Sirikit Syah: Optimisme Kejayaan Islam Berhembus dari Tehran (Bagian Pertama)

Rate this item
(0 votes)

Ribuan aktivis perempuan Muslim yang bergerak di bidang akademis, sosial, budaya dan politik dari berbagai negara dunia berkumpul di Tehran pada 10-11 Juli lalu. Dari Indonesia dari 19 orang delegasi yang sebagian besar para dosen dari berbagai perguruan tinggi di Tanah Air. Selama dua hari mereka bertukar pikiran mengenai kebangkitan Islam dan Perempuan.

"Kami bisa bertukar pikiran tentang persoalan dan solusi, membicarakan problem solving dari persoalan yang menghadang kita di depan," kata Sirikit Syah, salah seorang peserta dari Indonesia.

Bagi Ketua ICMI Jatim itu, konferensi kebangkitan Islam dan Perempuan yang di gelar kali ini menghembuskan nafas optimisme terutama bagi perempuan tentang kebangkitan Islam.

"Para perempuan ketika pulang ke negaranya masing-masing akan menyebarluaskan gagasan tentang perlunya keyakinan Islam akan bangkit dan tidak terpuruk lagi," tutur penulis, pengamat media, dan pendiri Lembaga Konsumen Media-Media Watch itu.

"Saya kira ini satu hal yang sangat saya dukung dari kebangkitan Islam, karena Islam pernah jaya di masa lalunya. Kini sudah waktunya Islam meraih kembali kejayaan itu, dan memang bagus sekali kita harus melibatkan perempuan," tegas jebolan Westminster University ini.

Selengkapnya simak wawancara eksklusif bagian pertama antara Purkon Hidayat dari IRIB Bahasa Indonesia dengan Sirikit Syah, mengenai Konferensi Kebangkitan Islam dan Perempuan berikut ini :

Bagaimana ibu memandang konferensi kebangkitan Islam ini ?

Saya sangat terkesan. Saya merasa mendapat kehormatan, keberuntungan, keberkahan bahwa saya termasuk di dalamnya. Dan mungkin juga karena saya dikenal sebagai penulis yang diharapkan akan menulis nantinya.

Saya senang bisa berada di sini, bisa melihat Iran bersama-sama sekitar 1000 perempuan Muslim dari sekitar 80 negara. Buat saya ini luar biasa. Pengalaman yang sangat luar biasa. Kami bisa bertukar pikiran tentang persoalan dan solusi, membicarakan problem solving dari persoalan yang menghadang kita di depan.

Saya kira ini satu hal yang sangat saya dukung dari kebangkitan Islam, karena Islam penah jaya di masa lalunya. Kini sudah waktunya Islam meraih kembali kejayaan itu, dan memang bagus sekali kita harus melibatkan perempuan.

Kira-kira apa harapan kedepan dari konferensi Kebangkitan Islam dan Perempuan?

Kalau saya sih berpandangan, kami para perempuan ketika pulang ke negaranya masing-masing akan menyebarluaskan gagasan tentang perlunya keyakinan Islam akan bangkit dan tidak terpuruk lagi.

Kita lihat di jaman sekarang ini bangsa-bangsa Muslim terpuruk, terbelakang, termiskinkan, terjajah dan seterusnya. Saya optimis dan berharap ke depan itu akan terlewati. Dan ini adalah suatu permulaan yang baik, yang dimulai dari perempuan, karena kaum perempuan itu pemimpin dari unit terkecil. Di dalam keluarga dia mendidik anak-anak dan memproduksi generasi berikutnya.

Dari 19 delegasi Indonesia yang datang ke konferensi ini, 90 persennya adalah dosen, pengajar. Bisa kita bayangkan, jika para dosen tersebut menyebarluaskan gagasan ini kepada para mahasiswanya, dan juga para penulis menyebarluaskan lewat tulisannya. Jadi saya sangat optimis ke depan.

Mengenai paper ibu di konferensi ini, mungkin bisa dijelaskan secara umum tentang isinya ?

Ketika kami diundang untuk ikut konferensi ini, pertama kami harus mengenali temanya yaitu kebangkitan Islam dan peran perempuan di dalamnya. Nah saya harus menyesuaikan dengan bidang yang saya tekuni. Saya orangnya fokus dan saya adalah pengamat media massa yang cukup aktif. Saya menghubungkannya dengan produk-produk media massa selama ini yang sering menyampaikan misconception tentang Iran, misperception tentang perempuan Islam, kedudukan perempuan dalam Islam, dan segala macam misunderstanding, prejudice dan prasangka. Saya menggabungkan itu semua dalam tulisan yang intinya menyoroti terjadinya declining democracy, media bias, dan Challenge of we mean

Yang saya katakan jatuhnya demokrasi adalah menilik runtuhnya negara-negara demokrasi sekarang ini seperti beberapa negara ketika demokrasi diruntuhkan, rakyatnya memilih militer seperti Thailand dan Pakistan. Tapi Mungkin Turki, Mesir dan juga Iran memilih tokoh agama. Jadi rakyat yang tidak puas dengan demokrasi, protes dengan korupnya demokrasi akhirnya memilih antara militer maupun pemimpin agama. Itu yang saya soroti di negara yang bergejolak saat ini; antara militer dan pemimpin agama.

Kemudian bagaimana media melakukan bias liputan terhadap negara-negara Islam khususnya. Nah itu yang saya soroti. Kemudian saya menyarankan kepada perempuan bagaimana kita berperan kedepan menyelesaikan persoalan itu.(IRIB Indonesia/PH)

Read 2310 times