Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 219-223

Rate this item
(0 votes)

Ayat ke 219-220

Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Kaum Muslimin menanyakan kepada Rasul Saw tentang tiga persoalan yang mereka alami dan Rasul Saw memberikan jawaban pertanyaan-pertanyaan itu berdasarkan wahyu, bukan dari diri sendiri. Salah satu kebiasaan buruk bangsa Arab sebelum Islam ialah meminum minuman keras dan main judi. Oleh yang demikian, sebagian Muslimin menanyakan hukum Islam mengenai minumam keras dan judi. Rasul berkata, meskipun, menjual minuman keras dan berjudi memberikan keuntungan yang besar bagi sebagian dari kalian, namun keburukan dan kekejian dua perkara itu lebih besar dari keuntungan lahiriyahnya, maka tinggalkan pekerjaan itu.

Pertanyaan lain Muslimin adalah mengenai kadar infak dan bantuan terhadap orang lain, yaitu apakah yang harus diinfakkan dan sebesar mana. Dalam jawaban pertanyaan ini, Rasul Saw menjawab pertanyaan ini berdasarkan wahyu ilahi, "Apa saja yang terlebih dari keperluan kalian, infakkanlah! Bukannya semua harta kalian sehingga kalian jatuh miskin dan bukan juga kalian acuh tak acuh terhadap orang-orang yang tertindas, sehingga orang lain menjadi memerlukan. Akan tetapi, peliharalah sikap pertengahan dan keseimbangan.

Pertanyaan-pertanyaan lain yang diajukan kepada Rasul Saw mengenai metode pemeliharaan anak-anak yatim, karena sebagian Muslimin dikarenakan takut hartanya bercampur dengan harta anak-anak yatim, sampai-sampai mereka memisahkan piring makanan mereka dan hal ini melahirkan kesulitan-kesulitan bagi mereka. Rasul Saw dalam menjawab pertanyaan ini dengan merujuk kepada wahyu ilahi. Apa yang penting adalah memperbaiki urusan anak-anak yatim agar tidak terlantar dan dirugikan, bukannya karena takut harta mereka tercampur dengan harta anak yatim, mereka berlepas tangan dari mengayomi mereka ataupun meninggalkan anak-anak yatim itu sendirian.

Tercampurnya kehidupan mereka dengan kehidupan kalian, jika tidak merugikan harta anak-anak yatim itu, dan niat kalian bukanlah untuk menyalahgunakan harta mereka, maka hal itu tidak dilarang. Ketahuilah bahwa Allah Swt memantaui kerja-kerja kalian dan orang yang berniat kebaikan dapat dibedakan dengan orang yang bertujuan buruk dan jahat dan Allah Swt tidak ingin membuat kalian tersiksa dan menderita dan memerintahkan agar kalian membedakan harta anak-anak yatim dari harta kalian sendiri, maka peliharalah diri kalian.

Dari dua ayat tadi terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam memilih pekerjaan, janganlah memilih pekerjaan yang merugikan jiwa dan spiritualitas kita walaupun penghasilannnya besar seperti membuat minuman keras dan menjualnya atau bermain judi, sedangkan Allah Swt melarang perbuatan itu.
2. Marilah kita memelihara dan menjaga keamanan serta kebebasan sosial. Allah Swt melarang minuman keras yang menyebabkan lemah dan hilangnya akal dan judi yang melahirkan ketidakamanan ekonomi dan kebencian serta kejahatan-kejahatan lainnya.
3. Harta kalian yang lebih, infakkanlah kepada orang-orang yang lemah dalam batasan yang sederhana, karena dalam batasan ini, selain anda dapat menyelamatkan kehidupan orang lain, juga kalian tidak terjatuh ke lembah israf dan mubazir.
4. Jika kita memikirkan hukum-hukum dan peraturan-peraturan ilahi, maka kita akan memahami bahwa kesemuanya berpijak pada hikmah dan kemaslahatan masyarakat. Maka janganlah kita bermalas-malasan dalam melaksanakan hukum-hukum itu.
5. Anak-anak yang tak memiliki orang tua, tidak boleh ditelantarkan dalam masyarakat melainkan masyarakat Islam itu sendiri harus mengayomi dan menjaga harta mereka.

 

Ayat ke 221

Artinya:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

Agama Islam sangat mengambil penting soal perkawinan dan pembentukan keluarga, dan menentukan syarat-syarat bagi memilih calon istri begitu juga suami. Syarat terpenting untuk memilih istri adalah keimanan dan ideologinya yang benar. Karena pengalaman telah membuktikan bahwa lingkungan keluarga dan cara bersikap dan perkataan kedua orang tua sangat memainkan peran penting dalam pendidikan anak. Sialnya, dewasa ini status sosial dan kekayaan individu telah menduduki peran menentukan dalam memilih suami ataupun istri. Sementara nilai-nilai spiritual sudah tidak lagi memiliki peran besar dalam perkara sakral ini.

Namun dari sudut pandang agama, seorang budak yang beriman yang dari kaca mata sosial, tergolong dalam barisan terendah, adalah lebih utama dari seorang merdeka yang tidak beriman. Karena, kriteria kemuliaan dan keutamaan dalam perspektif Islam adalah kesucian dan keimanan, bukannya harta dan pangkat.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pertalian suci perkawinan harus dilaksanakan atas dasar iman, supaya dapat menelorkan generasi yang bersih dan sehat kepada masyarakat.
2. Dalam memilih istri ataupun suami, hendaknya kita memperhatikan nilai-nilai spiritual, bukan kejelitaan jasmaniah atau sisi-sisi kebendaan yang cepat sirna. Kita harus memikirkan akibat perbuatan bahwa perkawinan suci adalah tangga menuju surga atau sebaliknya ke Neraka.

 

Ayat ke 222-223

Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Di antara tujuan perkawinan, adalah untuk memiliki anak demi kelanggengan generasi manusia yang mana dalam merealisasikannya, laki-laki dan wanita, keduanya sama-sama berperan. Namun, alam penciptaan, telah menyerahkan tanggungjawab penting pembimbingan anak bahkan sebelum kelahiran ke pundak wanita. Al-Quran dalam ungkapan yang indah dan gamblang, mengumpamakan wanita dengan ladang pertanian yang mana benih anak diambil dari eksistensi laki-laki dan selama sembilan bulan, benih tadi dikandung di dalam perut wanita dan dilahirkan ke dunia bagaikan bibit yang keluar dari tanah dan dihaturkan ke masyarakat. Namun, ladang ini untuk menerima benih, memerlukan persiapan dan masa datang bulan (haid) adalah untuk persiapan ini.

Maka dari itu, Allah Swt memerintahkan agar kaum lelaki tidak mendatangi istri-istrinya pada hari-hari tertentu dalam setiap bulan yang mana akan mengakibatkan kerugian pada jasmani dan jiwa mereka dan tidak memiliki kesiapan untuk menghasilkan keturunan. Hendaklah kalian memikirkan untuk membina anak-anak yang saleh dan bersih dang menghaturkan mereka ke tengah-tengah masyarakat, dan ketahuilah bahwa di sisi Allah di pengadilan Hari Kiamat, kalian harus bertanggung jawab sebagai ayah dan ibu di hadapan anak.

Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dan memberikan jawaban untuk semua keperluan dan pertanyaan-pertanyaan manusia di berbagai bidang termasuk pembentukan keluarga dan memiliki anak.
2. Perintah-perintah agama bersesuaian dengan sistem penciptaan, setiap perbuatan yang menyebabkan kerugian diri dan orang lain, adalah dilarang agar keselamatan individu-individu masyarakat, baik laki-laki maupun wanita terjamin.
3. Nafsu seksual manusia harus terkendalikan dan pelampiasan nafsu haruslah dalam bingkai perkawinan, tidak selainnya.
4. Wanita dalam perspektif Islam, dalam taman yang selain sumber kedamaian, juga merupakan sarana bagi pembinaan anak-anak saleh.

Read 3529 times