کمالوندی
Dalam Bimbingan Imam Husein as (3)
Salah satu sifat indah manusia adalah kebaikan dan amal. Dalam budaya Al-Quran, infaq, kebaikan, pertolongan dan bantuan kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu dan terzalimi, adalah bukti dari pengkhidmatan dan amal kebaikan. Sama seperti para kakeknya, Imam Husein as, adalah manifestasi sempurna kebaikan dan keikhlasan beramal.
Beliau tidak pernah menolak tangan yang meminta dan beliau tidak membuang-buang waktu untuk memberikan hartanya demi menyelesaikan masalah sesama. Kehormatan orang yang meminta bantuan dari Imam Husein as akan tetap terjaga dan beliau akan sebaik-baiknya membantu menyelesaikan masalahnya.
Pada satu hari, seorang menghadapi Imam Husein as. Dia meminta bantuan dari beliau, akan tetapi Imam Husein as memotong ucapannya dan berkata, "Wahai saudaraku! Jagalah kehormatanmu dari mengutarakan permintaanmu secara terang-terangan, dan ajukan permintaanmu secara terulis, dan aku akan bersikap sedemikian rupa sehingga dapat membahagiakanmu, InsyaAllah." Kemudian lelaki itu menulis surat kepada Imam Husein as memberikan dua kali lipat dari jumlah yang diharapkannya.
Dalam membantu fakir miskin, Imam Husein as selain menjaga kehormatan mereka dan berkata, "Sesungguhnya orang yang paling dermawan adalah yang memberikan bantuan kepada orang lain dan tidak mengharapkan apapun." Dikutip dalam sejarah bahwa pada hari Asyura, di punggung Imam Husein as terlihat bekas-bekas luka yang bukan karena sabetan senjata dalam perang. Imam Zainul Abidin as ditanya tentang hal itu dan beliau menjawab, "Itu adalah karena beliau memanggul karung pada malam hari untuk diberikan kepada mereka yang tidak memiliki pengayom, yatim piatu dan fakir miskin."
Husein bin Ali as adalah manusia paling dermawan di masanya dan tidak ada yang dapat menandinginya kecuali manusia-manusia maksum as. Kedermawanan beliau sama seperti Rasulullah Saw dan para imam maksum lain, merupakan salah satu karakteristik istimewa beliau dan refleksi kesempurnaan jiwa sang Imam. Salah satu sifat paling menonjol Imam Husein as ketika berderma dan beramal adalah kesantunan dan kelembutan hati di hadapan masyarakat papa dan miskin. Ketika kebanyakan orang merasa terganggu dengan permintaan orang-orang miskin dan bahkan mereka memberi bantuan hanya dengan tujuan agar orang miskin itu menjauh.
Akan tetapi Husein bin Ali as akan merasa sedih melihat orang yang meminta bantuan dan beliau merasa malu ketika mengabulkan permintaan orang tersebut. Selain membantu dengan penuh rasa hormat, beliau juga meminta maaf jika orang yang dibantu merasa malu. Jika orang meminta bantuan menulis surat dan mengajukan permintaannya melalui surat, Imam Husein as segera memastikan kepadanya bahwa permintaannya akan dipenuhi beliau. Imam Husein as kepada para sahabatnya berkata, "Allah Swt akan menanyaiku tentang berdiri dan penantian sangat memalukan orang yang meminta kepadaku selama aku membaca suratnya."
Sepeninggal Rasulullah Saw, terjadi dua penyimpangan besar di dunia Islam. Penyimpangan pertama terkait dengan kepemimpinan atau khilafah dan imamah. Sementara penyimpangan kedua terjadi seiring dengan berlalunya masa, yaitu perubahan nilai-nilai Islam.
Pada era Imam Husein as penyimpangan nilai-nilai agama telah sampai pada titik sehingga sosok seperti Yazid yang kefasikan dan kefasadannya telah dikenal masyarakat, menjadi khalifah umat Islam. Meski Muawiyah juga zalim dan fasik, akan tetapi dia menjaga sisi lahiriyahnya. Adapun Yazid, sama sekali tidak menjaga sisi lahiriyahnya. Dengan kepribadian seperti itu, dia memaksa mendapat baiat dari Imam Husein as. Karena Yazid mengetahui posisi Imam Husein as dalam masyarakat Islam.
Setelah dipaksa gubernur Madinah untuk berbaiat kepada Yazid, Imam Husein as keluar meninggalkan kota tersebut pada malam hari. Karena beliau mengetahui bahwa tetap berada di Madinah maka beliau akan dipaksa berbaiat, dan jika menolak beliau akan dibunuh dan kesyahidan beliau tidak akan memberikan penagruh besar. Oleh karena itu, Imam Husein as bergerak menuju Mekkah.
Di Mekkah, ketika beliau menyadari adanya makar pembunuhan dari pihak musuh, maka beliau segera meninggalkan Mekkah dan tidak menyelesaikan manasi haji beliau. Dengan demikian, haji tamattu' beliau berubah menjadi umrah. Setelah itu beliau bergerak menujuk Kufah.
Imam Husein as mengetahui bila tetap berada di Mekkah sama artinya dengan terbunuh. Dan kematian di rumah Allah akan menodai wilayah haram yang telah ditetapkan Allah Swt. Selain itu, jenis kematian seperti ini tidak akan berpengaruh pada nasib umat Islam. Atas alasan itu, pihak yang mengklaim bahwa Imam Husein as lebih mengedepankan cinta dibanding rasionalitas, mereka harus merenungkan kembali klaim mereka. Karena Imam Husein as telah merencanakan setiap langkah tersebut secara rasional.
Dia adalah imam dan pemimpin umat Islam yang tidak pernah berhenti berjuang. Sejak awal kepemimpinannya hingga hari Asyura, di setiap kesempatan beliau berjuang menjaga keselamatan ideologi dan akhlak Islam, yangkelak akan membantu memperkokoh perspektif umat menuju tujuan kebangkitan beliau. Terkadang beliau mengunjungi kemah masyarakat dan beliau langsung menggalang dukungan mereka, atau terkadang seperti dakwah Zuhair dengan mengirim pesan ke kemah-kemah masyarakat dan berdialog dengan mereka.
Zuhair bin al-Qain al-Bajali, adalah sahabat Imam Husein yang ikut mementaskan kisah heroik di padang Karbala. Ia adalah orator ulung dan ksatria medan laga. Zuhair masih ingat betul masa kanak-kanaknya ketika ia bermain dengan Husein bin Ali as di lorong-lorong kota Madinah. Saat Imam Husein meninggalkan Madinah, ia tak berpikir untuk menyertainya dan tidak pula tertarik ikut dalam rombongan cucu Nabi itu. Tapi di dalam hatinya ada sesuatu yang sangat mengganggu.
Ia terus memikirkan apa yang bakal dialami Husein bin Ali setelah meninggalkan Madinah. Kegelisahan seakan tak mau melepaskan dirinya. Untuk itulah ia memilih untuk membawa serta keluarga dan rombongannya meninggalkan Madinah. Setiap kali karavan Imam berhenti di satu tempat, ia juga menghentikan langkah dan mendirikan kemah agak jauh dari posisi Imam Husein. Ketika Imam dan rombongannya bergerak melanjutkan perjalanan, Zuhair pun melangkah mengikuti dari kejauhan.
Mentari sudah sampai di ketinggian. Rombongan Imam berhenti. Zuhair sudah tiba terlebih dahulu di tempat itu. Kemah pun sudah ia dirikan. Imam bertanya kepada sahabat-sahabatnya, kemah siapakah itu? Mereka menjawab, kemah itu milik Zuhair bin al-Qain.
Di sisi lain, Zuhair berserta rombongannya sedang menyantap makanan. Seorang sahabat Imam Husein as datang menghampiri kemah Zuhair dan menyampaikan pesan Imam serta berkata, "Semoga Allah mengganjarmu dengan kebaikan. Sampaikan salamku kepada Zuhair dan katakan kepadanya, putra Fatimah memintanya untuk bergabung."
Keheningan seketika menyelimuti suasana di kemah Zuhair. Mereka yang memegang makanan langsung meletakkannya kembali. Istri Zuhari seketika bangkit dan berkata, "Subhanallah! Putra Rasulullah Saw memanggilmu dan kau masih menimang untuk pergi? Mengapa kau tidak menemuinya dan mendengarkan ucapannya?" Hati Zuhair tergetar mendengar ucapan istrinya dan segera beranjak menemui Imam Husein.
Tak lama kemudian, Zuhair kembali dari kemah Imam Husein as dengan wajah ceria. Kepada istrinya Zuhair berkata, "Aku akan menyertai Husein. Aku merasakan cinta yang menyelimuti seluruh wujudku. Kau adalah istri yang selama ini selalu setia kepadaku. Aku memuji kesabaranmu. Tapi kini aku harus pergi dalam sebuah perjalanan yang penuh bahaya. Kupersilahkan kau untuk meninggalkanku."
Sang istri terkejut mendengar penuturan suaminya dan menjwab, "Akulah yang menyuruhmu untuk menemui Husein dan mengikutinya. Sekarang, ketika kau memutuskan untuk memenuhi panggilan putra Fatimah, aku pun akan menyertaimu."
Akhirnya Zuhair dan istrinya bergabung dengan rombongan Imam Husein as.
Di malam kesepuluh Muharram itu, Imam Husein mengumpulkan semua anggota karavan dan memberi mereka pilihan untuk pergi atau tetap tinggal bersama beliau. Air mata nampak membasahi wajah-wajah penuh kerinduan itu. Mereka bertanya, dengan alasan apa mereka meninggalkan Husein bin Ali dalam kondisi seperti ini? Satu persatu menyampaikan pendapatnya sampai tiba giliran Zuhair.
Di tengah perkumpulan kecil itu, kepada Imam Husein, putra al-Qain berkata, "Demi Allah, aku lebih suka terbunuh lalu dihidupkan kembali dan dibunuh lagi sampai seribu kali demi menjauhkan derita dan kesulitan dari dirimu. Aku mendambakan hidup bersamamu dan mati di jalan cita-citamu."
Hari Asyura, tanggal 10 Muharram 61 Hijriyah, pertempuran tak seimbang antara pasukan besar pimpinan Umar bin Saad melawan Imam Husein dan para sahabatnya yang berjumlah 72 orang sudah dimulai.
Terik mentari panas padang Karbala semakin membakar medan perang. Zuhair meminta izin untuk berbicara kepada pasukan musuh. Mungkin ada dari mereka yang mau mendengar kata-katanya dan bersedia membuka pintu hati. Dengan suara lantang, Zuhair berkata, "Hai, pasukan Kufah! Husein adalah putra Nabi. Ia adalah pelita hidayah. Berlindunglah kalian dengan cahaya pelitanya untuk menerangi diri. Apa yang bakal kalian katakan kelak saat bertemu dengan Nabi? Sungguh tidak etis, menjamu tamu undangan dengan pedang."
Dari pasukan musuh, Syimr menyeringai, "Tutup mulutmu, hai Zuhair! Ajal sudah siap menerkammu."
Zuhair menjawab, "Kau takut-takuti aku dengan kematian? Demi Allah, mati demi Husein seribu kali lebih baik dari hidup hina bersama kalian."
Mendadak dari tiga arah musuh datang menyerang. Dengan gagah berani dan ketangkasan luar biasa, Zuhair bertempur dan menari-narikan pedang dengan lincah. Tiba waktu azan Dhuhur. Zuhair kembali ke kemah. Imam Husein dan para sahabatnya melaksanakan shalat berjamaah. Zuhair dan Said bin Abdullah menjadi perisai hidup yang melindungi mereka dari serangan musuh. Zuhair terluka, namun dia tetap meminta izin untuk kembali bertempur.
Maju ke medan laga Zuhair bersenandung, "Akulah Zuhair, putra al-Qain. Dengan pedangku, kubela Husein. Tak gentar kuberikan jiwa di jalan Rasul. Semoga tubuhku tercabik-cabik untuk menyongsong kesyahidan."
Pertarungan yang dipertontonkan Zuhair sangat memukau. Beberapa kali pasukan musuh dibuatnya kocar-kacir. Tenaga sang ksatira semakin terkuras dan gerak lincahnya kian melemah. Mendadak sejumlah anak panah melesat ke arahnya dan bersarang di tubuhnya. Zuhair roboh bersimbah darah. Imam Husein segera memacu kuda ke arah Zuhair. Di detik-detik itulah, Imam merangkulnya. Sambil membelaikan tangan di dahi Zuhair beliau berkata, "Semoga Allah merahmatimu dan melaknat pembunuhmu."
Kematian Sang Penjagal Qana, Shimon Peres
Kematian Shimon Peres, mantan presiden Israel, diumumkan pada 28 September, setelah koma dua pekan. Peres adalah pejabat tinggi kedua rezim Zionis setelah Ariel Sharon yang mati setelah mengalami koma terlebih dahulu. Peres, 93 tahun, berasal dari Polandia. Dia dilahirkan di kota Wiszniew, yang saat ini masuk dalam wilayah Belarusia. Namun 82 tahun lalu, dia bersama keluarganya berhijrak ke Palestina pada tahun 1934. Ketika eksistensi rezim penjajah Qods diumumkan, Peres berusia 25 tahun.
Menelusuri jejak Peres menunjukkan bahwa dia berperan langsung dalam pendirian dan perluasan rezim Zionis, pengusiran warga Palestina, penempatan imigran Yahudi di wilayah pendudukan, pembangunan permukiman Zionis, penandatanganan kesepakatan perdamaian Oslo pada tahun 1993, operasi pada 1996, serangan ke kamp pengungsi Palestina di Qana, selatan Lebanon, serta penyebab Intifada Pertama dan Kedua Palestina.
Pada tahun 1947, Peres bergabung dengan kelompok militan ekstrim Zionis Haganah, yang dipimpin David Ben Gurion. Peres sendiri mengidolakan Ben Gurion. Pada tahun-tahun berikutnya, Peres membentuk cikal-bakal militer Israel dan sangat berperan besar dalam pengusiran wara Palestina serta penempatan imigran Yahudi.
Shimon Peres bertanggungjawab membeli persenjataan untuk militan Haganah. Dan menyusul pengumuman eksistensi Israel pada Mei 1948, Ben Gurion menjadi perdana menteri pertama Israel dan menunjuk Peres sebagai panglima angkatan laut Israel. Pada tahun 1952, Peres ditunjuk sebagai wakil direktur utama kementerian perang dan antara tahun 1953 hingga 1959, dia menjabat sebagai direktur utama kementerian perang Israel.
Antara tahun 1959 hingga 1965, Peres ditunjuk sebagai wakil menteri perang Israel. Adapun pada tahun 1974, Peres diangkat menjadi menteri perang di kabinet Yitzhak Rabin dan bertahan di posisi tersebut selama tiga tahun. Kemudian Peres duduk di posisi yang sama selama satu tahun pada 1995.
Jabatan politik pertama Peres adalah keanggotaan di parlemen Zionis Knesset pada 1959. Peres pada 2007 dilantik menjadi presiden rezim Zionis Israel. Peres pernah menjabat banyak posisi penting di Israel sebelum terpilih menjadi presiden. Peres pernah menduduki kuris di lima kementerian kabinet Israel antara lain kementerian imigrasi (1969-1970), kementerian transportasi dan komunikasi (1970-1974), kementerian perang (1974-1977 dan 1995-1996), kementerian luar negeri (1984-1986, 1992-1995, dan 2001-2002), kementerian keuangan (1988-1990) dan menjadi menteri selama dua periode(1984-1986 dan 1995-1996) serta sekali menjabat sebagai perdana menteri. Pada tahun 2007 Peres diangkat sebagai presiden rezim Zionis dan menjabat posisi tersebut selama tujuh tahun.
Secara keseluruhan, Peres menjabat di berbagai kementerian selama 15 tahun, tiga tahun menjadi perdana menteri dan tujuh tahun menjadi presiden Zionis. Oleh karena itu, Peres memainkan peran cukup besar dalam pengembangan program nuklir Israel. Bahkan dia dikenal sebagai arsitek program nuklir Israel. Peres adalah orang Zionis pertama yang pernah menjabat sebagai presiden dan perdana menteri Israel.
Dalam catatan karir politiknya, Shimon Peres pernah menjadi anggota empat partai. Awalnya Peres menjadi anggota partai Mapai, namun pada 1965, memisahkan diri dari partai tersebut bersama Ben Gurion dan mendirikan partai Rafi. Dua tahun kemudian, yaitu 1967, Shimon Peres mempersiapkan penggabungan partai Mapai dan Rafi serta membentuk Partai Buruh. Peres sejak tahun 1977 hingga 1992 menjabat sebagai sekrataris jenderal partai tersebut. Sebelum pelaksanaan pemilu Knesset ke-17, Peres bergabung dengan partai Kadima. Partai Kadima dibentuk oleh orang-orang seperti Ariel Sharon, Ehud Olmert dan Tzipi Livni.
Peres terlibat secara langsung maupun tidak langsung kejahatan rezim Zionis Israel. Sebagai salah satu anggota senior kelompok teror bersenjata Zionis Haganah, Peres berandil besar dalam perubahan demografi di Palestina pendudukan, melalui pengusiran paksa warga Palestina dan penempatan imigran Yahudi. Peres mencatat rapor panjang dalam politik pembangunan permukiman ilegal Zionis di bumi Paletsina.
Puncak kekejaman Shimon Peres tercatat pada April 1996, ketika dia menjabat sebagai perdana menteri Israel dan menginstruksikan serangan ke Lebanon dengan tujuan mengakhiri perlawanan di negara itu. Dalam perang tersebut, atas instruksi Peres, militer Israel menyerang kamp pengungsi Palestina Qana di selatan Lebanon. Akibatnya lebih dari 250 orang tewas dan terluka. Pasca insiden tersebut, Peres dikenal dengan julukan, "Si Penjagal Qana".
Ketika Peres menjabat sebagai presiden Israel, dia menggelar dua perang yaitu ke Gaza pada tahun 2008 dan ke Lebanon pada 2012. Ribuan nyawa menjadi korban dalam insiden tersebut. Serangan ke kapal Mavi Marmara pada tahun 2010 juga terjadi atas instruksi Peres.
Peres juga berperan tidak langsung dalam berbagai kejahatan Israel lainnya. Pada tahun 1982, Peres adalah pihak yang mendukung penuh serangan ke Lebanon yang merenggut nyawa 20 ribu orang. Pada tahun 1987 dan 2000, Peres juga mendukung penumpasan sadis terhadap gerakan Intifada Pertama dan Kedua. Pada gerakan Intifada Pertama sekitar 3.000 warga Palestina gugur syahid. Adapun pada gerakan Intifada Kedua, lebih dari 3.000 warga Palestina gugur syahid dan ribuan lainnya terluka. Peres juga merupakan pendukung utama blokade terhadap Jalur Gaza yang dimulai sejak 2006.
Meski dengan catatan tindak kejahatan sedemikian panjang, namun sejumlah pejabat, analisa dan media massa yang menyebutnya sebagai "Tokoh Perdamaian". Sebabnya adalah peran besar Peres dalam konferensi perdamaian Oslo pada 1993. Konferensi perdamaian yang bak pengakuan de facto rezim Zionis Israel oleh negara-negara Arab itu, pada hakikatnya tidak memberikan pengaruh untuk mereduksi kejahatan Israel, namun berdampak besar pada hubungan diplomatik resmi maupun tidak resmi antara Israel dan negara-negara Arab.
Konferensi Oslo sendiri digelar bukan dengan tujuan meningkatkan keamanan di Timur Tengah, melainkan menjamin kepentingan Israel. Karena sebelum konferensi tersebut, negara-negara Arab dan Israel juga tidak berperang selama 20 tahun. Pada saat yang sama, Mesir sebagai pemimpin perang dengan Israel, pada tahun 1979 telah menandatangani perjanjian Camp David dengan Israel. Pasca konferensi Oslo, Israel juga tetap menyerang Jalur Gaza dan Lebanon Selatan. Akan tetapi, rezim-rezim Arab yang dahulu menggunakan isu perang dengan rezim Zionis untuk mendapatkan legitimasi di dalam negeri, ternyata bungkam di hadapan kejahatan Israel itu.
Konferensi Oslo digelar atas upaya tiga orang yaitu Shimor Peres sebagai menlu Zionis, Yitzhak Rabin sebagai PM Zionis, dan Yasser Arafat, ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kala itu. Ketiganya kemudian mendapat Nobel Perdamaian. Rabin meninggal 1995 dan Arafat menyusul sembilan tahun kemudian pada tahun 2004. Adapun Peres meninggal 12 tahun setelah Arafat. Dengan demikian tidak ada satu pun yang tersisa dari para arsitek kesepakatan damai Oslo.
Yang menarik terkait kematian Peres adalah reaksi sejumlah tokoh dan pemimpin Arab, khususnya Ketua Otorita Ramallah, Mahmoud Abbas dan Khalid bin Ahmad Al-Khalifa, Menlu Bahrain dalam hal ini.
Khaled bin Ahmad Al-Khalifa, dalam sebuah pesan di medsos menyatakan belasungkawa atas kematian Shimon Peres, "Istirahat dengan tenang Shimon Peres, lelaki perang dan perdamaian yang pencapaiannya untuk kawasan ini masih sangat jauh."
Namun yang lebih parah lagi adalah reaksi dan langkah dari pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas. Dia bukan hanya menilai Peres sebagai bapak spiritual bagi Israel, melainkan juga bapak spiritual bangsa Palestina. Pada hari pemakaman Peres, media massa internasional mempublikasikan foto-foto kesedihan Abbas pada acara pemakaman sang Penjagal Qana.
Seorang anggota Knesset dari partai Likud mengatakan, "Salah seorang pemimpin negara-negara Teluk Persia mendengar kematian Peres, betapa dia menit dia menangis tersedu."
Penyesalan sejumlah pejabat Arab atas kematian mantan Presiden rezim Zionis Israel menuai kritikan dari para tokoh Palestina. Beberapa tokoh Palestina mengatakan, penyesalan sejumlah pejabat Arab atas kematian Shimon Peres dan kehadiran mereka di prosesi penguburan orang yang tangannya telah berlumuran darah ribuan warga Palestina ini tidak akan pernah bisa menghapus kasus kelam Peres dalam pembantaian rakyat Palestina.
Daud Shahab, salah satu pejabat Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, Peres sebagai simbol terorisme Zionis adalah pelaku utama pengusiran ribuan warga Palestina yang tak berdosa dari kota dan tanah air mereka.
Sami Abu Zuhri, juru bicara Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) menilai kematian Peres –orang terakhir dari pendiri rezim palsu Zionis– sebagai akhir sebuah tahap dari sejarah rezim perampas Israel dan dimulainya tahap baru dari sejarah ini.
Dalam Bimbingan Imam Husein as (2)
Allah Swt dalam Al-Quran menegaskan bahwa keberanian dan ketidaktakutan di hadapan selain Allah Swt merupakan salah satu kriteria para wali Allah Swt. Dalam surat Al-Ahzab ayat 39 Allah Swt berfirman, "(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." Keberanian itu termanifestasi pada wujud Imam Husein as dalam bentuknya yang paling indah dan
Keberanian dan kepahlawanan Imam Husein as telah terlihat sejak beliau masih kanak-kanak, sehingga membuat kawan maupun lawan terkesima. Pada masa remaja, beliau melawan penyimpangan agama dan mengungkapkannya kepada masyarakat. Sampai para pengklaim pemikiran distorsif pun tidak mampu mengalahkan argumentasi beliau. Perjuangan epik beliau di masa remaja tercatat sangat fenomenal pada perang Jamal, Siffin dan Nahrawan. Keberanian dan kepahlawanan beliau ditunjukkan ketika para panglima pasukan Islam tidak mampu berbuat banyak.
Imam Husein as selalu bersikap keras dan tegas di hadapan musuh-musuh Islam serta para manusia zalim dan sewenang-wenang. Di mana pun beliau merasakan harus melaksanakan tugasnya, dengan gagah berani Imam Husein as akan berpihak pada kebenaran dan menghinakan para pendukung kebatilan.
Ketika masyarakat Muslim menghadapi kemiskinan dan berbagai kesulitan hidup, banyak rombongan yang mengangkut pajak berupa barang-barang berharga dan dikirim dari Yaman menuju istana Muawiyah, untuk membiayai kehidupan mewah sang khalifah dan keluarganya. Imam Husein as, menentang perilaku taghut Muawiyah yang bertentangan dengan agama Rasulullah Saw itu, dan menyadari bahwa nasihat serta imbauan kepada Muawiyah sudah tidak berguna lagi, akhirnya dengan berani beliau menyita seluruh konvoi itu untuk menyelesaikan masalah masyarakat Islam.
Imam Husein as memiliki tekad luar biasa dalam membongkar peran durjana musuh-musuh Islam. Ketika Muawiyah di akhir usianya, berusaha memperkokoh posisi Yazid, dengan memuji Yazid di hadapan Imam Husein as dan para pembesar kota, Imam berdiri dan melalui sebuah khutbah tegas, beliau membongkar seluruh kefasadan Yazid, serta mengecam Muawiyah karena memuji putranya yang fasid. Pidato Imam Husein as menjadi pukulan telak bagi Muawiyah dan membuyarkan semua rencananya.
Puncak keberanian Imam Husein as tercatat pada hari Asyura ketika beliau sendirian dan dengan bibir kering kehausan, terjun ke medan menghadapi puluhan ribu musuh. Di satu sisi, jenazah para orang-orang yang dicintai beliau dan juga para sahabat bergelimangan dan bersimbah darah. Sementara di sisi lain, beliau menyaksikan perempuan dan anak-anak keluarga Rasulullah Saw tanpa penjaga. Namun sedikit pun beliau tidak ragu atau bimbang, dan beliau terjun ke medan pertempuran menunjukkan keberanian epik yang belum pernah dilakukan oleh pahlawan mana pun dalam sejarah.
Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui."
Tentang kebangkitan Imam Husein as, sebagian kelompok berpendapat, Imam bergerak menuju Kufah karena surat dan undangan kepada beliau untuk membentuk sebuah pemerintah Islam di kota itu. Dengan demikian, peristiwa Karbala dan Asyura adalah karena respon masyarakat Kufah kepada Imam Husein as. Jika masyarakat Kufah tidak mengundang Imam Husein, maka peristiwa Asyura tidak akan pernah terjadi. Alasan perjalanan Imam Husein as menuju kota Kufah memang karena undangan dari masyarakat kota itu, akan tetapi alasan di balik kebangkitan dan perlawanan beliau di hadapan kezaliman dinasti Umayyah lebih besar dari masalah tersebut.
Imam Husein as adalah putra sang ksatria Arab, Ali bin Abi Thalib as, yang tidak pernah dapat berdiam diri menyaksikan penyimpangan agama. Oleh karena itu, sejak awal ketika Marwan bin Hakam, gubernur provinsi Madinah, menuntut Imam Husein as untuk berbaiat kepada Yazid, beliau dengan lantang berkata, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi rajiun! Ketika umat terperangkap kepemimpinan seperti Yazid, maka harus diucapkan selamat tinggal dengan Islam." Oleh karena itu, Imam Husein as memulai perjuangan dengan cara lain demi menghidupkan kembali Islam.
Imam Husein memulai tahap baru pemberantasan kefasadan dengan keluar dari kota Madinah. Ketika meninggalkan Madinah pada malam hari dan berpisah dengan saudaranya, Muhammad bin Hanifah, beliau menjelaskan sebab-sebab perlawanan beliau dan berkata, "Aku tidak keluar dari Madinah karena (fenomena) mabuk-mabukan, kelancangan, kejahatan dan kesewenang-wenangan, melainkan demi islah umat kakekku. Aku akan melaksanakan amr makruf dan Nahyu munkar, dan mengamalkan sirah kakekku dan ayahku Ali bin Abi Thalib (as)."
Imam Husein as tidak pernah bungkam pada masa pemerintah Muawiyah. Di setiap tempat dan kesempatan, beliau melaksanakan tugas amr makruf dan nahyu munkar. Pada salah satu kunjungannya ke Mekkah, beliau berkhutbah di hadapan sekelompok ulama dan cendikiawan Muslim yang datang dari berbagai wilayah. Dalam khutbahnya, Imam mengingatkan tugas berat serta taklif besar para ulama dan tokoh masyarakat dalam menjaga hakikat Islam, serta memperingatkan dampak dari kebungkaman di hadapan kejahatan dinasti Umayyah. Beliau mengimbau semua orang untuk melawan politik anti-agama para penguasa dinasti Umayah. Imam Husein as juga mengkritik mereka yang bungkam di hadapan para penguasa.
Imam Husein as menolak mengiringi dinasti Umayyah melalui berbagai perlawanan. Beliau menilai pengiringan kebijakan Yazid sebagai dosa besar dan berkata, "Ya Allah, Engkau mengetahui apa yang kami lakukan, bukan karena bersaing dalam kekuasaan dan penumpukan kenikmatan hina dunia, melainkan demi menunjukkan tanda-tanda agama-Mu kepada masyarakat serta meng-islah kota-kota-Mu. Kami ingin mengamankan para hamba-Mu yang tertindas, serta mengamalkan perintah, sunnah serta hukum agama."
Seluruh ucapan Imam Husein as selama perjalanan menuju Karbala, telah tercatat dalam sejarah. Ucapan beliau menjelaskan tujuan di balik kebangkitan melawan pemerintah Yazid. Seperti ketika Imam Husein as berpapasan dengan Hur, panglima pasukan Yazid, beliau menatap pasukan Yazid itu dan menjelaskan tujuan beliau dengan berdasarkan pada ucapan Rasulullah Sawseraya berkata:
"Wahai masyarakat! Rasulullah Saw bersabda, 'orang yang melihat penguasa jahat yang menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah Swt dan melanggar ketentuan ilahi serta berbuat dosa dan kemunkaran di antara masyarakat, namun tidak bersikap dengan perilaku dan perkataannya di hadapan penguasa itu, maka Allah akan menempatkannya di posisi orang zalim itu', maka wahai masyarakat! Ketahuilah bahwa mereka (kelompok Yazid) telah berpaling ke arah setan dan meninggalkan ketaatan kepada Allah Swt serta mengumbar kefasadan dan melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan Allah Swt. Orang-orang Yazid ini telah merampas baitul mal, menghalalkan yang diharamkan Allah Swt dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya, dan aku adalah orang yang paling pantas untuk mengubah (nasib dan urusan umat)."
Rombongan bergerak. Di depan rombongan, wajah Imam Husein as bersinar. Beliau mendengar berita kekalahan perlawanan para pengikut beliau di kota Kufah dan gugur syahidnya Muslim bin Aqil di tangan pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Namun rombongan Imam Husein tetap bergerak dari tempat persinggahannya menuju Kufah. Menjelang zuhur, salah seorang sahabat Imam bertakbir dan berkata, "Kebun kurma Kufah telah terlihat." Imam kemudian menjawab, "Itu bukan kebun kurma, melainkan pasukan dengan senjata lengkap yang sedang bergerak ke arah kita."
Rombongan berhenti. Tidak lama kemudian, tiba sebuah pasukan berjumlah seribu orang yang dipimpin Hur bin Yazid Ar-Riyahi. Imam Husein as menyaksikan keletihan pada wajah mereka, dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk memberikan air kepada para tentara dan kuda-kuda mereka.
Usai shalat, Imam Husein as memerintahkan para sahabat beliau untuk bergerak. Namun Hur mencegah. Imam menyoal mengapa dia melarang gerakan rombongan beliau. Hur menjawab, "Aku tidak menerima perintah untuk memerangimu dan aku hanya diperintah untuk tidak terpisah denganmu hingga kita sampai ke Kufah. Aku berharap tidak terjadi sesuatu buruk antara kita. Wahai Husein! Demi Allah! Jagalah nyawamu dan urungkan perang ini; karena kau pasti akan terbunuh."
Imam Husein as menjawab, "Apakah kau menakut-nakutiku dengan kematian? Apakah dengan kematianku urusan kalian akan terselesaikan?"
Imam memimpin rombongannya bergerak menuju Kufah. Hur melaporkan perkembangan itu kepada Ibn Ziyad. Ketika pesan Hur sampai ke tangan Ubaidillah bin Ziyad, rombongan Imam Husein as telah tiba di Karbala. Ibn Ziyad membalas surat Hur dan menulis, "Segera setelah surat ini kau terima, hentikan Husein dan rombongannya di sebuah padang pasir yang kering tanpa air dan rumput!" Hur pun melaksanakannya. Hur berkata kepada Imam Husein as, "Aku tidak dapat mengijinkanmu melanjutkan perjalanan, karena Ibn Ziyad telah mengirim mata-mata untuk mengawasiku apakah aku melaksanakan perintahnya atau tidak." Seorang sahabat Imam Husein as mengusulkan agar berperang dengan Hur, akan tetapi Imam menolak usulan itu dan berkata, "Kita tidak akan memulai perang." Kondisi ini berlanjut sampai akhirnya pasukan Yazid dipimpin oleh Omar ibn Saad.
Pagi hari Asyura, pasukan Yazid menyusun barisan mereka. Hur menepi dan berkata kepada salah satu kawannya, "Sumpah demi Allah! Aku melihat diriku berada di antara api neraka dan sorga. Sumpah demi Allah! Aku tidak memilih selain sorga, meski badanku tercabik-cabik dan terbakar."
Setelah mengucapkannya, Hur bergerak menuju perkemahan Imam Husein as. Hur menghadap Imam Husein as dan dengan perasaan malu dia berkata, "Wahai putra Rasulullah Saw! Nyawaku kukorbankan demimu! Aku adalah orang yang menghalangi jalanmu dan mencegatmu di padang pasir. Aku tidak mengira akan memerangimu. Sekarang aku datang dengan penyesalan, apakah taubatku diterima? Dengan penuh kasih sayang Imam Husein as berkata, "Iya! Allah Swt telah menerima taubatmu."
Hur turun ke medan pertempuran dengan gagah berani dan perkasa, akan tetapi akhirnya dia terjatuh bersimbah darah. Para sahabat Imam Husein as membawa tubuh Hur yang di akhir nafasnya. Imam Husein as seraya membersihkan darah dari wajahnya dan berkata, "Kau telah bebas, sama seperti ibumu menamaimu Hur (bebas)."
Dalam Bimbingan Imam Husein as (1)
Selalu muncul pertanyaan di benak kita semua, soal apa sebenarnya tujuan utama kebangkitan Imam Husein as? Apakah alasannya adalah kekuasaan atau menciptakan perubahan dalam masyarakat Islam? Apakah Imam Husein as tidak mampu menggapai tujuannya melalui cara-cara damai sehingga tidak terjadi pembunuhan, perampokan dan penyanderaan terhadap keluarga Nabi Saw?
Khatamul Anbiya, Muhammad Saw bersabda: "Husein adalah pelita hidayah dan bahtera keselamatan." Mengikuti sirah amal dan akhlak Imam Husein as, akan menjamin kebahagiaan individu dan masyarakat. Dalam sebuah hadis sahih yang tidak hanya dinukil oleh para muhaddits Syiah melainkan juga para perawi Ahlussunnah, disebutkan bahwa pada suatu hari, Imam Husein as, ketika masih kanak-kanak, menghadap Rasulullah Saw. Melihat cucunya, Rasulullah Saw berkata, "Selamat datang wahai Husein! Wahai hiasan langit dan bumi."
Ubai bin Kaab, sahabat Rasulullah Saw dan di antara penulis wahyu yang duduk di samping Nabi bertanya, "Wahai Rasulullah! Adakah orang selainmu yang menghiasi langit dan bumi?" Rasulullah Saw menjawab, "Sumpah demi Allah yang mengutusku sebagai nabi, posisi Husein di langit lebih dari posisinya di bumi! Di sana tertulis, Husein adalah pelita hidayah dan bahtera keselamatan, seorang pemimpin tanpa cela."
Di antara sifat luhur Imam Husein as, yang pertama dan terpenting adalah, beliau merupakan menifestasi sejati seorang hamba Allah Swt. Sebelum segala hal yang menyangkut pribadi beliau, Imam Husein as terlebih dahulu adalah seorang hamba Allah Swt dan penghambaan itu menjelma di setiap aspek dalam kehidupannya, baik perkataan maupun perbuatan. Beliau tidak memikirkan apapun selain keridhoan Allah Swt. Ketenangan atau kemarahannya juga demi di jalan Allah Swt.
Selama bertahun-tahun Imam Husein as bersabar untuk menjaga agama Allah Swt, dan ketika beliau menyaksikan keridhoan Allah Swt di balik kebangkitan melawan Yazid, beliau rela mengorbankan nyawanya dan keluarga yang dicintainya demi mewujudkan keridhoan Allah Swt tersebut. Imam Husein as berkata, "Ya Allah! Apa yang didapati orang yang kehilangan-Mu? Dan apa yang mereka hilangkan ketika telah mendapati-Mu?"
Julukan Abu Abdillah untuk Imam Husein as, adalah karena puncak penghambaan dan kecintaan beliau kepada Allah Swt yang ditunjukkan beliau dengan pengorbanan nyawa dan seluruh yang dimilikinya di jalan kebenaran. Dalam buku "Kepribadian Imam Husein as" disebutkan: "Husein adalah simbol ibadah! Semua rasul dan pemimpin maksum, menghamba di hadapan Tuhan mereka dengan ikhlas dan kecintaan; akan tetapi Husein, memiliki ibadah dan penghambaan yang istimewa. Sejak cahaya wujudnya berada di rahim ibunya Sayyidah Fatimah as hingga detik-detik akhir ketika kepalanya yang bercahaya tertancap di ujung tombak, dia senantiasa memuja, bersyukur dan bertasbih kepada Allah Swt serta bertilawah ayat-ayat Al-Quran."
Imam Husein as pergi menunaikan ibadah haji selama 25 kali dan setiap hari menunaikan shalat 1.000 rakaat. Kecintaan Imam Husein as pada shalat dan ibadah sedemikian rupa sehingga pada malam Asyura, ketika pasukan musuh hendak menyerang perkemahan beliau, Imam meminta musuh untuk memberi kesempatan untuk shalat, berdoa dan bermunajat pada malam itu hingga keesokan harinya. Pada peristiwa Karbala, penderitaan dan masalah yang meski membebani pundak beliau, sementara kesedihan dan duka yang luar biasa pedihnya menyelimuti hati beliau, akan tetapi kesabaran dan ketabahan serta kepasrahan beliau di hadapan keridhoan Allah Swt lebih besar sehingga beliau berkata: "Ya Allah! Aku ridho atas keridhoan-Mu!"
Berbagai penyimpangan agama yang bermula setelah wafatnya Rasulullah Saw, semakin memburuk seiring dengan berlalunya waktu. Para penguasa Bani Umayah yang berkuasa di Syam sejak era kepemimpinan khalifah Utsman, pada tahun 41 Hijriah, secara resmi mengumumkan sebagai pemimpin umat Islam. Dengan tampilnya Muawiyah, putra Abu Sufyan—musuh terbesar Rasulullah Saw di antara Quraisy—nilai-nilai agama Islam sedemikian berubah sehingga hanya tinggal namanya saja yang tersisa. Nama besar Islam itu kemudian menjadi tanda tanya besar setelah kematian Muawiyah dan dimulainya era kekuasaan Yazid. Bahkan Yazid mengingkari segala hal dalam Islam dan berkata, "Tidak ada berita yang datang dari langit dan tidak ada wahyu yang diturunkan."
Demi mengokohkan kekuasaannya, Yazid berniat mengambil baiat dari Imam Husein as dengan cara apapun. Baiat berarti kesiapan untuk melaksanakan instruksi khalifah sejati Rasulullah Saw dalam menjalankan tugasnya. Berbaiat dengan pemimpin seperti Yazid, bahkan sekedar untuk menghindari bahaya saja, berarti legalisasi kejahatan dan tindak kriminal Yazid.
Baiat tersebut sama artinya dengan kerjasama dalam pembunuhan manusia tidak berdosa dan penistaan kemuliaan Islam. Oleh karena itu, Imam Husein as tidak mungkin menyetujui baiat kepada Yazid. Dan ketika Yazid hendak duduk sebagai pemimpin umat Islam sebagimana Rasulullah Saw sebagai pemimpin agama, politik dan sosial umat Islam, Imam Husein as menolak berbaiat kepadanya. Imam Husein as tidak punya pilihan kecuali menolak baiat kepada Yazid, demi menjaga agama dan syariat Allah Swt.
Imam Husein as, cucu Rasulullah Saw dan pewaris kepemimpinan umat, ketika berhadapan dengan Farzdaq, seorang penyair ternama Arab berkata, "Mereka (para pengikut Yazid) telah meninggalkan ketaatan pada Allah Yang Maha Pengasih dan menjadikan kefasadan sebagai sisi lahiriah mereka dan melanggar batasan-batasan, mereka meminum arak dan menggunakan harta orang-orang miskin. Dan aku adalah orang yang paling pantas untuk bangkit demi membantu agama, kemuliaan dan syariat serta berjihad di jalan Allah Swt."
Oleh karena itu, Imam Husein as bangkit melawan Yazid. Akan tetapi perjuangan dan perlawanan beliau, disusun dengan manajemen yang rapi dan rasionalitas sehingga menjadi hujjah bagi semua orang. Imam Husein as juga menekankan sisi ketertindasan keluarga Nabi Saw untuk menguak kedok pihak zalim. Sedemikian berpengaruh perjuangan Imam Husein as sehingga tidak akan pudar seiring dengan berlalunya masa.
Pada tahun 61 H atau 50 tahun pasca wafatnya Rasulullah Saw, Imam Husein as bangkit untuk menghidupkan kembali agama kakeknya yang terancam akibat ulah dan pengaruh para penguasa zalim di masa itu. Husein bin Ali as adalah anak Sayidah Fatimah az-Zahra as, putri Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw di depan para sahabat beliau berulang kali bersabda, “Husein dariku dan Aku dari Husein.”Kebangkitan Imam Husein as telah memberikan pelajaran tentang kebebasan dan kemuliaan kepada seluruh umat manusia. Dengan darahnya, beliau telah menyirami “pohon” Islam dan membangunkan nurani-nurani yang tertidur.
Husein bin Ali as telah menghabiskan enam tahun masa kanak-kanaknya bersama kakeknya, Rasulullah Saw. Kemudian beliau hidup bersama ayahnya, Imam Ali bin Abi Thalib as selama 30 tahun. Setelah kesyahidan Imam Ali as, Imam Husen as aktif di kancah politik dan sosial bersama saudaranya, Imam Hasan as selama 10 tahun.
Pasca kematian Muawiyah, khalifah pertama Bani Umayyah, Yazid, putranya, memegang tampuk kekuasaan Bani Umayyah. Pada tahun 60 H, Yazid meminta Imam Husein as untuk membaitnya. Permintaan tersebut dilontarkan Yazid melalui sebuah surat kepada penguasa Kota Madinah. Namun Imam Husein as tidak bersedia membaiatnya karena beliau tahu keburukan dan kebobrokan Yazid. Beliau kemudian memilih jalan untuk bangkit menyelamatkan Islam dari pengaruh penguasa lalim tersebut.
Imam Husein as kemudian hijrah dari Madinah ke Mekah. Setelah memperoleh ribuan surat dari warga kota Kufah di Irak yang memintanya untuk mengunjungi kota tersebut, beliau kemudian bergerak ke Kota Kufah. Namun pengkhianatan warga Kufah telah menyebabkan kondisi di Irak tak menentu. Imam Husein as bersama keluarga, anak-anak dan sahabat-sahabat beliau yang sedang menuju ke Kufah dihadang dan dikepung oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di padang pasir Karbala. Imam Husein as tidak bersedia untuk menyerahkan diri kepada pasukan Yazid, dan akhirnya pada tanggal 10 Muharram yang kemudian dikenal dengan Asyura, beliau dan para sahabatnya syahid dalam kondisi kehausan di padang tandus tersebut.
Meski dari sisi militer Imam Husein as kalah melawan pasukan Yazid, namun perlawanan tersebut telah merupakan berkah bagi masyarakat di masa itu dan periode selanjutnya. Bahkan banyak orang yang tertindas oleh para penguasa despotik berani bangkit melawan mereka setelah terinspirasi dari perjuangan Imam Husein as. Hasil menonjol dari kebangkitan cucu Rasulullah Saw itu adalah menyelamatkan masyarakat dari kebodohan dan kesesatan. Beliau telah memperjelas batas antara hak dan batil yang memulai memudar akibat pengaruh penguasa zalim.
Peristiwa Asyura tidak hanya mendorong umat Islam untuk bangkit melawan kezaliman, tetapi juga telah menerangi hati orang-orang non-Muslim. Para pencari kebenaran dan keadilan telah banyak mengambil hikmah dari perjuangan Imam Husein as. Perjuangan beliau juga menyinari jalan kebenaran bagi para penuntut kebebasan di dunia. Kesyahidan Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala telah membuktikan kebenaran Islam dan menegaskan keabsahannya.
Mengenang Seniman Ornamen Arsitektur Iran
Arsitektur merupakan bagian terpenting dalam budaya dan kesenian setiap negara. Arsitektur merefleksikan mentalitas sebuah masyarakat serta perspektif mereka terkait persatuan, ketidakadilan atau keadilan dan persahabatan dan permusuhan mereka. Cukup dengan melihat pada kondisi arsitek sebuah kota, pemerhati dapat meresapi mentalitas masyarakatnya.
Ketika menelusuri wilayah-wilayah tradisional di Isfahan, Shiraz, Tehran, Kashan, Mibad, Mimand, Yazd, Kerman dan lain-lain, tanpa harus menelusuri sebab dan akibat dalam sosiologi, para pelancong akan merasakan semangat berbagi masyarakat di wilayah tersebut. Namun sekarang kondisi telah berubah, arsitektur tradisional telah semakin ditinggalkan sehingga menjadi lonceng bahaya untuk identitas nasional.
Beberapa waktu lalu, guru besar arsitektur Iran di bidang ornamen, Ali Asghar Sherbaf, meninggal dunia. Dia adalah salah satu tokoh yang sangat peduli untuk melestarikan identitas arsitektur Iran dan menghabiskan usianya untuk menciptakan dan merenovasi bangunan-bangunan indah di seluruh penjuru Iran.
Ali Asghar Sherbaf adalah seorang seniman besar arsitektur Iran yang lahir pada tahun 1931 di Tehran. Ornamen arsitektur, merupakan profesi keturunan keluarganya dan dia telah merintis bidang ini sejak usia 10 tahun. Kakeknya Haj Abbas Peyvand, salah satu guru besar di masanya dan mendapat julukan "Peyvand" karena kemahirannya dalam memindah soffit dan menggabungkan bagian-bagian arsitektur. Sherbaf sejak masa muda menimba ilmu dari guru-guru besar seperti Hossein Lorzadeh, Haj Mohammad Me'mar Kashani, dan juga dari ayahnya.
Sherbaf juga belajar dari para pengerajin keramik dan sejak muda dia telah mengerjakan sendiri ornamen bangunan khususnya di bidang hiasan keramik. Di antara karyanya yang bernilai tinggi adalah garapan ornamen bangunan Masjid Jami Saveh, Masjid Besar Qom, masjid dan sekolah Sepahsalar (Syahid Mothahhari) di Tehran, makam Imamzadeh Zaid, Masjid Nabi Ibrahim, Masjid Universitas Teknik Syarif, monumen syuhada 7 Tir di Behesht Zahra Tehran dan Aula Almas di bawah tanah Istana Golestan.
Di bidang renovasi, Sherbaf juga telah sangat ahli merenovasi bangunan bersejarah yang di antaranya adalah renovasi bangunan Badgir dan Aula Almas, juga ornamen rumah kolam renang kompleks istana Saadabad di Tehran dan juga renovasi bangunan bersejarah Ali Qapu di Qazvin.
Almarhum Sherbaf telah beraktivitas selama lebih dari 60 tahun dalam renovasi bangunan-bangunan bersejarah. Dia adalah salah satu seniman arsitektur tradisional Iran. Selain arsitektur tradisional, Sherbaf juga mahir dalam teknik baru Mogharnas Kari dan teknik ornamen Gereh Beham Zadeh atau pattern geometris yang banyak di temukan pada bangunan-bangunan kuno dan bersejarah.
Dia berpendapat bahwa renovasi peninggalan bersejarah merupakan sebuah jalan untuk menghidupkan kembali keotentikan sebuah karya dan pada akhirnya mendulang kembali semangat dan mentalitas masyarakat. Renovasi setiap karya memberikan peluang untuk menghadirkan nostalgia abadi masyarakat yang tersimpan dalam karya-karya bersejarah, sekaligus menghadirkan ketenangan jiwa masyarakat. Sherbaf menilai renovasi sebagai sarana untuk menghidupkan kembali identitas kesenian Iran dan dia berjuang keras untuk melestarikannya.
Selain itu, dia juga merupakan dosen kehormatan di banyak universitas. Selama bertahun-tahun, dia menjadi dosen arsitektur tradisional di Universitas Tehran dan Al-Zahra. Dia mentransfer seluruh pengetahuan dan kemahirannya di bidang ini kepada para mahasiswa.
Di usia 35 tahun, Sherbaf bertemu dengan Parnia, seorang arsitektur terkemuka Iran. Kolaborasi dua seniman besar ini menjadi titik balik bagi Sherbaf sehingga dia mengatakan, "Tidak ada orang yang saya lihat seperti Parnia yang memahami seluk beluk arsitektur. Dia bukan saja memahami arsitektur tradisional melainkan juga menguasai bidang manajemen dan pengelolaannya, dia memahami nilai sebuah karya." Guru besar arsitek ini telah meninggalkan banyak buku dan artikel dan meninggal dunia di usia 85 tahun pada 23 Agustus 2016 akibat gagal paru-paru.
Arsitektur Iran dalam catatan sejarahnya yang panjang, menjadi panggung pelestarian, pengembangan dan penyempurnaan berbagai teknik dan seni. Masing-masing teknik itu dibabungkan dengan indah oleh para arsitek dan melalui teknik tersebut, para arsitek Iran mampu mencapai target dan tujuannya dengan inovasi dan penuh seni. Dalam arsitektur ini tidak ada yang sekedar hiasan, karena di balik dari setiap elemen ornamen, ada faktor-faktor teknis, efektivitas dan juga nilai-nilai luhur.
Kashi kari, Gajbori, Negargari, Qabbandi, Mogharnas Kari (ornamen pada bagian soffit seperti sarang lebah atau stalagnit dengan memasang potongan cermin) termasuk di antara karya para seniman ornamen arsitektur yang banyak dittemukan pada bangunan kuno. Selain itu, ornamen arsitektur Iran juga melibatkan seniman di bidang lain untuk membubuhkan karyanya, seperti seniman kaligrafi.
Sejak manusia mampu menulis, dimulai pula penulisan pada bangunan dan produk untuk memperindah atau untuk menjelaskan keyakinan dan rekaman sejarah dan persitiwa bagi para generasi mendatang. Seni kaligrafi sama seperti berbagai seni ornamen islami lainnya yang memiliki hubungan dekat dengan teknik, ukuran, matematika, ukuran huruf-huruf dan volume lekukan yang semuanya memiliki struktur dan aturan tersendiri. Penggunaan kaligrafi dalam ornamen arsitektur dapat dilakukan dengan cara penulisan inskripsi di mana di dalamnya mencakup ayat-ayat Al-Quran.
Gambar atau hiasan bunga dan pattern Eslimi merupakan salah satu ciri khas ornamen dalam arsitektur Iran. Gambar dan pengukiran pattern Eslimi mencakup garis-garis rumit, kurva dan berbagai busur lingkaran yang terinspirasi dari tangkai tumbuh-tumbuhan atau hewan. Ornamen seperti ini sebelum era Islam juga dapat disaksikan di Soosh dan Yunani.
Eslimi terkadang dijadikan sebagai motif utama dalam ornamen asli di bagian dalam kubah. Ruang permukaan pada bagian dalam kubah mengesankan sebuah antariksa yang semuanya mengacu pada satu titik pusat di tengah kubah. Motif parttern Eslimi di bagian dalam kubah, memberikan pesan wahdatul wujud. Motif yang sama juga digunakan untuk ornamen dinding, pilar, inskripsi dan lain-lain.
Teknik arsitektur Iran sangat memperhatikan pada aspek pencahayaan. Faktor yang sama pula yang akhirnya mendorong lahirnya ornamen indah dalam banyak bangunan karya arsitek Iran. Cahaya dalam arsitektur Iran selain memiliki aspek reliji, juga berfungsi menampilkan ornamen-ornamen bangunan secara lebih spesifik.
Ornamen dalam arsitektur pada era Islam didesain dengan menggunakan permukaan mengkilau sehingga memantulkan cahaya ke seluruh ruangan. Selain pemerataannya, cahaya yang masuk menembus kaca berwarna-warni yang kian menambah kehindahan ruangan. Dalam arsitektur era ini, cahaya dipadukan disandingkan dengan titik-titik gelap sehingga menghasilkan gradasi dan kontras yang indah.
Cahaya merupakan poros nilai estetika arsitektur Islam dan menjadi keunggulan dalam arsitektur Iran. Teknik pencahayaan akan mendongkrak kualitas ornamen yang dinamis. Kualitas yang akan membuat elemen utama pada bangunan seperti kubah, mihrab dan bahkan interior bangunan lebih menonjol. Semuanya terkombinasikan dengan baik untuk menciptakan atmosfer spiritual yang tenang, aman dan nyaman bagi para jemaah shalat.
Menikah Dengan Sayidina Ali
Sayidah Zahra telah mencapai usia pernikahan. Pada waktu itu usia sembilan tahun. Beberapa orang yang terkenal di Madinah pada waktu itu termasuk Abu Bakar dan Umar melamar beliau kepada Rasulullah Saw. Namun Rasulullah Saw tidak memberikan jawaban positif. Sampai akhirnya Sayidina Ali datang menemui Rasulullah Saw.
Sayidina Ali diam dan tidak berbicara apa-apa. Kepadanya Rasulullah Saw bertanya, “Hai Ali! Katakan, ada urusan apa denganku!”
Karena malu, wajah Sayidina Ali memerah. Rasulullah Saw berkata, “Jangan malu! Sampaikan isi hatimu!”
Sayidina Ali malu dan pelan-pelan berkata, “Anda mengenal saya dengan baik dan Anda-lah yang membesarkan saya. Saya ingin menikah dan saya tidak menemukan istri yang lebih tepat dari Zahra.”
Rasulullah Saw gembira dan dengan penuh kasih sayang berkata, “Dari semua sisi, engkau baik sebagai suami bagi Zahra. Namun, aku juga harus menanyakan pendapatnya.”
Kemudian Rasulullah Saw menemui putrinya dan menyampaikan apa yang terjadi. Sayidah Fathimah Zahra malu dan menundukkan kepalanya dan berkata, “Saya ridha dengan apa yang Anda ridhai.”
Rasulullah Saw merasa senang dan kepada Sayidina Ali berkata, “Hai Ali, engkau aku terima sebagai suami Zahra. Sekarang katakan, berapakah mahar untuk Zahra?!”
Sayidina Ali berkata, “Wahai Rasulullah! Anda cukup tahu bahwa terkait harta kekayaan, saya memiliki satu pedang, satu kuda, satu baju perang dan satu onta.”
Rasulullah Saw berkata, “Engkau memerlukan pedang untuk berjuang, onta dan kuda untuk mencari rezeki yang halal. Namun pemberani sepertimu tidak begitu memerlukan baju perang. Pergilah ke pasar dan juallah baju perangmu dan uangnya bawa ke aku.”
Sayidina Ali menjual baju perangnya seharga 480 dirham dan menyerahkan uangnya kepada Rasulullah Saw, sehingga uang itu dipakai untuk menyiapkan perabot rumah tangga untuk Sayidah Fathimah Zahra as.
Perabot Kehidupan Sayidah Fathimah Zahra
Rasulullah menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk pernikahan putrinya. Beliau meminta orang-orang sekitarnya untuk membantunya dalam menyelenggarakan acara pernikahan Sayidah Fathimah.
Setelah Sayidina Ali menjual baju perangnya, beliau menyerahkan uang itu kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw pun memberikan sebagian uang itu kepada Ummu Aiman untuk menyiapkan peralatan hidup Sayidah Fathimah. Ammar, Bilal dan satu-dua orang lainnya menyertai Ummu Aiman pergi ke pasar. Kemudian Rasulullah Saw memberikan sebagian uang itu kepada Asma’ binti ‘Umais supaya membeli minyak wangi untuk Sayidah Fathimah. Ummu Salamah istri Rasulullah juga mendapatkan tugas untuk menyiapkan makanan acara pernikahan.
Setelah Ummu Aiman, Ammar dan Bila kembali dari pasar, mereka membawa barang-barang yang telah dibeli, antara lain;
1- Satu baju sederhana dan kerudung. 2- Satu cadur [hijab yang menutupi seluruh badan] berwarna hitam. 3- Tempat tidur dari bahan besi. 4- Dua kasur dari bahan katun yang satunya berisi serabut kurma dan satunya lagi berisi bulu hewan. 5- Empat bantal kulit yang berisi tumbuhan berbau wangi. 6- Satu kelambu. 7- Satu tikar untuk alas di ruangan. 8- Penggilingan. 9- Ember untuk mencuci pakaian. 10- Satu mangkok dari tanah liat. 11- Tempat air. 12- Satu kendi besar. 13- Dua gelas dari tanah liat. 14- Satu taplak kulit. 15- Abaya.
Kecintaan Para Malaikat Pada Sayidah Fathimah
Setelah pernikahan Sayidah Fathimah dan Sayidina Ali, sekelompok orang cupet dan hasud memrotes Rasulullah. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Mengapa Anda menikahkan Fathimah dengan Ali dengan mahar yang tidak seberapa? Di kota ini banyak orang yang dari sisi harta lebih baik dari Ali. Mengapa Anda tidak menerima mereka sebagai suami Fathimah?
Rasulullah Saw berkata, “Aku bukan menerima Ali sebagai suami Fathimah, tapi Allah telah menikahkan Fathimah dengan Ali di sisi pohon Thuba di surga. Para malaikat Allah telah menjadi saksi dua orang ini di sisi pohon Thuba dan Allah telah memerintahkan pohon itu untuk menaburkan buah-buahnya untuk Ali dan Fathimah. Kemudian pohon itu menaburkan permata dan yakut di atas mereka. Para malaikat saling berlomba-lomba mengumpulkan permata itu. Para malaikat ini akan saling memberikan hadiah ini sampai pada Hari Kiamat dan mengatakan, “Ini adalah saweran pernikahan Fathimah; putri Rasulullah...” (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Sayidah Fathimah Zahra as
Imam Sajjad, Penyampai Risalah Asyura
Suatu hari Allamah Thabathabai dalam pertemuan dengan professor Henry Corbin, berkata, “Kami orang-orang Syiah bermunajat, berdoa dan menangis! Jika kami ditimpa kesulitan, kami mencoba berbicara dengan Tuhan dan hati kami tentram. Bagaimana dengan Anda ketika ditimpa masalah di Prancis ?”.
“Saya juga menangis. Saya pun memiliki kitab Sahifah Sajadiyah. Ketika ditimpa masalah, saya membuka dan membacanya disertai terjemahan. Saya menangis. Munajat menentramkanku,” jawab Corbin.
Jawaban filsuf Prancis ini memperlihatkan bagaimana perhatiannya terhadap kitab Sahifah Sajadiyah. Tentu saja, ini hanya satu dari sekian pengakuan sarjana Barat yang tertarik terhadap karya Imam Ali Zainal Abidin. Di luar dari apresiasi para sarjana Barat terhadap kitab Sahifah Sajadiyah, kandungan isinya sangat tinggi dan agung, dengan gaya bahasa yang fasih dan menawan. Semua itu buah dari kebesaran sang empu kitab, Imam Sajjad. Dan di hari ini kita memperingati kesyahidannya.
Salah satu peran dan jasa berharga Imam Sajjad pasca tragedi Asyura ialah penyebaran risalah doa dan munajat yang sangat luhur. Kini kumpulan doa-doa dan munajat beliau itu dihimpun dalam satu kitab bernama Sahifah Sajjadiyah. Kendati doa dan munajat imam Sajjad merupakan naskah doa, namun di dalamnya mengandung muatan ajaran Islam yang sangat luhur mengenai filsafat hidup dan penciptaan, keyakinan, etika pribadi dan sosial, serta masalah politik.
Salah satu kandungan penting dalam doa beliau ialah semangat menentang kezaliman, dan upaya menegakkan keadilan, penyebaran nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan. Di salah satu doanya, Imam Sajjad berkata, "Ya Allah berilah kami kekuatan untuk mampu menjaga sunnah Nabi-Mu, dan berjuang melawan penyelewengan, serta melaksanakan kewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar."
Tanggal 12 Muharam merupakan hari syahadah Imam Sajjad. Dua hari pasca peringatan Asyura. Imam Sajjad sebagai saksi mata pembantaian Karbala, setelah peristiwa itu bertanggung jawab memimpin umat Islam. Putra Imam Husein ini ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai salah satu orang yang hidup demi melanjutkan pesan Asyura.
Imam Sajjad lahir pada tahun 36 Hijriah. Beliau hidup hingga usia 57 tahun. Periode penting dalam hidup beliau dimulai di masa Imamah-nya setelah kesyahidan Imam Husein. Ketika peristiwa Karbala terjadi, beliau dalam keadaan sakit. Itulah sebabnya mengapa beliau waktu itu tidak pergi ke medan perang.
Hamid bin Muslim, sejarawan Karbala menulis, “Di hari Asyura, setelah kesyahidan Imam Husein, pasukan Yazid mendatangi Ali bin Husein yang tengah berada di atas pembaringan karena sakit. Mereka mendapat perintah untuk membunuh seluruh laki-laki dari keluarga Imam Husein. Kedatangan mereka dengan niat membunuhnya. Tapi ketika melihatnya dalam kondisi sakit, mereka kemudian membiarkannya. Jelas di balik penyakit beliau di hari Asyura tersimpan rahasia ilahi, agar dapat melanjutkan jalan ayahnya.”
Pasca tragedi Karbala dan kesyahidan Imam Husein, kondisi masyarakat Islam berada dalam periode yang sensitif. Di satu sisi, berbagai dimensi kebangkitan Imam Husein harus dijelaskan kepada masyarakat, sekaligus menghadapi propaganda bohong Bani Umayah. Sementara dari sisi lain, perjuangan melawan penyimpangan akidah dan moral harus dilakukan demi menegakkan nilai-nilai agama.
Dalam kondisi demikian, Imam Sajjad menjalankan berbagai programnya dengan mengatur skala prioritas. Pada awalnya, beliau menerapkan program jangka pendek untuk meredam kondisi penuh ketegangan pasca kesyahidan ayahnya. Imam Ali Zainal Abidin menyampaikan pidato mencerahkan mengenai kebenaran jalan Imam Husein. Sedangkan untuk program jangka panjang, beliau berusaha memperkaya serta menguatkan pemikiran dan akhlak masyarakat Muslim dengan mengajarkan nilai-nilai ajaran Islam.
Pada 12 Muharam 61 Hijriah, rombongan tawanan Karbala yang terdiri dari perempuan dan anak-anak tiba di kota Kufah. Di antara tawanan itu ada dua pribadi agung; Imam Sajjad dan Sayidah Zainab. Keberadaan keduanya mampu menentramkan para tawanan Karbala. Ketika rombongan memasuki kota Kufah, sudah banyak orang berkumpul di sana. Imam Sajjad memanfaatkan kesempatan ini dengan menyampaikan pidatonya.
Beliau berkata, “Wahai warga Kufah! Saya Ali putra Husein. Anak dari orang yang kalian hancurkan kehormatannya. Ingatkah kalian, Allah Swt menyebutkan kebaikan kami Ahlul Bait. Kemenangan, keadilan dan ketakwaan bersama kami, sementara kesesatan dan kehancuran berada pada musuh kami. Apakah kalian tidak menulis surat berisi baiat kepada ayahku? Tapi kalian licik setelah itu dan bangkit menentangnya. Betapa perilaku dan pikiran kalian sangat buruk. Bila Rasulullah berkata mengapa kalian membunuh keturunanku, menghancurkan kehormatanku dan bukan umatku, bagaimana rupa kalian menangis di hadapannya?”
Di lain waktu, ketika tiba di Syam (Suriah saat ini), yang menjadi pusat kekuasaan Yazid, Imam Ali Zainal Abidin menyampaikan pidato. Sedemikian tegas pidato yang disampaikan, sehingga rezim Bani Umayah menghadapi kondisi yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Pidato beliau sangat mempengaruhi opini masyarakat waktu itu. Pidato Imam Sajjad dan Sayidah Zainab di istana Yazid mampu menyadarkan masyarakat, sehingga sebagian orang setelah mendengar langsung bangkit memrotes Yazid.
Dalam pidatonya, beliau berkata,“Wahai warga Syam! Barang siapa yang mengenalku, berarti telah mengetahui siapa diriku. Tapi mereka yang tidak tahu, perlu mengetahui bahwa aku putra dari orang yang terhormat. Pribadi yang paling baik dalam menunaikan haji…. Aku putra wanita terbaik, Fatimah az-Zahra as. Aku putra orang yang syahid berlumuran darah di tanah Karbala.”
Ketika pidatonya sampai pada ucapan tersebut, masyarakat yang mendengarnya sangat terpengaruh, sehingga sebagian berteriak mengungkapkan kesedihan. Pidato yang menjelaskan hakikat dirinya mampu membangkitkan kebencian masyarakat kepada Bani Umayah. Yazid yang menyaksikan kondisi tersebut merubah sikap. Untuk menghentikan pidato Imam Sajjad dan mengubah keadaan, ia memerintahkan seseorang untuk mengumandangkan azan.
Ketika mendengar suara azan, Imam Sajjad diam sejenak mendengarkannya. Ketika ucapan muazin sampai pada kalimat “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, dengan segera Imam Sajjad menatap Yazid. Beliau berkata, “Apakah Nabi yang disebutkan dalam azan itu kakekku atau kakekmu? Bila engkau menjawab itu adalah kakekku, semua orang tahu bahwa engkau telah berdusta. Dan bila engkau mengatakan itu adalah kakekmu, lalu apa dosa ayahku yang merupakan cucu Nabi Saw, sehingga kau bunuh, hartanya kau rampas dan istrinya kau tawan? Betapa celakanya engkau di Hari Kiamat!”
Sejarawan mencatat, Ahlul Bait Imam Husein dalam pertemuan itu membawakan kidung kesedihan tentang Imam Husein dan syuhada Karbala. Yazid yang berusaha memanfaatkan kondisi tersebut untuk meningkatkan popularitasnya ternyata harus menerima kenyataan yang lain. Tapi tetap saja berusaha untuk membohongi masyarakat. Yazid mengubah strateginya dengan mencoba mendekati para tawanan dan memberikan penghormatannya kepada mereka.
Yazid jelas takut masyarakat bangkit melawan kekuasaannya. Oleh karenanya ia berusaha menenangkan para tawanan.Menurutnya, apa yang dilakukannya dapat menutupi dosanya. Untuk itu, ia menerima permintaan para tawanan membacakan kidung kesedihan tentang Imam Husein dan syuhada Karbala.
Yazid mempersiapkan sebuah tempat bernama Dar al-Hijarah. Para tawanan selama sepekan berada di sana membacakan kidung kesedihan. Masyarakat mulai berdatangan dan perlahan-lahan masyarakat semakin tahu akan hakikat kebangkitan Imam Husein. Yazid semakin ketakutan menyaksikan apa yang terjadi. Ia terpaksa memindahkan para tawanan ke Madinah.
Di Madinah, Imam Sajjad kembali melaksanakan tanggung jawab yang diembannya. Masyarakat Madinah menyambut mereka. Di tengah masyarakat Madinah, Imam Sajjad naik ke mimbar dan menyampaikan pidatonya.
Setelah mengucapkan puji-pujian kepada Allah Swt, beliau berkata, “Wahai warga Madinah! Allah Swt menguji kami dengan musibah yang agung. Tidak ada musibah yang dapat menyamainya. Wahai warga Madinah! Siapa yang hatinya dapat bergembira ketika mendengar tragedi besar ini? Hati siapa yang tidak sedih setelah mengetahui kesyahidan Husein bin Ali? Mata siapa yang tidak menangis? Kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari musibah luar biasa ini. Kami mengorbankan jiwa di jalan Allah demi menghadapi segala musibah. Karena kami tahu Allah akan membalas semuanya.”
Iran-Indonesia Harus Tingkatkan Perdamaian Regional
Menurut Kantor Berita ABNA, Wakil Presiden Indonesia usuf Kalla, menyatakan, Iran dan Indonesia, sebagai dua negara Muslim penting, selalu melakukan upaya untuk mempromosikan perdamaian di seluruh dunia Islam namun harus mengambil langkah lebih dalam hal ini. Hal tersebut dikatakan pada pertemuan dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani, di sela-sela KTT Gerakan Non-Blok (GNB) di Margarita Island, Venezuela, Ahad (18/9).
Jusuf Kalla menambahkan bahwa kedua negara dapat meningkatkan kerjasama konstruktif di dunia Islam dan membantu menggagalkan upaya kekuatan arogan untuk menabur perselisihan di antara negara-negara Islam.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, Presiden Iran, Hassan Rouhani menekankan pentingnya memperkokoh persatuan di antara negara-negara Islam Rouhani mengatakan, "Kekuatan arogan berusaha untuk menciptakan ketegangan dan konflik di berbagai belahan dunia Islam. Jadi, perlu untuk melatih kewaspadaan dalam menghadapi langkah tersebut serta melawan ideologi kekerasan dan ekstremisme dalam masyarakat Muslim."
Presiden Iran menilai situasi yang sedang berlangsung di kawasan saling berkaitan, mengatakan bahwa Iran dan Indonesia, sebagai dua negara Muslim besar, memiliki tanggung jawab berat untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas dunia Muslim dan guna mencegah pembunuhan bahkan terhadap seorang Muslim.
Rouhani lebih lanjut mengatakan bahwa Tehran dan Jakarta memiliki pandangan sangat dekat pada isu-isu politik dan regional, seraya mendesak kedua belah pihak untuk meningkatkan kerja sama, khususnya di sektor ekonomi dan perbankan, dem kepentingan bersama.
Menurut Rouhani "Tehran tidak menentukan batasan dalam bekerjasama dengan Jakarta."
Pertemuan GNB dihadiri kepala negara dan delegasi dari seluruh 120 negara anggota untuk membahas isu-isu kunci regional dan internasional. Iran juga menyerahkan jabatan kepemimpinan periodik GNB kepada Venezuela pada sesi puncak KTT.
GNB, sebuah organisasi internasional dengan 120 negara anggota dan 21 negara pengamat, mewakili hampir dua-pertiga dari anggota PBB.
Pertentangan Sunni dan Syiah, Merupakan Tindakan Tidak Produktif
Menururt Kantor Berita ABNA, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA menilai pertentangan paham antara Sunni dan Syiah di beberapa kawasan termasuk Bondowoso, merupakan tindakan yang tidak produktif. Dan bahkan dinilai hanya menghabiskan energi.
“Sunni dan Syiah ini bersaudara. Sumbernya juga sama yaitu Alquran dan Hadist. Dan pertikaian-pertikaian itu hanya karena soal politik atau soal pengaruh saja,” tuturnya usai memberikan kuliah umum kepada mahasiswa program Magister dan Doktor, di Institut Agama Islam Negeri Jember, Sabtu (17/9/2016)
Menurut mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini, Sunni dan Syiah harus menjalin komunikasi aktif demi kemaslahatan ummat. Pertentangan yang terjadi selama ini hanya akan menguntungkan pihak ketiga yang menginginkan NKRI terpecah dan memanfaatkan hal tersebut untuk menggantikan ideologi Pancasila.
“Kalau kaum Sunni dan Syiah ini ribut-ribut seperti ini apalagi di Indonesia, maka itu tidak akan menguntungkan bagi islam nusantara secara keseluruhan, karena kita sudah lihat permusuhan antara Sunni dan Syiah di Timur Tengah, di Pakistan itu merugikan ummat islam secara keseluruhan. Itulah yang ditunggu oleh orang-orang yang tidak suka dengan Islam. Dan yang dapat keuntungan negara yang membenci islam. Jadi jangan mau Indonesia ini jadi kancah pertarungan,” paparnya.
Prof. Dr. Azyumardi Azra menambahkan, bahwa perbedaan Sunni dan Syiah hanya soal politik. Sementara pijakan hukumnya sama-sama menggunakan ilmu fiqih yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum islam.
“Perbedaan Sunni dan Syiah ini hanya soal politik, kalau fiqihnya sama aja. Sering orang sunni ekstrim bilang syiah menghalalkan kawin muth’ah, setelah saya tanya ke orang syiah ternyata gak ada. Kawin muth’ah itu hanya dulu waktu jaman perang. Justru sekarang yang mempraktekkan nikah muth’ah itu orang arab yang datang ke Cisarua, Bogor,” ungkapnya.
Beliau berpesan agar seluruh ummat islam khususnya di Indonesia untuk menjaga kerukunan. Sebab seluruh ummat islam bersaudara dan harus beriringan. Jangan sampai menuruti hawa nafsu yang akan menyebabkan ummat islam terpecah belah dan orang lain yang akan mengambil manfaat dari perpecahan tersebut.
“Islam ini bersaudara dan harus beriringan. Jadi jangan mau lah menurutkan hawa nafsu yang kemudian membuat ummat islam terpecah belah, berkelahi, dan itu akan diambil manfaatnya oleh orang lain,” pungkasnya.
Penjelasan Al-Qur’an mengenai Faktor-faktor Penyebab Kesesatan
Apa yang membuat seseorang atau suatu kaum menyembah kepada selain Allah Swt atau menyimpang dari jalan kebenaran?
Sebelum menjawabnya, hal serupa juga ditanyakan Allah Swt kepada sesuatu yang disembah manusia selain Allah Swt. Allah Swt berfirman, “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah Swt mengumpulkan mereka bersama apa yang mereka sembah selain Allah Swt, lalu Dia berfirman (kepada yang disembah), “Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hambaKu itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)?”. (QS. Al-Furqan: 17)
Pada ayat setelahnya, mereka yang disembah selain Allah Swt mengelak dengan mengatakan bahwa tidak pantas bagi mereka menyembah selain Allah, apalagi menyuruh orang lain menyembah selain Allah. Maka secara tidak langsung, mereka yang disembah itu menjawab bahwa manusia sendirilah yang menjadi penyebab akan kesesatannya menyembah kepada selain Allah Swt.
Berikut jawaban Al-Qur’an mengenai faktor-faktor penyebab seseorang menyembah kepada selain Allah Swt:
Pertama, sahabat yang buruk. “Wahai celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrabku. Sungguh dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Qur’an) ketika (Al-Qur’an) itu telah datang kepadaku… ” (Qs. Al-Furqan: 28-29). Pesan moral ayat ini adalah, pandai-pandailah dalam memilah teman akrab.
Kedua, hawa nafsu. “…dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” (Qs. Sad: 26). Tidak sedikit orang yang tersesat bukan karena ketiadaan iman, bukan pula karena kejahilan/kebodohan, melainkan karena membiarkan diri menjadi tawanan hawa nafsu. Terlalu memperturutkan hawa nafsu dibanding seruan akal dan panggilan jiwanya, membuatnya terjerembab dalam kesesatan, dan merasakan kesenangan dengan itu. Naudzubillah.
Ketiga, penulis/cendekiawan yang menipu. “Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, “Ini dari Allah” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat.” (Qs. Al-Baqarah: 79). Meski kita tidak boleh phobia terhadap ilmu dan pengetahuan darimanapun datangnya, namun sudah semestinya terlebih dahulu kita mempersiapkan filter untuk bisa menyaring, mana tulisan yang baik dan mana tulisan yang akan memberi pengaruh buruk. Filter itu adalah ilmu logika. Logika akan mengajarkan bagaimana proses berpikir yang benar yang dengan itu, kitapun bisa mengambil natijah/kesimpulan/keputusan yang benar pula. Tidak serta merta, tulisan yang menukil ayat-ayat Al-Qur’an dan sarat dengan hadits-hadits Nabi Saw menawarkan kesimpulan yang benar dalam beraqidah, malah tidak jarang, kesimpulan yang diambil justru bertentangan dan menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw sendiri. Karena itulah, seruan Al-Qur’an sendiri dalam banyak ayat memerintahkan untuk menggunakan akal, mentadabburi ayat, memikirkan dan bukan menerima begitu saja tanpa ada pertimbangan dari rasio sedikitpun.
Keempat, pemimpin yang menyesatkan ummatnya. “Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.” (Qs. Taha: 79). Pemimpin atau penguasa yang zalim tidak terpungkiri lagi merupakan salah satu faktor suatu kaum berada dalam kesesatan. Kebijakan-kebijakan yang otoriter, aturan-aturan yang menyimpang dan perangkat hukum yang meneror akan menjerumuskan suatu kaum pada kesesatan. Fir’aun adalah simbol penguasa yang zalim, yang selalu eksis disetiap zaman. Jika ada Fir’aun zaman ini, maka dengan petunjuk dan bimbingan Al-Qur’an, semestinya Musa zaman ini pun seharusnya ada. Para ulamalah yang sudah semestinya menjadi Musa zaman ini. Sebab merekalah pewaris para Nabi. Mengajak pada kebaikan, jalan kebenaran dan rahmat Ilahi tanpa memberi penentangan pada penguasa yang zalim malah sebaliknya memberi dukungan pada kezaliman penguasa maka ulama yang seperti ini bukanlah pewaris Musa bin Imran As, melainkan pewaris Bal’am bin Ba’ura, ulama yang mendapat laknat dari Allah Swt.
Kelima, Syaitan. “Sesungguhnya Syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).” (Qs. Al-Qashash: 15). Banyak dalam ayat Al-Qur’an yang mengingatkan mengenai dasyhatnya tipu daya Syaitan dalam berusaha menjerumuskan manusia untuk terjerembab dalam lembah kesesatan. Diantaranya dengan membuat manusia memandang baik perbuatan buruk yang dilakukannya. Allah Swt berfirman, “Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi Syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka Syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.” (Qs. An-Nahl: 63). Karena itu, sudah semestinya kita senantiasa curiga dan khawatir dengan amalan-amalan kita. Bisa jadi kita menganggap amalan yang dilakukan adalah kebaikan, namun pada hakikatnya itu adalah keburukan, tanpa kita menyadarinya. Pelaku terorisme yang mengatasnamakan agama, mengapa mereka sampai rela melakukan aksi bom bunuh diri yang mengorbankan jiwanya? itu karena dalam keyakinannya, yang dilakukannya adalah kebaikan. Menurutnya ia sementara melakukan perbaikan di muka bumi, sementara dalam pandangan Islam sendiri, perbuatannya tersebut justru menimbulkan kerusakan.
Keenam, kebanyakan orang. “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” (Qs. Al-An’am: 116). Sering dijadikan parameter, benarnya suatu ajaran karena banyaknya orang yang mengikutinya. Sementara Al-Qur’an sendiri menyebutkan itu adalah parameter yang salah. Meski demikian, tidak pula serta merta, sedikitnya pengikut suatu ajaran, menjadi parameter benarnya ajaran tersebut. Paramaternya adalah seberapa hebatkah ajaran itu dalam menyebarkan rahmat dan kebaikan bagi semua orang. Ketika kita meyakini, Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang rahmatal lil’alamin, maka orang-orang yang menyeru dan mendakwahkannya sudah semestinya adalah orang-orang yang paling gigih dalam menebarkan rahmat dan kebaikan, seberapapun sedikitnya mereka.
Ketujuh, tradisi nenek moyang yang menyimpang. “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekedar pengikut jejak-jejak mereka.” (Qs. Az-Zukhruf: 23). Diantara penyebab sulitnya seseorang keluar dari kesesatan adalah taklid buta pada tradisi nenek moyang atau para pendahulunya, meskipun para pendahulunya itu tidak mendapat petunjuk. Karena tidak ada jaminan, apa yang diajarkan para pendahulu pasti benar, maka sudah selayaknya senantiasa dilakukan pengkritisan dan penelaan ulang. Ataupun misalnya, yang dilakukan orang-orang terdahulu itu benar untuk zamannya, namun belum tentu sesuai dengan zaman kita. Jika menemukan orang yang ngotot memaksakan pendapatnya dengan menyebut bahwa itulah pendapat yang final sebab itu pula yang menjadi pendapat orang-orang saleh terdahulu, waspadalah, bisa jadi itu ajakan untuk sama-sama terjebak dalam taklid buta.
Dan jika kita mentadabburi kisah tersesatnya Bani Israel yang terjebak pada praktik kesyirikan yaitu menyembah patung anak sapi yang dibuat Samiri, sebagaimana misalnya yang terdapat pada surah Al-A’raf ayat 148 maka kita dapat menyebutkan, penyebab lain penyimpangan dan tersesatnya seseorang atau satu kaum adalah ketiadaan pemimpin, kejahilan /kebodohan kaum, pemanfaatan tekhnologi atau seni yang disalah gunakan orang-orang yang cerdas dan kelihaian propaganda dan tabligh pihak-pihak yang menyerukan kesesatan.
Itulah diantara faktor-faktor penyebab manusia bisa terjebak dalam kesesatan dan penyimpangan dari jalan Allah Swt, baik dalam bentuk menyembah kepada selain Allah Swt maupun melakukan amalan-amalan yang menyimpang dari agama Allah Swt.
Allah Swt berfirman, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itudan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.(Qs. An-Nisa: 115).
Dalam ayat diatas, Allah Swt mengingatkan, mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, maka Allah Swt akan membiarkannya leluasa berada dalam kesesatan. Siapakah orang-orang Mukmin itu dan kemanakah jalannya?. Insya Allah akan kita singgung pada tulisan yang lain.
Dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 8, Allah Swt mengajarkan kita sebuah doa, dan sekaligus saya jadikan penutup tulisan ini:
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (Qs. Ali-Imran: 8) []
Ismail Amin
[Studi di Jurusan Tafsir Al-Qur'an pada Program Pasca Sarjana Mostafa International University Qom Islamic Republic of Iran)



























