کمالوندی
Hubungan Antara Fiqih dan Seni
Sekarang bukan rahasia lagi bahwa seni merupakan media penyampai pesan efektif untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan.
Dari sisi lain, perkembangan teknologi komunikasi modern dan kemajuan teknis di berbagai bidang seni, mengingatkan kebutuhan untuk mendefinisikan ulang dan lebih dinamis terhadap ranah ilmu agama (baik di hauzah maupun universitas) di bidang tersebut.
Perhatian fiqih terhadap perkara yang berhubungan dengan seni di dunia modern, mendorong para penulis dan pembaca untuk memiliki kepekaan estetika tentang makna karya-karya seninya dan juga melakukan aktivitas di bidang itu dengan kelegaan yang lebih besar. Dalam ilmu yurisprudensi, ada sebuah kaidah di mana tugas utama seorang ahli fiqih (faqih) adalah menjelaskan hukum-hukum Islam.
Sebagian ulama besar fiqih seperti, Muhammad Hasan Najafi (Sahib al-Jawahir) lewat karya monumentalnya, Jawahir al-Kalam, telah mempersembahkan sebuah ensiklopedia fiqih tidak hanya kepada masyarakat Syiah, tapi juga untuk seluruh Dunia Islam. Sahib al-Jawahir tampaknya merupakan salah satu ulama fiqih yang sangat teliti, di mana masalah-masalah fiqih yang paling kecil sekalipun tidak terlewat dari goresan penanya dan ia menaruh perhatian terhadap semua perkara.
Sahib al-Jawahir di berbagai bagian bukunya secara tegas menyatakan bahwa tugas seorang faqih secara mutlak bukan mengkaji semua tema, tapi mengindentifikasi tema-tema pada tingkat 'urf (adat kebiasaan) dan faqih kemudian harus menjelaskan hukumnya tentang tema tertentu yang sudah dikenal sebagai ‘urf di masyarakat.
Lembaga Dakwah Islam di Hauzah Ilmiah Qom bekerjasama dengan Sekolah Islam Seni, menyelenggarakan sebuah Konferensi Nasional Hubungan Antara Fiqih dan Seni pada tanggal 13 Januari 2016. Konferensi yang digelar di kota Qom ini dihadiri oleh sejumlah peneliti dan pemikir Muslim.
Berkenaan dengan tujuan seminar tersebut, Direktur Sekolah Islam Seni, Hujjatul Islam Sayid Mohammad Hossein Navab menerangkan, “Seni sebagai salah satu aspek kehidupan manusia layak untuk dikaji dan fungsi-fungsinya juga perlu dipelajari. Selama kita tidak menguasai yurisprudensi seni, filsafat seni, sosiologi seni, dan psikologi seni, maka kita tidak bisa melihat seni sebagai sebuah peluang. Jadi, konferensi tersebut digelar untuk mencapai pemahaman ini.”
Sementara itu, Direktur Lembaga Dakwah Islam, Hujjatul Islam Ahmad Vaezi juga menilai studi hukum dan fiqih seni sebagai tugas Hauzah Ilmiah. Ia mengatakan, “Fiqih memiliki hubungan erat dengan budaya dan budaya memiliki empat lapisan utama. Seni merupakan sebuah unsur yang berpengaruh di semua lapisan dan pembentuk keyakinan, karena kebanyakan masyarakat tidak bisa mencapai pemahaman lewat argumentasi dan mereka memperoleh keyakinannya melalui nasehat dan perdebatan. Oleh karena itu, unsur nasehat dan jidal memainkan peran penting dalam membentuk Madinah Fadhilah.”
Konferensi Nasional Hubungan Antara Fiqih dan Seni, dimulai dengan penayangan film pertemuan anggota panitia seminar dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah Sayid Ali Khamenei di Tehran. Pada kesempatan itu, Rahbar mengingatkan bahwa seni adalah perkara yang sangat penting dan mengatakan, “Seni merupakan bagian dari kehidupan manusia. Pada intinya, seni adalah salah satu bagian dari eksistensi manusia seperti banyak hal lain. Semua cabang seni juga seperti itu; orangnya berbeda-beda dan ada aspek kesamaan di semua seni yakni lahir dari intuisi dan imajinasi. Seni lahir dari imajinasi yang kuat dan indera perasa yang memadai.”
“Tentu saja, keterampilan, pengalaman, dan kepakaran, semua unsur ini ada di sampingnya, tapi sumber utama adalah indera perasa. Oleh sebab itu, seperti yang kalian saksikan di kalangan para ulama fiqih kita di hauzah-hauzah ilmiah bahwa meskipun studi seni sebagai mata kuliah seni sama sekali tidak diajari, tapi para seniman besar lahir dari hauzah ilmiah,” jelas Ayatullah Khamenei.
Menurut Rahbar, seni adalah sebuah perkara kemanusiaan, penting, dan nyata. Beliau menuturkan, “Fiqih bertanggung jawab untuk semua aspek kehidupan manusia. Inilah klaim ilmu fiqih. Fiqih bertanggung jawab untuk menjelaskan semua perkara dari aspek hukum dan syariat Islam, yang dijumpai manusia dalam kehidupan individu dan sosialnya. Jadi, seni adalah salah satu dari perkara tersebut dan fiqih harus mempelajarinya.”
Dalam pertemuan itu, Ayatullah Khamenei mengatakan, “Sebagaimana kita terus bekerja dan aktif di fiqih muamalat dan juga di fiqih ibadah, akhir-akhir ini – misalnya – kita juga aktif di fiqih komunikasi atau fiqih ekonomi atau sebut saja di fiqih yang menangani isu-isu sosial, maka kita juga harus benar-benar aktif dan bekerja di fiqih seni… sama sekali bukan masalah jika ada perbedaan pandangan; sebagaimana para faqih juga berbeda pandangan di semua tema fiqih. Namun, hasil dari semua perbedaan itu harus membawa kemajuan.”
Ayatullah Khamenei juga menekankan bahwa ketika seorang pelajar memasuki Hauzah Ilmiah, tentu ia tidak masuk untuk menjadi sutradara film, dan juga bukan untuk tujuan bisnis atau arsitektur. Jelas hal ini tidak diperlukan tapi juga tidak ada halangan. Jika seleranya menuntut, ia bisa menekuni bidang tertentu dengan catatan tidak melupakan tugas utamanya. Misalnya saja, seorang faqih senior jika ia ingin memberi pandangan dalam masalah-masalah seni, maka ia harus benar-benar menguasai seni. Jika ia tidak punya keahlian di bidang itu, maka kecil kemungkinan ia akan mengeluarkan pendapat dengan benar. Sebab, salah satu syarat untuk menyimpulkan hukum adalah menguasai subjek masalah dengan baik.
Di bagian lain arahannya, Ayatullah Khamenei menyinggung pentingnya tema seni dan menyampaikan kepuasan atas keterlibatan Hauzah Ilmiah di tema fiqih seni. Rahbar mengatakan bahwa seni adalah sebuah perkara yang mulia dan kemanusiaan, ia lahir dari imajinasi yang kuat dan indera perasa yang memadai serta bagian dari kehidupan manusia. Para seniman besar di bidang sastra dan syair juga selalu muncul di kalangan ulama fiqih di hauzah-hauzah ilmiah.
Rahbar menganggap penelitian, pendalaman, dan penjelasan fiqih seni kepada masyarakat sebagai sebuah kebutuhan dan pekerjaan yang mulia. Menurut Rahbar, seorang faqih perlu benar-benar menguasai bidang seni sehingga bisa menarik kesimpulan hukum dan mengeluarkan pandangan fiqih tentang masalah-masalah seni. Ayatullah Khamenei mengatakan, “Islam tidak hanya menerima seni, tapi juga mendorong ke arahnya dan contoh-contoh yang ditemukan dalam sejarah, merupakan indikasi dari perhatian dan dorongan itu.”
Ayatullah Khamenei lebih lanjut menyinggung tentang percampuran seni dengan masyarakat modern dan dampaknya secara langsung terhadap pemikiran, kejiwaan, dan gaya hidup manusia.
Kecepatan perkembangan dalam metode menciptakan karya-karya seni, menuntut para ahli fiqih dan ulama untuk memperkaya diri mereka di bidang itu. Sebuah proses yang tampaknya memiliki jalan panjang untuk mencapai sebuah titik yang dapat diterima (bukan titik ideal). Jika hauzah-hauzah ilmiah dan lembaga-lembaga sejenisnya tidak mampu menjawab tantangan ini, maka secara bertahap mereka akan tertinggal dari kancah sosial dan mengalami stagnan dalam jangka panjang.
Jelas bahwa untuk mengawal benteng agama, para ulama dan faqih harus memiliki pendekatan yang dimanis dalam masalah penting tersebut. Dan demi tugas mulia ini, mereka harus menyelami samudera teks-teks agama dan sumber-sumber hukum.
Persatuan Dalam al-Quran dan Sunnah
Umat Islam di seluruh penjuru dunia bersuka cita menyambut maulid Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal. Muslim Sunni merayakan hari kelahiran Rasulullah pada tanggal 12 Rabiul Awal, sementara Muslim Syiah pada 17 Rabiul Awal. Pendiri Republik Islam Iran Imam Khomeini ra kemudian memanfaatkan rentang waktu itu untuk mendekatkan mazhab-mazbah Islam dan mengumumkan Pekan Persatuan di tengah kaum Muslim.
Pekan Persatuan merupakan sebuah momen istimewa untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang pentingnya solidaritas dan persatuan Dunia Islam, khususnya di masa modern yang sarat dengan konflik dan pertikaian. Kaum Muslim dari berbagai mazhab memiliki perbedaan pandangan dalam beberapa perkara hukum. Namun mereka menyimpan banyak persamaan seperti, keyakinan kepada Allah Swt Yang Esa, al-Quran, Rasulullah Saw, dan kiblat yang sama. Mereka semua juga sepakat soal pelaksanaan ibadah-ibadah wajib seperti, shalat, puasa, haji, zakat, dan lain-lain.
Setelah mempelajari al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw, kita akan memahami bahwa dua referensi utama Islam ini menekankan pada pokok persatuan kaum Muslim dan Allah Swt telah memberi banyak pedoman untuk merealisasikan perkara besar ini. Al-Quran di berbagai ayatnya menjelaskan masalah persatuan dan perilaku efektif untuk memperkuat persatuan umat dan menyebut persatuan sebagai nikmat.
Dalam surat Ali Imran ayat 103 Allah Swt berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Ayat tersebut berbicara tentang perihal berpegangan pada tali Allah Swt. Dalam kitab-kitab tafsir, realitas yang paling jelas dari simpul yang kokoh ini adalah al-Quran. Seorang ulama tafsir kontemporer, Allamah Sayid Muhammad Husein Thabathabai menulis, “Tali Allah tak lain adalah al-Quran yang turun dari sisi-Nya… Berpegang pada Allah adalah bersandar kepada ayat-ayat Tuhan dan Rasul-Nya yaitu kitab dan sunnah, di mana hidayah sudah dijamin di dalamnya.”
Posisi kaum Muslim dalam berpegang pada al-Quran dan persatuan antar sesama, dianalogikan sebagai sebuah situasi di mana mereka selalu diliputi rasa takut ketika akan menyeberangi jalur yang sangat berbahaya dan jurang yang menakutkan, tetapi dengan meraih seutas tali yang kokoh, mereka bisa melintasinya dengan tenang dan mencapai tempat tujuan. Untuk itu, al-Quran menyebut perpecahan sebagai jurang neraka.
Dalam surat Ali Imran ayat 103, Allah Swt mengajak manusia untuk mengingat kembali era pahit perpecahan dan berusaha untuk selalu menjaga persatuan, sebab persatuan di setiap masyarakat akan membawa perdamaian, ketentraman, dan keamanan serta menjauhi mereka dari perang dan konflik. Untuk itu, seluruh umat Islam mengemban tanggung jawab penting untuk mensyukuri nikmat Allah Swt berupa persatuan dan perlu diingat bahwa perpecahan dan permusuhan dapat menghapus nikmat besar itu dari umat.
Allah Swt dalam surat Ali Imran ayat 105 juga memberi peringatan lain kepada kaum Muslim dan berfirman, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” Al-Quran juga menganggap seluruh kaum Muslim bersaudara, seperti tertuang dalam surat al-Hujurat ayat 10, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Ayat itu menggambarkan kaum Muslim sebagai saudara seiman dan menilai perbaikan hubungan di antara mereka yang bertikai sebagai satu cara untuk meraih rahmat Allah Swt. Dalam perspektif yang lebih luas, al-Quran pada akhirnya berusaha untuk mengumpulkan seluruh umat manusia dalam sebuah masyarakat global yang tunggal. Kitab suci ini mengajak semua Ahli Kitab dan pengikut ajaran langit untuk membangun persatuan dan solidaritas serta menyeru mereka untuk bersatu bersama kaum Muslim atas dasar persamaan akidah. Dalam surat Ali Imran ayat 64, Allah Swt berfirman, “Katakanlah! Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka; ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri.”
Ayat tersebut memperkenalkan tauhid sebagai dasar persatuan dan kesatuan berbagai agama dan mengajak para pengikutnya untuk bersatu di bawah panji tauhid serta membentuk sebuah masyarakat yang damai dan jauh dari penindasan. Jelas bahwa kaum Muslim sebagai inti pertama dari konvergensi ini bisa memainkan peran penting untuk tujuan tersebut.
Persatuan juga akan menjaga keutuhan dan memperkokoh masyarakat. Hati manusia akan saling terpaut dan barisan mereka menjadi kokoh ketika mereka meninggalkan pertikaian dan konflik. Dengan demikian, sudah tidak ada lagi celah sehingga musuh dapat melakukan infiltrasi dan merusak keutuhan masyarakat. Kondisi seperti ini tentu saja akan terwujud dengan mengikuti pemimpin yang tunggal. Allah Swt dalam surat al-Anfal ayat 46 berfirman, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu…”
Allah Swt memperkenalkan Rasul-Nya sebagai poros persatuan praktis bagi kaum Muslim. Poros ini mencakup seluruh sabda dan perilaku beliau. Nabi Muhammad Saw – sebagai penyeru pertama persatuan – menanggung penderitaan yang sangat berat demi merealisasikan persatuan dan selalu mengingatkan umat Islam tentang bahaya yang mengancam mereka. Sejarah Islam merekam perjuangan Rasulullah Saw dalam menghentikan pertumpahan darah dan memperkokoh barisan kaum Muslim. Beliau kemudian memanfaatkan nilai-nilai positif persatuan untuk kepentingan Islam dan memperkuat landasan politik dan sosial umat.
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw memprakarsai beberapa perjanjian di antara kabilah-kabilah Arab. Perjanjian tersebut dapat dianggap sebagai salah satu solusi terbaik untuk persatuan di tengah umat pada masa itu. Perjanjian pertama dijalin antara Rasul Saw dengan kabilah-kabilah yang tinggal di Madinah. Strategi ini merupakan opsi terbaik untuk menumbuhkan persatuan nasional dan solidaritas keagamaan. Di antara inisiatif terpenting Rasul Saw di bidang persatuan adalah menciptakan ikatan sosial antara kaum Muslim dan jalinan persaudaraan di antara mereka.
Ikatan itu dibangun dengan menafikan sentimen kesukuan dan kabilah serta berpijak pada poros keimanan dan kerjasama sosial. Rasulullah Saw kemudian mengkekalkan persaudaraan antara kaum Muhajirin dari Makkah dan Anshar dari Madinah. Dengan lahirnya pakta persaudaraan di antara kaum Muslim, Rasulullah Saw berhasil menghapus permusuhan di era Jahiliyah dan menggantikannya dengan rahmat dan kasih sayang.
Pakta persaudaraan tidak muncul dengan dinar dan nilai-nilai materi, tapi perjanjian itu memiliki warna Ilahi sebagaimana disinggung al-Quran dalam surat al-Anfal ayat 63, “Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Strategi Rasul Saw mempersatuan barisan kaum Muslim untuk melenyapkan setiap benih permusuhan di masa lalu yang berpotensi tumbuh kembali. Oleh karena itu, pakta persaudaraan telah melahirkan kasih sayang dan kedekatan di antara kaum Muslim. Beliau Saw menghapus parameter masa Jahiliyah yang memicu konflik dan menggantikannya dengan nilai-nilai Ilahi melalui ajaran-ajaran al-Quran. Dengan demikian, strategi lain Rasul Saw dalam merajut persatuan adalah memerangi fanatisme buta Jahiliyah dan menghapus tendensi rasial dan diskriminasi.
Rasul Saw mencela keras fanatisme kesukuan dan bahasa dan beliau bersabda, “Barang siapa yang menyimpan setitik fanatisme di hatinya, Allah akan membangkitkannya bersama orang-orang Arab masa Jahiliyah di hari kiamat.”
Umat Islam sekarang sedang memperingati maulid Nabi Muhammad Saw dan Pekan Persatuan Islam. Dengan memperhatikan perbedaan riwayat antara Sunni (12 Rabiul Awal) dan Syiah (17 Rabiul Awal) seputar hari kelahiran Nabi Saw, maka Republik Islam Iran menetapkan rentang waktu antara tanggal 12-17 Rabiul Awal sebagai Pekan Persatuan Islam.
Perbedaan di antara mazhab-mazhab Islam selalu menjadi salah satu strategi musuh untuk menyerang Islam. Musuh – dengan cara mempertajam perselisihan di tengah umat – berusaha menciptakan perang saudara dan mengejar tujuan-tujuan busuknya. Politik "pecah dahulu, kemudian kuasai" merupakan bagian dari kebijakan Inggris di era imperialis untuk mencapai ambisi-ambisi ilegalnya. Oleh karena itu, persatuan selalu menjadi salah satu perhatian para ulama Islam baik Sunni maupun Syiah di sepanjang sejarah.
Perlu diketahui bahwa jika ada segelintir orang yang selalu berambisi menyulut perpecahan antar mazhab-mazhab Islam, maka di sana juga terdapat sejumlah besar tokoh yang ingin memperkuat perkuat persatuan di tengah umat. Unsur persatuan Islam menjadi sangat penting pasca kemenangan Revolusi Islam Iran. Pencetus Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra dan penerusnya, Ayatullah Sayid Ali Khamenei atau Rahbar, senantiasa menekankan persatuan Dunia Islam sebagai sebuah strategi dan perkara ini menjelma dalam Revolusi Islam.
Kata persatuan menjadi salah satu kata favorit dan paling sering dipakai oleh Imam Khomeini ra dan Ayatullah Khamenei baik di dalam negeri maupun di Dunia Islam. Persatuan Islam memiliki dua komponen utama yaitu; bersifat tetap dan transhistoris, dan unsur yang dimanis sesuai dengan tuntutan kondisi kaum Muslim dan Dunia Islam. Unsur-unsur tetap mencakup al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw yang disepakati oleh seluruh kaum Muslim dan keduanya berlaku di sepanjang sejarah Islam.
Dalam sejarah, perjuangan membela Islam kadang bisa menjadi modal untuk memperkuat solidaritas dan persatuan kaum Muslim. Selama Perang Salib, ada sebuah faktor persatuan yaitu perjuangan membela kedaulatan wilayah Islam dari rongrongan musuh. Penolakan imperialisme dan perlawanan terhadap kaum imperialis juga menjadi unsur lain pemersatu umat Islam.
Di era modern selain komponen-komponen yang tetap tadi, kita juga harus menemukan unsur-unsur lain yang dimanis sebagai perekat persatuan Dunia Islam dan kaum Muslim. Dalam kondisi sekarang, persatuan diskursif merupakan faktor yang mendorong persatuan dalam artian diskursus tunggal Islam politik dan revolusioner. Unsur tersebut dewasa ini menjelma berupa persatuan duskursif dalam bentuk Kebangkitan Islam dan menjadi sebuah unsur penting kekuatan Dunia Islam.
Dalam kondisi sekarang, Kebangkitan Islam dan atau diskursus Kebangkitan Islam dan Islam politik-revolusioner dapat menjadi sebuah faktor persatuan Dunia Islam di hadapan interpretasi kelompok-kelompok lain tentang agama ini. Oleh sebab itu, golongan tertentu dengan politik dan pendekatan konfrontatif berusaha untuk menghapus unsur persatuan model ini. Padahal, gagasan itu bersifat komprehensif dan bisa mengantarkan semua pengikut mazhab-mazhab Islam kepada persatuan.
Demi melawan diskursus Kebangkitan Islam, musuh-musuh Islam telah mendukung dan memperkuat gerakan-gerakan takfiri dan terorisme di negara-negara Islam di wilayah Timur Tengah, Afrika Utara dan Afrika Barat. Momok menakutkan itu muncul dengan nama Al Qaeda, ISIS, Boko Haram, Front al-Nusra, dan lain-lain. Mereka menganggap kaum Muslim dari Sunni dan Syiah sebagai orang-orang murtad dan menghalalkan darahnya.
Mengenai kejahatan kelompok teroris dan takfiri, Ayatullah Khamenei mengatakan, “Tragisnya, tentara takfiri sekarang memiliki kehadiran aktif di beberapa negara regional, bahaya besar mereka bukan karena membunuh orang-orang tak berdosa, jelas ini juga sebuah kejahatan dan kasus besar, tapi bahaya besar adalah menyeret dua mazhab Syiah dan Sunni untuk berburuk sangka terhadap sesama, ini adalah sebuah bahaya yang sangat besar.”
Rahbar menilai pentingnya untuk mencegah penyebaran kebencian di tengah kaum Muslim oleh kelompok teroris dan takfiri. Beliau menuturkan, “Kita harus hentikan prasangka ini. Tidak ada dari pengikut Syiah yang beranggapan bahwa kelompok yang bersikap seperti itu dengan Syiah adalah orang-orang Sunni dan mereka harus dilawan. Demikian juga dengan Ahlu Sunnah. Untuk itu, semua harus waspada baik Syiah maupun Sunni.”
Sayangnya, beberapa negara di Dunia Islam – yang mengaku mengikuti ajaran al-Quran dan Rasulullah Saw – memainkan peran aktif untuk mendukung dan memperkuat gerakan-gerakan teroris dan takfiri. Padalah, al-Quran memerintahkan semua individu umat Islam untuk bersatu dan bergandengan tangan. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…“ Berkenaan dengan ayat 103 surat Ali Imran ini, Ayatullah Khamenei menjelaskan, “Perintah ini untuk siapa? Perintah ini untuk kita, untuk bangsa Iran, untuk bangsa-bangsa Muslim di negara-negara Islam, dan untuk seluruh manusia yang meyakini Islam di seluruh penjuru dunia. Lalu, apakah kita akan melaksanakan perintah ini?”
Jelas bahwa fitnah di Dunia Islam dihembuskan dari luar geografi wilayah Islam di Eropa dan Amerika Serikat dengan menunggangi beberapa negara Muslim di Timur Tengah dan Afrika. Musuh berusaha menciptakan perang saudara di kawasan dengan menyebarluaskan ekstremisme. Mereka juga mengkampanyekan ideologi takfiri, di mana sebagian Muslim mengkafirkan saudaranya atas dasar interpretasi-interpretasi distorsif tentang ajaran Islam yang menyerukan perdamaian. Musuh ingin menjalankan program-program jangka panjangnya di kawasan tanpa harus kehilangan satu orang pun dari bala tentara Barat.
Para ulama, intelektual, dan cendekiawan dari seluruh mazhab Islam memikul tanggung jawab besar untuk menggagalkan konspirasi berbahaya musuh, yang ingin menciptakan perpecahan di tengah kaum Muslim dengan membesar-besarkan perbedaan parsial mazhab. Padahal, sisi kesamaan antara mazhab-mazhab Islam sangat banyak dan jauh lebih besar dari perbedaan mereka.
Keberadaan sosok suci Rasulullah Saw merupakan poin terpenting untuk mewujudkan persatuan. Seluruh kaum Muslim memiliki pandangan yang sama tentang kepribadian dan kedudukan tinggi Nabi Muhammad Saw serta ajaran-ajarannya. Penetapan Pekan Persatuan Islam dalam menyikapi dua riwayat yang berbeda tentang maulid Nabi Saw, juga dilakukan dengan memperhatikan persamaan-persamaan tersebut. Setelah menyaksikan kedudukan tinggi Rasulullah Saw di tengah umatnya, musuh-musuh Islam mulai melancarkan pelecehan dan berusaha untuk menjatuhkan kedudukan manusia agung ini serta menguji sensitivitas umat Islam.
Musuh mulai gencar memprovokasi isu perbedaan di antara mazhab-mazhab Islam dan melecehkan Rasulullah Saw. Mereka menjadikan unsur utama persatuan umat Islam sebagai poros kebijakan destruktifnya di tengah kaum Muslim. Oleh karena itu, para ulama dan cendekiawan Dunia Islam perlu meningkatkan upaya untuk memperkenalkan ajaran-ajaran Rasulullah Saw kepada kaum Muslim dan non-Muslim.
Agama Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan ideologi takfiri dan ekstrimisme. Sebaliknya, Islam adalah agama untuk membangun umat manusia, yang dibangun atas landasan rasionalitas dan logika. Belajar untuk mencapai keyakinan tentang prinsip-prinsip agama – yakni, tauhid, kenabian, imamah, keadilan, dan hari kiamat – merupakan bagian dari perkara wajib dan tidak bisa bertaklid. Lalu, bagaimana agama yang seperti ini dianggap sebagai penyebar ekstrimisme dan takfiri.
Masalah persatuan umat merupakan sebuah keharusan dan bagian dari kewajiban. Musuh dengan seluruh kapasitasnya sedang menjalankan politik adu domba dengan cara mendukung gerakan-gerakan takfiri dan terorisme demi memajukan tujuan-tujuannya. Satu-satunya jalan untuk melawan konspirasi itu adalah memberi pencerahan, menekankan unsur-unsur kesamaan mazhab, dan mengucilkan gerakan takfiri dan terorisme. Mereka adalah gerakan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam dan seluruh kejahatan mereka diseting dan didukung oleh Barat dan beberapa negara di kawasan.
Persatuan Menurut Imam Khomeini dan Ayatullah Khamenei
Islam menjadikan persatuan umat Islam sebagai kewajiban agama. Dengan menelusuri al-Quran dan Hadis, dapat ditemukan posisi persatuan dalam pemikiran Islam. Allah Swt dalam al-Quran berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara…” (Ali Imran: 103)
Sekaitan dengan masalah persatuan ini, Imam Ali as berkata, “Lihatlah bagaimana Bani Israil sebelumnya,ketika pemikiran mereka sepakat, hati mereka sederhana, tangan mereka saling menolong, pedang mereka diniatkan untuk saling membantu, mata mereka tajam dan tujuan mereka sama. Tidakkan mereka menjadi majikan dari penjuru bumi dan penguasa atas leher semua yang di dunia?
Sesudah itu, lihat pula apa yang terjadi pada mereka menjelang akhir, ketika perpecahan menyusul mereka. Persatuan menjadi retak dan perbedaan antara kata-kata mereka dan hati mereka. Mereka terpecah menjadi kelompok-kelompok dan bertebaran serta saling berperang di antara sesamanya. Kemudian Allah mengambil dari mereka busana kehormatan-Nya dan merebut dari mereka kemakmuran yang dihasilkan oleh nikmat-nikmat-Nya. Hanya riwayat mereka yang tertinggal di antara Anda untuk menunjuki orang-orang yang dapat memperoleh pelajaran dari mereka.” (Nahjul Balaghah, Khutbah 192)
Sejarah Islam menunjukkan setiap kali umat Islam dari segala mazhab yang ada bersanding bersama dan dalam satu front, masyarakat Islam tetap jaya dan kuat. Sementara musuh dalam kondisi lemah. Sebaliknya, bila umat Islam melalaikan perintah Allah, mereka bakal tertimpa musibah. Musuh menguasai mereka. Generasi umat Islam terancam musuh.
Al-Quran menyebutkan, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah…” (Al-Anfal: 46)
Di abad ini, Revolusi Islam Iran mampu menunjukkan simbol dari kekuatan umat Islam. Kekuatan yang diraih berkat keimanan rakyat dan persatuan mereka. Dengan tangan kosong, tapi hati penuh dengan iman kepada Allah, mereka berdiri menghadapi rezim zalim yang dilengkapi dengan pelbagai senjata. Bahkan didukung penuh oleh kekuatan adidaya dan arogan waktu itu. Tapi pada akhirnya kemenangan dan kejayaan milik bangsa yang bersatu untuk mencerabut akar kezaliman dari negaranya.
Iran sebuah negara yang memiliki keragaman agama dan etnis. Sekalipun mayoritas berpenduduk muslim dengan mazhab Syiah, tapi beberapa persen dari warganya bermazhab Ahli Sunnah. Selain itu ada juga pengikut agama Yahudi dan Kristen. Tapi terlepas dari segala ideologi dan keyakinannya, yang patut dicermati adalah ternyata mereka semua terlibat aktif dalam seluruh periode perjuangan melawan kekuatan arogan.
Kini berkat persatuan yang telah menjadi budaya dan warisan Imam Khomeini ra membuat rakyat Iran hidup berdampingan secara damai. Selama perang 8 tahun yang dipaksakan rezim Saddam terhadap Iran, kembali rakyat Iran bahu-membahu berperang melawan para agresor. Warga Syiah dan Sunni bersama-sama mempersembahkan syuhada, begitu pula dari kalangan Yahudi dan Kristen. Semua terlibat dalam upaya membela negara.
Revolusi Islam Iran yang dipimpin oleh Imam Khomeini ra mendemonstrasikan mukjizat persatuan kepada seluruh dunia. Dengan mengikuti ajaran al-Quran, Imam Khomeini ra tidak hanya mengajak umat Islam untuk bersatu, tapi kepada siapa saja yang menyembah Allah yang Esa. Beliau menyampaikan seruan agar tercipta persatuan di antara mazhab-mazhab Islam, bahkan pengikut agama lainnya diterima dalam Revolusi Islam Iran.
Tentu saja persatuan antarmazhab dan agama tidak berarti semua melebur dan menciptakan satu keyakinan baru. Tapi dengan segala perbedaan yang ada, hubungan mereka harus berlandaskan saling menghormati. Mengkaji masalah perbedaan tidak boleh dilakukan secara serampangan dan di tempat umum. Karena masalah ini harus dibahas oleh para pakarnya dan menjauhkan sikap menghina dan mengkafirkan. Dengan demikian, diharapkan terbuka ruang-ruang baru dari hakikat yang selama ini tersekat.
Ketika perbedaan mazhab dan etnis membuat dunia Islam menjadi lemah, Imam Khomeini ra berhasil menyadarkan bangsa Iran akan pentingnya persatuan. Pernyataan dan pesannya mampu mencegah terjadinya perpecahan di kalangan bangsa Iran. Beliau mengatakan, “Hari ini ketika semua kelompok umat Islam menghadapi kekuatan setan yang ingin melenyapkan pondasi Islam, kekuatan itu tahu yang membahayakan mereka adalah Islam dan persatuan bangsa-bangsa Islam. Kini seluruh umat Islam di seluruh Negara harus bersatu.”
Di bagian lain, Imam Khomeini ra mengatakan, “Dalam Islam tidak dikenal soal ras, bahasa, etnis dan tempat. Seluruh umat Islam, baik itu Syiah maupun Ahli Sunnah merupakan saudara dan setara. Semua memiliki hak yang sama di hadapan hukum Islam. Dalam Islam tidak dibicarakan mengenai Syiah dan Sunni atau Kurdi dan Persia. Semua bersaudara dan bersama.”
Ayatullah Khamenei yang memegang tanggung jawab sepeninggal Imam Khomeini ra, juga selalu menekankan persatuan umat Islam. Kebijakan makro Republik Islam Iran bahkan disusun berdasarkan prinsip penting ini. Beliau dalam salah satu pidatonya mewanti-wanti umat Islam bagaimana musuh senantiasa berusaha memecah-belah umat Islam.
Ayatullah Khamenei berkata, “Ada satu miliar manusia di dunia yang memiliki akidah yang sama terkait Allah, Nabi Muhammad Saw, shalat, haji, al-Quran, Ka’bah dan banyak masalah lain, tapi berbeda pendapat terkait beberapa masalah. Apakah rasional, bila mereka hanya melihat sejumlah perbedaan ini lalu berperang, sementara musuh yang tidak percaya akan Allah, Nabi Muhammad Saw, agama dan segalanya melaksanakan rencananya?”
Di bagian lain, Ayatullah Khamenei berkata, “Satu dari perintah al-Quran adalah mengajak umat Islam untuk bersatu dan saling membantu. Ketika Allah Swt berfirman agar umat Islam berpegangan dengan tali Allah dan jangan berselisih, perintah ini sebenarnya ditujukan kepada siapa? Itu ditujukan kepada kita, kepada bangsa Iran, kepada bangsa-bangsa muslim di negara-negara Islam dan kepada seluruh manusia yang percaya kepada Islam di seluruh dunia.
Apakah kita mengamalkan perintah tersebut? Sementara ajaran yang jelas-jelas bertolak belakang dengan perintah al-Quran itu adalah ajaran imperialisme. Karena mereka menginginkan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam. Sebagian dari mereka mengkafirkan yang lain dan sebagian melaknat yang lain. Kami berlepas tangan dari mereka. Saat ini, perselisihan yang diinginkan oleh imperialisme. Mereka ingin kita tidak bersama-sama dan bersatu.”
Hari ini dunia Islam lebih membutuhkan persatuan, lebih dari hari-hari sebelumnya. Perselisihan dan pengkafiran telah membunuh umat Islam yang sama-sama menghadap kiblat ketika melaksanakan shalat. Di sisi lain, musuh Islam begitu gigihnya menyebarkan kebencian di antara umat Islam agar senantiasa berselisih agar dapat menguasai kekayaan umat Islam. Dalam kondisi yang demikian, seruan al-Quran akan persatuan menjadi semakin urgen bagi umat Islam.
Persatuan, Kunci Kekuatan Dunia Islam
Umat Islam dunia tengah menghadapi serangan dan target konspirasi musuh, karena mereka tidak kompak dan sibuk bertengkar tentang perselisihan-perselisihan parsial. Timur Tengah sebagai pusat geografi agama Islam menghadapi gelombang ekstremisme, kekerasan, dan pembantaian. Zionis dan kelompok-kelompok ekstrim seperti, Al Qaeda dan ISIS memusatkan operasi mereka di Timur Tengah. Wilayah strategis ini tampaknya telah menjadi lahan genosida.
Terorisme negara Zionis sejak dulu melakukan aksi teror dan pembunuhan masyarakat Muslim Palestina. Di pihak lain, ideologi ekstrim dan takfiri – yang mengusung bendera Islam – juga sedang mempertontonkan kejahatan tragis dan tindakan barbar di Timur Tengah. Para ekstrimis memanfaatkan simbol-simbol agama dan menularkan ideologi takfiri kepada masyarakat awam untuk memuluskan aksi bejat mereka.
Rezim Wahabi Al Saud – sebagai guru spiritual dan bapak finansial kelompok ekstrim termasuk ISIS – juga mengobarkan gelombang baru pembantaian kaum Muslim di Yaman. Masyarakat Muslim dunia juga tidak akan pernah melupakan tragedi Mina dan pembunuhan hampir 8.000 jamaah haji di tanah haram selama musim haji tahun 2015.
Di Afrika, mayoritas kaum Muslim tidak aman dari bahaya kelompok-kelompok ekstrim seperti, Boko Haram dan Anti-Balaka. Pembantaian tragis Muslim Syiah di Nigeria baru-baru ini juga merupakan kasus lain dari brutalitas para penganut ideologi takfiri. Kegiatan kelompok ekstrim termasuk ISIS di negara-negara Barat seperti, Perancis juga telah memantik kekerasan dan diskriminasi terhadap komunitas Muslim Eropa. Sejumlah besar masjid dan pusat-pusat kegiatan Islam dan bahkan kuburan Muslim tidak luput dari amukan kelompok rasis dan ekstrimis Barat.
Di negara-negara Barat, harga diri dan kemuliaan insani masyarakat Muslim dinistakan, harta benda dan kehormatan mereka dirampas. Di ranah sosial, masyarakat Muslim dikriminalisasi dan sering menerima perlakuan diskriminatif.
Jika kita memperhatikan situasi kekinian Dunia Islam, kita menangkap sebuah realitas bahwa musuh telah berhasil mengkampanyekan pembunuhan terhadap kaum Muslim. Kubu Zionis menjadikan masyarakat Muslim sebagai sasaran aksi jahatnya dan gerakan-gerakan takfiri juga mendefinisikan Muslim berdasarkan ideologi racikan musuh. Kelompok bejat ISIS kini diperkenalkan sebagai wajah Muslim dan simbol pengikut agama Islam kepada dunia. Anehnya, ISIS – yang menampilkan dirinya sebagai Muslim – melakukan pembunuhan sadis di negara-negara Islam.
Di tingkat global, masyarakat Muslim dihadapkan pada gelombang Islamphobia dan Islam dicitrakan sebagai musuh. Akhirnya, semua teroris dan kubu ekstrim menyerang masyarakat Muslim dan tidak ada yang bangkit untuk menolong mereka. Perlu dicatat bahwa Islam adalah sebuah agama perdamaian dan persahabatan, dan sosok Rasulullah Saw merupakan manifestasi dari rahmat dan kasih sayang kepada seluruh alam. Sayangnya, agama Islam, prinsip-prinsip kemanusiaan dan hak-hak masyarakat telah menjadi sasaran teror oleh gerakan-gerakan pengobar kekerasan.
Seorang pemikir tersohor Amerika, Samuel Huntington dalam teorinya, benturan peradaban menulis, “Di dunia modern, Islam merupakan sebuah ancaman strategis dan ia menggantikan imperium Komunis setelah Perang Dingin. Untuk itu, Barat memposisikan dirinya dalam sebuah situasi konfrontasi pre-emptive dengan Dunia Islam. Salah satu tindakan utama Barat dalam menghadapi kebangkitan Islam adalah menciptakan konflik etnis, sektarian, dan politik…”
Jelas bahwa berlanjutnya proses ini akan merugikan seluruh Muslim dunia dan pada akhirnya menghancurkan mereka. Satu-satu jalan untuk keselamatan dan kemuliaan kaum Muslim adalah memperkuat persatuan dan solidaritas. Oleh sebab itu, perkara persatuan tidak hanya menjadi kebutuhan yang paling urgen di tengah umat, tapi juga merupakan sebuah jaminan untuk keberlangsungan hidup mereka.
Saat ini, sensitivitas dunia Barat terhadap Muslim mencapai puncaknya dan umat Islam juga mulai tidak peduli dengan sesama. Belum lagi, konflik sektarian kian memanas dan serangan atas dasar kebencian semakin sering terjadi. Oleh karena itu, persatuan Dunia Islam merupakan sebuah keniscayaan dan perlu diingat bahwa keberlangsungan dan kemuliaan kaum Muslim sangat bergantung pada persatuan.
Allah Swt memerintahkan kaum Muslim untuk bersatu dan tidak tercerai-berai. Persatuan adalah sebuah nikmat Ilahi dan ia pernah membuat kaum Muslim kuat di era permulaan Islam. Mereka mampu mengalahkan musuh-musuh Islam dan menorehkan prestasi yang luar biasa. Dalam surat Ali Imran ayat 103 Allah Swt berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Seorang intelektual Muslim, Syahid Murtadha Muthahhari berkata, “Muslim adalah mereka yang menyembah Allah Yang Esa dan beriman kepada kenabian Rasulullah Saw. Kitab mereka semua adalah al-Quran dan kiblat mereka Ka’bah. Bersama-sama dan dalam bentuk yang sama melakukan haji, menunaikan shalat dalam bentuk yang sama, melakukan puasa bersama-sama dan juga membentuk keluarga dengan cara yang sama, saling terlibat transaksi, mendidik anak-anaknya, saling menguburkan jenazah mereka, dan… Semua Muslim memiliki pandangan dunia dan budaya yang sama, peradaban yang agung dan sejarah masa lampau yang gemilang.”
Kesamaan dalam pokok agama dapat menjadi peluang yang sangat baik untuk membangun landasan persatuan di tengah umat. Namun, persatuan sama sekali tidak ada hubungannya dengan peleburan mazhab. Arti dari persatuan Muslim adalah kesolidan para pengikut berbagai mazhab terhadap musuh meskipun ada perbedaan mazhab. Sementara maksud dari persatuan Islam bukan berarti membatasi mazhab-mazhab yang berbeda menjadi mazhab tunggal atau mengambil sisi kesamaan mazhab dan membuang perbedaannya, tapi maksudnya adalah merangkul seluruh kaum Muslim dalam satu barisan di hadapan musuh.
Persatuan dan kesatuan Muslim merupakan kunci kekuatan dan supremasi umat Islam. Persatuan akan meningkatkan kemampuan mereka di depan musuh sampai ratusan dan bahkan ribuan kali lipat. Persatuan ini juga akan mendatangkan kemuliaan, kejayaan, dan kekuatan. Pada akhirnya, persatuan mengantarkan kaum Muslim pada kemenangan. Dalam surat al-Anfal ayat 46, Allah Swt berfirman, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Mengenai pentingnya persatuan, Imam Khomeini ra berkata, “Wahai Muslim dunia! Dengan jumlah yang sedikit di permulaan Islam, kalian mampu mengalahkan kekuatan-kekuatan besar dan membangun umat Islam yang agung. Kini, jumlah kalian hampir satu miliar dan memiliki sumber daya berlimpah sebagai senjata utama di hadapan musuh. Lalu mengapa kalian sekarang jadi lemah? Apakah kalian tahu bahwa semua kesengsaraan kalian terletak pada perselisihan dan pertikaian antara para pemimpin negara-negara kalian dan pada ujungnya di antara kalian sendiri. Bangkitlah dari tempat kalian dan ambillah al-Quran dan patuhilah perintah Allah untuk mengembalikan kejayaan Islam…”
Rasulullah Saw, Simbol Persatuan Dunia Islam
Umat Islam di seluruh penjuru dunia memperingati maulid Nabi Muhammad Saw, meskipun terdapat perbedaan penanggalan kelahirannya menurut riwayat Sunni dan Syiah. Sunni meyakini Rasulullah Saw dilahirkan tanggal 12 Rabiul Awal, sedangkan Syiah meyakini tanggal 17 Rabiul Awal. Meskipun demikian, hal ini justru dipahami sebagai momentum persatuan Dunia Islam.
Di Iran, Imam Khomeini mencanangkan “Pekan Persatuan Dunia Islam” dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Hingga kini, Iran terus menerus menyuarakan persatuan Muslim di tengah keragaman mazhab masing-masing.
Persatuan umat Islam dipahami bahwa kaum Muslim mengedepankan kesamaan pandangan sebagai pokok pijakan bersama, yaitu: Tauhid, al-Quran dan Nabi Muhammad Saw dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap prinsip Islam dan masyarakat Muslim, sekaligus sebagai pengikat umat Islam untuk menjauhi friksi antarmazhab, politik, etnis, bahasa dan lainnya.
Dewasa ini, urgensi persatuan Islam lebih mendesak dari sebelumnya.Sebab Islam dan Muslim di seluruh penjuru dunia saat ini menjadi sasaran musuh dengan berbagai programnya, termasuk Islamofobia. Oleh karena itu, seluruh Muslim harus menaati perintah Allah swt dan menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai teladannya, dan perilaku mereka mengikuti contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw berhasil menyatukan bangsa jahiliyah yang tidak berbudaya dalam ikatan tauhid dan solidaritas umat Islam.
Nabi Muhammad Saw sangat menekankan urgensi persatuan dan solidaritas umat Islam demi mewujudkan tujuan mulia agama Islam, dan beliau sangat mengetahui dengan baik jalan untuk mewujudkannya.Oleh karena itu, Rasulullah Saw mengerahkan seluruh upayanya untuk mewujudkan persatuan umat Islam.
Setelah hijrah dari Mekah ke Madinah, langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw salah satunya adalah mengambil janji setia dan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Ansar. Dalam perjanjian ini, Rasulullah Saw juga menyatukan suku Aus dan Khazraj yang sering berperang hingga bertahun-tahun. Sejarah mencatat, peperangan antara dua kabilah itu lebih dari seratus tahun.
Rasulullah Saw dengan baik memahami bahwa Islam tidak akan berakar kuat di kota Madinah dan di wilayah lainnya ketika antarsesama anggota masyarakat masih berperang mengenai masalah suku maupun etnis dan kelas sosial. Dengan metode yang sangat cerdas, Rasulullah Saw mempersaudarakan satu persatu dari kedua kelompok. Nabi Muhammad Saw dalam sebuah pertemuan besar bersabda, “Setiap pasang terdiri dari dua orang menjadi saudara seagama”.
Saking kuatnya ikatan persaudaraan ini, seorang Muslim akan mendahulukan saudara seagama dari dirinya sendiri. Sejarah mencatat suatu hari terjadi pembagian pampasan perang atau ghanimah. Rasulullah Saw berkata kepada orang-orang Ansar supaya mempersilahkan muhajirin ikut dalam pembagian ghanimah tersebut.
Pihak Ansar menjawab, “Kami tidak hanya akan memberikan ghanimah kepada saudara muhajirin, tapi mereka juga diperbolehkan untuk tinggal di rumah kami,”. Sejatinya, tindakan Rasulullah Saw mempersaudarakan kaum muhajir dan Ansar merupakan terobosan besar yang dicatat dalam sejarah. Persatuan tersebut menjadi model persatuan dunia Islam hingga kini.
Persatuan Islam merupakan salah satu faktor terpenting bagi kemuliaan dan kemenangan Muslim di berbagai bidang, dari aspek sosial hingga politik. Sebaliknya, perselisihan dan friksi hanya menghasilkan kelemahan dan ketidakberdayaan umat Islam. Potensi sumber daya Muslim yang besar terbuang percuma, dan umat Islam terkotak-kotak secara etnis, kelompok sosial dan kecenderungan politiknya masing-masing.
Nabi Muhammad Saw memandang sama setiap Muslim. Bagi Rasulullah Saw, tidak ada bedanya seorang budak seperti Bilal dan Zaid bin Haritsah, yang menjadi komandan pasukan Muslim. Parameter keutamaan dalam Islam yang dijadikan pijakan oleh Rasulullah Saw adalah ketakwaan. Oleh karena itu, orang yang paling takwa adalah orang yang paling mulia tanpa memandang status sosial maupun etnisnya.
Suatu hari Salman sedang duduk di Masjid, dan sebagian tokoh juga berada di sana. Lalu muncul pembicaraan mengenai silsilah keturunan mereka. Masing-masing berbangga dengan keturunannya sendiri. Kemudian tibalah giliran Salman untuk menjelaskan garis keturunannya.
Ketika itu, Salman berkata, “Namaku Salman, putra salah seorang hamba Allah. Dulu tersesat, tapi Tuhan memberikan hidayah melalui Nabi Muhammad Saw. Dahulu aku miskin, tapi Allah swt membuatku tidak membutuhkan melalui Muhammad. Dahulu aku budak, tapi kini Tuhan membebaskanku melalui Muhammad. Inilah silsilah garis keturunanku.”
Pada saat itu, Rasulullah Saw memasuki masjid, dan peristiwa tersebut dijelaskan kepada beliau oleh salah seorang dari mereka yang berada di masjid itu. Di hadapan para pemuka Quraisy, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Wahai kaum Quraisy! Apa artinya darah? Apa maknanya suku? Garis keturunan tidak pernah menjadi kebanggaan dalam agama seseorang. Ksatria adalah orang yang berakhlak mulia dan berbuat baik lebih banyak.Keutamaan setiap orang adalah akal dan pemahamannya.Lalu apa yang lebih utama dari akal?” Pernyataan Rasulullah saw tersebut menegaskan penolakan terhadap fanatisme kabilah, dan mengutamakan persatuan.
Nabi Muhammad Saw menentang keras fanatisme etnis, dan mendukung orang orang yang tertindas. Kebanyakan dari mereka adalah budak yang tidak berada dalam perlindungan satu kabilah pun. Tapi, Rasulullah saw mengakui hak sosial dan politik mereka yang sama dengan orang lain.
Rasulullah Saw dengan baik mengetahui bahwa manusia sama secara fitrahnya. Semua manusia dilahirkan sama dari sisi kemanusiaannya, dan perbedaan suku, bahasa dan tempat kelahiran tidak menghalangi hak kemanusiaan mereka. Selain itu, Nabi Muhammad Saw juga menghapuskan tradisi ribuan tahun dua kelompok; budak dan tuan, yang berkembang di tengah masyarakat ketika itu.
Terkait hal ini, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tuan dan budak sama saja, mereka saudara dan berasal dari satu keturunan. Semua asalnya dari tanah. Tidak ada keunggulan kulit putih dari kulit hitam. Para budak yang berada di bawah kalian adalah saudara kalian juga dan memiliki hak seperti kalian. Makanan yang kalian makan, berikan juga kepada mereka. Pakaian yang kalian kenakan, berikan juga kepada mereka. Jangan memaksa mereka melakukan pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakannya. Kalian juga harus membantu pekerjaan mereka,”.
Di bagian lain, Rasulullah Saw menegaskan hak-hak para budak yang harus diperhatikan para tuannya,“Perhatikan adab setiap kali kalian memanggil mereka. Jangan panggil mereka dengan budakku! Sebab mereka semua, baik laki-laki maupun perempuan adalah hamba Tuhan! Semua milik-Nya.” Sabda Rasulullah Saw tersebut memberikan pengaruh terhadap para sahabatnya. Contohnya, Zaid bin Haritsah membebaskan budak yang dihadiahkan istrinya. Lalu ia mengangkat budak itu sebagai anaknya. Kemudian dinikahkan dengan putri bibinya dari kabilah terkemuka Quraisy.
Perpecahan dan friksi di Madinah selalu muncul baik terbuka maupun tersembunyi. Tapi dengan sigap Rasulullah Saw meredamnya. Salah satu yang menjadi pemicunya adalah manuver Abdullah bin Ubay, seorang munafik yang dicatat dalam sejarah Islam. Meskipun Abdullah bin Ubay menampakkan diri beriman, tapi ia selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk memecah belah umat Islam. Bahkan ia juga menjalin hubungan dengan Musyrikin Mekah. Selain itu, ia juga memainkan peran penting dalam memprovokasi Yahudi Madinah supaya melanggar perjanjian dengan Muslim.
Meskipun Rasulullah Saw mengetahui sepak terjang Abdullah bin Ubay, tapi beliau tidak menindak langsung demi menjaga persatuan umat Islam dan hanya mengontrolnya dan meminimalisir dampak buruknya. Sejatinya, Rasullah Saw selalu mengutamakan persatuan dan solidaritas umat Islam, dan inilah yang dihadiahkan beliau kepada umat Islam di hari mulia kelahirannya.
Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq
Pada Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H (702 M), lahir seorang manusia suci dan penerus risalah Nabi Muhammad Saw. Pada hari yang bertepatan dengan maulid Rasulullah Saw ini, Imam Jafar Shadiq dilahirkan di kota Madinah. Sejak usia 34 tahun, beliau menjadi pemimpin umat memegang tampuk imamah. Tampaknya, tidak ada para Ahlul Bait Rasulullah Saw yang memiliki kesempatan begitu luas seperti Imam Sadiq dalam menyebarkan ajaran Islam dan ilmu pengetahuan serta mendidik para murid.
Imam Shadiq hidup di masa ketika Dinasti Umayah sedang mengalami kemunduran, dan Dinasti Abbasiah mulai merebut kekuasaan. Di tengah pertarungan kekuasaan kedua dinasti itu, Imam Shadiq menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam. Periode kehidupan Imam Shadiq merupakan era pemikiran dan munculnya berbagai aliran dan mazhab. Situasi dan kondisi tersebut menyulitkan masyarakat Muslim untuk menemukan ajaran-ajaran Islam yang benar dan menyeret mereka kepada jalan sesat. Namun cahaya petunjuk Imam Shadiq yang terang benderang telah menyinari sudut-sudut kegelapan pemikiran masyarakat ketika itu.
Para ulama dari berbagai mazhab Islam memandang Imam Shadiq sebagai pelopor berbagai ilmu seperti kalam, fikih, tafsir, akhlak dan disiplin ilmu lainnya. Dilaporkan tidak kurang dari empat ribu orang dengan semua perbedaan yang mereka miliki, telah menimba ilmu kepada Imam Shadiq dan menulis berbagai karya. Selain itu, beliau juga dikenal dengan ketinggian akhlaknya.
Bertepatan dengan peringatan pekan persatuan Islam kali ini, menarik kiranya untuk menggali pandangan Imam Shadiq mengenai persatuan Islam. Imam Shadiq menyebut sesama Muslim sebagai satu saudara, dan mereka tidak boleh bersikap saling memusuhi.
Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq disebutkan bahwa "Seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Seorang Muslim adalah cermin dan panduan Muslim lainnya. Seorang Muslim tidak akan pernah mengkhianati, menipu dan menindas Muslim lainnya, dan tidak berbohong kepadanya serta tidak mengghibahnya."
Imam Shadiq selalu berpesan kepada para pengikut Ahlul Bait untuk menjalin hubungan baik dengan para pengikut mazhab Islam lain. Perilaku, perbuatan dan perkataan beliau telah menarik perhatian para pemimpin dan para pengikut berbagai mazhab lainnya. Beliau berkata, “Satu sama lain harus saling mencintai. Mereka berbuat kebaikan kepada sesamanya dan saling menyayangi”.
Imam Shadiq memberikan nasehat kepada para pengikutnya supaya saling mengasihi sesama Muslim. Imam Shadiq berkata, “Sampaikan salam kepada para pengikutku dan katakan kepada mereka Allah swt merahmati hamba-Nya yang mencintai sesama,”.
Di bagian lain statemennya, Imam Shadiq menegaskan solidaritas dan persaudaraan seagama yang berpijak pada tiga faktor. Pertama meninggalkan kedengkian untuk mencegah dan menghindari lemahnya masyarakat Islam, sehingga umat Islam tidak terpecah belah dan tercerai-berai. Faktor kedua, saling meningkatkan ikatan persaudaraan dan solidaritas. Faktor ketiga saling membantu sehingga meningkatkan kemuliaan umat Islam.
Kemuliaan akhlak dan ketinggian ilmu Imam Shadiq telah menarik perhatian Abu Hanifah dan para pemimpin mazhab Ahlus Sunnah lainnya sehingga mereka berbondong-bondong mendatangi beliau untuk memanfaatkan kekayaan ilmu cucu Rasulullah Saw ini.
Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi hadir di kelas-kelas Imam Shadiq selama dua tahun. Terkait hal ini, ia berkata, "Kalau bukan karena dua tahun [menimba ilmu dari Imam shadiq], maka Nu`man (Abu Hanifah) telah celaka." Malik bin Anas, pemimpin mazhab Maliki mengenai Imam Shadiq berkata, "Belum ada mata yang melihat dan belum ada telinga yang mendengar serta belum ada manusia yang hadir dalam hati, yang lebih baik dari Imam Jafar Shadiq dari sisi keutamaan, ilmu, ibadah, wara` dan ketakwaannya."
Orang-orang yang hadir dalam majelis ilmu Imam Shadiq mengakui keunggulan beliau di bidang ilmu pengetahuan, meskipun sebagian dari mereka tidak sejalan dengan garis pemikirannya. Imam Shadiq mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan.
Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam menulis 31 buku. Jabir bin Hayan menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa.Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".
Berbagai kitab sejarah baik dari kalangan Sunni maupun Syiah menjelaskan dialog dan perdebatan ilmiah yang diikuti oleh Imam Shadiq. Menariknya, seluruh perdebatan tersebut tidak berujung debat kusir, apalagi pertengkaran. Imam Shadiq kepada para pengikutnya menekankan prinsip akhlak mulia di berbagai bidang, termasuk ketika berdialog. Beliau sangat menjunjung tinggi pesan al-Quran dalam berdialog untuk menggunakan cara yang baik, atau “Jidal Ahsan”.
Para lawan Imam Shadiq pun mengakui ketinggian akhlaknya. Ketika pihak lawan dalam debat menyampaikan pandangan, beliau mendengarkan argumentasinya hingga selesai, lalu secara singkat menanggapinya. Beliau juga menghormati dan menjaga etika berdebat, kemudian mengemukakan pandangannya dengan kalimat yang benar dan berisi, yang disampaikan secara singkat dan padat. Ketika berdebat, Imam Shadiq membela keyakinannya secara tegas dan terang-terangan, tapi disampaikan dengan cara yang bijaksana.
Imam Shadiq meminta para pengikutnya untuk menghormati sesama Muslim, dan menjaga persatuan Islam. Cucu Rasulullah Saw ini memberikan nasehat kepada salah seorang sahabatnya bernama Zaid bin Hisyam supaya menghormati Ahlusunnah.
Beliau berkata, “Datangilah masjid-masjid mereka dan shalatlah di sana. Jenguklah mereka jika sakit, dan iringilah jenazahnya ketika mereka meninggal. Bersikap baiklah kalian, sehingga mereka datang dan ikut bersama-sama shalat dengan kalian. Jika akhlak kalian demikian, mereka akan berkata inilah pengikut mazhab Jafari; Tuhan merahmati Imam Shadiq yang telah mendidik pengikutnya demikian..... Tapi jika akhlak kalian buruk, maka mereka akan memandang buruk mazhab Jafari, dan menilai sebegitu burukkah Imam Shadiq mendidik para pengikutnya”.
Suatu hari Hisyam bin Hakam menanyakan kepada Imam Shadiq alasan mengapa umat Islam diwajibkan untuk menunaikan ibadah haji. Imam Shadiq menjawab, “Allah swt menciptakan makhluk supaya mereka menaati aturan agama dan menjauhi yang dilarang agama, demi kemaslahatan hidupnya di dunia. Dalam ibadah Haji terdapat sarana bagi orang-orang yang ada di timur dan barat untuk saling mengenali. Lalu kelompok dan suku yang satu mengunjungi satu kota ke kota lain, sehingga terjalin perniagaan yang menguntungkan di antara mereka... selain itu warisan Rasulullah saw lebih dikenali dan selalu teringat dan tidak akan pernah terlupakan,”
Dalam pandangan Imam Shadiq fondasi kuat dari persatuan Muslim adalah itikad baik dan berbuat baik serta saling membantu. Mengharapkan terwujudnya sebuah umat yang kuat dan terorganisir tanpa infrastruktur moral yang kokoh hanya sekedar penantian sia-sia. Akar perpecahan dan kelemahan masyarakat Muslim harus dilihat dari moralitas umat Islam sendiri.
Selain menekankan masalah akhlak dan persatuan Islam, Imam Shadiq menegaskan mengenai masalah politik dan nasib masyarakat, termasuk mengkritik kinerja buruk pemerintahan lalim yang merugikan masyarakat.
Imam Askari as dan Persiapan Periode Ghaibah Imam Mahdi as
Madinah sedang menunggu mentari pagi dan kelahiran manusia mulia dari Ahlul Bait Nabi as. Kelahirannya dibarengi hujan shalawat yang tercurahkan ke kediaman Imam Hadi as. Hari ini adalah hari kelahiran Imam Hassan Askari as, Imam ke-11 Ahlul Bait Rasulullah Saw. Beliau adalah ayah dari Imam Mahdi as, sang juru selamat yang kemunculannya akan memenuhi dunia ini dengan keadilan, perdamaian dan kesejahteraan.
Imam Hasan Askari dilahirkan di kota Madinah tanggal 8 Rabiul Tsani tahun 232 Hijriah. Hari kelahiran Ahlul Bait Rasulullah Saw membawa keberkahan, sekaligus pelajaran penting dari kehidupan mulia mereka bagi umat manusia. Kehidupan Ahlul Bait Rasulullah Saw menjadi suri teladan terbaik bagi masyarakat. Manusia-manusia suci ini dalam kehidupannya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan membela kebenaran dan keadilan.
Salah satu tujuan terpenting diutusnya para Nabi dan Rasul berdasarkan ayat suci al-Quran adalah penegakkan keadilan. Untuk mewujudkan keadilan diperlukan seorang pemimpin adil di tengah masyarakat. Dalam kitab suci al-Quran surat al-Hadid ayat 25, Allah swt berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata, dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..".
Semua agama langit memberikan kabar tentang munculnya sosok penegak keadilan di akhir zaman. Sang juru selamat yang akan mengakhiri seluruh kejahatan dan pengkhianatan, serta menegakkan sebuah pemerintahan global berdasarkan keadilan dan kebebasan sesungguhnya. Dalam agama Islam, janji tersebut juga telah tercatat dalam al-Quran. Rasulullah Saw dan para imam maksum as telah mengabarkan kepada umat atas kemunculan sang juru selamat umat manusia di akhir zaman. Hal itu telah disebutkan dalam banyak riwayat dan hadis. Sang juru selamat itu tidak lain adalah Imam Mahdi as, putra Imam Hassan Askari as.
Para penguasa Bani Abbas, khususnya yang hidup pada masa kepemimpinan Imam Hassan Askari, telah mengetahui banyak hadis tentang kelahiran Imam Mahdi as yang akan menyelamatkan dunia. Hadis bahwa penerus risalah kepemimpinan umat sepeninggal Rasulullah Saw adalah12 imam dan semuanya dari Quraish, banyak disebutkan di Sahih Bukhari, sumber rujukan Ahlussunnah. Dalam berbagai sumber Ahlussunnah juga disebutkan kata-kata tentang “Mahdi dari Quraish” atau “Mahdi putra Fatimah”. Oleh karena itu para penguasa Bani Abbasiah memberlakukan kontrol sangat ketat terhadap Imam Hassan Askari as, sehingga mereka berharap dapat mencegah kemunculan Imam Mahdi as.
Dalam rangka itu, penguasa Abbasiah menggiring Imam Hassan Askari as beserta seluruh keluarganya dari Madinah menuju kota Samarra, yang kala itu dikenal dengan kota militer. Dengan cara itu, selain seluruh aktivitas Imam Hassan Askari as dan keluarga beliau dapat terkontrol, dan rezim juga dapat segera mengidentifikasi tanda-tanda kelahiran putra beliau, Imam Mahdi as.
Dalam rangka mengantisipasi langkah-langkah Bani Abbasiah, pada tahap awal, Imam Hassan Askari as menyembunyikan kelahiran putra beliau. Tidak diragukan lagi jika musuh mengetahui kelahiran Imam Mahdi as, maka nyawa beliau akan terancam bahaya. Namun Imam Hassad as menyembunyikan kehamilan istri beliau, sama seperti tidak terdeteksinya kehamilan ibu Nabi Musa as. Sampai detik kelahiran Imam Mahdi, para pasukan Bani Abbasiah tidak mengetahui kehamilah Nargis Khatun, ibunda Imam Mahdi as. Secara lahiriyah, Nargis Khatun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan.
Di sisi lain, Imam Hassan Askari as, menginformasikan kelahiran putra beliau kepada beberapa sahabat khusus dan terpercaya, sehingga mereka dapat bersaksi kepada masyarakat tentang Imam Mahdi as dan juga agar masyarakat tidak kebingungan mengenali pemimpin mereka. Meski demikian, era Imam Hassan Askari adalah era sangat sulit. Karena masalah ghaibah atau ghaibnya Imam Mahdi as dari mata masyarakat. Para imam sebelumnya, bersama dan hadir di tengah masyarakat. Kelahiran dan hidup mereka juga nyata bagi masyarakat.Oleh karena itu, masalah ghaibah Imam Mahdi as, merupakan hal yang tidak lumrah dan masyarakat perlu disiapkan untuk menghadapi masa tersebut.
Imam Hassan Askari as bertugas untuk menyiapkan masyarakat menerima era ghaibah Imam Mahdi as. Masa di mana masyarakat akan berpisah dari pemimpin mereka dan tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat. Karena hingga sebelum periode ghaibah Imam Mahdi as, para pengikut dan pecinta Ahlul Bait, selalu mengemukakan berbagai masalah individu dan sosial mereka kepada para imam maksum as. Para imam juga mendukung, membantu dan menjawab tuntutan materi maupun spiritual mereka. Masyarakat kala itu sudah terbiasa berkomunikasi langsung dengan para imam. Oleh sebab itu, Imam Hassan Askari as harus berusaha keras mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi periode tersebut.
Penyiapan mental masyarakat telah dimulai sejak masa kepemimpinan Imam Hadi as. Beliau membiasakan masyarakat jauh dari beliau dan juga mengurangi volume komunikasi langsung dengan masyarakat. Setelah gugur syahidnya Imam Hadi as, Imam Hassan Askari as juga melanjutkan sirah ayah beliau sehingga masyarakat terbiasa tidak dapat berkomunikasi langsung dengan imam mereka. Oleh sebab itu, sebagian besar komunikasi Imam dengan masyarakat dilakukan secara korespondensi. Selain itu, Imam Hassan Askari as juga menunjuk perwakilannya di berbagai wilayah dan masyarakat dapat berkomunikasi dengan imam melalui para perwakilan itu.
Masyarakat di berbagai kota menemui para wakil imam; misalnya di Qom ada perwakilan imam bernama Ishaq Qomi, di Neyshabour ada Ibrahim bin Abduh Neyshabouri, dan di kota Ahvaz ada Ibrahim bin Mahziyar. Masalah perwakilan imam ini juga membuat instruksi dan penjelasan Imam dapat tersebar ke berbagai wilayah yang jauh dan terpencil. Dan masalah perwakilan imam ini berlanjut hingga periode ghaibah sughra, atau masa ghaibnya imam dari pandangan masyarakat dan imam hanya dapat ditemui oleh para wakilnya. Utsman bin Said, adalah perwakilan pertama Imam Mahdi as yang juga sebelumnya menjadi wakil Imam Hassan Askari as.
Di antara langkah-langkah imam Hassan Askari as adalah pembentukan sebuah kelompok elit saleh yang menjadi para duta besar pemikiran, ideologi, akhlak dan perilaku Ahlul Bait as. Imam Muhammad Baqir as dan Imam Jafar as-Sadiq as, telah mempersiapkan kehadiran kelompok elit cendikiawan dan perawi hadis tersebut. Langkah itu, menjadi titik awal terbentuknya sebuah gerakan ilmiah yang secara bertahap dikerahkan untuk mempersiapkan periode ghaibah Imam Mahdi as.
Imam Hassan Askari as juga telah mengumpulkan berbagai kitab fiqih dan usul fiqih bedasarkan riwayat, yang telah disusun pada masa beliau atau sebelum masa beliau, serta memberikan persetujuan dan apresiasi kepada para penulis atau pengumpul hadisnya. Pada hakikatnya, melalui cara ini, Imam Hassan Askari as telah mempersiapkan jalan bagi masyarakat mengikuti para ahli fiqih yang telah dididik dalam perspektif Ahlul Bait. Dalam sebuah hadis Imam Hassan Askari berkata: “Setiap orang yang menjaga dirinya, menjaga agamanya, melawan hawa nafsunya, dan mematuhi perintah pemimpinnya, maka masyarakat harus bertaqlid kepadanya.”
Imam Hasan Askari menjadi pemimpin umat selama enam tahun. Tapi, dalam waktu yang singkat itu, beliau berperan besar dalam menyebarkan budaya dan ajaran Islam. Imam Hasan mengajar dan membina murid-murid yang menjadi ulama dan ilmuwan setelahnya. Selain itu, beliau membimbing umat dengan pemikiran dan ajaran Islam yang benar, di tengah derasnya serangan budaya dan pemikiran dari luar Islam. Ketika itu, di dunia Islam tengah marak penyimpangan pemikiran dan pandangan atheis yang dikembangkan dari pemikiran Yunani dan India.
Imam Hasan Askari mengajak umat bersabar di tengah tekanan hidup. Kepada salah seorang sahabatnya, beliau berkata, "Selama kalian mampu dan bisa bertahan, janganlah memohon kepada orang lain. Sebab, setiap hari ada rejeki baru. Ketahuilah bahwa terus-menerus memohon atau mengemis dapat menghilangkan harga diri seseorang. Untuk itu, bersabarlah hingga Allah Swt membuka pintu bagimu. Kenikmatan itu ada masanya. Janganlah tergesa-gesa memetik buah yang belum waktunya dan petiklah pada waktunya."
AS Cabut Semua Sanksi Terhadap IRISL
Media Iran melaporkan pada Selasa (19/1) bahwa Amerika Serikat telah mencabut sanksi terhadap seluruh armada Jalur Pelayaran Republik Islam Iran (IRISL), staf dan semua perusahaan yang berafiliasi dengan lembaga itu dari list entitas sanksi.
IRNA melaporkan bahwa langkah itu telah diambil oleh Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) dari Departemen Keuangan Amerika Serikat.
Dikatakan sekitar 170 kapal IRISL, 132 perusahaan dan 16 staf yang telah disetujui.
Iran mencapai kesepakatan dengan Kelompok 5+1 - lima anggota tetap Dewan Keamanan ditambah Jerman - atas program energi nuklirnya Juli lalu. Berdasarkan kesepakatan yang disebut Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), sejumlah aspek dalam aktivitas nuklir Iran dibatasi dan sebagai imbalannya sanksi ekonomi terhadap negara itu dicabut.
JCPOA dilaksanakan pada Sabtu ketika semua sanksi ekonomi yang diprakarsai AS terhadap program nuklir Iran, dicabut.
Pencabutan sanksi terhadap IRISL berarti bahwa kapal perusahaan tersebut dapat berlayar dengan bebas di perairan internasional. Ini juga berarti bahwa dermaga Iran dapat mulai untuk menjadi tuan rumah kapal-kapal dari operator internasional.
Tujuan Sanksi, Lumpuhkan Industri Minyak Iran
Deputi urusan Riset dan Teknologi, Kementerian Perminyakan Iran menilai tujuan sanksi sepihak Barat atas Iran adalah melumpuhkan industri minyak Tehran.
IRIB News (20/1) melaporkan, Mohammad Reza Moghaddam, Rabu (20/1) menghadiri seminar pelayanan eksplorasi Iran yang dihadiri oleh 250 direktur perusahaan dalam dan luar negeri dari 15 negara dunia di Tehran.
Dalam kesempatan itu, Moghaddam mengatakan, Iran sejak awal kemenangan Revolusi Islam, selalu berada dalam tekanan sanksi.
"Awalnya, target sanksi adalah industri minyak dan pihak yang menjatuhkan sanksi, dengan mencegah alih teknologi dan perlengkapan industri minyak, berusaha melumpuhkan Iran," ujarnya.
Moghaddam juga menjelaskan bahwa seluruh perusahaan pengebor minyak meninggalkan Iran sejak awal kemenangan Revolusi Islam.
Dengan adanya sanksi, katanya, kebutuhan pelayanan pengeboran semakin tinggi dan dalam kondisi disanksi, Iran berhasil memenuhi kebutuhan pengeboran minyaknya. Mulai dari nol sampai bisa memproduksi perlengkapan industri minyak.
Deputi Riset dan Teknologi, Kementerian Perminyakan Iran menerangkan, Iran pada kondisi disanksi dan dilarang masuknya teknologi, berhasil mengaktifkan banyak proyek. Sejumlah banyak proyek mengalami kemajuan justru di era sanksi.
"Di masa sanksi, selain pasokan energi untuk kebutuhan dalam negeri terus terpenuhi, ekspor migas bahkan tidak pernah berhenti," pungkasnya.
Suzuki Ingin Kembali ke Pasar Iran
Suzuki Motor Corporation Jepang menyatakan pada Kamis (21/1) bahwa sedang mempertimbangkan untuk memasuki kembali pasar Iran setelah pencabutan sanksi ekonomi terhadpa negara itu.
"Kami telah menandatangani kesepakatan lisensi dengan Iran Khodro Industrial Group untuk produksi lokal pada tahun 2005. Dengan pelonggaran terbaru dari sanksi, kami ingin untuk mempertimbangkan restart bisnis kami di sana," kata Presiden Suzuki, Toshihiro Suzuki, kepada para wartawan sebagaimana dilansir Reuters.
Berdasarkan perjanjian dengan Iran Khodro, perusahaan yang mengkhususkan di bidang compact-car ini, akan mengirim suku cadang untuk 6.200 mobil ke Iran pada tahun 2011, tahun akhir operasinya di negara itu.
Dan kini Suzuki bergabung dengan industri otomotif global lainnya termasuk Daimler, Peugeot, Renault dan Fiat yang menyatakan ingin kembali ke pasar Iran di era pasca-sanksi.



























