Mari, Membuat Hidup Lebih Baik (17)

Rate this item
(0 votes)
Mari, Membuat Hidup Lebih Baik (17)

 

Kehidupan adalah sebuah laut indah yang kadang bergejolak dengan ombaknya dan kadang teduh dengan keheningan yang dalam. Roda kehidupan ini terus berputar; jadi kita tidak mungkin terus tenggelam dalam kesulitannya dan kita juga tidak mungkin terus larut dalam kesenangannya.

Tuhan mengisi lembaran buku kehidupan kita dengan berbagai pasang surut sehingga kita menyadari bahwa kekuatan asli adalah milik Allah Yang Maha Kuasa. Dia ingin kita menjadi yang terbaik dalam penghambaan dan kehidupan. Tuhan berkata, "Wahai manusia, bergerak dan berusahalah, dan bertawakallah kepada-Ku, maka Aku akan menjadi penolongmu. Mintalah yang terbaik dan berusahalah untuk menjadi lebih baik, Aku juga akan memberikan yang terbaik untukmu."

Mempelajari keterampilan hidup yang lebih baik serta memperkuat spiritualitas dan moralitas akan membuka pintu cahaya Ilahi dan rahmat bagi manusia. Hidupnya akan memiliki nuansa dan aroma baru. Akhlak mulia merupakan salah satu keterampilan penting yang perlu diperkuat pada diri manusia.

Akhlak mulia tidak hanya menarik kecintaan orang-orang, tetapi pemilik akhlak mulia juga memperoleh rahmat dan keridhaan Allah Swt. Akhlak mulia memiliki banyak bentuk dan salah satunya adalah toleran terhadap orang lain dan bersikap sabar dengan mereka. Imam Jakfar Shadiq as tentang toleransi mengatakan, "Barang siapa yang toleran dalam urusannya, ia akan memperoleh apa yang diharapkan dari orang lain."

Para pemuka agama percaya bahwa tanda dari penghambaan dan kecintaan kepada Tuhan adalah menunjukkan kecintaan kepada makhluk-Nya dan membantu mengatasi kesulitan mereka, sementara tanda dari kecintaan kepada manusia adalah bersikap toleran dengan sesama. Rasulullah Saw bersabda, "Allah memerintahkanku untuk toleran dengan manusia sebagaimana Dia memerintahkanku untuk menunaikan kewajiban."

Pesan ini sangat penting sehingga Malaikat Jibril datang menemui Rasulullah seraya berkata, "Wahai Muhammad, Allah menyampaikan salam kepadamu dan berpesan kepadamu agar bersikap toleran dengan makhluk-Ku."

Toleransi berarti bersikap lembut dan tidak melakukan kekerasan terhadap orang lain. Manusia menyimpan sifat ini dalam fitrahnya dan bisa memperkuatnya sehingga ia tumbuh kuat dalam dirinya. Imam Muhammad al-Baqir as menganggap toleransi sebagai salah satu sifat agung Tuhan dan berkata, "Allah Yang Maha Kuasa adalah lembut dan mencintai kelembutan…" Imam Ali as memandang toleransi dengan orang lain sebagai bagian yang paling penting dari akal setelah iman dan ia lahir dari tafakkur.

Sifat terpuji ini memainkan peran yang sangat konstruktif dalam kehidupan sosial, terutama di tengah institusi keluarga. Manusia – dengan segala persamaan lahiriyah – memiliki karakteristik moral, intelektual, perilaku, dan pendidikan yang berbeda. Ada banyak perbedaan pendapat dalam interaksi sosial, atau ada perilaku yang mungkin tidak disukai orang lain.


Dalam situasi genting seperti itu, jika tidak ada toleransi, kesabaran, dan persahabatan, maka banyak konflik dan pertikaian akan muncul, dan keharmonisan perilaku dan pikiran di antara orang-orang tidak akan pernah tercipta. Jika seseorang tidak memiliki sikap toleran dan memperlakukan orang lain dengan keras, maka ia telah kehilangan moral dan merusak citra dan kepribadian sosialnya.

Tentu saja, toleransi berlebihan kadang mengubah seseorang menjadi pribadi yang lemah, penakut, dan tidak cekatan, sementara pihak lain menjadi lebih galak dan tidak sopan. Jadi, fleksibilitas dan sikap lunak yang berlebihan juga tidak disarankan.

Toleransi dan kelembutan menjadi lebih penting dan konstruktif dalam kehidupan berumah tangga. Keluarga adalah institusi sosial yang paling penting, dan jika sakinah dirampas dari keluarga, ini berarti kedamaian telah hilang di masyarakat.

Ada banyak kasus dalam kehidupan keluarga di mana perilaku dan ucapan pasangan atau anak-anak, tidak berkenan di pihak lain. Ada perbedaan pemikiran dan perilaku di antara pasangan dan anak-anak.

Apa yang bakal terjadi jika kehidupan rumah tangga tidak didasari pada keramahan dan toleransi, jika tidak ada kata maaf atas perilaku yang tidak berkenan khususnya antara suami dan istri? Sikap kasar, kekerasan, keresahan, dan emosi negatif akan memenuhi kehidupan. Padahal dengan kelembutan dan toleransi, sakinah dan kehangatan akan hadir di tengah keluarga.

Lebih jelasnya, toleransi dalam kehidupan rumah tangga berarti mengabaikan kelakuan buruk pasangan, saudara kandung, atau orang tua kita. Artinya, kita memilih melupakan dan memaafkan perilaku buruk mereka. Kita memilih sikap lembut dan bersabar dalam menghadapi kemarahan dan kebencian dari pihak lain.

Dengan kata lain, kita memikul beban yang ditimpakan pada kita dengan murkanya dan tidak membiarkan diri kita ikut murka. Kita memilih diam menghadapi kata kasarnya dan kadang hinaan sehingga dia bisa tenang atau memperlakukannya dengan lembut.

Dengan perilaku kita, kita mencoba menghadirkan keamanan dan kedamaian kepada orang lain, bahkan jika dia dikuasai oleh amarah dan kebencian serta ingin memancing emosi kita. Salah satu hal terpenting adalah menerima perbedaan satu sama lain dan berharap dari orang lain sesuai dengan karakteristiknya.

Sungguh sulit untuk bersikap toleran serta membutuhkan banyak latihan dan perbaikan diri. Para nabi dan Rasulullah Saw adalah contoh nyata dari toleransi terhadap masyarakat. Dengan sikap toleran ini, mereka mampu menarik banyak hati untuk menerima kebenaran dan menuntun masyarakat kepada makrifat Ilahi.

Para nabi mengetahui bahwa toleransi memiliki banyak berkah dan merupakan penawar untuk pembangkangan. Pembangkangan adalah sikap sombong dan arogan yang membuat seseorang merasa paling benar. Untuk memberikan hidayah kepada orang yang sombong dan congkak, maka toleransi dan kelapangan dada akan menjadi senjata ampuh untuk menghadapi mereka.


Sebuah ucapan yang lembut kadang mampu menghancurkan sifat arogan dan menarik orang yang sombong ke arah kebaikan. Para nabi dengan kelembutan telah menjinakkan hati orang yang sombong dan dengan pengaruh spiritualnya, mengajak mereka menerima hidayah.

Para sosiolog menilai sikap toleran tidak hanya sangat penting di tengah keluarga, tetapi juga untuk keamanan masyarakat. Sifat kasar dan kekerasan memiliki banyak mudharat seperti kedengkian yang membara, tapi toleransi seperti air yang menyirami api tersebut dan memadamkannya.  

Toleransi menciptakan keakraban dan persahabatan di antara orang-orang serta membawa banyak berkah. Dikatakan dalam banyak riwayat bahwa toleransi bahkan akan membuat aib tetap tertutup rapat.

Ini berarti bahwa ketika seseorang tidak bertengkar dengan siapa pun, maka orang lain pun tidak akan mengungkap keburukannya sehingga aib-aibnya tetap tertutup rapat. Berbeda dengan seseorang yang memusuhi individu lain, maka individu tersebut akan mencari-carai kesalahannya dan mempermalukannya.

Seorang perawi mengisahkan bahwa suatu hari Imam Musa al-Kazim as sedang memotong pelepah-pelepah kurma di kebunnya. Salah satu pembantunya mencuri satu tandan buah kurma dan menyembunyikannya di balik pagar kebun. Aku mendatangi pembantu itu dan membawanya ke hadapan Imam Kazim, dan aku ceritakan apa yang terjadi.

Imam Kazim memandang pembantunya sambil bertanya, "Apakah engkau lapar? Ia menjawab, "Tidak wahai tuanku!" Imam kembali berkata, "Apakah engkau tidak punya pakaian? Ia menjawab, "Tidak wahai tuanku!" Imam berkata, "Lalu mengapa engkau mengambil tandan kurma itu? Ia menjawab, "Hatiku menyuruh seperti itu." Imam kemudian berkata, "Kurma-kurma itu menjadi milikmu" dan melepaskan pembantu tersebut.

Read 876 times