کمالوندی

کمالوندی

 

Ahmad ibn Muhammad Ardabili dikenal sebagai Muqaddas Ardabili dan Muhaqiq Ardabili adalah salah satu ulama besar Syiah di abad kesepuluh Hijriah dan berasal dari kota Ardabil, Iran.

Muqaddas Ardabili hijrah ke kota Najaf untuk mendalami ilmu-ilmu agama dan ia mencapai derajat keilmuan yang tinggi sehingga didapuk menjadi marja’ dan pemimpin Syiah di Najaf setelah Syahid Tsani.

Faqih besar ini telah menulis banyak buku di bidang teologi (ilmu kalam), fikih, yurisprudensi, dan sejarah kehidupan Ahlul Bait, dan sayangnya, beberapa di antara karyanya tidak diketahui nasibnya. Karyanya yang paling penting adalah sebuah buku berjudul “Majma' al-Faidah wa al-Burhan fi Syarh al-Adzhan.”

Kitab tersebut adalah sebuah ensiklopedia fikih argumentatif yang paling terkenal dan menjadi salah satu sumber utama fikih Jakfari yang selalu mendapat perhatian dari para mujtahid. Meskipun kitab ini ditulis sebagai penjelas atas kitab al-Irsyad, karya Allamah Hilli, namun ia sangat detail dan mendalam yang menganalisa dan mempelajari kajian-kajian fikih dengan cermat dan argumentatif.

Salah satu kontribusi penting yang disumbangkan Muqaddas Ardabili di bidang fikih adalah memperkuat bangunan fikih dan ijtihad atas pondasi riwayat. Dalam bukunya, “Majma' al-Faidah wa al-Burhan fi Syarh al-Adzhan” ia menjelaskan secara lengkap tentang riwayat yang berkaitan dengan cabang-cabang agama, di sela-sela pembahasan fikih dan yurisprudensi.

Sebelum periode Muqaddas Ardabili, para fukaha (ahli fikih) tetap menaruh perhatian pada riwayat dan mengeluarkan fatwa atas dasar riwayat, tetapi metode khusus Muqaddas Ardabili yang memperkuat landasan fikih atas riwayat dan memberikan porsi besar riwayat dalam perkara ijtihad, benar-benar sebuah hal baru dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Setelah adanya buku “Majma' al-Faidah wa al-Burhan fi Syarh al-Adzhan,”  metode fikih (Fiqih al-Riwa'i) yang diperkenalkan oleh Muqaddas Ardabili mulai dikenal luas dan para fukaha lainnya juga mengikuti dia. Inovasi ini sangat penting dan berpengaruh dalam fikih sehingga para ulama menganggap Muqaddas Ardabili sebagai peletak metode baru di bidang fikih.

Muqaddas Ardabili memandang fikih sebagai ilmu bagi kehidupan. Dalam fatwa dan penjelasan hukum fikih, ia mengadopsi sikap yang seimbang dan ‘urf (adat kebiasaan) yang sesuai dengan kebutuhan saat itu dan sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.

Ulama besar ini memberikan perhatian khusus pada prinsip mempermudah pelaksanaan perintah-perintah agama. Ia percaya bahwa dalam menjalankan hukum syar’i mulai dari ibadah, jual-beli, hingga persoalan fikih lainnya, orang tidak boleh mendapatkan masalah dan kesulitan tanpa sebab.

Dalam surat al-Baqarah ayat 185 disebutkan, “… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” Demikian juga dalam surat al-Hajj ayat 78, “…Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…”

Ada banyak ayat dan riwayat lain dengan kandungan yang sama yang menunjukkan bahwa hukum dan perintah agama itu mudah dan tidak sulit untuk dijalankan. Tentu saja, kita membutuhkan petunjuk ulama yang menguasai ayat dan riwayat untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut dan menentukan batas-batas penyederhanaan ini (prinsip kemudahan ini).

Tidak diragukan lagi, Muqaddas Ardabili adalah salah satu ulama yang paling ahli dalam menentukan batasan-batasan ini. Dengan penguasaannya pada al-Quran dan hadis, ia menjelaskan hukum-hukum agama kepada masyarakat sesuai dengan prinsip kemudahan.

Salah satu sifat dominan Muqaddas Ardabili adalah menghormati orang-orang yang menentangnya. Dalam banyak kasus, ia menolak pendapat umum yang berlaku di antara para ulama dan memberikan pendapat dan fatwa baru yang berbeda dengan pandangan orang lain, tentunya berdasarkan penelitian dan kajian yang cermat.

Namun, Muqaddas Ardabili tidak pernah bersikap kasar dengan para ulama senior lain yang tidak sependapat dengannya. Ia mengutarakan pendapatnya dengan cara yang tidak menimbulkan kontroversi dan emosi pihak lain. Misalnya, setelah menolak pandangan umum di kalangan ulama dengan argumentasi ilmiah dan membuktikan pendapatnya, ia menulis, “Apa yang dikatakan oleh para ulama senior (pandangan yang kemudian dikenal sebagai pendapat jumhur ulama), mungkin saya tidak mengerti bahwa (pendapat) itu sesuai dengan pemahaman dan ijtihad saya.”

Atau menulis demikian, “Mungkin para jumhur ulama punya argumen atau memahami sesuatu dari argumen yang ada yang belum saya pahami.” Model pendekatan Muqaddas Ardabili ini telah memelihara iklim sejuk di kancah intelektual dan mencegah masuknya perdebatan yang tidak perlu dan sikap yang tidak rasional dalam masalah fikih.

Ia juga mengadopsi sikap yang rasional dan terpuji dalam bergaul dengan para ulama Sunni. Perbedaan akidah tidak membuatnya meninggalkan sikap adil dan ia tidak pernah membuka lisannya untuk mengucapkan kata-kata kasar. Pada masanya, segelintir orang percaya bahwa menyimpan kitab-kitab Sunni itu pun perbuatan yang salah, tetapi Muqaddas Ardabili yakin bahwa hal yang benar dan salah terdapat dalam kitab-kitab Sunni dan tidak semuanya dapat dianggap sebagai kitab yang menyesatkan.

Sebaliknya, kandungannya yang benar harus dimanfaatkan dan hadis-hadis palsu harus dibuang. Ia percaya bahwa hal yang sahih dapat dipisahkan dari yang batil dengan menunjukkan dalil-dalil.

Dengan pandangan yang terbuka ini, Muqaddas Ardabili mempelajari banyak kitab-kitab Sunni dan dalam beberapa topik, ia menelaah dan mengkritik pandangan para ulama mereka. Ulama Syiah ini juga menekankan perlunya hubungan sosial dengan Sunni, sementara riwayat yang mencela berhubungan dengan para penentang, hanya ditujukan kepada mereka yang membenci dan memusuhi Ahlul Bait, bukan semua penentang.

Semua ini menunjukkan kebijaksanaan dan keterbukaan Muqaddas Ardabili. Meskipun waktu itu sebagian berpikiran ekstrem, ia telah menunjukkan jalan yang benar kapada para siswa di hauzah ilmiah dan mendorong mereka untuk bersikap toleran dan memegang prinsip moral dalam menghadapi lawan serta menutup jalan bagi para oportunis.

Meskipun Muqaddas Ardabili menunjukkan rasa hormat dan ketertarikan yang besar kepada para ulama senior pada masanya, namun ketertarikan ini tidak membuatnya menerima pendapat mereka tanpa argumen yang kuat. Prinsipnya adalah mendalami kembali dan meninjau ulang semua persoalan fikih yang kecil dan besar, bahkan perkara yang sudah diterima dan disepakati. Sehingga ada yang berkata bahwa dia tetap mengkaji perkara yang sudah jelas dan tidak menerimanya tanpa argumentasi.

Sebelum masanya, perdebatan dalam masalah fikih tidak begitu umum. Tetapi karena pemikiran dinamis dan kritis serta pemahaman luas yang dimiliki Muqaddas Ardabili, membuatnya tidak mudah menerima persoalan ilmiah begitu saja dan tidak puas dengan pendapat orang lain. Ia akan membuka penelitian yang serius dan dengan berani mengumumkan pendapatnya kepada publik meskipun bertentangan dengan pandangan jumhur ulama.

Keberanian ulama besar ini dalam mengkritisi pandangan para pendahulunya telah membuka jalan baru dalam fikih serta melahirkan inovasi dan kemajuan di fikih Syiah. Karena itulah, Muqaddas Ardabili – sebagai fakih yang berpikiran terbuka – telah membuka jalan bagi diskusi ilmiah dan adu argumen di bidang fikih.

Minggu, 29 Agustus 2021 15:22

Mohaghegh Karaki (2)

 

Salah satu isu yang diangkat dalam pemikiran Mohaghegh Karaki mengenai masuknya dunia religius yang agung di ranah politik dan sosial.

Ia percaya bahwa penyelenggaraan negara dan urusan rakyat harus berdasarkan agama dan berada di bawah kepemimpinan ulama otoritatif dan kredibel. Pandangannya tentang masalah ini mengusung  teori Wilayah Fakih yang juga diyakini oleh banyak sarjana Syiah. 

Di masa kehidupannya, Mohagheh Karaki menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk penguasa saat itu. Shah Tahmasb Safavi begitu terpesona oleh kepribadian dan posisi intelektualismenya, sehingga dia pernah berkata, "Anda berhak lebih dari saya untuk mengatur dan mengelola urusan negara. Sebab Anda adalah wakil Imam dan saya salah seorang pejabat Anda,". 

Shah Tahmasb memberinya posisi Sheikh al-Islam, yang dianggap sebagai posisi religius tertinggi dalam urusan negara,". Mohaghegh Karki memanfaatkan sepenuhnya kesempatan ini untuk mereformasi urusan umat Islam dan menjalankan tugas dengan kemampuan terbaiknya. 

Mohaghegh Karaki yang juga dikenal sebagao Mohaghegh Thani memulai pembahasan tentang Wilayah Fakih dengan masalah Imamah. Ia menganggap imamah sama pentingnya dengan Nubuwah dan menganggapnya sebagai salah satu prinsip agama.

Mohaghegh Thani berkata, "Dalil yang sama mengenai kebutuhan orang terhadap Nabi juga berlaku mengenai Imam. Orang selalu membutuhkan kepemimpinan dan bimbingan yang kuat di setiap zaman, karena selalu ada dorongan untuk menciptakan kejahatan."

Mengenai penolakan terhadap pemisahan politik dari agama, ia menjelaskan, “Tidak bisa dikatakan bahwa rakyat membutuhkan pemerintahan, penguasa dan pemimpin hanya dalam urusan dunia, atau pemerintahan hanyalah berhubungan dengan urusan duniawi saja. Sebab, urusan agama juga termasuk dalam sistem kehidupan dan dunia umat. Misalnya, meski pemberhentian dan pelantikan hakim adalah urusan agama, tapi juga bagian dari urusan duniawi rakyat,".

Karki menganggap tujuan kebangkitan para Nabi untuk menjadi pedoman umat di akhirat dan di dunia ini. Ia meyakini ibadah berkaitan dengan akhirat dan juga dunia. Oleh karena itu, hanya mereka yang diberi wewenang oleh Nabi Muhammad Saw untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan aturan agama, dan siapa pun selain mereka yang memegang posisi ini adalah seorang tiran.

Selain masalah Nubuwah dan Imamah, Mohaghegh Karaki juga menjelaskan urgensi pemerintahan yang ketiga terkait dengan ketidakhadiran Imam al-Zaman. Dalam risalah shalat Jum'atnya, ia membahas tentang teori Wilayah Faqih dan mengungkapkannya dengan hadits dan argumentasi logis.

Ulama terkemuka Syiah ini mengungkapkan, "Para sahabat kami setuju bahwa ahli hukum Syiah yang adil dengan kondisi yang komprehensif (dengan syarat) dari fatwa - dan yang disebut mujtahid - pada saat tidak ada Imam, maka secara umum memiliki izin menjadi wakil para Imam. Oleh karena itu, kewajiban bagi masyarakat untuk menaati putusan yang dikeluarkan olehnya,".

Mohaghegh Karaki mengutip sebuah hadits yang dikenal di kalangan ulama sebagai "penerimaan Umar ibn Hanzalah", yang memandang ulama dengan persyaratan khusus yang ditetapkan oleh para Imam Maksum sebagai penerus Imam dengan wewenang yang sama.

Beberapa ulama percaya bahwa faqih harus diperkenalkan secara khusus dan oleh Imam Mahdi. Selama periode keghaiban kecilnya, Imam Zaman menunjuk empat orang sebagai wakil khususnya. Tetapi sebagian ulama terkemuka lainnya yang bertumpu pada riwayat yang dipandang kuat percaya selama Imam Zaman tidak ada, faqih dianggap sebagai wakil Imam, meskipun secara khusus nama orang tersebut tidak diumumkan oleh Imam.

Oleh karena itu, setiap faqih yang memiliki persyaratan khusus seperti keadilan dan ijtihad serta beberapa kemampuan manajerial dan kepribadiannya dianggap sebagai wakil Imam dan memiliki otoritas pemerintahan yang sama dengan Imam, dan umat Islam wajib mematuhinya. 

Karaki meyakini bahwa seorang ahli hukum yang memiliki kewenangan untuk mewakili Imam Zaman pada saat ghaib harus memiliki ciri dan syarat khusus. Menurutnya, iman adalah salah satu syarat seorang faqih. 

Keadilan adalah syarat lain dari Faqih. Kondisi lainnya adalah pengetahuan tentang Al-Quran dan Sunnah sampai dia bisa memahami aturan dengan mengacu pada keduanya. Berbagai syarat lain telah disebutkan dalam hal ilmu pengetahuan hingga tingkatan ijtihad.

Mohaghegh Karaki mengatakan bahwa faqih secara hukum diizinkan untuk menegakkan ketentuan ajaran Islam dan memberikan fatwa kepada umat. Menurut Karaki, dalam urusan keuangan pemerintahan Islam, zakat dan khumus serta kharaj merupakan ketentuan syariah yang harus dibayarkan kepada Faqih oleh muqalid. Ia juga menyatakan dalam Risalah Kharajiah bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kharaj (pajak) telah dipercayakan kepada faqih selama masa keghaiban Imam Zaman.

Dalam masalah khumus yang merupakan kewajiban finansial bagi umat Islam, Mohaghegh Karaki mengungkapkan bahwa di masa keghaiban Imam, faqih dapat bertanggung jawab untuk mendistribusikan khumus di antara orang-orang yang berhak sebagai wakil Imam. Menurutnya, menyelesaikan masalah agama masyarakat dan menjawab pertanyaan mereka berdasarkan sumber agama juga merupakan salah satu tugas utama faqih. 

Dalam pembahasan sholat Jum'at, Karaki juga memandang kehadiran Imam atau wakilnya sebagai syarat untuk melaksanakannya. Ia menentang argumen pihak yang menentang shalat Jumat di masa keghaiban Imam Zaman, seperti Sayyid Murtadhaa dan Ibn Idris Hali.

Para penentang berpendapat bahwa  salah satu syarat shalat Jum'at adalah kehadiran Imam atau seseorang yang secara pribadi ditunjuk oleh Imam untuk melaksanakan sholat Jum'at. Oleh karena itu, menunaikan shalat Jumat pada saat keghaiban Imam Zaman dikecualikan. Oleh karena itu, ketika salat Jumat dilaksanakan tanpa kehadiran Imam Zman, maka shalat dhuhur tetap harus ditunaikan umat Islam.

Jika Imam Zaman hadir dan shalat Jum'at ditunaikan, maka shalat Dhuhur akan dilepaskan dari kewajiban umat di hari Jumat. Karaki menentang pendapat kelompok Faqih ini. Ia meyakini bahwa sejak Faqih diangkat oleh Imam Zaman pada umumnya, maka ia bisa menunaikan shalat Jumat.

Oleh karena itu, menurut Mohaghegh Karaki, faqih tidak hanya hadir untuk memberikan fatwa di kalangan masyarakat, tetapi juga melaksanakan shalat Jum'at adalah dalam kewenangannya. Sebab mereka memiliki memenang yang telah diberikan Imam Zaman sebagai wali pada umumnya.

Beliau sepenuhnya mendukung penyelenggaraan shalat Jumat di massa keghaiban Imam Mahdi dan meminta pertanggungjawaban ahli hukum untuk melaksanakannya. Masalah ini yang kurang diperhatikan oleh banyak ahli hukum sebelum dan sesudahnya, dan Karki secara eksplisit dan dengan bukti kuat mendukungnya.

Akhirnya, Mohaghegh Thani kembali ke Najaf Ashraf pada usia ke-70 tahun dengan meninggalkan pengaruh besar di dunia Syiah. Tetapi setelah beberapa hari kehadirannya di Irak, muncul berita menyakitkan tentang kesyahidannya.

Beliau gugur diracun oleh para penentangnya. Jenazah ulama terkemuka ini dimakamkan dengan rasa hormat yang khusus di kompleks makam Imam Ali di Najaf.

Minggu, 29 Agustus 2021 15:07

Ali bin Hassan Karaki

 

Ali bin Hassan Karaki yang lebih dikenal dengan Muhaqiq Tsani atau Muhaqiq Karaki, termasuk ulama Jabal Amil, Lebanon yang datang ke Iran atas undangan Shah Ismail Safavi, dan berperan besar dalam penyebaran Syiah di negara ini.

Ia mendidik sejumlah murid yang kelak menjadi ulama besar, dan banyak fakih serta cendekiawan abad ke-10 Hijriah Qamariyah yang merupakan muridnya.
 
Muhaqiq Karaki dikenal sebagai ulama besar dan fakih abad ke-10 Hq. Ia dilahirkan pada tahun 865 Hq di desa Karak, Jabal Amil, Lebanon. Ayahnya merupakan tokoh Syiah di Lebanon, dan ia memberikan nama Ali kepada anaknya untuk mengambil berkah dari Imam Ali bin Abi Thalib as.
 
Jabal Amil termasuk wilayah yang dianggap sakral, salah satunya karena di sana terdapat banyak makam para nabi, waliullah, dan tokoh agama seperti Yusha bin Nun, wasi Nabi Musa as, dan Nabi Yehezkiel, serta tempat-tempat yang pernah dilewati Nabi Isa as.
 
Penyebaran Syiah di Jabal Amil, kembali ke pertengahan awal abad pertama Hijriah Qamariyah, yaitu saat tokoh-tokoh besar Islam semacam Salman Farsi, Ammar Yasir, dan Abu Dzar Ghiffari menyebarkan Islam hakiki di wilayah itu.
 
Diperkirakan kehadiran Abu Dzar di Jabal Amil di masa pengasingannya, lebih dari sahabat Imam Ali as lainnya, menjadi faktor determinan penyebaran Syiah di wilayah tersebut.
 
Di antara pengikut Syiah asal Jabal Amil terdapat sejumlah banyak ulama saleh yang menerangi Dunia Syiah dengan cahayanya. Syeikh Hurr Amili dalam kitab “Amal Al Amil fi Ulama Jabal Amil”mencatat 100 nama cendekiawan Syiah asal Jabal Amil dan menambahkan puluhan lainnya.
 
Hauzah Ilmiah Jabal Amil termasuk di antara hauzah yang paling berpengaruh dalam menghidupkan ajaran Ahlul Bait as. Era paling aktif dalam sejarah Hauzah Ilmiah Jabal Amil adalah pada abad 8-11 Hq.
 
Di masa ini, cendekiawan dan fakih besar semacam Syahid Awal, Syahid Tasni, dan Muhaqiq Karaki lahir dari Hauzah Jabal Amil. Sejumlah ulama besar Jabal Amil datang ke Iran dan berperan aktif menyebarkan Syiah di negara ini. Muhaqiq Karaki salah satunya.
 
 Muhaqiq Tsani atau Muhaqiq Karaki, di masa kecilnya tumbuh di tengah keluarga ulama. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia masuk Hauzah Ilmiah Karak, dan belajar kepada ulama besar desa tersebut.
 
Karak meski sebuah desa, tapi memiliki sebuah hauzah ilmiah kaya yang didatangi para pelajar agama dari berbagai wilayah Lebanon lainnya. Muhaqiq Karaki setelah menimba ilmua di Jabal Amil, berangkat ke Damaskus, Suriah, Baitul Maqdis, Palestina, Mesir dan Irak.
 
Muhaqiq Karaki di masa remaja melakukan penelitian secara serius seputar masalah fikih dan hadis, sehingga dijuluki Muhaqiq Tsani.
 
Ia dianggap sebagai peneliti fikih Ahlul Bait as paling unggul setelah Muhaqiq Hilli. Muhaqiq Karaki menulis 71 buku, yang paling terkenal dan paling berharga adalah buku berjudul “Syarh Kitab Qawaid Allamah Hilli” yang lebih dikenal dengan “Jami Al Maqashid fi Syarh Al Qawaid”.
 
Muhaqiq Tsani juga dijuluki “Shahib Jami Al Maqashid” karena buku ini. Dari sisi tata bahasa, makna, teknik penulisan dan kandungannya, buku tersebut termasuk buku fikih Syiah paling baik.
 
Di antara ulama Syiah terdapat sebuah keyakinan jika seorang Mujtahid telah memahami tiga kitab yaitu Jami Al Maqashid, Wasail Al Syiah, dan Jawahir, maka untuk mengeluarkan dalil, menetapkan hukum dan menulis kitab fikih, ia tidak memerlukan kitab lain.
 
Ulama besar Jabal Amil ini setelah berhasil memahami dengan baik pemikiran fikih Ahlu Sunnah dengan baik di Mesir selama beberapa tahun, lalu meninggalkan negara itu.
 
Di masa itu kemasyhuran Muhaqiq Karaki tersebar di wilayah Muslim lain. Di Najaf, Muhaqiq Karaki aktif mengajar sampai seorang utusan keluarga kerajaan Iran mendatanginya dan membawa pesan Shah Ismail Safavi yang memintanya menyebarkan Syiah di Iran.
 
 Ketika penguasa Kekhalifahan Utsmaniyah mempersempit ruang gerak pengikut Syiah di Irak dan Syam, Muhaqiq Karaki menganggap kondisi ini sebagai kesempatan yang dapat membawa para pengikut Syiah ke puncak kejayaan dan mengenalkan budaya Syiah kepada masyarakat.
 
Keputusan sangat penting dan sensitif ini dinilai dapat mengubah jalan hidup Muhaqiq Karaki dan para pengikut Syiah, oleh karena itu ia menerima permintaan Shah Iran tersebut, dan pada tahun 916 Hq dalam Perang Herat, ia memenuhi undangan Shah Ismail Safavi.
 
Saat itu usianya sekitar 50 tahun, namun berjuang sekuat tenaga menyebarkan Syiah di tengah kondisi yang sangat sensitif di Dinasti Safawiyah. Safawiyah adalah dinasti kerajaan Iran yang berkuasa dari tahun 907 hingga 1135 Hq. Mereka mengumumkan Syiah sebagai mazhab resmi kerajaan Iran, dan bertahan hingga lebih dari dua abad. 
 
Mempelajari kehidupan para ulama besar Syiah di era Safawiyah menunjukkan adanya kerja sama ulama dengan kerajaan. Ulama bahkan menerima beberapa pos penting di kerajaan seperti posisi Syeikh Al Islam, dengan satu alasan yaitu menyebarkan dan memperkuat agama serta hukum Islam. 
 
Muhaqiq Karaki datang ke Iran tidak lama setelah Syiah ditetapkan sebagai mazhab resmi negara ini. Di sisi lain karena selama bertahun-tahun hidup di bawah aturan ketat yang membatasi mereka, pengikut Syiah Iran tidak terlalu memahami hukum agama, maka kelangkaan fakih Syiah dan kitab-kitab hukum praktis Islam sangat dirasakan saat itu.
 
Muhaqiq Karaki pada tahun 916 Hq dapat dikatakan telah meletakkan fondasi mazhab Syiah di Iran. Akan tetapi karena kesibukan Shah Ismail, dan ketidakpeduliannya pada masalah kebudayaan, Muhaqiq Karaki melepaskan jabatan yang diberikan kepadanya pada tahun 929 Hq. Ia meninggalkan Iran dan kembali memulai aktivitas mengajar di Hauzah Ilmiah Najaf.
 
Muhaqiq Tsani sibuk mengajar di Najaf selama enam tahun, dan mendidik para pelajar agama serta orang-orang yang dahaga akan ilmu Ahlul Bait as. Setelah meninggalnya Shah Ismail, Shah Tahmaseb Safavi kembali mengundang Muhaqiq Karaki untuk datang ke Iran.
 
Pada tahun 935 Hq, Muhaqiq Tsani untuk kedua kalinya datang ke Iran, dan mendapat lebih banyak fasilitas di banding sebelumnya. Shah Tahmaseb sangat menghormati kepribadian dan keluhuran ilmu Muhaqiq Karaki. Ia mengatakan, Anda lebih layak mengurus pemerintahan daripada saya, karena Anda wakil Imam Mahdi as, sementara saya adalah salah satu dari penguasa Anda.
 
Shah Tahmaseb memberikan posisi Syeikh Al Islam, yang merupakan posisi tertinggi di bidang agama kepada Muhaqiq Tsani dan memberi kesempatan kepadanya untuk mengurus masyarakat.
 
Muhaqiq Karaki memanfaatkan kesempatan berharga ini untuk meluruskan sejumlah penyimpangan di kerajaan dan menyebarkan Syiah serta memperkokoh fondasinya di lingkungan kerajaan Dinasti Safawiyah. Pengaruh Muhaqiq Tsani terhadap Shah Tahmaseb sedemikian besar sampai Raja Iran itu bertobat dan memilih gaya hidup baru.
 
Di antara langkah yang dilakukan Muhaqiq Karaki di Iran adalah memperkuat hauzah ilmiah dan memenuhi kebutuhan materi serta maknawinya.
 
Ia juga meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang marak di bidang tasawuf. Atas fatwa Muhaqiq Karaki, pemerintah Safavi menutup tempat-tempat yang dianggap melanggar syariat Islam. Ia juga menghidupkan Shalat Jumat dan shalat jamaah di Iran.
 
Muhaqiq Karaki memerintahkan agar ruhani (ulama) dikirim ke seluruh kota dan desa Iran untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan agama masyarakat.
 
Untuk menghidupkan sisi lahiriah Syiah dan ajaran Ahlul Bait as di masyarakat, ia sangat bekerja keras, termasuk mengembalikan kalimat “Asyhadu anna Aliyan Waliullah” dan “Hayya Alaa Khoiril Amal” pada azan dan iqamah shalat selama 56 tahun sampai akhirnya ditinggalkan kembali pada era Toghrul-Beg Seljuk.
 
Satu lagi poin unggul dampak kehadiran Muhaqiq Karaki di Iran adalah terjunnya ulama besar Syiah ini ke arena politik dan sosial. Ia percaya pengelolaan negara dan urusan masyarakat harus berlandaskan aturan agama dan dipimpin seorang fakih Jamiu Syara’it.
 
Pandangan ini tidak lain adalah konsep Wilayatul Fakih yang diyakini oleh banyak ulama Syiah. Pada pembahasan berikutnya akan diulas pandangan Muhaqiq Karaki tentang konsep Islam progresif. 

Minggu, 29 Agustus 2021 15:02

Muhammad bin Muhammad bin Nu'man

 

Muhammad bin Muhammad bin Nu'man (Syeikh Mufid) adalah salah seorang ulama dan pemikir Syiah yang paling berpengaruh. Di masa itu, masyarakat Syiah menikmati situasi yang lebih bersahabat dan Syeikh Mufid juga bisa leluasa melakukan kegiatan ilmiah.

Syeikh Mufid menawarkan sebuah metode komprehensif untuk ijtihad dan istinbath atau mengeluarkan hukum fiqih dari sumber-sumbernya. Metode ini masih dipakai oleh para fuqaha dan ilmuwan sampai sekarang.

Syeikh Mufid memiliki pengaruh besar di ranah ilmu kalam dan fiqih Syiah sehingga ia dianggap sebagai peletak ilmu kalam Syiah dan masternya ilmu fiqih. Ia juga bergelar pemimpin dari para pemimpin Syiah.

Salah satu perhatian utama Syeikh Mufid pada masa itu adalah menjawab syubhat (sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu) akidah dan mazhab.

Ahlu Bait memperkenalkan para ulama hakiki sebagai penjaga dan pelindung Islam. Dapat dipastikan Syeikh Mufid adalah salah satu dari penjaga Islam ini.

Meski ia sebagai seorang ulama besar Syiah, namun tetap tampil sebagai seorang guru yang berusaha menjawab syubhat akidah dan fiqih yang disampaikan pihak lain melalui lisan dan penanya.

Syeikh Mufid lewat beberapa karyanya termasuk, Fushul al-Asyrah fi al-Ghaibah, menjawab syubhat akidah dan fiqih serta sanggahan seputar filosofi keghaiban Imam Mahdi as. Karya lain ulama besar ini, Awail al-Maqalat fi al-Madzahib wa al-Mukhtarat, juga menjelaskan mengenai pemikiran khusus Syiah Imamiyah dalam permasalahan ilmu kalam.

Selain menulis artikel dan buku untuk menjawab syubhat, Syeikh Mufid menggelar diskusi dan melakukan debat ilmiah dengan ulama dari berbagai mazhab. Dengan penguasaannya terhadap mazhab-mazhab Islam, ia mampu membela akidah Islam dengan argumentasi yang rasional dan kuat.

Salah satu karakteristik Syeikh Mufid adalah menaruh perhatian khusus pada kebutuhan intelektual masyarakat. Ia secara rutin membangun hubungan dengan mereka dan mengikuti forum-forum diskusi ilmiah.

Karena posisinya sebagai pemimpin Syiah pada masa itu, ia selalu menerima surat-surat dan pertanyaan masyarakat yang dikirim dari berbagai pelosok negara Islam kepadanya. Dengan demikian, Syeikh Mufid mengambil inisiatif untuk menjawab kebutuhan mereka dengan menulis buku dan risalah. Banyak dari karyanya ditulis untuk menjawab pertanyaan masyarakat dari sebuah daerah tertentu.

Selain masyarakat awam yang meminta bimbingan Syeikh Mufid seputar kewajiban syar'inya, para ulama besar di masa itu juga memperdalam ilmu agama dari Syeikh Mufid. Karya terpenting Syeikh Mufid di bidang kalam, fiqih, dan sejarah seperti, Awail al-Maqalat fi al-Madzahib wa al-Mukhtarat, Al-Muqni'ah, dan al-Jamal wa al-Nushrah lisayyid al-Itrah fi Harb al-Bashrah, ditulis atas permintaan para ulama besar seperti, Syeikh Murtadha, Syeikh Radhi, dan ulama lain.

Sebagian besar dari karya Syeikh Mufid berdurasi singkat dan berupa artikel. Hal ini telah menjadi ciri khas dari karya-karya beliau.

Syeikh Mufid adalah seorang peneliti profesional dan ia menghindari penggunaan kata atau kalimat yang diulang-ulang. Ia mampu menjelaskan materi rumit dalam sebuah kalimat singkat, kecuali untuk materi yang sangat rumit dan membutuhkan penjelasan yang panjang.

Imam Ali as berkata, "Janganlah berbicara dan berkata panjang sehingga membuat pendengar jenuh, dan jangan pula terlalu singkat sehingga mereka merasa terhina (karena tidak memahami isi pembicaraan)."

Oleh sebab itu, kebanyakan dari karya Syeikh Mufid berupa risalah singkat dan padat, yang ditulis untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Ciri khas lain karya Syeikh Mufid adalah penggunaan bahasa yang sederhana. Kalimat yang rumit dan istilah yang spesifik jarang ditemukan dalam karya-karyanya.

Dalam kajian kalam, fiqih, sejarah, dan bahkan persoalan ilmiah, Syeikh Mufid menjelaskannya dengan bahasa yang mudah sehingga bisa dimengerti oleh semua orang. Meskipun Syeikh Mufid seorang ulama besar dan punya kemampuan luar biasa dalam menulis kitab-kitab besar, namun ia lebih memilih menyusun risalah singkat dan efektif dengan bahasa yang mudah, dengan tujuan menjawab persoalan pemikiran kaum Muslim.


Salah satu kegiatan Syeikh Mufid adalah mengajar. Ia membentuk banyak kelas untuk mengajar ulama di bidang fiqih dan kalam, dan ia berhasil mencetak murid-murid yang sangat luar biasa.

Di antara murid Syeikh Mufid yang kemudian menjadi ulama besar setelahnya adalah Sayid Murtadha, Sayid Radhi, Syeikh Thusi, Ahmad bin Ali al-Najasyi, Sallar al-Daylami, Abul Fatah Karajuki, dan Abu Ya'la Muhammad bin Hasan Ja'fari.

Syeikh Mufid tidak melupakan masalah spiritualitas dan penyucian jiwa meskipun sangat sibuk mengabdi di bidang akademis dan sosial. Para murid dan orang-orang dekatnya bersaksi bahwa cahaya spiritualitas dan keluhuran moralnya terus memancar dari waktu ke waktu.

Syeikh Mufid melakukan banyak shalat dan puasa serta selalu memberikan sedekah. Masyarakat sangat mencintainya karena kesederhanaan dan sifat tawadhu yang dimilikinya. Dia menjalani kehidupan sederhana seperti masyarakat biasa.

Syeikh Mufid tidak tergoda dengan jabatan dan harta, dan hal ini membuatnya lebih mudah dalam proses penyucian jiwa dan perjalanan menapaki puncak kesempurnaan.

Menantunya, Sharif Abu Ali menuturkan, "Syeikh Mufid hanya tidur sebentar di malam hari dan kemudian ia bangun untuk mendirikan shalat. Kesibukannya tidak lepas dari membaca buku, atau mengajar, dan atau membaca al-Quran."

Itulah ringkasan dari kehidupan seorang ulama, yang masih dikenal dan dihormati sampai sekarang meskipun ia telah wafat seribu tahun lalu.

 

Setelah keberhasilan Taliban menguasai berbagai negara bagian Afghanistan dan terakhir Kabul pun jatuh ke tangan milisi ini, muncul pertanyaan di opini publik Afghanistan, kawasan dan internasional, mengapa militer negara ini tidak mampu melawan serangan tersebut.

Selain itu, kondisi di Afghanistan juga jauh dari prediksi para pengamat dan negara ini tumbang serta jatuh ke tangan Taliban. Milisiini pun berhasil menguasai seluruh negara bagian kecuali Panjshir.

Setelah invasi Amerika Serikat ke Afghanistan tahun 2001 dan tumbangnya pemerintahan Taliban, militer nasional dan baru negara ini yang pada awalnya berjumlah 70 ribu personel disahkan di sidang Bonn, Jerman. Pembentukan secara resmi militer Afghanistan terjadi tahun 2002 dengan bantuan pihak Barat, khususnya Amerika dan kemudian Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Seiring dengan eskalasi serangan milisi Taliban, di tahun 2006 direncanakan jumlah militer nasional Afghanistan bertambah menjadi 130 ribu personel. Meski selama selama beberapa tahun terakhir jumlah pasukan militer Afghanistan mencapai 350 ribu orang, namun negara ini direncanakan memiliki militer kecil dengan peralatan canggih dan modern milik Barat, sehingga mampu melawan kelompok teroris dan memberi keamanan kepada warga.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan penting, mengapa militer dan polisi nasional seperti ini tidak mampu melawan serangan Taliban dan cepat kalah ?

Pengamat politik saat menjawab pertanyaan penting ini mengisyaratkan sikap AS dan NATO yang tidak bersedia menunaikan janjinya mempersenjatai serta memperkuat militer dan polisi nasional Afghanistan. Mereka meyakini bahwa meski ada klaim dari petinggi Barat, ada tiga alasan penting mengapa mereka tidak berusaha menciptakan sebuah militer yang kuat, khususnya angkatan udara.

Pertama, AS dan NATO mengejar kebijakan ketergantungan keamanan Afghanistan kepada pasukan asing. Menurut perspektif ini, jika Afghanistan memiliki tentara dan polisi yang kuat, maka bisikan dan tuntutan elit dalam negeri atas penarikan pasukan asing dari negara ini akan sangat cepat dan lebih serius. Oleh karena itu, Amerika dan NATO untuk menjustifikasi kehadirannya di Afghanistan, berupaya menunjukkan dirinya sebagai pembela keamanan rakyat negara ini dari ancaman terorisme, dan mempropagandakan kebijakan dan programnya dalam koridor rencana "Dukungan Tegas" terhadap militer dan pemerintah Afghanistan.

Kedua, Pakistan sebagai negara yang menganggap Afghanistan sebagai halaman belakangnya, sama sekali tidak setuju dengan rencana mempersenjatai militer negara ini dengan senjata modern Amerika dan NATO, sehingga tidak akan terbentuk militer tangguh di negara tetangganya ini. Oleh karena itu, di era kepresidenan Barack Obama, ketika dijadwalkan hingga tahun 2014 mayoritas tentara negara ini akan ditarik dari Afghanistan, Pakistan mencegah penyerahan senjata militer Amerika kepada militer nasional Afghanistan. Pakistan tetap menghendaki Afghanistan yang lemah dan pemerintahan yang bergantung kepada Islamabad sehingga tetap dapat menindaklanjuti kepentingannya di Kabul.

Ketiga, alasan Amerika tidak membantu memperkuat militer dan polisi nasional Afghanistan adalah AS dan NATO khawatir etnis Pashtun menguasai militer nasional dengan pandangan agamanya. Meski berdasarkan etnis, militar nasional Afghanistan akan terdiri dari 45 persen etnis Pashtun, 30 persen Tajik, 10 persen Hazareh, 10 persen Uzbek dan lima persen milik etnis lainnya, namun mengingat pengaruh dan hegemoni bersejarah Pashtun di tingkat politik dan militer Afghanistan, ada kekhawatiran di antara elit Barat bahwa bisa jadi dengan berkuasanya Pashtun di militer Afghanistan akan terbentuk tentara agamis dengan pola pikir radikal di negara ini.

Oleh karena itu, Amerika dan NATO bukan saja enggan bergerak memperkuat militer dan polisi nasional Afghanistan, tapi dengan klaim bahwa militer negara ini memiliki dukungan udara dan artileri Amerika serta NATO di berbagai operasi, menolak segala bentuk perubahan di peralatan militer pasukan Afghanistan, dan hingga detik-detik terakhir mereka masih membutuhkan dukungan udara militer AS dalam melawan Taliban.

Sementara sumber miilter Amerika senantiasa berbicara mengenai biaya beberapa juta dolar di militer Afghanistan.

Namun John Sopko, direktur kantor penyidik khusus AS untuk rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), senantiasa menekankan berlanjutnya kendala militer Afghanistan dan menuding para komandan militer AS dan NATO menutupi masalah tersebut. Terakhir, ketika militer nasional Afghanistan terus mengalami kekalahan melawan serangan Taliban, pasukan Amerika dan NATO masih menolak fakta ini bahwa selama dua dekade lalu mereka tidak melakukan langkah untuk mempersenjatai militer Afghanistan dalam melawan teroris yang memiliki senjata lebih canggih dari militer Afghanistan.

Alasan lain untuk keruntuhan yang cepat dari Tentara Nasional Afghanistan adalah kurangnya kesatuan pasukannya di seluruh negeri sebagai kekuatan terorganisir. Meskipun tentara Afghanistan seharusnya memiliki 350.000 tentara, beberapa dari pasukan ini ditempatkan sebagai pasukan paramiliter di berbagai bagian Afghanistan, seperti Kunduz, Maymana, Helmand, Paktika dan Kunar, sebagian besar beroperasi bersama pasukan asing dan bahkan gajinya pun didapat dari mereka. Di kondisi seperti ini, harapan untuk memiliki sebuah pasukan kuat dan modern di bawah komando pusat di Afghanistan adalah harapan sia-sia dan sangat disayangkan para teknokrat pro Barat yang berkuasa di Kabul, juga tidak melakukan langkah-langkah serius untuk mengorganisir dan memperkuat tentara nasional Afghanistan sebagai sebuah kesatuan.

Sementara itu, elit Barat telah menggunakan klaim palsu untuk membenarkan kekalahan Tentara Nasional Afghanistan melawan Taliban, yang tidak memiliki dasar rasional, termasuk bahwa militer Afghanistan telah lelah akibat perang saudara selama dua dekade terakhir, atau bahwa tentara Afghanistan tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan senjata modern karena sebagian besar militer Afghanistan buta huruf yang tidak dapat menerima pelatihan yang diperlukan.

Namun Jend. Zahir Azimi, jubir tentara Afghanistan saat itu seraya menepis klaim ini, berulang kali berbicara mengenai kekuarangan persenjatan militer Afghanistan khususnya angkatan udara.

Sekaitan dengan ini, Nik Mohammad Kaboli, pengamat militer di Afghanistan saat mengevaluasi kondisi dan peralatan militer Tentara Nasional Afghanistan meyakini bahwa pasukan Afghanistan tidak mampu melawan serangan teroris karena mereka tidak memiliki peralatan militer yang diperlukan, dan oleh karena itu, tidak mampu melawan ancaman keamanan tanpa bantuan pihak lain, dan senantiasa membutuhkan dukungan udara AS dan NATO.

Sekitar satu dekade yang lalu, ketika isu penarikan pasukan asing dari Afghanistan dan pengalihan tanggung jawab keamanan ke Tentara Nasional Afghanistan diangkat, NATO mengubah tujuan kehadirannya di negara itu untuk melatih dan mendukung Tentara Nasional Afghanistan, tetapi dalam prakteknya dunia jelas mengerti klaim seperti itu tidak lebih dari kebohongan, dan bahkan di hari-hari terakhir jatuhnya berbagai negara bagian Afghanistan ke tangan Taliban, NATO menerbitkan laporan yang mengklaim bahwa mereka sedang melatih pasukan khusus Afghanistan di Turki. Padahal NATO dan Amerika memiliki banyak pangkalan di Afghanistan, maka isu pelatihan pasukan khusus Tentara Nasional Afghanistan di Turki patut untuk direnungkan dan diperhatikan, yang akhirnya mengungkapkan ketidakefektifan pelatihan tersebut.

Bagaimana pun juga, berbagai laporan yang diterbitkan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa potensi dan perlatan militer angkatan udara militer Afghanistan hanya sebatas beberapa helikopter hadiah dari India dan sejumlah pesawat lama serta senjata angkatan darat Tentara Nasional Afghanistan adalah senjata M1 dan Kalashnikov yang dibeli dari sekutu Uni Soviet.

Sementara Amerika dan NATO mengklaim bahwa Tentara Nasional Afghanistan siap dan telah dipersenjatai untuk melawan teroris. namun petinggi Afghanistan termasuk Hamid Karzai, mantan presiden negara ini berulang kali menytakanb ahwa senjata yang dimiliki teroris lebih maju dari senjata Tentara dan Polisi Nasional Afghanistan.

 

Larinya Presiden Afghanistan, Mohammad Ashraf Ghani dan penaklukan mayoritas wilayah negara ini oleh Taliban tanpa pertumpahan darah, membuat kebijakan AS di kawasan ini semakin dipertanyakan.

Mengingat lobi petinggi Gedung Putih dengan para pemimpin dan petinggi negara-negara di Asia Tengah, sepertinya Amerika menempatkan untuk sementara pasukannya di salah satu negara Asia Tengah dengan tujuan kembali lagi ke Afghanistan.

Tapi sepertinya tujuan utama Amerika adalah merelokasi sejumlah ekstrimis dan teroris Takfiri khususnya anggota kelompok teroris Daesh (ISIS) di Suriah ke negara-negara Asia Tengah.

Namun kewaspadaan para pemimpin Asia Tengah mencegah terlaksananya rencana busuk dan konspirasi elit politik Barat di tingkat kawasan ini.

Faktanya, para pemimpin Asia Tengah secara tidak sengaja menunjukkan kecerdasan mereka kepada para pemimpin hegemonik dengan menanggapi secara negatif tuntutan AS yang berulang. Dengan kata lain, ini adalah kecerdasan para pemimpin Asia Tengah di hadapan konspirasi sistematis Amerika khususnya terkait relokasi ekstrimis dan teroris Takfiri yang diawasi oleh negara ini dan sejumlah rezim reaksioner Arab Teluk Persia dari Afghanistan ke negara-negara Asia Tengah.

Para pemimpin Asia Tengah pertama-tama menyadari fakta bahwa janji-janji pejabat AS tidak kredibel. Para pemimpin Gedung Putih bahkan mengkhianati sekutu terdekat mereka, Mohammad Ashraf Ghani, yang selama kepresidenannya di Afghanistan selalu menjadi dalang plot AS di kawasan itu dan menolak untuk menerimanya di Amerika Serikat. Para pemimpin Asia Tengah telah menyadari fakta bahwa mereka tidak bisa mempercayai janji di balik layar para pemimpin negara ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintahan "Ashraf Ghani" yang digulingkan sementara mempercayai Amerika Serikat dan melaksanakan instruksi para pejabat dan lembaga keamanan dan spionase negara ini, melakukan upaya besar untuk melaksanakan tuntutan Amerika di negara ini juga melawan pemerintahan independen di tetangga Afghanistan dengan melakukan tekanan berat terhadap rakyat tertindas Afghanistan.

Langkah Amerika ini menunjukkan bahwa negara-negara kawasan tidak dapat mempercayai Amerika. Banyak pengamat dan pakar mengkritik kebijakan Amerika di Afghanistan dan para pemimpin negara-negara kawasan merekomendasikan untuk menjahui negara hegemonik ini.

Misalnya Doğu Perinçek, ketua Partai Watan Turki dan salah satu pakar terkenal Turki seraya mengkritik kebijakan keliru imperialis AS di Afghanistan menekankan, "Sikap Amerika di Afghanistan kembali membuktikan Washington tidak dapat dipercaya."

Amerika Serikat dan sekutunya dengan dalih memerangi terorisme dan menjamin stabilitas dan keamanan di Afghanistan, pada tahun 2001 menduduki negara ini. Selama tahun-tahun pendudukan Afghanistan oleh Amerika dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), para penjajah selama dua dekade pendudukannya di Afghanistan selain mampu mengobarkan perang saudara dan konfrontasi antar-partai dan kelompok politik serta milisi etnis, telah menghancurkan seluruh infrastruktur ekonomi Afghanistan.

Faktanya, pemerintah Amerika tidak mampu menunaikan janjinya selama menduduki Afghanistan, tapi malah berhasil mengobarkan instabilitas, terorisme dan meningkatkan produksi narkotika di negara ini. Bagaimana pun juga Amerika setelah 20 tahun menduduki Afghanistan mengumumkan bahwa pasukannya akan keluar dari Afghanistan hingga 11 September 2021.

Sebagai kelanjutan permintaan pemerintah gagal AS di Afghanistan, pemerintah Washington meminta Tajikistan, Uzbekistan dan Kazakhstan menerima sementara sembilan ribu pengungsi Afghanistan yang telah bekerja sama dengan militer Amerika selama pendudukan.

Bloomberg seraya mempublikasikan permintaan Amerika ini, di artikelnya menulis, "Pengungsi potensial Afghanistan khawatir bahwa setelah keluarnya pasukan Amerika dari negara mereka akan dibalas oleh warga dan milisi bersenjata Taliban."

Menurut laporan yang diterbitkan oleh media Amerika ini, jumlah pemohon visa khusus AS mendekati 18.000 orang. Tetapi 9.000 tentara lokal AS di Afghanistan telah mempersiapkan dan menyerahkan proses pendaftaran, tetapi hampir 9.000 lainnya telah memulai proses pendaftaran.

Sekaitan dengan ini Ned Price, jubir Kemenlu AS tidak berbicara secara pasti mengenai pengungsi Afghanistan yang bekerja sama dengan Amerika, ke negara bagian mana mereka akan dipindahkan. Diplomat Amerika ini mengatakan, "Pengungsi Afghanistan dan keluaga mereka memiliki waktu untuk meninggalkan negaranya sebelum penarikan penuh pasukan Amerika di bulan September."

Penentangan Kongres AS terhadap usulan Menteri Luar Negeri untuk meningkatkan jumlah visa khusus bagi warga Afghanistan telah memaksa pemerintah AS untuk berunding dengan Tajikistan, Uzbekistan dan Kazakhstan untuk menampung sementara 9.000 pengungsi Afghanistan.

Mengingat penarikan pasukan AS dari Afghanistan, yang tampaknya terpaksa meninggalkan negara itu karena takut akan Taliban, seperti presiden Afghanistan yang digulingkan, mereka masih tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan ribuan orang Afghanistan yang bekerja dengan pasukan AS dan keluarga mereka.

Sementara itu, para pemimpin Asia Tengah yang berpandangan negatif terhadap pemerintahan baru Afghanistan berusaha mendukung pembentukan pemerintahan rakyat dengan partisipasi semua suku dan agama di Afghanistan. Terkait hal ini, Kementerian Luar Negeri Uzbekistan mengeluarkan pernyataan yang mendukung kesiapan kekuatan internal internal Afghanistan untuk membentuk pemerintahan baru. Kementerian Luar Negeri Uzbekistan mengatakan dalam sebuah pernyataan:

"Uzbekistan optimis tercapainya perdamaian komprehensif di Afghanistan dalam koridor perundingan internal Afghanistan-Afghanistan."

Lembaga diplomatik Uzbekistan juga berharap, "Transisi kekuasaan di Afghanistan berdasarkan sebuah konsensus publik dan dengan memperhatikan norma-norma yang diterima hukum internasional dan dilakukan dengan damai."

Tetangga lain Afghanistan, yakni Tajikistan juga sangat sensitif atas berkuasanya pemerintah baru di Afghanistan. Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon kepada pihak Eropa mengatakan, "Tajikistan sebagai negara tetangga terdekat Afghanistan tidak akan mengakui pemerintah lain yang tidak mengadopsi kehendak seluruh rakyat Afghanistan dan perwakilan luas seluruh bangsa termasuk etnis Tajik, Hazarah, Uzbek, Turkman dan seluruh etnis minoritas lainnya yang hidup di negara ini."

Faktanya presiden Tajikistan menekankan, hanya akan mengakui pemerintah baru Afghanistan ketika seluruh etnis minoritas terlibat di pemerintahan baru Afghanistan.

Para pemimpin lain di negara Asia Tengah juga menunjukkan sikap serupa terkait pemerintah baru Afghanistan. Negara-negara ini dari satu sisi khawatir atas pelanggaran komitmen Taliban dan dari sisi lain, sangat khawatir atas eskalasi arus radikalisme di Asia Tengah. Kekhawatiran pemerintah Asia Tengah terjadi ketika pemerintah baru Afghanistan pimpinan Taliban di sejumlah kasus memberi janji kepada tetangga Afghanistan bahwa mereka akan menghindari terulangnya tragedi di masa lalu.

Dalam hal ini, tidak boleh dilupakan peran Rusia di bidang penyadaran para pemimpin Asia Tengah. Petinggi Moskow selama beberapa bulan terakhir seraya menggelar lobi dengan petinggi Asia Tengah, juga berusaha menguak sebagian tujuan busuk Amerika di kawasan.

Bahkan sebagian pengamat Asia Tengah juga ikut menguak peran Amerika dalam mengobarkan krisis di berbagai pemerintahan ini.

Misalnya Torar Karimov, pengamat politik Kazakhstan menilai gagalnya kesepakatan antara petinggi Dushanbe dan Bishkek serta berlanjutnya konflik perbatasan antara Tajikistan dan Kazakhstan akibat intervensi langsung dan tak langsung pemerintah Barat, khususnya Amerika Serikat.

Pengamat politik ini di analisanya membahas topik mengapa di perbataasn Tajikistan dan Kazakhstan terjadi konflik ? Torar Karimov, mengingat upaya AS untuk menebar pengaruhnya di media Asia Tengah, meyakini, "Barat tengah menciptakan jaringand an media yang dapat dikontrol."

Pakar ini juga mengisyaratkan pengalaman peran pengaruh Barat di media Moldova dan menjelaskan bahwa pemerintah Barat khususnya AS berusaha mempengaruhi pemerintahan di Asia Tengah dengan memanfaatkan pengalaman Moldova.

Kesimpulan umum dari upaya tak kenal henti dinas keamanan dan intelijen AS serta sekutunya adalah pemerintah di Asia Tengah di tahap awal harus menjaga wilayah perbatasannya, karena kerusuhan dan konfrontasi di willayah perbatasan Afghanistan dengan negara-negara Asia Tengah termasuk skema Amerika untuk melawan negara-negara kawasan in, di mana skema ini akan dilancarkan setelah penarikan pasukan AS dari Afghanistan.

Minggu, 29 Agustus 2021 13:33

Jet Tempur Rezim Zionis Bombardir Gaza

 

Pesawat tempur rezim Zionis kembali melancarkan serangan udara di Jalur Gaza.

Kantor berita Palestina Shahab Minggu (29/8/2021) melaporkan bahwa pesawat nirawak Israel menyerang daerah Salah al-Din di wilayah tengah Jalur Gaza.

Media Zionis mengklaim serangan di Jalur Gaza sebagai tanggapan atas demonstrasi warga Palestina dan pengiriman bola api di perbatasan dengan pemukiman Zionis.

Pemuda Palestina kembali mengirim bola api dari Gaza ke wilayah pendudukan pada Sabtu malam sebagai protes atas berlanjutnya blokade Gaza dan aksi sabotase Israel terhadap bantuan Qatar ke Gaza.

Para pemuda Palestina sebelumnya telah memperingatkan akan melanjutkan aksi perlawanan termasuk dengan mengirim bola api, jika Israel masih melanjutkan blokade Gaza.

 

Gerakan Asaib Ahl al-Haq di Irak menyambut baik posisi Republik Islam Iran pada pertemuan di Baghdad.

Menurut TV Al-Ghad, Salem al-Abadi, Kepala Kantor Politik Gerakan Asaib Ahl al-Haq Minggu (29/8/2021) pagi menyebut Iran adalah satu-satunya negara yang menegaskan penarikan pasukan AS dari Irak pada KTT Baghdad.

Kepala kantor politik gerakan Asaeb Ahl al-Haq menilai KTT Baghdad sebagai pertemuan seremonial dan tidak memiliki solusi nyata untuk Irak dan kawasan.

Al-Abadi mengatakan bahwa beberapa negara yang berpartisipasi dalam KTT Baghdad berbicara tentang upaya untuk membantu Irak mengatasi terorisme.

Kepala kantor politik gerakan Asaeb Ahl al-Haq menekankan bahwa pertemuan di Baghdad tidak menyebutkan agresi Turki di tanah Irak.

KTT Baghdad diadakan pada hari Sabtu di ibu kota Irak, Baghdad, dengan partisipasi sembilan negara yaitu: Mesir, Iran, Arab Saudi, Yordania, Qatar, UEA, Kuwait, Turki, dan Prancis.

Para peserta pertemuan memuji upaya dan pengorbanan rakyat Irak dalam memerangi terorisme dan menekankan perlunya menentang segala bentuk terorisme.

 

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Hossein Amir-Abdollahian hari ini bertolak ke Suriah untuk melanjutkan lawatan regionalnya.

Menlu Iran, Hossein Amir-Abdollahian dari Baghdad melanjutkan perjalanannya menuju Damaskus hari ini, Minggu (29/8/2021) untuk bertemu dengan para pejabat tinggi Suriah.

Amir Abdullahian dalam perjalanan luar negeri pertama sebagai menteri luar negeri Iran melakukan perjalanan ke Irak pada hari Sabtu untuk menghadiri KTT Baghdad untuk mendukung negara tetangganya itu.

Sebelum kunjungannya ke Baghdad, Menteri Luar Negeri Iran mengatakan,"Kami menyambut setiap inisiatif regional oleh pejabat Irak dengan partisipasi masyarakat di kawasan,".

 

Kapal bahan bakar minyak dari Iran untuk Lebanon memasuki Terusan Suez.

Media Lebanon, LBC hari Minggu (29/8/2021) melaporkan, tujuan kapal yang membawa bahan bakar minyak yang dikirim dari Iran ke Lebanon berlabuh di pelabuhan Suriah, Banias.

Menurut laporan ini, dari 5 hingga 10 September 2021, kapal ketiga yang membawa bahan bakar Iran akan berangkat ke Lebanon.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayid Hassan Nasrullah dengan keras memperingatkan setiap serangan terhadap tanker bahan bakar yang bergerak dari Iran ke negara itu.

Krisis bahan bakar di Lebanon telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir ke titik kritis hingga memicu pemadaman listrik yang memaksa beberapa rumah sakit, toko roti, perusahaan dan layanan utama lainnya untuk ditutup, karena kekurangan  bahan bakar.