapus hak defensif dengan fokus pada pertahanan rudal dan menghapus hak partisipasi regional dengan fokus pada perang melawan terorisme.
Amerika Serikat yang mengklaim sebagai pembela HAM sampai saat ini telah keluar dari sejumlah perjanjian internasional seperti (Trans Pacific Partnership/TPP), kesepakan iklim Paris, Perjanjian Migrasi PBB, perjanjian North American Free Trade Agreement (NAFTA) serta sejumlah perjanjian internasional dan regional lainnya. AS karena memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB dengan mudah menginjak-injak hukum internasional. Di era Donald Trump, Amerika bahkan mengabaikan slogan HAM dan menyebut keluarnya AS dari Dewan HAM sebagai prestasi besar pemerintahannya.
Image Caption
Menyimak rapor AS di isu HAM di abad terakhir, menunjukkan bahwa Amerika di kasus HAM bukan sebagai pengklaim pembela, tapi harus ditetapkan sebagai terdakwa dan harus memberi jawaban kepada opini publik masyarakatnya dan dunia. Kinerja HAM AS merupakan tanda ketidakabsahan pejabat Gedung Putih dalam perlindungan HAM, dan faktanya banyak pejabat AS yang menjadi tersangka pertama dalam kasus ini dan harus diperkenalkan sebagai pusat dan poros kejahatan di dunia.
Republik Islam Iran, bagaimanapun, menganggap perlindungan hak-hak bangsa Iran sebagai tugasnya dan tidak menunjukkan toleransi ke arah ini. Republik Islam sesuai dengan instruksi konstitusi tidak mentolerir diskriminasi dalam membela hak asasi manusia dan berdasarkan prinsip serta ketentuan yang tertera di konstitusi menilai membela hak bangsa tertindas sebagai tugasnya. Iran Islami berdasarkan ideologi keadilan, tak ragu-ragu mendukung protes damai warga Amerika yang menyuarakan penentangan terhadap kebijakan diskriminasi para penguasa negara ini.
Pekan HAM AS; Kasus HAM AS dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan (3)
Lebih dari setengah abad, isu Hak Asasi Manusia (HAM) dimanfaatkan sebagai alat represi oleh Amerika Serikat.
Dalam prosesnya, negara-negara yang menentang Amerika Serikat dengan cara apa pun dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia tanpa bukti. Implikasinya adalah bahwa negara mana pun yang bermasalah dengan Amerika Serikat diidentifikasi sebagai pelanggar hak asasi manusia.
Perilaku ganda ini berlaku untuk transformasi internal masyarakat Amerika.Melihat sejarah Amerika menunjukkan bahwa minoritas yang tinggal di negara ini berada di bawah tekanan berat dari pemerintah AS. Di halaman-halaman sejarah kita melihat bagaimana orang Indian dibantai oleh orang Amerika dan orang kulit hitam yang diperbudak. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa bahkan di Amerika Serikat, rakyatnya tidak kebal terhadap pelanggaran hak asasi manusia Amerika dan berada di bawah tekanan kuat dari kebijakan diskriminatif dan rasis.
Contoh lain pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Amerika Serikat adalah terkait dengan hak-hak anak oleh negara ini. Meskipun hak anak adalah salah satu hak dasar yang paling penting, dan diakui oleh semua negara, Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang belum menandatangani Konvensi Hak Anak, meskipun ada propaganda besar AS tentang hak asasi manusia. Padahal semua negara adalah anggota Konvensi Hak Anak, karena hak anak adalah hak dasar.
Selama pemerintahan Trump, pemerintah AS menerapkan rencana untuk memisahkan anak-anak dari keluarga imigran untuk menerapkan kebijakan anti-imigrasi, menggunakannya sebagai alat tekanan dan hukuman. Sementara migrasi ini disebabkan oleh tekanan kolonial yang dilakukan oleh Amerika Serikat selama bertahun-tahun di Amerika Selatan dan Amerika Tengah.
Di bidang budaya dan sosial, Amerika juga melakukan pelanggaran HAM dan menciptakan banyak kesulitan bagi anak-anak dan masyarakat.
Melihat hukum Amerika menunjukkan bahwa itu ditulis untuk kepentingan hanya satu persen dari populasi. Dengan demikian, pelanggaran HAM oleh pemerintah AS ditujukan untuk mengamankan kepentingan satu persen masyarakat.
Sebagai akibat dari diskriminasi ini, rasisme polisi di Amerika Serikat telah menyebabkan peningkatan kejahatan dan populasi penjara, mengubah Amerika Serikat menjadi kamp konsentrasi besar dan tahanan seperti Gulag. Faktanya, sistem kapitalis Amerika yang korup telah membayangi penjara dan peradilan.
Foad Izadi, pakar hubungan internasional dan anggota dewan ilmiah Universitas Tehran seraya mengisyatarkan kebijakan yang tak seimbang Amerika terkait HAM mengatakan, “...Isu HAM dimanfaatkan sebagai salah satu piramida represi untuk mensanksi musuh Amerika. Sementara warga Amerika sendiri menanggung tekanan lebih besar terkait pelanggaran HAM.”
Seraya menekankan bahwa wacana pelanggaran HAM sebagai salah satu strategi kebijakna luar negeri AS, Izadi mengingatkan, Amerika yang mengklaim sebagai sponsor HAM, bukan saja melakukan aktivitas anti-HAM terhadap rakyat negara lain, bahkan terhadap warganya sendiri juga menerapkan kebijakan serupa. Faktanya dapat dikatakan bahwa korban HAM AS, justru warga negara ini sendiri.
Setiap tahun, ribuan orang menjadi korban keegoisan dan keserakahan para produsen senjata dan mafia senjata api dan amunisi, dan kelompok ini di luar dari orang-orang yang dibantai secara legal dan sah oleh polisi.
Selain orang kulit hitam, penduduk asli Amerika yakni pemilik asli Amerika Serikat, telah melawan budaya destruktif dan ekualiser Amerika selama lebih dari satu abad untuk melestarikan identitas lokal dan asli mereka, dan tidak ada seorang pun di dunia yang mendengar tangisan mereka. Selama lebih dari seperempat abad, tidak ada tekad untuk mengejar pembantaian brutal dan abad pertengahan terhadap Ranting Daud.
Status hak-hak minoritas, orang kulit berwarna, Muslim, perempuan, kulit hitam, status kebebasan sipil dan privasi, dan penindasan dan pembunuhan protes terhadap kebrutalan polisi terhadap orang kulit hitam selama protes nasional lainnya dalam beberapa tahun terakhir adalah perlakuan tidak manusiawi lainnya terhadap Amerika.
Dr. Sayid Javad Hashemi Fesharaki, peneliti dan dosen dalam sebuah memonya bertepatan dengan Pekan HAM AS menulis, “...Amerika Serikat pelanggar HAM terbesar di dunia, dan pelanggaran terhadap HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan bagian struktural dan fungsional integral dari kebijakan Amerika. Orang Amerika telah melakukan semua jenis kejahatan terhadap rakyat dunia dan masyarakat manusia sepanjang sejarahnya; Kejahatan yang pasti tidak akan terhapus dari ingatan sejarah selama berabad-abad, dan anehnya, konsep hak asasi manusia adalah salah satu kasus penting yang melaluinya Amerika Serikat berusaha memperkenalkan dirinya sebagai tempat lahirnya demokrasi dan sebagai penuntut dapat menggantikan tertuduh dan yang tertindas. Saat ini, penjarah dan penjahat dunia, khususnya Amerika menyuarakan HAM dan melalui organisasi seperti NATO dan pembangunan pangkalan militer, berusaha menggapai ambisi ilegalnya.”
Amerika Serikat juga menjadi pelaku agresi militer dan tindakan tidak manusiawi di banyak negara. Masuknya langsung pasukan Amerika ke Kolombia pada tahun 1901, invasi Nikaragua pada tahun 1907, invasi Panama pada tahun 1912 termasuk di antara agresi Amerika.
Pendudukan Kuba antara tahun 1917 dan 1933, serta invasi ke Cina dan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, yang menyebabkan kematian tragis sekitar 220.000 orang dengan radiasi radioaktif; Ini adalah bagian lain dari kejahatan dan agresi Amerika.
Amerika Serikat di puluhan negara dan negara yang kalah dalam Perang Dunia II, seperti Jepang, Jerman dan Italia, serta di negara-negara yang membutuhkan bantuan AS dalam membangun kembali negaranya mulai mendirikan pangkalan militer.
Pada paruh kedua abad kedua puluh saja, Amerika Serikat telah merencanakan dan memimpin sekitar 100 kudeta militer dan penggulingan pemerintah, dan puluhan kali langsung menyerbu atau mengancam intervensi militer. Sejak Perang Dunia II, negara-negara yang ditaklukkan telah menjadi tempat utama intervensi dan kudeta militer, atau kuasi-kudeta dan kontra-kudeta, dan pembentukan kediktatoran militer.
Sangat mudah untuk melihat seberapa besar Amerika Serikat telah merusak kemerdekaan negara-negara dan proses pengambilan keputusan pemerintah melalui ancaman, kudeta, pendudukan militer, dan sanksi. Dalam rangkaian intervensi ini; Berbagai agen dan organisasi mata-mata AS telah secara aktif terlibat dalam merencanakan kudeta dan konspirasi untuk menggulingkan pemerintah populer, dan Amerika Serikat bertanggung jawab atas kudeta yang tak terhitung jumlahnya di dunia.
Amerika Serikat telah berulang kali melakukan intervensi secara terbuka melalui dominasi dan eksploitasi ekonomi, agresi budaya, agresi militer, perlucutan senjata, mengancam atau menggunakan kudeta militer, dan menggulingkan pemerintah nasional dan rakyat, dan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan bagian integral dari struktur dan kinerja Amerika.
Ketidakamanan kawasan Asia Barat dan pembunuhan orang oleh Amerika selama bertahun-tahun telah menjadi penyebab ketidakstabilan di kawasan ini akhir-akhir ini. Kehadiran militernya di Asia Barat telah memperburuk ketidakamanan, terorisme, dan konflik proksi dan perang di kawasan itu, bersama dengan banyak kejahatan yang tersembunyi lainnya.
Agresi ke Lebanon tahun 1958, operasi militer di Irak di perang pertama Teluk Persia tahun 1991, pendudukan Somalia, agresi dan pendudukan Afghanistan dengan dalih memburu kelompok al-Qaeda yang kemudian terbukti justru Amerika yang mempersenjata kelompok ini di tahun 2001, pendudukan Irak tanpa restu PBB tahun 2003 dan terus bercokol di Irak meski ada keputusan parlemen negaraiani, serta dukungan resmi terhadap milisi bersenjata teroris di Suriah untuk menumbangkan pemerintahan sah dan pilihan rakyat, merupakan list dari kejahatan ini.
Mengenal MRAP Toofan, Kendaraan Lapis Baja Anti-Ranjau Iran
MRAP atau Mine-Resistant Ambush Protected, sebuah kendaraan lapis baja yang anti-ranjau dan jebakan.
Rezim Apartheid Afrika Selatan di dekade 70-an pertama kali menggunakan kendaraan anti-ranjau jenis ini. Tapi apa kita kenal saat ini dengan nama MRAP, pertama kalinya diluncurkan Departemen Pertahanan AS tahun 2007 sebagai jawaban atas eskalasi ancaman bom-bom yang dipasang di pinggir jalan selama perang Irak.
Progam MRAP secara sekilas dimaksudkan untuk memperkuat kendaraan dari serangan peralatan peledak improvisasi (IED). Penggunaan MRAP oleh militer Amerika di Irak dan Afghanistan serta berkurangnya korban, membuat militer di negara lain mulai memperhatikan kendaraan lapis baja jenis ini. Hal ini karena meski ada kerusakan, tapi penumpangnya dapat diselamatkan dari cidera serius dan bahkan kematian. MRAP memainkan banyak peran seperti kendaraan pengangkut, patroli, penjaga konvoi, identifikasi tempur dan platform untuk memasang senjata.
Dalam empat dekade terakhir, terutama setelah perang yang dipaksakan, industri pertahanan Iran telah membuat perubahan besar dalam pasokan peralatan militer dan kebutuhan negara di bidang pertahanan dan membuat negara tidak membutuhkan produk dan peralatan asing. Di antara industri pertahanan untuk menjamin kebutuhan negara di bidang kendaraan lapis baja, telah mencapai prestasi penting dan dengan investasi efektif serta pemanfaatan teknologi dalam negeri, berhasil meraih prestasi cukup gemilang di bidang ini.
Kendaraan ini memiliki nilai penting dalam memenuhi kebutuhan militer khususnya dalam melindungi nyawa tentara terutama di sektor keamanan perbatasan, perang melawan kriminal dan teroris. Mengingat eskalasi penggunaan ranjau anti-kendaraan dan beragam bom pinggir jalan (IED), industri pertahanan Iran mengembangkan beragam kendaraan lapis baja anti-ranjau dan jebakan MRAP yang menjadi produk strategis di bidang pertahanan dan jaminan keamanan.
MRAP Toofan termasuk kendaraan lapis baja anti-ranjau dan jebakan produksi Iran yang menambah ketangkasan dan efektivitas pasukan bersenjata dalam melawan penjahat, teroris dan melindungi nyawa tentara. Kendaraan ini diproduksi oleh Organisasi Industri Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Islam Iran untuk tugas-tugas dukungan tempur dan lalu lalang di wilayah perang serta daerah operasi.
MRAP Toofan, kendaraan lapis baja anti-ranjau merupakan produk pertama yang dibuat di dalam negeri dan sesuai dengan standar jenis kendaraan pelindung ini. Maket pertama MRAP Toofan dipamerkan di acara pameran peralatan polisi (IPAS) selama beberapa tahun terakhir. Untuk pertama kalinya di tahun 2016, selama pameran IPAS, kendaraan MRAP Toofan produk Iran turut dipamerkan.
Sepertinya kendaraan lapis baja ini dirancang teknisi Iran dengan mengambil contoh dari sebuah program sukses Kanada Typhoon yang dibuat Perusahaan Streit Group. Lini produksi kendaraan lapis baja ini diresmikan tahun 2018 yang disertai dengan penyerahan lima kendaraan. Menteri Pertahanan Amir Hatami di cara pameran MRAP Toofan menyatakan bahwa biaya produksi setiap satu kendaraan ini akan kurang dari 500 ribu dolar, dan biaya ini akan sangat penting dan patut diperhatika mengingat maket serupa serta akan dapat menghemat anggaran karena diproduksi di dalam negeri.
MRAP Toofan turut di acara parade Angkatan Bersenjata Iran di Tehran pada 22 September 2019. Di parade ini, MRAP Toofan bergabung dalam unit kendaraan lapis baja angkatan darat IRGC. Kendaraan ini diserahkan kepada unit perbatasan militer dan pasukan darat Sepah Pasdaran (IRGC) dan bermanfaat melindungi nyawa tentara dan pasukan perbatasan Iran Islami. Pasukan darat IRGC, polisi penjaga perbatasan dan Hashd al-Shaabi Irak adalah pengguna MRAP Toofan Iran.
MRAP Toofan, kendaraan lapis baja dengan sistem penggerak 4x4 dengan ketinggian tiga meter dan bobot 14 ton. Kendaraan ini memiliki standar perlindungan STANAG 4569 level 3. Level perlindungan ini artinya Toofan buatan Iran mampu mampu bertahan dari ancaman peluru hingga kaliber 7.62×51mm AP, ledakan 8 kg TNT di bawah badan kendaraan dan ledakan sebuah peluru 155 mm dari jarak 60 meter.
Dapat dikatakan bahwa level perlindungan ini sudah cukup bagi perbatasan Iran dan mematahkan mayoritas ancaman. Wajar jika kendaraan ini juga memiliki fasilitas dapat ditingkatkan level perlindungannya. Di bawah kerangka Toofan juga digunakan desain berbentuk V untuk menciptakan penyimpangan paling besar saat ledakan dan untuk ancaman seperti roket RPG dapat dengan mudah dipasang pelindung yang selama bertahun-tahun telah ada di Iran.
Ban MRAP Toofan dapat bergerak hingga 50 km saat kempis. Tak hanya itu kendaraan ini juga dilengkapi dengan sistem kontrol pusat ban. Motor diesel 8 silinder kendaraan ini yang didinginkan dengan air, memiliki kemampuan 260 tenaga kuda. Kecepatan maksimumnya di jalan adalah 100 km / jam dan memiliki gearbox manual 9-percepatan. MRAP Toofan memiliki kemampuan untuk melintasi rintangan, menyeberangi sungai dan saluran air dengan kedalaman 1,5 meter dan melintasi rintangan vertikal 50 cm. Toofan memiliki kemiringan 60 persen bujur dan lebar 30 persen, yang merupakan kemampuan yang baik untuk bergerak.
Toofan tersebut memiliki dimensi panjang, lebar dan tinggi hingga langit-langit masing-masing 7, 2,47 dan 3,01 meter. Kendaraan ini memiliki kapasitas untuk membawa satu pengemudi, komandan dan 8 tentara bersenjata. Pintu independen untuk pengemudi dan orang di samping, dan pintu untuk penumpang lain dipasang di bagian belakang mobil. Delapan proyektil untuk menembak dari dalam disediakan oleh personel, dan menara bergerak dengan ketinggian 44 cm juga dipasang di atap mobil, yang juga dapat menggunakan amunisi kaliber 14,5 mm, dan penutup pelindung dipasang di sekitar pengguna.
Untuk memberi keamanan lebih besar di kondisi penglihatan yang buruk, dua sisi di depan dan belakang kendaraan ini dilengkapi dengan kamera, dan untuk memberi kenyamanan lebih kepada penumpang, kendaraan ini dilengkapi dengan sistem ventilasi, pendingin dan pemanas ruangan. Selain itu, di Toofan dipasang kursi yang mampu menahan goncangan dan kejutan akibat ledakan.
Dua Dekade Kejahatan HAM AS di Afghanistan
Menjelang penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada September 2021, negara adidaya ini melakukan banyak kejahatan HAM di Afghanistan selama hampir dua dekade terakhir. Artikel ini akan menelisik jejak kelam tersebut.
Amerika Serikat menginvasi Afghanistan pada 7 Oktober 2001 tidak lama setelah serangan teroris 11 September 2001, yang menyerang menara kembar World Trade Center di New York City, dengan dalih memerangi al-Qaeda dan Taliban.
Selama dua dekade kehadirannya yang gagal di Afghanistan, Amerika Serikat telah melakukan banyak kejahatan terhadap kemanusiaan di negara itu yang tidak akan pernah terhapus dari ingatan sejarah rakyat Afghanistan.
Berbagai bukti faktual menunjukkan bahwa militer AS melakukan kejahatan perang, terutama selama 2003 dan 2004, dan beberapa kejahatan yang berlanjut hingga 2014.
Tidak hanya itu, beberapa kasus yang disebut sebagai kesalahan perang AS di Afghanistan harus ditambahkan ke dalam daftar kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan AS di negara Asia Selatan ini.
Pembunuhan yang dilakukan tentara AS terhadap tujuh belas warga sipil Afghanistan di distrik Panjwai Kandahar dan tubuh mereka dibakar pada 11 Maret 2012. Serangan udara AS di Médecins Sans Frontières di Kunduz pada 2015. Serangan militer terhadap pesta pernikahan di wilayah timur Afghanistan, dan penyiksaan tahanan di penjara rahasia Afghanistan, termasuk Penjara Bagram, menjadi salah satu tindakan kriminal militer AS yang selalu menuai kritik keras dari organisasi hak asasi manusia AS.
Menyusul permintaan berulang kali dari organisasi hak asasi manusia independen di dalam dan di luar Afghanistan untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan asing di Afghanistan, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada 5 Maret 2020 sepakat untuk menyelidiki kejahatan perang dan kemanusiaan yang dilakukan pasukan AS di Afganistan. Oleh karena itu, akan dilakukan penyelidikan terhadap kejahatan AS di Afghanistan sejak 1 Mei 2003, termasuk kemungkinan peran pasukan AS di Afghanistan dalam kejahatan tersebut.
Menurut Jaksa Mahkamah Pindana Internasional (ICC) Fatou Bensouda, ada informasi tentang militer AS dan pasukan intelijen di Afghanistan yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan tindakan penyiksaan, kekerasan, penistaan kehormatan, pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap tahanan yang terkait dengan perang di Afghanistan, dan berbagai kasus lain, terutama yang terjadi pada tahun 2003 dan 2004.
Mengenai tindakan tidak manusiawi AS selama dua dekade kehadiran destruktifnya di Afghanistan, beberapa di antaranya dapat disebutkan sebagai contoh tindakan kriminal tersebut. Pada 13 April 2017, Angkatan Udara AS untuk pertama kalinya menggunakan bom non-nuklir terbesarnya di kota Achin di provinsi Nangarhar, yang mendapat reaksi negatif keras dari Afghanistan dan masyarakat internasional.
Presiden Afghanistan waktu itu, Hamid Karzai menyatakan, serangan ini bukan hanya pelanggaran terhadap kedaulatan nasional Afghanistan, tetapi juga tidak tidak menghormati tanah dan tidak lingkungan hidup negara ini, dengan konsekuensi yang mengerikan selama beberapa dekade mendatang. Menurut para ahli, di daerah Achin Nangarhar, yang menjadi sasaran bom terbesar di dunia oleh militer AS, penduduknya akan menderita akibat bom ini selama 50 tahun ke depan.
Pada 21 Agustus 2008, militer AS membom desa Azizabad di kota Shindand yang menewaskan lebih dari 90 warga sipil Afghanistan.
Kemudian, pada tanggal 5 November 2008, pejabat Kandahar mengumumkan bahwa militer AS telah menyerang sebuah pesta pernikahan di Shah Wali Kot, menewaskan 37 warga sipil dan melukai puluhan lainnya.
Ketidakperdulian AS atas tanggung jawabnya dalam berbagai serangan militer di Afghanistan, terutama dalam perang melawan terorisme, telah menyebabkan Afghanistan menghadapi fenomena terorisme Daesh dalam beberapa tahun terakhir.
Selain menghadapi Taliban, rakyat Afghanistan harus berhadapan dengan keganasan teroris Daesh yang meningkat justru ketika AS bercokol di negara ini.
Peningkatan setidaknya empat kali lipat penanaman opium dan produksi narkotika serta pasokannya ke berbagai negara dari Afghanistan juga terjadi di tengah masifnya kehadiran pasukan AS di negara itu, yang merugikan tidak hanya Afghanistan, tapi juga masyarakat internasional.
Kehadiran AS di Afghanistan selama dua dekade terakhir penuh dengan berbagai tindakan kriminal dan tidak manusiawi. Tampaknya hanya sebagian yang dapat dituntut dalam hukum internasional dan sebagian besar hanya akan dicatat dalam sejarah.



























