کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 85-90
Ayat ke 85
وَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَأَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ (85)
Artinya:
Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir. (9: 85)
Kondisi di awal munculnya Islam serba sulit, dimana kebanyakan kaum Muslimin ekonomi mereka sangat memprihatinkan. Sebaliknya, posisi keuangan orang-orang munafik sangat baik dan kuat, sehingga hal ini bisa menggoda dan menarik kaum Muslimin untuk simpati kepada mereka. Karena itulah pada ayat ini, juga ayat 55 surat at-Taubah ini Allah Swt mengingatkan orang-orang Mukmin, agar jangan tertipu dan tertarik pada glamournya dunia dan kekayaan yang berlimpah pada orang-orang Munafik. Namun sebaliknya mereka harus memandang kepada orang munafik itu sebagai kerugian, betapa tidak, karena nikmat-nikmat Allah ini bila jatuh ke tangan orang-orang yang tidak memiliki iman kepada Tuhan, maka ia akan menjadi adzab dan siksaan bagi mereka. Hal itu berakibat jelek bagi mereka di dunia ini dan mereka akan meninggalkan dunia ini dalam keadaan masih kufur.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menumpuknya harta kekayaan dan banyaknya anak, terkadang akan menjadi azab dan kesulitan. Karena itu sekali-kali janganlah kita memandang itu semua sebagai kesejahteraan dan kebaikan.
2. Ukuran bahagia dan sejahtera adalah bebas dan merdekanya manusia itu. Akibat yang baik itu penting dan bukan kekayaan yang banyak.
Ayat ke 86-87
وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آَمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ (86) رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ (87)
Artinya:
Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk". (9: 86)
Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad). (9: 87)
Dalam lanjutan ayat sebelumnya dua ayat ini mengatakan, "Mereka yang harta kekayaannya telah membuat mata kalian terbelalak, hatinya telah tertambat oleh dunia ini. Sehingga setiap kali seruan untuk berjihad dan perang datang, mereka selalu mencari-cari jalan untuk melarikan diri. Mereka lebih suka tinggal di kota bersama orang-orang tua dan kaum perempuan yang lemah. Dikarenakan cintanya kepada dunia mereka telah menjual agama dan membiarkan Nabi Muhammad Saw sendirian menghadapi musuh. Apakah kalian orang-orang Mukmin juga mencari dunia semacam itu, lalu kalian melepaskan tugas-tugas dan kewajiban kalian?"
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jihad dan berperang melawan musuh-musuh Islam guna membela dan menjaga agama Islam merupakan keharusan dan penyempurna Iman kepada Allah Swt.
2. Keterikatan dan cinta kepada dunia merupakan unsur terpenting untuk melarikan diri dari kewajiban jihad. Karena itu, apabila kita tidak memiliki kemampuan untuk menjaga komitmen, maka janganlah mencari dunia sebanyak mungkin.
3. Orang-orang Munafik adalah orang yang hatinya sakit. Karena sebenarnya mereka mampu mengetahui kebenaran, akan tetapi mereka memilih untuk melenyapkan kebenaran.
Ayat ke 88-89
لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (88) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (89)
Artinya:
Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (9: 88)
Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (9: 89)
Orang-orang Munafik yang mempunyai kekayaan dan harta yang banyak dan demi menjaga jiwa dan harta tersebut, mereka tidak segan-segan menolak berpartisipasi di medan jihad dan perang melawan musuh. Sebaliknya, Nabi Saw dan kaum Mukminin bersedia mempertaruhkan nyawa dan harta demi membela dan menjaga agama Islam. Sudah barang tentu orang-orang Mumin seperti ini akan memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya, baik di dunia maupun di akhirat. Mereka bahkan akan memperoleh balasan pahala yang terbaik. Gugur dan melayangnya nyawa dan harta mereka di jalan Allah itu dalam rangka memudahkan jalan bagi manusia untuk melaksanakan setiap bentuk pekerjaan yang baik, sekalipun pekerjaan tersebut sulit dan memerlukan kekuatan. Oleh sebab itu, mereka pantas memperoleh kebaikan dan kebahagiaan di dunia. Sedang Allah Swt juga akan mengganti segala bentuk kesulitan dan keluh kesah mereka di dunia ini dengan balasan yang terbaik pada Hari Kiamat kelak. Mereka akan menikmati segala kenikmatan surga.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang Munafik tidak bisa mengambil hikmah dengan diawasinya diri mereka. Sementara orang-orang Mukmin harus terus mendukung Nabi dan Islam.
2. Beriman kepada Nabi tidaklah cukup. Seorang muslim harus senantiasa bersama dan membela beliau Saw.
Ayat ke 90
وَجَاءَ الْمُعَذِّرُونَ مِنَ الْأَعْرَابِ لِيُؤْذَنَ لَهُمْ وَقَعَدَ الَّذِينَ كَذَبُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ سَيُصِيبُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (90)
Artinya:
Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan 'uzur, yaitu orang-orang Arab Baswi agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak berjihad), sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih. (9: 90)
Ayat ini menunjukkan pembagian masyarakat menjadi dua bagian dan dengan mengatakan, "Sekelompok manusia memang memiliki alasan yang benar, dimana mereka memang tidak mungkin ikut dalam jihad dan berperang melawan musuh-musuh Islam. Akan tetapi ada kelompok lain yang tidak memiliki alasan logis dan enggan berpartisipasi dalam jihad. Orang seperti ini pada dasarnya tidak memiliki kepedulian samasekali dalam membela kesucian Islam. Karena itu al-Quran mengenai kelompok pertama ini menyatakan, "Terhadap mereka yang memiliki alasan yang benar, tetapi mereka masih juga meminta ijin kepada Nabi dan menyatakan penyesalan atas hal ini, maka mereka ini masih dianggap memiliki kepedulian untuk membela Nabi Saw dan kesucian agama Islam. Namun berbeda dengan kelompok kedua yang dengan bohong, mereka mencari-cari alasan agar Nabi mengijinkan mereka untuk tinggal di rumah, dengan sikap dan tingkah laku yang tidak patut inilah mereka dikategorikan sebagai kelompok Kafirin.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Jihad fi sabilillah adalah perkara negara Islam dan bukan urusan peribadi. Karena itu tidak ada hak bagi setiap orang untuk melakukan suatu tindakan tanpa memperoleh ijin dari Nabi atau pemimpin Islam yang sah.
2. Bohong tidak hanya dilakukan dengan lisan, terkadang amal perbuatan manusia juga mengindikasikan kebohongan yang dinyatakannya.
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 80-84
Ayat ke 80
اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (80)
Artinya:
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (9: 80)
Pada penafsiran ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang Munafik zaman awal Islam sekalipun pernyataan dan sikap mereka mengganggu kaum Mukminin serta berusaha membunuh Nabi, tapi semua usaha itu tidak berhasil. Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, hendaknya engkau jangan memikirkan mereka, bahkan jangan pula memintakan ampunan bagi mereka. Karena mereka itu sedemikian fasik dan tenggelam dalam dosa. Mereka telah sampai pada batas kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya, sehingga cara untuk kembali pun sudah tidak ada lagi. Kendatipun engkau seorang Nabi yang diutus sebagai rahmatan lil alamin, dan meski engkau memintakan ampunan bagi mereka sebanyak 70 kali, namun mereka tidak akan bisa diampuni. Seperti suatu penyakit yang sedemikian kronisnya merongrong si penderita, sehingga dokter ahli pun yang dengan upaya maksimalnya tetap tidak berhasil menyelamatkan jiwanya. Akhirnya si penderita itu harus menjemput ajalnya dengan kematian.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menghina orang-orang Mukmin dan meremehkan hukum-hukum Islam dapat menyeret manuia ke dalam kekufuran.
2. Allah Swt dan Nabi Muhammad tidak pernah bakhil dalam memberi dan memintakan ampunan kepada mereka. Akan tetapi memang sebagian manusia tidak memiliki potensi untuk mendapatkan ampunan Allah. Karena perbuatan dan dosanya tak terampuni.
Ayat ke 81-82
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلَافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ (81) فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (82)
Artinya:
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. (9: 81)
Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (9: 82)
Setelah keterangan mengenai kemurkaan Allah Swt terhadap orang-orang Munafik dalam ayat sebelumnya, ayat ini menyinggung sebagian ciri-ciri mereka. Dalam ayat ini disebutkan, sewaktu perang Tabuk, orang-orang Munafik tidak hanya absen dalam peperangan tersebut. Karena mereka juga aktif menggembosi kaum Muslimin yang lain agar tidak berpartisipasi dalam peperangan tersebut. Mereka menyebut sejumlah alasan seperti udara panas, jauhnya jarak yang harus ditempuh dan tibanya musim panen. Orang-orang Munafik tidak hanya absen dalam jihad, tetapi mereka juga gembira dapat melarikan diri dari kewajiban perang. Mereka bahkan menyebut tindakan tersebut sebagai tanda kecerdikan dan keahlian Munafikin itu, sehingga jiwa mereka dapat terselamatkan dalam peperangan.
Namun Allah Swt dalam menjawab mereka menyatakan, "Jangan bersenang-senang dan bergembira dahulu, karena pada saatnya nanti kalian akan menangis. Meski menurut mereka cucuran air mata itu merupakan siksa, sedang tertawa merupakan pahala. Apakah kalian sudah lupa Hari Kiamat? Dikarenakan udara yang panas kalian dengan begitu saja meninggalkan Rasulullah.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang mukmin yang penakut, meski dia tidak pergi ke medan perang, namun hati mereka tetap merasa tidak enak dan menyesal. Karena tidak pergi ke medan perang dan juga tidak memberikan bantuan meski sebatas kemampuan. Berbeda dengan orang-orang Munafik, mereka selalu gembira tidak pergi ke medan perang dan tidak pula memberi bantuan apapun.
2. Ingat kepada hari Kebangkitan membuat manusia selalu bertahan dalam menghadapi berbagai kesulitan dunia, sehingga mereka berusaha mensejajarkan antara tertawa dan menangis.
Ayat ke 83
فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ (83)
Artinya:
Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang". (9: 83)
Termasuk dari salah satu tanda orang-orang Munafik ialah selalu ingin menjadikan pendapatnya sebagai sentral. Padahal Nabi Muhammad Saw menandaskan bahwa semua gerakan mereka adalah dalam rangka melarikan diri. Karena itu sewaktu segala sesuatunya telah terungkap, mereka mengusulkan perang lainnya kepada Nabi. Yaitu mereka meminta kepada Nabi Saw agar bergerak pada front ini. Padahal semestinya mereka harus tunduk kepada perintah Nabi, akan tetapi mereka malah berusaha agar Nabi mengikuti keinginan keinginan mereka.
Yang menarik justru al-Quran mengatakan, "Sekalipun Nabi mau mendengarkan pernyataan dan keinginan mereka, bahkan siap bergerak di barisan musuh, namun orang munafik itu masih saja akan mengetengahkan alasan dan justifikasi lain. Hal itu dilakukan agar mereka bisa melarikan diri dan tidak ikut bersama beliau. Yang mereka katakan itu hanyalah tipu daya dan sekali-kali bukan kesiapan yang sesungguhnya. Karena itulah Nabi berkata kepada mereka, "Kalian bukanlah orang yang berani berperang, karena itu kalian jangan mengajukan usul semacam ini. Pergilah kalian dan tinggallah di rumah saja sebagaimana para orang tua yang uzur, mereka yang sedang sakit, dan orang-orang yang tidak mampu pergi ke medan perang".
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus berhati-hati terhadap para mantan pelarian tempo hari, juga terhadap orang-orang yang seakan menyusul mereka sesuatu hari ini. Karena sesungguhnya mereka tidak memiliki iman dan mereka hanya bisa berbicara saja.
2. Kita akan selalu menyambut dan menerima orang yang benar-benar mau bertaubat. Tetapi kita tidak akan tertipu dengan ulah orang-orang yang berbuat riya, atau mereka yang selalu menampakkan perbuatannya hanya untuk mendapatkan pujian orang lain. Karena yang demikian ini merupakan ciri dan tanda orang-orang Munafik.
Ayat ke 84
وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ (84)
Artinya:
Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (9: 84)
Sepak terjang Rasulullah Saw dalam upacara menghantarkan jenazah dan pengebumian orang-orang Islam yang meninggal dunia, yaitu beliau mendoakan mereka dan menshalatkan jenazah mereka. Akan tetapi Allah Swt dalam ayat ini berfirman dan mengingatkan kepada Nabi-Nya agar tidak perlu hadir untuk menshalatkan jenazah-jenazah orang munafik. Beliau bahkan diingatkan supaya tidak menghormati mereka, karena mereka telah mati dalam keadaan tidak terhormat dan fasik.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satu cara untuk berperang dan bersikap tegas terhadap orang-orang Munafik, yaitu perlawanan pasip dengan memboikot mereka dalam masyarakat.
2. Shalat jenazah dan ziarah kubur orang-orang Mukmin merupakan perbuatan yang baik dan terpuji, yang sekaligus mengindikasikan mulia dan dihormatinya orang mumin itu sekalipun dia telah meninggal dunia.
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 74-79
Ayat Ke-74
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (74)
Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (9: 74)
Ayat ini menyinggung bagian lain dari tanda dan ciri-ciri khusus orang-orang Munafik dengan mengatakan, "Mereka selalu berkata dengan perkataan yang bernuansa kekufuran, namun mereka menampakkan keislaman secara lahiriah. Meskipun mereka sedang berada di dekat Nabi Saw sekalipun, mereka tidak segan-segan bersumpah bahwa mereka tidak mengatakan sesuatu apapun. Kekufuran orang-orang Munafik tidak saja tampak dari pembicaraan mereka, melainkan juga dari perbuatan. Sekelompok orang munafik pernah berencana membunuh Nabi dengan cara menakut-nakuti unta beliau agar unta itu ketakutan dan lari pontang-panting, sehingga Nabi bisa terjatuh. Akan tetapi, konspirasi jahat itu telah diketahui sebelum terlaksana sehingga niat mereka tidak tercapai.
Lanjutan dari ayat ini mempertanyakan mengapa orang-orang Munafik sedemikian besar menaruh dendam terhadap Nabi dan kaum Mukminin? Bukankah orang-orang Munafik itu setelah memeluk Islam tetap berhasil meraih harta dan kedudukan? Bukankah mereka juga mendapatkan bagian dari rampasan perang?
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sumpah palsu adalah sebagian dari ciri-ciri orang-orang Munafik. Karena itu berhati-hatilah agar kita tidak terkena sifat jelek kaum Munafik ini.
2. Orang-orang Munafik adalah salah satu di antara kelompok yang akan menerima azab Allah di dunia. Allah akan menjadikan mereka hidup dalam kebingungan, ketakutan, dan kegelisahan dan inilah salah satu bentuk azab dan siksaan dari Allah Swt.
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آَتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ (75) فَلَمَّا آَتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (76)
Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. (9: 75)
Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). (9: 76)
Dalam sebagian riwayat disebutkan, salah seorang sahabat dari kalangan Anshar memohon kepada Nabi Muhammad Saw agar beliau mau mendoakannya menjadi orang kaya. Rasul bersabda bahwa harta yang sedikit bila disyukuri itu lebih baik daripada kekayaan yang berlimpah, namun tidak puas dan tidak disyukuri. Akan tetapi sahabat tersebut berkata, "Ya Rasulullah! Aku berjanji, bila Allah Swt menganugerahkan kekayaan kepadaku, aku pasti akan menunaikan kewajibanku." Setelah didoakan oleh Rasul, kekayaan orang itu terus bertambah, sehingga sampai pada suatu waktu, dia tidak lagi mengikuti shalat berjamaah dan bahkan menolak untuk membayarkan zakat.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Apabila manusia tidak menggunakan kesadaran dan ilmu pengetahuan, maka berbagai karunia dan nikmat Allah yang telah dimilikinya justru akan menjadi bencana. Oleh karena itu, janganlah kita menjadi orang yang tidak bersyukur dan selalu ingkar janji.
2. Harta kekayaan yang tidak pernah dikeluarkan zakatnya tidak akan bisa menjadi sarana untuk mencapai kebahagiaan, dan bahkan akan menjadi musibah bagi pemiliknya.
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (77)
Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta. (9: 77)
Ayat ini menyinggung masuknya sifat kemunafikan ke dalam hati manusia, dengan mengatakan, "Mengucapkan janji palsu kepada Allah Swt merupakan unsur yang bisa menjauhkan manusia dari iman dan bahkan menjadi penyebab dari masuknya sifat munafik ke dalam jiwa manusia. Sebagian sahabat Nabi Saw telah terkena penyakit ini sehingga iman mereka menjadi lenyap.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Munafik dalam bertutur kata dan bersikap, sedikit demi sedikit akan menyebabkan masuknya sifat kemunafikan ke dalam hati dan jiwa manusia.
2. Berbuat bakhil kepada orang-orang fakir miskin, akan menjadi unsur yang bisa menyebabkan manusia itu celaka dan menerima bencana di dunia ini.
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (78) الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (79)
Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib. (9: 78)
(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (9: 79)
Pada ayat-ayat sebelumnya, telah dipelajari bahwa orang-orang munafik enggan dan bakhil membayar zakat. Kedua ayat ini mengatakan, "Mereka tidak saja enggan melaksanakan kewajiban mereka, namun bahkan mengejek dan menghina orang-orang Mukmin yang rela menyumbangkan harta di luar zakat, demi membantu muslim yang akan ke medan perang. Orang-orang Munafik itu menuduh bahwa bantuan yang dikeluarkan oleh orang-orang Mukmin adalah bantuan yang disertai riya dan pamrih. Mereka bahkan mencibir bantuan yang jumlahnya sedikit dengan mengatakan bahwa bantuan yang sedikit itu tidak ada artinya sama sekali."
Dalam menjawab sikap busuk orang-orang munafik itu, al-Quran mengatakan, "Apakah mereka tidak mengerti bahwa Allah Swt Maha Mengetahui segala bentuk
kekufuran di hati mereka serta berbagai niat-niat jahat dan busuk yang mereka simpan? Karena itu, mereka pantas untuk mendapatkan balasan dan siksa. Sesungguhnya, siksa bagi mereka sangat berat dan pedih."
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mengejek dan mempermainkan orang-orang Mukmin adalah tanda dan ciri-ciri orang-orang Munafik. Karena itu, kita harus berusaha untuk tidak menghina dan mengecilkan perbuatan orang-orang lain.
2. Tanggung jawab setiap orang didasarkan pada kemampuan orang tersebut. Penilaian atas kadar infak yang dikeluarkan oleh manusia adalah bergantung kepada motivasi dan kemampuan orang yang memberi infak itu. Seseorang yang berinfak banyak namun tidak disertai keikhlasan, perbuatannya akan sia-sia belaka.
Tafsir Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 70-73
Ayat Ke-70
أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَأَصْحَابِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (70)
Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (9: 70)
Pada ayat sebelumnya telah disinggung mengenai kaum dan bangsa yang hancur akibat ketidakpatuhan dan kezaliman mereka sendiri. Sementara itu, ayat ini menjelaskan nama sebagian kaum dan bangsa-bangsa yang hancur itu. Kaum Nabi Nuh as dihempas oleh angin topan yang sangat menakutkan, dan akhirnya mereka ditenggelamkan ke dalam air. Kaum ‘Aad, umat Nabi Hud as diterjang angin kencang yang dingin dan beracun. Sementara kaum Tsamud, umat Nabi Saleh as hancur terkena gempa dahsyat. Begitu juga kaum Madyan yang telah diseru Nabi Syu'aib as agar beriman kepada Allah, akhirnya binasa karena awan panas yang membakar akibat kekufuran mereka. Kaum Nabi Luth as hancur karena tanah longsor sehingga rumah-rumah mereka tertimbun ke dalam tanah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penjelasan tentang sejarah kaum dan bangsa-bangsa terdahulu dalam al-Quran adalah pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang mau berpikir dan mengambil pelajaran.
2. Tidak semua balasan dan siksa akan diterima manusia di akhirat. Allah Swt dalam beberapa hal akan menyiksa para pendosa di dunia ini.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (71)
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (9: 71)
Sebelumnya, pada ayat 67 surat at-Taubah yang telah dikaji menyebutkan ciri-ciri menonjol kaum Munafikin. Mereka yang selalu mengajak orang lain untuk berbuat yang munkar dan meninggalkan kebaikan. Sementara itu, ayat ini menyebutkan bahwa sifat orang mukmin adalah sebaliknya. Mereka mengajak masyarakat untuk berbuat kebaikan dan menasihati mereka meninggalkan keburukan dan dosa. Pada dasarnya, amr makruf dan nahi munkar merupakan salah satu kewajiban penting agama Islam. Ajaran Islam tidak hanya memberikan kewajiban individu kepada umatnya, melainkan juga kewajiban bersama untuk saling menasehati satu sama lain.
Islam tidak mengizinkan kaum Muslimin untuk berdiam diri di hadapan kejelekan dan penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat. Karena sesungguhnya sebuah masyarakat adalah bagaikan sebuah perahu. Apabila perahu tersebut mengalami kebocoran, maka seluruh penumpang perahu itu akan tenggelam. Untuk itulah, akal dan syariat Islam memerintahkan setiap individu untuk menjaga keselamatan masyarakatnya dengan cara saling menasehati agar setiap orang berbuat baik dan menjauhi kemungkaran.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kaum wanita dan pria, masing-masing memiliki peran penting dalam perbaikan masyarakat. Karena amar makruf dan nahi munkar bukan hanya kewajiban kaum lelaki saja, akan tetapi kewajiban seluruh kaum Mukminin dan Mukminat.
2. Amar makruf dan nahi munkar, mendirikan shalat, membayar zakat dan menaati seluruh perintah Allah adalah perilaku yang harus dilakukan secara kontinyu oleh orang-orang yang beriman.
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (72)
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (9: 72)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan tentang neraka jahanam serta siksa yang sangat pedih bagi orang-orang Munafikin, ayat ini menyebutkan kenikmatan yang luar biasa di dalam surga, yang dijanjikan Allah Swt bagi orang-orang Mukminin. Ayat ini mengatakan, "Allah telah menyediakan surga bagi orang-orang Mukmin dan mereka akan abadi di dalamnya. Mereka tidak akan pernah merasa lelah di dalam surga dan Allah pun tidak menentukan batas waktu tertentu bagi mereka. Selain itu, orang-orang Mukmin tersebut telah memperoleh keridhaan Allah, dan ini merupakan puncak harapan dan keinginan dari kaum Mukminin."
Dengan kata lain, kaum Mukmin akan meraih kenikmatan surga, namun kenikmatan yang lebih besar lagi bagi mereka adalah keridhaan Allah Swt. Berada dalam naungan keridhaan Allah merupakan puncak dan kedudukan tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dan hal itu bisa dicapai melalui keistiqamahan di jalan Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kehidupan di akhirat tidak saja berupa kehidupan maknawiah, melainkan juga berbentuk kehidupan materi. Namun, kenikmatan maknawi yang dirasakan di surga lebih utama daripada seluruh kenikmatan materi.
2. Allah Swt pada Hari Kiamat kelak, akan mengganti seluruh kenikmatan yang terlarang bagi manusia di dunia dengan bentuknya yang lebih baik. Manusia yang selama di dunia bersabar mematuhi larangan dari Allah, akan mendapatkan gantinya di surga kelak.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (73)
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (9: 73)
Setelah menjelaskan sikap kaum Munafikin dalam memperlakukan perintah-perintah Allah, menghina Nabi, dan mengganggu orang-orang Mukmin, ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dan Mukminin, "Janganlah kalian berbasa-basi dalam bergaul dengan orang-orang Munafik. Mereka selalu keras kepala dan acuh tak acuh terhadap hukum Allah meski secara lahiriah mereka menampilkan diri sebagai orang yang baik. Karena itu, kalian harus bisa bersikap kokoh dan tegas dalam menghadapi mereka supaya mereka merasa gentar. Janganlah kalian menunjukkan sikap yang lemah, agar mereka menyadari bahwa nasib buruk kelak akan menimpa mereka."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas seorang mukmin di hadapan orang kafir dan munafik yang telah menunjukkan permusuhan mereka dengan terang-terangan, adalah jihad dan resistensi. Tentu saja, perjuangan itu memiliki tahap-tahap tertentu, terkadang dengan menggunakan lisan dan terkadang harus dengan angkat senjata.
2. Bahaya orang-orang Kafir dan musuh-musuh asing tidak boleh melengahkan kita dari musuh-musuh internal, yakni orang-orang Munafik. Karena itu kita harus senantiasa siap menghadapi kedua musuh tersebut.
Tafsi Al-Quran, Surat At-Taubah Ayat 66-69
Ayat ke 66
Artinya:
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (9: 66)
Sebelumnya, telah disinggung berbagai perlakukan jelek dan tidak patut orang-orang munafik terhadap Nabi Muhammad Saw dan Mukminin. Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, yang berbicara kepada mereka dengan mengatakan, "Mengapa kalian justru menganggap remeh terhadap kesucian agama dan menghina kaum Mukminin dan hal tersebut kalian anggap sebagai bergurau dan bahan tertawaan? Padahal perkara tersebut tidak bisa dijadikan sebagai bahan gurau dan tertawaan. Karena perbuatan akan menciptakan sakit hati, tidak rela dan kekufuran."
Selanjutnya dikatakan bahwa mungkin suatu kelompok dari kalian telah melakukan pekerjaan tersebut, namun mereka tidak dengan suatu tujuan tertentu. Orang yang seperti ini mungkin akan mendapatkan ampunan Allah Swt. Berbeda dengan orang-orang yang dengan sadar dan sengaja melakukan perbuatan jahat dan jelek tersebut, maka pekerjaan dan perbuatan mereka itu akan mendapat balasan dan siksa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menghina dan menganggap remah ayat-ayat Allah dapat menyebabkan kekufuran dan akibat buruk.
2. Dalam bergaul dengan orang-orang yang menentang, kita harus bisa membedakan orang-orang yang benar-benar jahat dengan orang-orang yang jahil dan tidak bertujuan apapun.
Ayat ke 67
Artinya:
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (9: 67)
Sebagai ciri terpenting orang-orang Munafik adalah selalu menghina orang-orang yang beriman dan meremehkan perbuatan baiknya. Sebaliknya, orang-orang Munafik itu malah suka berteman dengan para pendosa dan orang-orang yang suka riya dalam berbagai perbuatannya. Perilaku dan sikap seperti ini dapat mengajak manusia untuk meninggalkan perbuatan baik dan mensosialisasikan perbuatan jelek dan jahat. Mereka samasekali tidak berkeyakinan yang kuat mengenai Hari Kiamat, bahkan mereka enggan untuk menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah dan samasekali tidak mau memberikan pertolongan.
Mungkin ungkapan yang terbaik dan tepat bagi mereka adalah ungkapan firman Allah yang mengatakan, "Mereka melupakan Allah samasekali. Karena itu Allah juga melupakan mereka, sementara mereka tengah sibuk berbuat apa saja. Namun sudah jelas Allah tidak akan pernah lupa. Sedang yang dimaksud dengah kelupaan Allah dalam ayat ini lalai. Maksudnya, dengan kelalaian itu Allah akan menjauhkan mereka dari segala kebaikan."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Peran perempuan dan pria di tengah masyarakat yang menentukan sehat atau tusaknya masyarakat.
2. Balasan dan siksa Allah tergantung pada kinerja manusia itu sendiri. Bila manusia sudah melupakan Tuhan, maka Dia juga akan melupakan manusia dan membiarkan keadaan mereka.
Ayat ke 68
Artinya:
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (9: 68)
Dalam ayat-ayat sebelumnya Alllah Swt menganggap pekerjaan orang-orang munafik dalam menghina dan merendahkan Nabi Muhammad Saw dan ayat-ayat Ilahi sebagai kufur. Sementara ayat ini menjelaskan orang-orang munafik itu senasib dengan orang-orang kafir pada Hari Kiamat. Kedua kelompok tersebut akan kekal di dalamnya. Karena tidak ada jalan keluar bagi kedua kelompok ini, mereka justru akan mendapat kutukan dan murka Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sekalipun orang-orang Munafik berada di sisi kaum Mukminin di dunia, tapi di akhirat nanti mereka bersama orang-orang Kafir.
2. Lebih dahsyat dari api neraka adalah kutukan Allah Swt yang akan menimpa orang-orang Munafik. Sedang yang lebih hebat dari surga adalah rahmat dan keridhaan Allah Swt yang diberikan kepada orang-orang Mukminin.
Ayat ke 69
Artinya:
(keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi. (9: 69)
Ayat ini menyinggung proses sikap berpura-pura dan munafik sepanjang sejarah. Kepada orang-orang Munafik, ayat ini mengatakan, "Jangan kalian menyangka bahwa orang yang cerdas dan pintar itu adalah mereka yang dapat menipu dan mencundangi orang-orang Mukminin. Setelah itu, dengan berpura-pura sebagai orang-orang yang taat beragama kalian dapat melaksanakan apa saja yang dikehendaki. Meski sebelum kalian terdapat orang-orang yang memiliki kekayaan, kekuasaan dan posisi yang terhormat, lalu mendapat harta yang banyak sekali. Tapi pada akhirnya mereka pergi dari dunia ini dengan kehinaan, celaan, yang pada gilirannya di Hari Kiamat kelak mereka akan datang dengan tangan kosong dan hampa.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemampuan militer dan ekonomi yang mantap ditambah dengan sumber daya manusia yang memadai tidak akan bisa mencegah kemurkaan Allah Swt. Oleh sebab itu, kita tidak boleh membanggakan itu semua. Karena bila kemurkaan Allah tiba, maka semua itu tidak berarti.
2. Posisi di dunia tidak akan abadi. Oleh karenanya kita tidak boleh bersandar padanya . Karena pada Hari Kiamat kelak hal tersebut akan menjadi sesuatu yang menghancurkan.
3. Hal yang sangat membahayakan adalah terjun dan tengelam dalam kefasadan, dosa dan merusak agama Islam
Friksi Internal Ancam P-GCC
Sidang tingkat menteri Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) ke-10 yang digelar di Kuwait telah berakhir dengan meninggalkan friksi antara Arab Saudi dan Qatar terkait berbagai isu regional.
Berbagai laporan media menyebutkan, Sekjen P-GCC, Abdullatif Bin Rashid Al Zayani dalam pidatonya di sela-sela sidang komite tingkat menteri organisasi ini di Kuwait mengakui eskalasi friksi antara Arab Saudi dan Qatar terkait berbagai isu kawasan khususnya Mesir. Ia menandaskan, mediasi emir Kuwait sampai saat ini belum mampu meredakan tensi yang ada antara Riyadh dan Doha.
Sekjen P-GCC seraya menyatakan kekhawatirannya atas tensi dalam hubungan Riyadh dan Doha mengatakan, di saat organisasi ini menghadapi beragam kesulitan di negara-negara Arab, berlanjutnya ketegangan antara Qatar dan Arab Saudi akan menurunkan peran P-GCC di percaturan regional dan internasional.
Pengakuan Abdullatif Bin Rashid Al Zayani terkait friksi antara Arab Saudi dan Qatar terjadi di saat Riyadh selama ini di antara negara anggota P-GCC senantiasa memainkan peran saudara tertua. Sementara Qatar juga tercatat sebagai pemain utama organisasi ini dalam transformasi regional.
Di sisi lain, berbagai laporan dari negara-negara Arab Teluk Persia menunjukkan bahwa Emir Kuwait, Sheikh Sabah al-Ahmad masih terus melanjutkan peran mediatornya guna menekan krisis hubungan Qatar dan Arab Saudi. Sejumlah berita menunjukkan jika Riyadh malah berusaha mengeluarkan Doha dari P-GCC.
Berdasarkan sejumlah info, Emir Kuwait yang negaranya bulan depan menjadi tuan rumah KTT P-GCC dalam kondisi apa pun tidak ingin friksi antara Riyadh dan Doha mempengaruhi pertemuan ini dan keputusan yang bakal diambil.
Menurut para pengamat, friksi antara Arab Saudi dan Qatar secara transparan juga berdampak pada krisis regional khususnya Mesir. Di mana Qatar yang mendukung Ikhwanul Muslimin dan Muhammad Mursi, presiden terguling. Sementara, Arab Saudi lebih memilih mendukung pemerintah interim Mesir dan militer negara ini serta telah menyalurkan bantuan lebih dari tujuh miliar dolar ke Kairo.
Adapun petinggi Qatar meyakini bahwa Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab, Kuwait dan Bahrain menggalang koalisi anti Doha. Dan Pangeran Bandar bin Sultan, kepala Dinas Intelijen Arab Saudi memimpin koalisi tersebut.
Dalam hal ini terdapat poin yang patut dicermati bahwa safari Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani ke negara-negara kawasan Teluk Persia dalam dua pekan terakhir hanya ditujukan ke negara seperti Uni Emirat Arab, Kuwait dan Bahrain. Sementara Arab Saudi tidak masuk dalam agenda lawatan sang emir muda Qatar. Sheikh Tamim juga tercatat sebagai pemimpin pertama yang meninggalkan pertemuan pasca pembukaan KTT Liga Arab dan Uni Afrika di Kuwait.
Sejatinya sidang terbaru negara anggota P-GCC di Kuwait dapat dicermati sebagai pertemuan yang menunjukkan borok serta friksi sesama anggota, karena negara anggota termasuk Arab Saudi dan Qatar dihadapkan pada luka lama pasca meletusnya kebangkitan Islam, berkuasanya pemerintahan Islam dan semakin rumitnya krisis Suriah, Yaman dan Bahrain.
Mencermati sidang P-GCC sebelumnya akan tampak bahwa meski berbagai propaganda telah dipublikasikan, namun sidang ini sampai kini tidak memberi hasil politik atau keamanan yang dapat dirasakan bangsa kawasan. Atau dengan kata lain, pertemuan organisasi ini sia-sia.
Sejatinya P-GCC dengan membentuk struktur politik yang bersandar pada sistem monarki al-Saud, sampai saat ini masih belum mampu memberi jawaban dan solusi bagi tuntutan berbagai bangsa kawasan.
Mencari Solusi untuk Konflik Libya
Dewan Kota Tripoli memberi waktu dua pekan kepada pemerintah Libya untuk mengusir semua milisi dari ibukota dengan mengimplementasikan pasal 27 dan 53 undang-undang yang disahkan oleh Kongres Nasional Libya.
Ketua Dewan Kota Tripoli, Sadat al-Badri dalam statemennya mengatakan, jika pemerintah gagal membersihkan Tripoli dari milisi bersenjata sesuai waktu yang ditetapkan, maka warga Tripoli akan kembali melakukan pemogokkan massal dan kampanye pembangkangan sipil.
Dewan tersebut sejak Sabtu, 30 November 2013, menangguhkan aksi protesnya di Tripoli untuk memberi waktu kepada pemerintah agar mengosongkan ibukota dari milisi.
Sejak pertengahan November lalu, Dewan Kota Tripoli menyeru warga ibukota untuk menggelar demonstrasi damai guna memprotes sikap pasif pemerintah dalam menghadapi manuver-manuver kelompok milisi di Tripoli. Protes serupa juga mulai dilakukan di sejumlah daerah di Libya.
Sekarang, pertanyaannya adalah mengapa lembaga lokal seperti Dewan Kota Tripoli berani mengeluarkan ultimatum atau ancaman ke pemerintah pusat?
Kurangnya pengalaman para pemimpin Libya dalam mengatur negara tampaknya telah membuat banyak pihak untuk secara terang-terangan mengeluarkan ancaman kepada pemerintah pusat dan bahkan oleh sebuah lembaga kecil lokal. Di Libya, sampai sekarang belum muncul sebuah pemerintahan yang kuat, efektif dan kompeten.
Sejak penggulingan rezim diktator Muammar Gaddafi, para penguasa baru Libya belum memiliki kekuasaan dari segi politik dan keamanan terhadap berbagai wilayah Libya.
Saat ini, kelompok-kelompok milisi menguasai beberapa wilayah Libya. Di wilayah timur, milisi bersenjata dan para pemimpin suku tidak hanya menduduki sejumlah kilang minyak, tapi juga mendeklarasikan sebuah daerah otonom.
Fenomena itu dengan sendirinya mengindikasikan ketidakmampuan pemerintah Libya untuk memulihkan stabilitas negara. Perdana Menteri Ali Zeidan tidak mampu melawan gerakan-gerakan yang ingin memecah keutuhan Libya.
Tentu saja, perang kekuasaan di antara berbagai kelompok di Libya berperan dalam menciptakan kekacauan di negara itu. Akan tetapi, kelemahan pemerintah pusat juga membuat kondisi Libya semakin tidak jelas.
Sejak 2011, kota Benghazi telah menjadi tempat berbagai serangan dan teror politik di tengah-tengah meningkatnya perebutan kekuasaan di antara beberapa milisi yang berperang melawan Gaddafi selama pemberontakan. Dan sekarang, perang itu telah menyebar ke seluruh wilayah Libya dan mengancam kehidupan warga.
Pemerintah dinilai gagal dalam mewujudkan persatuan nasional di tengah masyarakat dan mengintegrasikan kelompok-kelompok milisi bersenjata di bawah satu lembaga (militer).
Peredaran senjata di luar militer dan polisi - dengan dalih revolusi atau mempertahankan keamanan nasional - merugikan dan mengancam semua orang, termasuk warga sipil.
Para pengamat mengatakan ketegangan di Libya kemungkinan akan berlanjut sampai negara itu menggelar sebuah pemilu baru, yang merangkul semua kelompok politik dan etnis di negara itu.
Kondisi di Libya diperparah lagi dengan instabilitas politik dan sosial di beberapa negara tetangga, termasuk di Tunisia dan Mesir. Perang perbatasan dan penyelundupan senjata ke wilayah Libya telah menjadi pemandangan sehari-hari.
Kesepakatan Jenewa: Langkah Awal untuk Mencapai Kesepakatan Final
Kesepakatan Jenewa tidak akan menghentikan program nuklir Iran. Berdasarkan kesepakatan tersebut, ribuan mesin sentrifugal termasuk berbagai jenis baru IR-2 akan tetap melanjutkan aktivitas pengayaan uranium dalam batasan yang telah ditentukan.
Robert Satloff, direktur sebuah pusat riset Zionis di Amerika Serikat yaitu Washington Institute for Near East Policy dalam artikel terbarunya menyinggung poin bahwa istilah freeze atau penghentian bagian yang aktif dalam program nuklir Iran juga berkaitan dengan dua (produksi uranium 20 persen dan kemajuan aktivitas reaktor air berat Arak). Menurut Satloff, ini merupakan dua keberhasilan akan tetapi struktur program nuklir Iran tidak akan berhenti; yang merupakan interpretasi benar dari kesepakatan Jenewa.
Para analis juga sependapat dalam masalah ini akan tetapi bagian terpenting dari kesepakatan Jenewa adalah pengambilan langkah final sebagai sebuah solusi komprehensif yang mencakup sebuah program pengayaan uranium terdefinisi.
Dalam hal ini terdapat dua poin yang dapat dibahas; pertama bahwa dalam kesepakatan Jenewa, Washington dan sekutunya telah menerima program nuklir Iran dan mereka juga mengakui fakta ini. Poin kedua adalah bahwa sanksi ilegal terhadap Iran harus dicabut. Karena negara-negara yang hingga saat ini mengikuti Washington dalam menjatuhkan sanksi terhadap Iran, tidak ingin lagi melanjutkan kebijakan yang menimbulkan kerugian hingga milyaran dolar tersebut.
Bagian penting dalam kesepakatan Jenewa yang sangat penting adalah pelaksanaan menyeluruh dan bertanggung jawab kesepakatan termasuk pencabutan sanksi tidak adil yang diberlakukan terhadap Barat. Selain itu, kesepakatan akhir akan tercapai ketika semua langkah yang telah ditetapkan pada tahap awal perundingan Jenewa sudah terimplementasi.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Sayid Abbas Araqchi tentang perundingan Jenewa juga telah menekankan hal tersebut. Araqchi menilai kesepakatan itu sebagai deklarasi politik bagi kedua pihak untuk mengambil langkah-langkah yang telah disepakati dalam kerangka waktu yang juga telah ditentukan.
Menurutnya, program ini akan melintasi jalur di mana kedua pihak akan saling berusaha menciptakan atmosfer saling percaya untuk mencapai sebuah tujuan kolektif.
Wakil urusan Hukum dan Internasional Menteri Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Iran ini, menegaskan bahwa langkah awal untuk mencapai kesepakatan komprehensif terkait program nuklir Iran dan penghormatan hak Republik Islam untuk memperkaya uranium terus berlanjut, akan tetapi pada prosesnya selalu muncul ketidakpercayaan antarkedua pihak. Oleh karena itu, kesepakatan Jenewa dicapai untuk membuka peluang pencapaian kesepakatan final dengan menetapkan sejumlah langkah awal yang ditentukan sesuai jadwal.
Kualitas Pembangunan 2013 Merosot Dibanding 2012
Anggota Komisi XI DPR, Arif Budimanta, menilai, kualitas pembangunan nasional Indonesia sepanjang 2013 merosot dibandingkan 2012, ditandai peningkatan jumlah pengangguran terbuka dan inflasi yang makin tinggi.
Pertambahan jumlah pengangguran dan inflasi yang meninggi membuat penderitaan dan kesengsaraan rakyat semakin bertambah.
"Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Kesengsaraan rakyat atau Misery Index yang melompat menjadi 15,04 persen pada 2013, dibandingkan 10,72 persen pada 2012," kata Budimanta, di Jakarta, Minggu.
Bahkan, katanya, Indeks Kesengsaraan pada 2013 ini adalah tertinggi selama tiga tahun terakhir.
Misery Index adalah penjumlahan dari tingkat pengangguran dan tingkat inflasi karena keduanya mengurangi daya beli dan meningkatkan kesengsaraan masyarakat. Semakin tinggi indeks kesengsaraan maka tingkat kesengsaraan yang dirasakan masyarakat juga semakin tinggi.
Untuk itu pemerintah harus mengakui kekurangan ini dan segera memperbaiki kinerja dan kualitas pembangunan nasional yang dimulai dengan perbaikan kinerja tim ekonomi yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.
"Situasi sistem keuangan dunia yang masih rapuh, dan kondisi nilai tukar Indonesia yang semakin melemah, suku bunga yang semakin tinggi adalah tantangan yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah agar indeks kesengsaraan rakyat tersebut tidak jatuh terlalu dalam lagi," kata politisi PDI Perjuangan itu.
Dia menambahkan, Badan Pusat Statistik mengumumkan, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada posisi terakhir Agustus 2013 yakni sebesar 6,25 persen atau 7,39 juta orang.
"Artinya ada penambahan jumlah orang menganggur sebesar 220.000 jika dibandingkan dengan data Februari tahun 2013 lalu," katanya.
"Apabila kita bandingkan bulan sama pada 2012 ternyata angka pengangguran tetap saja meningkat, yakni sebesar 150.000 orang, karena angka statistik yang dikeluarkan BPS menyebutkan, jumlah pengangguran pada Agustus 2012 itu 7,24 juta orang atau 6,14 persen," kata dia.
Iran kecam Uni Eropa Mempertahankan Sanksi
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Marzieh Afkham menyatakan keputusan Uni Eropa untuk mempertahankan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan Iran adalah langkah "sepihak dan bermotivasi politik" yang tidak memiliki dasar hukum.
"Langkah ini patut dipertanyakan dan mengejutkan, terutama setelah perundingan Jenewa dan upaya bersama yang diambil untuk mengambil langkah-langkah pertama menuju pelaksanaannya," tambah Afkham.
"Kami sangat menentang masalah ini dan merekomendasikan Uni Eropa untuk menyesuaikan diri dengan kesepakatan Jenewa dan menempuh jalan memperkuat asal saling percaya," kata juru bicara Deplu Iran.
Selasa pekan lalu, seorang pejabat Uni Eropa mengatakan blok ini akan mempertahankan semua sanksi kecuali terhadap dua perusahaan Iran yang memenangkan menang dalam pengadilan banding di i Eropa pada bulan September lalu.
Keputusan itu ditetapkan selang beberapa hari setelah Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB - Rusia, Cina, Perancis, Inggris dan Amerika Serikat – ditambah Jerman mencapai kesepakatan di kota Jenewa Swiss pada tanggal 24 November yang dijadikan landasan bagi bagi resolusi final untuk menyelesaikan sengketa satu dekade Barat dengan Iran atas program energi nuklirnya.



























