Surat al-Syura ayat 7-10

Rate this item
(0 votes)
Surat al-Syura ayat 7-10

 

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنْذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيهِ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ (7)

Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam. (42: 7)

Pada pembahasan sebelumnya telah dikaji mengenai wahyu yang disampaikan Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw dan para Nabi sebelumnya sepanjang sejarah. Ayat ini menjelaskan posisi al-Quran sebagai wahyu Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa Arab untuk peringatan kepada penduduk Mekah dan negeri sekitarnya. Oleh karena itu, prioritas dakwah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw adalah penduduk Mekah supaya mereka mendapatkan hidayah. Selanjutnya, dakwah kepada negeri-negeri sekitarnya.

Kelanjutan ayat ini mengenai peringatan tentang datangnya hari Kiamat serta adanya Surga dan Neraka sebagai balasan seluruh perbuatan manusia selama di dunia. Orang-orang yang berbuat baik selama di dunia akan mendapatkan ganjaran Surga, sedangkan sebaliknya yang melakukan perbuatan dosa dan kesesatan akan dibawa ke Neraka.

Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Meskipun al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, tapi tidak dikhususkan untuk orang-orang Arab saja. Sebab ayat-ayat al-Quran sendiri tidak pernah menyebutkan kalimat 'wahai orang-orang Arab', tapi mengajak manusia secara keseluruhan.

2. Seruan dakwah harus memperhatikan tingkat kebutuhan orang yang dihadapi, dan prioritasnya.

3. Salah satu kelebihan al-Quran adalah penggunaan huruf dan lafadz sebagai sarana wahyu yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad Saw, yang tidak pernah mengelami distorsi dan penyimpangan sepanjang.

4. Tidak ada alasan logis yang bisa membantah keberadaan hari Kiamat. Oleh karena itu, kita harus berbuat baik, dan sebaliknya tidak berbuat jahat maupun kerusakan selama di dunia ini supaya selamat di akhirat kelak.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَهُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ وَالظَّالِمُونَ مَا لَهُمْ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (8) أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ فَاللَّهُ هُوَ الْوَلِيُّ وَهُوَ يُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (9)

Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong. (42: 8)

Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (42: 9)

Di akhir ayat sebelumnya dijelaskan bahwa pada hari Kiamat nanti, manusia akan terbagi dalam dua kelompok; yang masuk ke Surga dan Neraka. Di dunia juga manusia secara umum terbagi dalam dua kelompok, yaitu orang-orang yang melakukan perbuatan baik, dan orang-orang yang berbuat jahat maupun kerusakan.

Lalu, muncul pertanyaan mengapa Allah swt tidak menjadikan seluruh manusia berbuat baik, sehingga di akhirat kelak seluruhnya masuk surga? Ayat ini memberikan jawabannya. Bisa saja Allah swt menjadikan seluruh manusia menerima dakwah para Nabi dengan cara paksa, tapi hal itu tidak dilakukan. Sebab keimanan adalah ikhtiar yang tidak bisa dipaksa, dan setiap orang memiliki kebebasan untuk memilihnya.

Berdasarkan Sunatullah, manusia memilih beriman dilakukan dengan pilihannya sendiri, bukan paksaan, sebab kesempurnaan manusia terjadi karena pilihan, bukan paksaan terhadap sesuatu yang ditentukannya sendiri.

Salah satu karunia terbesar manusia dari Allah swt adalah kebebasan yang dipergunakan untuk menyempurnakan diri dengan mengikuti ajaran ilahi. Oleh karena itu, perbedaan setiap manusia berasal dari pilihannya masing-masing. Meskipun demikian, Allah Yang Maha Adil dan Pengasih tidak akan membebani manusia di luar dari kemampuannya.

Orang yang menolak beriman kepada Allah swt dan tidak menerima aturan ilahi akan mempertanggungjawabkan perilakunya tersebut. Kelanjutan ayat ini menceritakan tentang orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung, padahal sebaik-baiknya pelindung sejati hanya Allah swt. Sebab hanya Allah yang Maha Kuasa, dan memiliki kemampuan untuk menghidupkan orang-orang yang mati. Oleh karena itu, jadikanlah Allah sebagai tempat bergantung dan pelindung sejati yang layak disembah dan ditaati.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Manusia memiliki ikhtiar untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. Berdasarkan Sunnatullah tidak boleh ada orang yang bisa menghilangkan hak ikhtiar orang lain.

2. Orang-orang Kafir dan Musyrik sebenarnya telah menzalimi dirinya sendiri sebelum mereka menzalimi agama Allah dan para Nabi-Nya.

3. Allah swt sebagai pelindung sejati manusia, karena Dia-lah yang menentukan hidup dan mati seluruh manusia.

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ (10)

Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali. (42: 10)

Tetapi amat disayangkan, sebagian orang justru memilih jalan lain dengan bertumpu pada hawa nafsunya sendiri. Padahal setiap orang memiliki kecenderungan tertentu yang ditentukan oleh kepentingan individu maupun kelompoknya masing-masing.

Salah satu tanda keimanan adalah keyakinan terhadap aturan Allah swt dalam menyelesaikan perselisihan mengenai berbagai masalah dari pemikiran, sosial, politik, ekonomi hukum dan lainnya. Dengan kata lain, menjadikan al-Quran dan Sunah Rasulullah Saw serta Ahlul Baitnya sebagai pedoman akan membimbing manusia dari kesalahan dan kesesatan.

Tentu saja berpegang teguh kepada aturan Allah swt dan Rasul-Nya memiliki konsekuensi seperti penentangan dari keluarga maupun masyarakat. Meskipun demikian, tawakal kepada Allah swt dalam menghadapi berbagai rintangan menunjukkan tanda keimanan.  

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Selain berisi masalah keyakinan dan akhlak, agama juga menjawab seluruh kebutuhan umat manusia seperti masalah ekonomi, politik dan keluarga. Oleh karena itu, agama memberikan tuntunan hidup secara komprehensif bagi umat manusia.

2. Daripada berlindung dan bergantung kepada kekuatan yang lemah dan rapuh, lebih baik kita bertawakal kepada Allah swt ketika menghadapi masalah dan kesulitan yang menghadang.

Read 507 times