Surat Ad-Dukhan 19-27

Rate this item
(0 votes)
Surat Ad-Dukhan 19-27

 

Surat Ad-Dukhan 19-27

وَأَنْ لَا تَعْلُوا عَلَى اللَّهِ إِنِّي آَتِيكُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (19) وَإِنِّي عُذْتُ بِرَبِّي وَرَبِّكُمْ أَنْ تَرْجُمُونِ (20) وَإِنْ لَمْ تُؤْمِنُوا لِي فَاعْتَزِلُونِ (21)

dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. (44: 19)

Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu, dari keinginanmu merajamku, (44: 20)

dan jika kamu tidak beriman kepadaku maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil)". (44: 21)

Sebelumnya dijelaskan bahwa Nabi Musa as mendapat tugas dari Allah Swt untuk pergi ke istana Firaun, dan memintanya membebaskan Bani Israel dari perbudakan.

Pada ayat-ayat di atas Nabi Musa as kepada Firaun berkata, “Wahai Firaun, aku membawa argumen-argumen kuat dan jelas untukmu, dan aku sudah menunjukkan mukjizat kepadamu. Oleh karena itu berserah dirilah kepada Allah Swt, jangan bersikap sombong di hadapan-Nya, dan jangan melanggar perintah-Nya.”

Nabi Musa as melanjutkan, “Wahai Firaun, jangan engkau mengira dengan mengancam untuk membunuhku, aku akan bersedia meninggalkan jalan yang telah kupilih ini. Aku adalah utusan Tuhan, dan aku berlindung kepada-Nya dari semua rencana jahatmu, dan jika Dia berkehendak, aku akan terlindung dari bahaya yang datang darimu.”

Nabi Musa as menegaskan, “Kalau engkau tidak mau beriman kepadaku, dan tidak bersedia tunduk pada perintah Allah Swt, biarkan aku, dan jangan halangi upaya diriku dan para pengikutku.”

Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Takabur dan merasa diri mulia di hadapan orang lain adalah perilaku yang buruk, apalagi di hadapan Allah Swt, Pencipta dan Pemilik manusia, hal itu merupakan perbuatan yang sangat tercela.

2. Seruan para nabi kepada kebenaran selalu dilandasi logika, dan argumen yang jelas, serta mudah dipahami oleh semua orang. Mereka yang menentang dan tidak mau menerima seruan ini dikarenakan oleh sifat takabur dan angkuh, bukan karena tidak memahami ajaran para nabi.

3. Di jalan dakwah kepada kebenaran, tekanan, siksaan, dan ancaman musuh tidak boleh membuat kita menjadi lemah, dan berhenti melanjutkan jalan ini.

4. Untuk mancapai tujuan-tujuan yang ditetapkan agama, terkadang lebih baik kita menjauhi orang-orang arogan sehingga tercipta kondisi yang memungkinkan kita melanjutkan tugas, daripada bertikai dengan mereka.

فَدَعَا رَبَّهُ أَنَّ هَؤُلَاءِ قَوْمٌ مُجْرِمُونَ (22) فَأَسْرِ بِعِبَادِي لَيْلًا إِنَّكُمْ مُتَّبَعُونَ (23) وَاتْرُكِ الْبَحْرَ رَهْوًا إِنَّهُمْ جُنْدٌ مُغْرَقُونَ (24)

Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya: "Sesungguhnya mereka ini adalah kaum yang berdosa (segerakanlah azab kepada mereka)". (44: 22)

(Allah berfirman): "Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar, (44: 23)

dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan". (44: 24)

Setelah segala cara digunakan Nabi Musa as untuk membangkitkan kesadaran, dan memberikan peringatan kepada Firaun dan pengikutnya, tidak membuahkan hasil, beliau memohon kepada Allah Swt untuk memberi azab kepada kaumnya yang keji dan berbuat jahat itu, sebagaimana dikehendaki oleh-Nya.

Allah Swt memerintahkan Nabi Musa as untuk membawa Bani Israel yang saat itu berada dalam tawanan Firaun untuk bergerak dari Mesir ke arah Palestina, di malam hari. Tentu saja Firaun dan para pengikutnya akan mengejar Bani Israel.

Akan tetapi Allah Swt berjanji untuk membuka jalan bagi Bani Israel, dan menjamin keselamatan mereka hingga menyebrangi Sungai Nil yang penuh air dan meluap.

Oleh karena itu Bani Israel diminta untuk tidak merasa khawatir karena ketika pasukan Firaun yang mengejar mereka melewati Sungai Nil, atas perintah Ilahi, semuanya akan tenggelam, dan tangan mereka tidak akan bisa menyentuh Nabi Musa as dan kaumnya.

Dari tiga ayat tadi ada tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Salah satu alasan mengapa perkataan para nabi tidak berpengaruh pada masyarakat, dan mengapa mereka menolak ajakan para nabi, adalah karena tercemarnya hati oleh dosa dan kerusakan moral.

2. Doa tanpa usaha tidak akan berarti, dan tidak akan berguna. Kita harus melaksanakan tugas, pada saat yang sama kita memohon kepada Allah Swt untuk dibantu dalam mencapai tujuan dan agar Dia membukakan jalan untuk kita.

3. Jika Allah Swt berkehendak, maka sungai sebesar Nil pun akan menjadi aman, dan lancar bagi Musa dan para pengikutnya, namun bagi pasukan Firaun, ia menjadi tempat kebinasaan.

كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (25) وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ (26) وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ (27)

Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, (44: 25)

dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, (44: 26)

dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya, (44: 27)

Ayat-ayat di atas menjelaskan, Firaun yang mengaku diri sebagai Tuhan, dan tidak bersedia menerima seruan Nabi Musa as, kehilangan dunia dan semua yang dimiliknya, kemudian seluruhnya jatuh ke tangan Bani Israel.

Sungguh aneh, sebuah kaum yang sebelumnya adalah budak, sekarang mewarisi kekuasaan Firaun, kerajaan, kebun, istana, kekayaan, dan seluruh miliknya.

Bukan hanya istana dan taman, semua fasilitas kehidupan yang disediakan dan digunakan oleh Firaun, semua jatuh ke tangan Bani Israel. Sementara Firaun dan pasukannya tenggelam di Sungai Nil, dan jasad mereka mengambang di permukaan sungai, terbawa arus air tak tentu arah.

Semua ini karena mukjizat Allah Swt yang tampak setelah Nabi Musa as memukulkan tongkatnya ke Sungai Nil sehingga air terbelah, dan menciptakan jalan bagi Bani Israel. Mereka berhasil melewati dasar Sungai Nil, sementara ketika Firaun dan pasukannya ketika melewati sungai, air kembali menutup jalan tersebut sehingga mereka tenggelam.

Dari tiga ayat tadi ada empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kehendak Allah Swt lebih unggul dari kehendak siapa pun. Karena kehendak Ilahi, pasukan bersenjata dan berkuda Firaun yang kuat itu tidak mampu menangkap Bani Israel yang berjalan kaki.

2. Fasilitas materi dan kenikmatan dunia, tidak menjamin keamanan dan keselamatan manusia. Tidak ada satu pun dari istana, menara, dan benteng yang kukuh serta kuat, mampu membendung murka Ilahi.

3. Kesejahteraan dunia selalu berada di ambang kefanaan dan kebinasaan. Begitu banyak fasilitas kesejahteraan dunia itu tertinggal, dan pemiliknya pergi.

4. Kekuasaan dan kekayaan tidak menjamin keselamatan dan kebahagiaan manusia, karena begitu banyak dari kekuasaan dan kekayaan materi itu yang menyebabkan kebinasaan manusia.

Read 539 times