کمالوندی
Mengapa Haji Qassim Soleimani Menolak Sorotan Kamera?
Di medan perang, kamera sering lebih tajam dari peluru. Kamera tidak hanya membekukan momen, tetapi juga membangun ingatan kolektif tentang siapa yang menang, siapa yang kalah, siapa yang layak diingat, dan siapa yang dibiarkan lenyap. Dalam dunia modern, kemenangan tanpa kamera kerap dianggap setengah sahih, seakan-akan kejayaan harus dibuktikan lewat sorotan lensa.
Namun Haji Qassim Soleimani memilih jalan yang lain. Saat artileri Iran berhasil membuka jalan kemenangan di Suriah, dia mengeluarkan perintah yang terdengar sederhana, tapi sesungguhnya sarat kebijaksanaan Haji Qassim mengatakan: “Tidak seorang pun warga Iran boleh tampil di depan kamera. Biarlah kemenangan ini dicatat atas nama tentara Suriah.”
Di balik larangan itu, tersimpan pemahaman mendalam tentang psikologi perang. Haji Qassim Soleimani mengerti, kamera bisa menjadi pedang bermata dua. Bila wajah-wajah Iran memenuhi layar berita, rakyat Suriah bisa merasa terpinggirkan di tanah air mereka sendiri. Kemenangan justru akan kehilangan makna, seolah datang dari luar, bukan lahir dari darah dan pengorbanan mereka sendiri. Dengan menyingkir dari sorotan, Haji Qassim Soleimani memberi ruang bagi Suriah untuk merayakan martabatnya sendiri.
Lebih dari semata persoalan strategi militer, ini adalah politik moral. Di era ketika para pemimpin dunia berlomba tampil di kamera, Haji Qassim Soleimani memilih sebaliknya: mundur dari sorotan agar bangsa lain berdiri tegak. Seakan dia ingin berkata, “Kami hadir bukan untuk merebut panggung, melainkan untuk memastikan kalian bisa berdiri di atasnya.”
Ada pula dimensi spiritual dalam sikap itu. Dididik dalam sekolah revolusi Imam Khomeini, Haji Qassim Soleimani meyakini bahwa kemenangan adalah milik Allah, bukan milik individu atau bangsa tertentu. Menolak kamera, dalam pandangan ini, bukan berarti menolak pengakuan, melainkan mengembalikan kemenangan kepada yang lebih berhak: rakyat Suriah, dan pada akhirnya, Tuhan.
Kini, ketika sosoknya telah syahid, keputusan itu tampak semakin monumental. Justru dengan menolak panggung, dia mencetak narasi abadi. Haji Qassim menjadi simbol bukan karena sering muncul di layar, melainkan karena keberaniannya menyingkir dari layar. Dalam dunia politik yang penuh haus pengakuan, sikap ini terasa asing, bahkan nyaris mustahil.
Dan di sinilah ironi sejarah: banyak pemimpin modern menumpuk wajahnya di baliho, iklan, dan siaran langsung demi meninggalkan jejak. Tetapi Haji Qassim Soleimani meninggalkan jejak yang lebih dalam justru karena wajahnya jarang ditampilkan. Dia memilih ketidakhadiran untuk memastikan orang lain hadir dengan penuh martabat.
Di era ketika pejabat sibuk menghitung jam tayang di televisi dan mengukur elektabilitas lewat jumlah kamera yang mengikuti, pesan Haji Qassim Soleimani menampar keras: kepemimpinan sejati bukan soal berapa kali wajahmu terpampang di baliho, melainkan seberapa besar engkau membuat rakyatmu merasa berdiri tegak dengan wajahnya sendiri.
Ulama Sunni India: Ayatullah Khamenei, Pembela Kaum Tertindas Dunia
Ulama Ahlu Sunnah terkemuka dari Negara Bagian West Bengal, India, menyebut Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, sebagai pembela hakiki kaum tertindas dunia.
Di Mana Surga Dimulai? Putri Nabi Menjawab
Di dunia di mana orang-orang menempuh perjalanan jauh untuk meraih impian mereka, terkadang surga hanya beberapa langkah lagi, di telapak kaki seseorang yang telah berdiri untuk kita selama bertahun-tahun, tanpa pamrih, tanpa henti. Seorang ibu.
Dalam tradisi Islam, menghormati ibu bukan hanya kewajiban keluarga, tetapi juga bagian dari etika sosial dan spiritualitas individu.
Sayidah Fathimah, putri Nabi Muhammad Saw menekankan prinsip ini, dengan mengatakan, "Selalulah mengabdi kepada ibumu. Karena surga ada di telapak kaki para ibu, dan hasilnya adalah nikmat surgawi."
Pernyataan ini bukan sekadar nasihat moral, melainkan sebuah rencana untuk mencapai kedamaian, membangun hubungan yang di dalamnya cinta, rasa hormat, dan pengabdian menemukan makna. Melayani ibumu berarti bergerak dalam lingkaran cinta, yang berarti melangkah lebih dekat ke surga setiap hari.
Seorang ibu adalah satu-satunya orang yang mendoakanmu bahkan ketika ia lelah. Bahkan ketika ia menderita, ia tetap tersenyum, dan mungkin itulah sebabnya surga berada di bawah kakinya. Karena jejak cinta tanpa syarat selalu mencapai tujuan surgawi.
Dalam Islam, di mana ibadah dikaitkan dengan moralitas, melayani ibu adalah ibadah yang berbau surga. Pada akhirnya, ucapan ini tidak hanya mengajak kita untuk menghormati dan melayani, tetapi juga mengingatkan kita bahwa surga tidak selalu di langit. Terkadang surga ada di tanah yang telah menyentuh telapak kaki ibumu.(sl)
Surat Ayatullah Nouri Hamedani kepada Paus: “Jika Nabi Isa (as) Hadir, Akankah Membiarkan Kejahatan Rezim Zionis?”
Dalam situasi mengerikan seperti ini, jika para Nabi seperti Musa (as), Isa (as), dan Muhammad (Saw) hadir, apakah mereka akan sanggup menyaksikan semua penderitaan dan tragedi ini tanpa berbuat apa-apa?
Pada Kamis 24 Juli 2025, Ayatullah Nouri Hamadani, salah seorang ulama dan marja taqlid, dalam suratnya kepada Paus Leo XIV, pemimpin umat Katolik sedunia yang disampaikan oleh Duta Besar Republik Islam Iran untuk Vatikan menyatakan: “Dalam situasi mengerikan ini, jika para nabi seperti Musa (as), Isa (as), dan Muhammad (saw) hadir, apakah mereka akan menerima penderitaan sedemikian? Atau hanya berdiam diri tanpa respons? Saya berharap Anda dan pemimpin agama lain mengambil langkah efektif untuk mencegah kejahatan kemanusiaan oleh rezim Zionis.”
Menurut laporan Kantor Berita Hawzahnews, berikut isi lengkap surat tersebut:
Bismillahirrahmanirrahim
Kepada Yang Mulia Paus Leo XIV,
Pemimpin umat Katolik sedunia,
Dengan salam dan rasa hormat,
Sebagaimana Yang Mulia ketahui, martabat manusia yang berarti kehormatan, keagungan, dan nilai hakiki manusia merupakan salah satu konsep fundamental dalam agama-agama samawi. Seluruh agama Ibrahim menegaskan kedudukan luhur manusia, yang dipandang sebagai makhluk bernilai dan memiliki potensi spiritual yang diciptakan secara istimewa oleh Tuhan. Semua agama samawi menjunjung prinsip kesetaraan, kebebasan, tanggung jawab, dan hak-hak asasi manusia, serta menolak keras segala bentuk diskriminasi rasial, etnis, dan kelas sosial.
Sudah menjadi hal yang jelas bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam keyakinan, agama-agama samawi memiliki kesamaan dalam penegasan terhadap martabat hakiki manusia. Martabat ini bukan hanya menjadi landasan hak asasi manusia, melainkan juga merupakan dasar bagi interaksi yang etis dan kemanusiaan antara para penganut berbagai agama. Di tengah dunia yang kian dipenuhi kekerasan dan diskriminasi, kembali kepada prinsip bersama ini dapat menjadi jalan yang mulia menuju koeksistensi damai dan saling pengertian antaragama.
Sebagaimana Yang Mulia ketahui, Gaza adalah wilayah yang dikepung, dan kini telah menjadi simbol dari penderitaan manusia di hadapan ketidakadilan dan penindasan. Sementara dunia menyaksikan kematian setiap hari anak-anak, perempuan, dan pria tak bersalah akibat kelaparan, kehausan, dan kekurangan obat-obatan, rezim Zionis terus melanjutkan pengepungan total terhadap Gaza dan melarang masuknya makanan serta bantuan kemanusiaan, sebuah tragedi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kontemporer. Tindakan ini tidak hanya ditolak dari sudut pandang kemanusiaan, tetapi juga dari sisi agama, moralitas, dan hukum internasional.
Islam adalah agama kasih sayang dan kemanusiaan, dan menyakiti orang-orang tak berdosa, terutama anak-anak dan perempuan, sangat dikecam. Dalam ajaran Kristiani pun, membantu orang yang lapar dan membutuhkan merupakan tugas Ilahi. Dalam Taurat, keadilan dan kasih sayang terhadap sesama juga sangat ditekankan. Dari sudut pandang agama-agama samawi, mencegah manusia dari memperoleh makanan adalah bentuk kezaliman yang nyata dan bertentangan dengan kehendak Ilahi.
Dari sudut pandang moralitas manusia dan hati nurani yang terjaga, pengepungan terhadap ratusan ribu orang tak bersalah, termasuk perempuan dan anak-anak, serta tekanan dan serangan brutal terhadap mereka, dan penghalangan bantuan pangan dan medis, merupakan kesalahan yang tak dapat dimaafkan.
Etika kemanusiaan dibangun di atas martabat hakiki manusia. Setiap insan yang tak bersalah, tanpa memandang kebangsaan, agama, atau ras, layak untuk hidup dengan kehormatan. Mencegah secara sengaja satu populasi dari akses terhadap makanan, air, dan obat-obatan adalah kejahatan terhadap nurani umat manusia dan penolakan terhadap prinsip dasar kehidupan bersama secara manusiawi. Perlakuan rezim Zionis terhadap rakyat Gaza bukan hanya tidak etis dan tidak manusiawi, tetapi juga dikategorikan sebagai kejahatan perang menurut dokumen-dokumen sah hukum internasional.
Tindakan kejam dan tidak manusiawi rezim Zionis dalam mencegah masuknya makanan dan barang-barang penting ke Gaza adalah pelanggaran nyata terhadap prinsip agama, moral, kemanusiaan, dan hukum internasional. Tindakan ini bukan hanya layak untuk dikutuk oleh dunia, tetapi juga pantas untuk diadili dan dihukum secara internasional. Kini adalah tugas semua manusia merdeka, organisasi hak asasi manusia, lembaga keagamaan, dan bangsa-bangsa di dunia untuk tidak berdiam diri terhadap kejahatan ini dan menjadi suara bagi kaum tertindas di Gaza.
Saya mengapresiasi sikap Yang Mulia dalam isu Palestina, yang dalam pidato terakhir telah menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang tragis di Gaza, dan menyatakan bahwa penderitaan itu paling berat ditanggung oleh anak-anak, lansia, dan orang sakit. Di sisi lain, Yang Mulia juga telah menyerukan kepada masyarakat internasional agar tetap memegang prinsip-prinsip kemanusiaan dan menghormati kewajiban untuk melindungi warga sipil, larangan hukuman kolektif, penggunaan kekerasan yang berlebihan, serta pemindahan paksa penduduk.
Yang Mulia,
Apa yang sedang terjadi di Gaza saat ini, jelas tidak dapat dibenarkan oleh standar keagamaan, kemanusiaan, maupun etika apa pun. Setiap hari puluhan anak kehilangan nyawa akibat kelaparan dan kekurangan makanan; ini adalah genosida yang nyata dan melukai nurani setiap insan yang merdeka. Dalam situasi mengerikan seperti ini, jika para Nabi seperti Musa (as), Isa (as), dan Muhammad (Saw) hadir, apakah mereka akan sanggup menyaksikan semua penderitaan dan tragedi ini tanpa berbuat apa-apa? Ataukah mereka akan tetap diam menyaksikan kebrutalan dan kekejaman ini tanpa memberikan reaksi sedikit pun?
Kami berharap Yang Mulia dan para pemimpin agama lainnya dapat mengambil langkah-langkah nyata dan berperan aktif dalam mencegah kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim Zionis ini.
Yang Mulia,
Sebagai penutup, saya mengusulkan agar agama-agama Ibrahim, selain mengecam penyalahgunaan agama sebagai pembenaran atas bencana yang telah terjadi (termasuk delapan dekade kejahatan atas nama pembentukan negara Yahudi oleh para Zionis kriminal), dapat bersama-sama membentuk suatu kerangka kerja global dan bijaksana untuk melarang dan mengutuk penggunaan kekerasan dan kekuasaan, serta menggalakkan perdamaian dan nilai-nilai kemanusiaan. []
Hawzah Ilmiah Suci Qom
Hussein Nouri Hamedani
Ayatullah Ali Khamenei: Nuklir Iran Tak Terkait AS, Rudal akan Digunakan Bila Diperlukan
Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, Imam Ali Khamenei, menegaskan bahwa industri nuklir Iran sama sekali tidak berkaitan dengan Amerika Serikat dan menolak setiap bentuk intervensi asing. Dalam pidatonya di hadapan para juara olahraga dan peraih medali Olimpiade Sains Dunia di Teheran, beliau juga menegaskan bahwa Iran akan menggunakan rudal militernya bila situasi menuntut.
Menurut laporan Kantor Resmi Ayatullah Khamenei (KHAMENEI.IR), Senin (20/10), dalam pertemuan dengan ratusan juara olahraga dan peraih medali Olimpiade Sains Dunia, Ayatullah Khamenei menyebut para penerima penghargaan itu sebagai simbol pertumbuhan dan kekuatan nasional Iran.
“Kalian telah membuktikan bahwa para pemuda yang menjanjikan di Iran tercinta, sebagai simbol bangsa, memiliki kekuatan untuk berdiri di puncak dan mengarahkan pikiran serta mata dunia ke arah terang Iran,” ujarnya.
Pemimpin Tertinggi Revolusi juga menyinggung pernyataan “omong kosong” oleh Presiden AS di parlemen Israel.
“Orang ini berusaha menghibur kaum Zionis dan menampilkan dirinya seolah mampu melalui perilaku menjijikkan dan berbagai kebohongannya tentang kawasan, Iran, dan bangsa Iran. Namun, jika dia benar-benar mampu, seharusnya dia menenangkan jutaan orang yang meneriakkan slogan menentangnya di berbagai negara bagian Amerika Serikat,” kata Imam Ali Khamenei.
Beliau mengungkapkan kepuasan atas keberadaannya di tengah para pemuda yang, dengan usaha dan kerja keras, telah meraih medali dalam bidang olahraga dan sains serta mengharumkan nama bangsa.
“Medali kalian memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan medali dari periode lain, karena diraih di tengah situasi di mana musuh, dalam perang lunak, berusaha menekan bangsa dan membuatnya tidak menyadari atau kecewa terhadap kemampuannya. Namun, kalian telah memberikan respons paling kuat dengan menunjukkan kemampuan dan kekuatan bangsa di medan perjuangan,” tegasnya.
Imam Ali Khamenei menolak anggapan bahwa pemuda Iran putus asa.
“Iran kita tercinta dan para pemudanya adalah manifestasi harapan. Kita harus memahami fakta penting ini, bahwa para pemuda Iran, dengan tekad dan usaha, memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mencapai puncak, sebagaimana mereka telah menguasai puncak olahraga dan sains global,” ujarnya.
Merujuk pada kemajuan pesat Iran di berbagai sektor setelah revolusi, Ayatullah Ali Khamenei menambahkan:
“Contohnya adalah serangkaian keberhasilan kalian tahun ini, yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah olahraga negara ini.”
Baca juga : Iran Sampaikan Pernyataan Resmi Soal Berakhirnya Resolusi DK PBB 2231
Beliau memuji kebangkitan para pemuda berbakat menuju puncak-puncak ilmiah dunia.
“Karya-karya kalian ini diakui oleh bangsa Iran dan menarik perhatian dunia kepada Iran,” katanya.
Pemimpin Revolusi menyebut penghormatan terhadap bendera, sujud, dan doa para atlet pemenang sebagai simbol bangsa Iran.
“Para atlet muda Olimpiade yang terhormat merupakan bintang yang bersinar sekarang. Sepuluh tahun kemudian, selama mereka terus berjuang, mereka akan menjadi matahari yang bersinar. Tugas pemerintah dalam hal ini sangat penting,” tambahnya.
Ayatullah Khamenei menggambarkan peran pemuda setelah kemenangan revolusi sebagai proses berkelanjutan.
“Dalam perang yang dipaksakan selama delapan tahun, generasi muda-lah yang, dengan banyak kekurangan dan tangan kosong, muncul dengan inisiatif militer yang membuat Iran mampu meraih kemenangan melawan musuh yang sangat bersenjata dan didukung dari berbagai pihak,” tuturnya.
Beliau menyebut medan perang ilmu pengetahuan sebagai area kebanggaan nyata bagi para pemuda, dengan mengutip posisi Iran yang termasuk dalam sepuluh besar dunia dalam penelitian dan ilmu pengetahuan di berbagai bidang seperti nano, laser, nuklir, industri militer, dan kemajuan medis.
“Beberapa hari lalu, saya mendengar kabar penting bahwa salah satu pusat penelitian negara ini berhasil menemukan obat untuk penyakit yang selama ini dianggap tak tersembuhkan,” katanya.
Mengenang upaya musuh yang berusaha menghalangi kemajuan ilmiah Iran, Ayatullah Ali Khamenei mengatakan:
“Para pencela bangsa Iran berupaya mencemari suasana dengan menyangkal atau mengabaikan beberapa keberhasilan, mencampuradukkan kebenaran dan kebohongan, melebih-lebihkan kelemahan, serta melakukan propaganda terarah. Namun, kalian, dengan berdiri di puncak olahraga dan sains, telah menunjukkan kepada dunia wajah cerah Iran.”
Beliau menilai hilangnya kepercayaan diri sebagai salah satu alat musuh untuk melemahkan bangsa.
“Sebaliknya, para pemuda harus mengandalkan kekuatan masa muda yang tak terbatas, meningkatkan usaha, menciptakan harapan, dan mewujudkan kewibawaan bangsa,” tegasnya.
Ayatullah Khamenei menekankan pentingnya dedikasi para pemuda untuk mengabdi kepada bangsa Iran.
“Sebagian mungkin ingin tinggal di negara lain, tetapi mereka harus menyadari bahwa betapapun majunya mereka di luar negeri, mereka tetaplah orang asing. Iran adalah milik kalian dan generasi kalian, tanah dan rumah kalian,” ujarnya.
Dalam bagian lain pidatonya, Pemimpin Revolusi menyinggung pernyataan terbaru Presiden AS terkait kawasan dan Iran.
“Dengan melakukan perjalanan ke Palestina yang diduduki dan mengucapkan sekumpulan omong kosong disertai kata-kata kasar, Presiden AS mencoba memberi harapan kepada kaum Zionis yang putus asa,” kata Imam Ali Khamenei.
Beliau menilai pukulan luar biasa yang diberikan Republik Islam Iran kepada rezim Zionis dalam Perang 12 Hari sebagai penyebab utama kekecewaan mereka.
“Kaum Zionis tidak menyangka bahwa rudal Iran mampu menembus jauh ke dalam pusat-pusat sensitif mereka, menghancurkannya, dan mengubahnya menjadi abu,” ujarnya.
Menekankan kemandirian industri pertahanan, Imam Ali Khamenei menegaskan:
“Iran tidak membeli atau menyewa rudal dari mana pun. Rudal-rudal ini buatan tangan para pemuda Iran sendiri. Ketika para pemuda bekerja keras membangun infrastruktur ilmiah, mereka mampu mencapai hasil yang luar biasa.”
“Angkatan Bersenjata dan industri militer kami telah menyiapkan rudal-rudal ini, menggunakannya, dan masih memilikinya. Jika diperlukan, rudal-rudal itu akan digunakan kembali,” tambahnya.
Ayatullah Khamenei kemudian merangkum perilaku Trump yang disebutnya “menghibur kaum Zionis”, lalu menegaskan bahwa Amerika adalah mitra utama rezim Zionis dalam kejahatan perang Gaza.
“Dalam perang Gaza, Amerika tanpa diragukan lagi merupakan mitra utama kejahatan rezim Zionis, sebagaimana diakui oleh Presiden AS sendiri: ‘Kami bekerja sama dengan rezim ini di Gaza.’ Bahkan jika dia tidak mengatakannya, hal itu sudah jelas karena fasilitas dan senjata yang digunakan untuk menyerang rakyat Gaza berasal dari Amerika,” katanya.
Ayatullah Khamenei menyebut klaim Trump bahwa Amerika memerangi terorisme sebagai kebohongan.
“Lebih dari 20.000 anak dan bayi syahid dalam perang Gaza. Apakah mereka teroris? Teroris sejati adalah Amerika yang menciptakan ISIS dan menimbulkan kekacauan di kawasan. Kini, sebagian pihak telah mengambil alih ISIS dan memanfaatkannya untuk kepentingan mereka,” ujarnya.
Beliau juga menyebut pembunuhan sekitar 70.000 orang dalam perang Gaza serta syahidnya lebih dari 1.000 warga Iran dalam Perang 12 Hari sebagai bukti nyata sifat teroris Amerika Serikat dan rezim Zionis.
“Selain membunuh orang secara membabi buta, mereka juga membunuh ilmuwan kita seperti Tehranchi dan Abbasi, dan mereka bangga dengan kejahatan itu. Namun mereka harus tahu bahwa mereka tidak dapat membunuh ilmu pengetahuan,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan Trump yang membanggakan rencana pengeboman industri nuklir Iran, beliau berkata:
“Tidak masalah, pikirkanlah seperti itu. Namun, apa maksud mengangkat isu tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan suatu negara jika memiliki industri nuklir? Apa hubungannya dengan Amerika? Intervensi ini tidak pantas, salah, dan merupakan bentuk intimidasi.”
Beliau juga menyinggung demonstrasi nasional tujuh juta orang di berbagai negara bagian Amerika Serikat yang menentang Trump.
“Jika Anda sungguh-sungguh mampu, daripada menyebarkan kebohongan, mencampuri urusan negara lain, dan membangun pangkalan militer di sana-sini, tenangkanlah jutaan orang itu dan kembalikan mereka ke rumah masing-masing,” ujarnya.
Imam Ali Khamenei menegaskan bahwa Amerika dan sekutunya adalah perwujudan nyata terorisme.
“Klaim Trump bahwa dirinya berpihak pada rakyat Iran adalah kebohongan. Sanksi sekunder Amerika, yang didukung banyak negara karena takut, ditujukan kepada bangsa Iran. Jadi, Anda adalah musuh bangsa Iran, bukan temannya,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan Trump tentang kesiapan mencapai kesepakatan, Imam Ali Khamenei berkomentar:
“Dia berkata, ‘Saya adalah pembuat kesepakatan.’ Namun, jika suatu kesepakatan disertai intimidasi dan hasilnya telah ditentukan sebelumnya, itu bukanlah kesepakatan, melainkan pemaksaan. Bangsa Iran tidak akan tunduk pada tekanan semacam itu.”
Beliau juga menanggapi pernyataan Trump tentang korban meninggal dan perang di kawasan Asia Barat (Timur Tengah).
“Kalianlah yang memulai perang. Amerika adalah penghasut perang, selain teror, juga memicu konflik. Kalau tidak, apa tujuan semua pangkalan militer Amerika di kawasan ini? Apa hubungan kawasan ini dengan kalian? Kawasan ini milik rakyatnya sendiri, dan perang serta kematian di sini disebabkan oleh kehadiran Amerika,” tegasnya.
Sebagai penutup, Imam Ali Khamenei menggambarkan posisi Presiden AS sebagai keliru dan menunjukkan sikap intimidatif.
“Meskipun intimidasi itu berdampak pada beberapa negara, dengan izin Allah, hal itu tidak akan pernah berdampak pada bangsa Iran,” katanya.
Pada akhir acara, tim nasional pemuda Iran menampilkan atraksi dari berbagai cabang olahraga yang mendapat pujian dari Pemimpin Revolusi.
InternasionalTeknologi Nuklir Iran Perkuat Ketahanan Pangan dan Ekonomi Pedesaan
Iran meresmikan pusat iradiasi pertanian pertama di barat laut negara itu, menandai langkah besar dalam pemanfaatan teknologi nuklir untuk memperkuat ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi pedesaan.
Mengutip Press TV, pada Sabtu (18/10), fasilitas baru di Ardabil ini menjadi simbol komitmen Iran dalam penggunaan energi nuklir secara damai. Diresmikan dengan kehadiran Menteri Pertanian Iran dan Kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI), pusat tersebut dirancang untuk mengiradiasi hingga 15.000 ton hasil pertanian per tahun pada tahap awalnya, dengan kapasitas yang akan diperluas.
Langkah ini diharapkan mengubah kemampuan Iran dalam menjaga kualitas, memperpanjang masa simpan, dan meningkatkan nilai ekspor produk pangan, terutama dari wilayah utara yang menjadi sentra pertanian utama.
Dorong Ketahanan Pangan dan Ekspor Pertanian
Pusat Iradiasi Ardabil merupakan bagian dari strategi nasional untuk mengatasi tantangan cuaca ekstrem, kelangkaan air, dan kehilangan hasil pascapanen yang selama ini membebani sektor pertanian Iran.
Dengan teknologi ini, diharapkan, produk seperti kentang, gandum, dan buah-buahan khas Ardabil dapat bertahan lebih lama tanpa bahan kimia tambahan, sekaligus memenuhi standar ekspor internasional yang menuntut produk bebas hama dan residu pestisida.
Teknologi iradiasi menggunakan radiasi pengion terkendali untuk membasmi hama dan mikroorganisme, memperpanjang kesegaran produk, serta meningkatkan keamanan pangan. Menurut pejabat AEOI, hal ini memberi keunggulan kompetitif baru bagi eksportir Iran di pasar global.
Transformasi Ekonomi dan Inovasi Teknologi
Peresmian pusat ini juga menjadi bagian dari kolaborasi strategis antara Kementerian Pertanian dan Organisasi Energi Atom Iran, yang menegaskan komitmen negara untuk mengintegrasikan sains nuklir dalam sektor sipil. Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, sebelumnya menegaskan bahwa industri nuklir Iran tidak semata untuk energi, melainkan juga untuk kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Fasilitas di Ardabil berfungsi sebagai pusat pelatihan dan alih teknologi, membekali tenaga lokal dengan keahlian dalam teknologi radiasi, keamanan pangan, dan kontrol mutu. Hal ini memperkuat modal manusia sekaligus membuka lapangan kerja baru di sektor pertanian dan teknologi tinggi.
Dampak Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan
Teknologi iradiasi dinilai ramah lingkungan, karena mengurangi kebutuhan pestisida dan pembusukan hasil panen, sekaligus menghemat air dan tanah pertanian. Dalam konteks perubahan iklim dan ancaman kekeringan yang meningkat, solusi ini menjadi penopang penting untuk pertanian berkelanjutan di Iran.
Selain memperkuat ekonomi lokal, pengembangan pusat-pusat iradiasi di berbagai provinsi juga sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mendesentralisasi inovasi dan memberdayakan wilayah pedesaan.
Langkah Strategis Menuju Masa Depan Ekonomi Iran
Investasi Iran dalam teknologi nuklir sipil bukan hanya langkah ilmiah, tetapi juga strategi ekonomi jangka panjang. Dengan menekan kehilangan pascapanen, memperpanjang masa simpan, dan memperluas pasar ekspor, teknologi ini diperkirakan akan meningkatkan pendapatan petani, mendorong investasi baru, dan memperkuat daya saing nasional.
Pada akhirnya, Pusat Iradiasi Ardabil menjadi contoh konkret bagaimana ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan menjadi kekuatan ekonomi nyata, menjadikan sains nuklir bukan ancaman, melainkan motor kemajuan dan ketahanan masa depan Iran.
Gharibabadi: BRICS dan Shanghai Peluang Bagus Negara-Negara Independen / Penutupan Pemerintah Trump Berlanjut
Wakil Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Urusan Hukum dan Hubungan Internasional mengatakan, "Di saat unilateralisme merajalela, BRICS dan Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) didasarkan pada multilateralisme dan dianggap sebagai peluang baik bagi negara-negara independen."
Menurut laporan Mehr, Kazem Gharibabadi, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Urusan Hukum dan Internasional menyatakan pada pertemuan pertama Markas Koordinasi Shanghai dan BRICS, "Meskipun organisasi-organisasi ini bukan organisasi baru, kami belum lama menjadi anggotanya. Mungkin kami memiliki lebih sedikit organisasi dengan karakteristik seperti ini yang bebas dari perselisihan. Kami tidak menyaksikan perselisihan dan konflik kepentingan di kompleks BRICS dan Shanghai, yang memberikan peluang baik bagi Iran."
Gharibabadi menambahkan, "Setelah agresi rezim Zionis dan Amerika Serikat, tanpa pertemuan tatap muka dengan organisasi-organisasi BRICS dan Shanghai, sebuah pertemuan virtual diadakan dan kecaman keras dikeluarkan. Ini memberikan peluang khusus bagi kami dan negara-negara berkembang dan independen."
Wamenlu Iran Urusan Hukum dan Internasional mengatakan, "Di saat unilateralisme merajalela, organisasi dan pengaturan seperti BRICS dan Shanghai, yang berbasis multilateralisme, merupakan peluang yang baik bagi negara-negara merdeka, dan salah satu alasan terpenting mengapa Iran berupaya menjadi anggota organisasi-organisasi ini adalah tujuan penting multilateralisme."
"Dalam politik luar negeri Republik Islam Iran, penguatan pengaturan multilateral memiliki tempat khusus, begitu pula pemanfaatan kapasitas organisasi-organisasi ini, terutama jika dilihat dari perspektif negara-negara berkembang, sehingga kita tidak boleh melewatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi ini," imbuh Gharibabadi.
Wamenlu Iran Urusan Hukum dan Internasional menyatakan, Saya tidak melebih-lebihkan ketika saya mengatakan bahwa sebagian besar interaksi kita dengan organisasi regional dan internasional terkait dengan kehadiran kita di KTT Shanghai dan BRICS. Sekitar 70 persen pertemuan yang diikuti oleh lembaga-lembaga domestik terkait dengan Shanghai dan BRICS. Setiap minggu, kita menyaksikan program dan pertemuan, serta kehadiran dan partisipasi lembaga-lembaga dalam KTT ini.
Gharibabadi mengatakan, "Langkah serius pertama yang kami ambil adalah membentuk markas koordinasi ini. Insya Allah, pertemuan-pertemuan berikutnya akan kami ubah menjadi pertemuan-pertemuan khusus dan membentuk komite-komite khusus."
"Poin pertama dan terpenting adalah kita harus memiliki kehadiran yang aktif dan efektif di KTT BRICS dan Shanghai," pungkas Gharibabadi.
Penutupan Pemerintah Trump Berlanjut
Senat AS mengumumkan bahwa penutupan pemerintahan Donald Trump akan dilanjutkan karena kegagalan meloloskan undang-undang pendanaan sementara.
Menurut laporan Pars Today mengutip Mehr, Senat AS telah mengumumkan bahwa penutupan pemerintah akan berlanjut tanpa batas waktu karena kegagalan meloloskan RUU pendanaan sementara.
Penutupan pemerintah Donald Trump akibat ketidaksepakatan atas pengesahan RUU anggaran antara Partai Republik dan Demokrat yang telah memasuki minggu ketiga.
Menurut jajak pendapat, sebagian besar warga Amerika menganggap masalah ini serius karena memasuki minggu ketiga tanpa tanda-tanda akan berakhir, dan warga Amerika menyalahkan semua pihak yang terlibat.
Pemerintah AS telah ditutup pada Rabu tengah malam (01/10/2025) waktu setempat setelah para pemimpin kongres gagal mencapai kesepakatan mengenai RUU pendanaan sementara dan para anggota parlemen menggunakan segala cara untuk memecahkan kebuntuan.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengumumkan di American Investment Association di CNBC bahwa penutupan pemerintah federal merugikan perekonomian negara sebesar $15 miliar per hari.
Publikasi Informasi Puluhan Ribu Tentara Zionis yang Ikut dalam Perang Gaza
Dalam episode terbarunya, program televisi Al Jazeera "Ma Khafia A'zam" menerbitkan informasi tentang puluhan ribu anggota Angkatan Udara Israel yang berpartisipasi dalam Perang Gaza.
Menurut laporan Pars Today mengutip IRNA, dalam episode terbarunya, program dokumenter TV ini menerbitkan daftar nama dan informasi tentang sekitar 30.000 pilot dan tentara Angkatan Udara Israel yang terlibat dalam perang di Jalur Gaza.
Dalam beberapa dokumen itu, terungkap sedikit kejahatan militer Israel dalam pembunuhan warga sipil Israel.
Menurut dokumen yang diterbitkan oleh Al Jazeera, Batalyon ke-52 Brigade Lapis Baja ke-401 rezim Israel dan komandannya Binyamin Aharon bertanggung jawab atas pembunuhan "Hind Rajab", seorang gadis Palestina, dan keluarganya.
Kuba Mengutuk Intervensi AS dalam Urusan Kolombia
Dalam pernyataan yang mengumumkan dukungan terhadap Presiden Kolombia Gustavo Petro, pemerintah Kuba mengutuk campur tangan dan tuduhan AS baru-baru ini terhadap Bogota, menyebutnya sebagai "serangan imperialis baru".
Menurut laporan IRNA, Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel menulis dalam sebuah pesan di akun media sosial X miliknya kepada Gustavo Petro, "Negara-negara Amerika Latin mendukung Kolombia."
Presiden Kuba melanjutkan dengan menyatakan bahwa Washington sedang mencoba menjadikan Amerika Latin dan Karibia sebagai halaman belakangnya, seraya menambahkan, "Amerika Serikat bermaksud untuk kembali memaksakan 'Doktrin Monroe' pada hubungannya dengan negara-negara merdeka di kawasan ini."
Sehubungan dengan hal ini, Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Eduardo Rodríguez Parrilla juga mengumumkan dukungannya kepada presiden Kolombia dalam pesan terpisah dan mengkritik "serangan imperialis baru" Amerika Serikat.
Di sisi lain, Presiden Kolombia, menanggapi klaim Trump bahwa negaranya tidak mengambil tindakan apa pun dalam memerangi perdagangan narkoba, menulis dalam sebuah pesan di akun media sosial X miliknya, menekankan bahwa Presiden AS keliru, dengan menulis, "Trump seharusnya lebih memahami realitas Kolombia dan mengenali di mana posisi Demokrat dan di mana posisi pengedar narkoba."
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Kolombia juga menganggap perkataan Trump sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan nasional negara itu dan mengumumkan akan merujuk ke semua lembaga internasional untuk membelanya.(sl)
Apa Itu Kapitulasi dan Mengapa Imam Khomeini Menolaknya?
Perjanjian yang dikenal sebagai "kapitulasi" atau "yurisdiksi konsuler" merupakan salah satu instrumen hukum yang digunakan oleh kekuatan kolonial untuk memberikan pengaruh di suatu negara.
Perjanjian yang dikenal sebagai "kapitulasi" menciptakan kekebalan kuasi-kolonial bagi orang asing dengan menolak yurisdiksi negara tuan rumah atas warga negara asing dan secara efektif mempertanyakan independensi hukum dan politik negara tuan rumah.
Menurut laporan Pars Today, pada tahun 1340 HS, dengan meluasnya kehadiran militer AS di Iran, isu kekebalan hukum bagi para penasihat Amerika mengemuka.
Pada tahun 1950, Departemen Pertahanan AS mengajukan rencana untuk menentukan status hukum tentaranya di negara-negara anggota NATO. Di Iran, rencana ini diajukan kepada Majelis Nasional sebagai satu pasal tunggal dengan dukungan kedutaan AS dan upaya para perdana menteri saat itu, dari Ali Amini hingga Asadollah Alam dan akhirnya Hassan Ali Mansour.
Pada bulan Mehr 1342 HS sebuah rancangan undang-undang yang ambigu tentang yurisdiksi konsuler diajukan ke parlemen tetapi tidak disetujui. Dengan pelantikan Hassan Ali Mansour, RUU kapitulasi disetujui dengan 74 suara mendukung dan 61 suara menentang di Parlemen ke-21, sementara beberapa anggota dewan abstain, dan ketua sidang mengumumkan persetujuan RUU tersebut dengan menghapus data statistik mereka. Tindakan ini diambil di hadapan pejabat kedutaan AS di parlemen yang kemudian memicu reaksi keras.
Berita persetujuan RUU ini sampai kepada para pengikut Imam Khomeini melalui seorang pegawai parlemen. Setelah memastikan keakuratan berita itu, beliau menyampaikan pidato bersejarahnya pada 4 Aban 1343 HS, dan dalam pesan tertulis di hari yang sama, beliau menyebut undang-undang ini sebagai "dokumen perbudakan bangsa Iran". Sang Imam, dengan nada lugas, menganggap Amerika sebagai penyebab utama kemalangan bangsa-bangsa Islam dan mengatakan:
“Dunia harus tahu bahwa setiap masalah yang dialami bangsa Iran dan bangsa-bangsa Muslim berasal dari pihak asing. Masalah itu berasal dari Amerika... Amerikalah yang menekan parlemen dan pemerintah Iran untuk meratifikasi dan melaksanakan resolusi yang memalukan yang menginjak-injak semua kehormatan Islam dan nasional kita.”
Protes ini tidak hanya membangkitkan opini publik, tetapi juga membuka jalan bagi penangkapan dan pengasingan Imam pada tanggal 12 Aban tahun itu. Sikap ini dianggap sebagai titik balik dalam pembentukan wacana anti-kolonial Revolusi Islam.
Pada bulan Bahman 1357 HS, rakyat Isfahan mengambil langkah praktis pertama dalam melanggar Undang-Undang Kapitulasi dengan mengadili seorang warga negara Amerika yang telah memukul seorang pengemudi. Tindakan ini melambangkan kembalinya kedaulatan nasional kepada rakyat. Akhirnya, pada tanggal 23 Ordibehesht 1258, Perjanjian Kapitulasi secara resmi dibatalkan, dan salah satu simbol dominasi asing dihapus dari struktur hukum Iran.
Analis Middle East Eye: Perang Gaza Mengisolasi Israel di Arena Internasional
Sebuah situs web ternama Inggris menulis bahwa setelah dua tahun perang dan genosida terhadap Gaza, justru rezim Israel-lah yang kini terisolasi di panggung internasional.
Tehran, Parstoday- Adnan Hamidan, analis situs Middle East Eye, dalam sebuah artikel analitis meninjau hasil yang dicapai, baik oleh Israel maupun oleh rakyat Palestina mengungkapkan fakta setelah lebih dari dua tahun perang dan penghancuran sistematis terhadap Jalur Gaza. Ia menulis: “Ketika gencatan senjata di Gaza akhirnya berlaku setelah dua tahun kehancuran tanpa henti, satu kebenaran tampak lebih jelas dari sebelumnya: Israel tidak menang, dan Gaza tidak kalah.”
Hamidan menegaskan bahwa meskipun penderitaan dan kehancuran begitu besar, perang Israel tidak berakhir dengan kemenangan, melainkan dengan kehinaan dan kegagalan.Ia menggambarkan rezim Tel Aviv sebagai negara yang gagal secara militer, politik, ekonomi, dan moral. Apa yang terjadi di Gaza, katanya, bukanlah pertunjukan kekuatan, melainkan runtuhnya ilusi superioritas Israel.Sejak awal, para pejabat Israel mengklaim bahwa tujuan utama perang ini adalah “menghapus perlawanan,” “membersihkan Gaza,” dan “memulihkan daya gentar.” Namun, tidak satu pun dari tujuan tersebut tercapai.
Kegagalan Militer Israel dan Ketangguhan Perlawanan
Analis Middle East Eye menulis bahwa struktur perlawanan Palestina tetap berdiri kokoh. Jaringan komandonya terus berfungsi meski di bawah blokade, pengeboman, dan kehancuran.“Para pembela Gaza tetap terorganisir dan tidak terkalahkan, sementara justru tentara Israel yang mengalami demoralisasi dan kehilangan kepercayaan diri.”Hamidan menekankan bahwa satu-satunya “keberhasilan” Israel adalah membunuh puluhan ribu warga sipil, menghancurkan kawasan pemukiman, dan melakukan kejahatan yang oleh PBB dikategorikan sebagai genosida.Namun, kekalahan Israel tidak hanya terbatas pada medan tempur. Di bidang politik dan ekonomi, kekalahannya bahkan lebih nyata.
Kerugian Ekonomi dan Kejatuhan Moral
Menurut Hamidan, perang Gaza menjadi bencana ekonomi bagi Israel. Kerugian langsungnya diperkirakan mencapai puluhan miliar dolar, sementara sektor pariwisata dan investasi asing hancur total.Banyak perusahaan global menghentikan atau memblokir kerja sama mereka dengan Tel Aviv, dan bursa saham Tel Aviv mencatat kinerja terburuk dalam dua dekade terakhir.Selain itu, ketakutan dan ketidakpercayaan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Israel. Gelombang emigrasi diam-diam ke Eropa dan Amerika Utara meningkat, sementara secara politik, Israel lebih terisolasi daripada sebelumnya.
Kemenangan Moral dan Naratif Palestina
Sementara itu, Gaza — wilayah yang dijanjikan Israel akan “dibersihkan” — tetap berdiri tegak. Ketahanan Gaza, menurut Hamidan, telah mengubahnya menjadi pemenang sejati perang ini.Lebih jauh, perang Gaza telah mengubah kesadaran global. Narasi rakyat Palestina kini mengungguli narasi resmi Israel di panggung internasional.“Mesin propaganda Israel, yang dulu mampu mendikte persepsi dunia Barat, kini goyah di hadapan bukti-bukti yang tak terbantahkan,” tulis Middle East Eye.
Kesimpulan
Dua tahun setelah dimulainya agresi militer, Israel bukan hanya gagal mencapai tujuan militernya, tetapi juga kehilangan posisi moral dan politiknya di mata dunia.Sebaliknya, Gaza muncul sebagai simbol keteguhan, daya tahan, dan kebangkitan narasi keadilan Palestina. Dalam pandangan Middle East Eye, akhir perang ini bukanlah kemenangan militer Israel, melainkan awal dari kekalahan strategis dan moral yang mendalam.
Mengapa Rezim Zionis Menunda Tahap Kedua Perjanjian Gencatan Senjata di Gaza?
Perdana Menteri Zionis Israel mengklaim bahwa akhir perang Gaza hanya akan mungkin terjadi setelah implementasi penuh perjanjian gencatan senjata dua tahap dan pemenuhan persyaratan seperti pengembalian tawanan Israel dan pelucutan senjata Hamas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menambahkan, "Syarat untuk mengakhiri perang adalah pengembalian semua tawanan Israel dan pelucutan senjata Hamas sepenuhnya. Kami berharap ini akan tercapai dengan mudah, jika tidak, kami akan mencapainya dengan cara yang sulit yang akan mengakhiri perang."
Sikap Netanyahu baru-baru ini telah memicu reaksi domestik dan regional serta menunjukkan tanda-tanda ketidaksepakatan dalam kabinet Israel.
Dalam hal ini, Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Israel melanjutkan sesumbarnya terhadap perlawanan, dan mengancam akan membubarkan kabinet pada tanggal tertentu jika Hamas tidak dibubarkan dan hukuman mati tidak diterapkan kepada tahanan Palestina.
Kantor Perdana Menteri Israel sebelumnya telah mengumumkan bahwa Netanyahu telah memerintahkan penutupan perlintasan Rafah hingga pemberitahuan lebih lanjut. Netanyahu mengatakan bahwa pembukaan kembali penyeberangan akan bergantung pada kepatuhan Hamas terhadap komitmennya, terutama dalam memulangkan jenazah tawanan Israel dan menerapkan kerangka kerja yang disepakati.
Sementara itu, Diaa Rashwan, Kepala Badan Informasi Mesir mengatakan bahwa Netanyahu menggunakan penundaan penyerahan jenazah tawanan Zionis sebagai alat tekanan politik, dengan mengaitkan penundaan tersebut dengan kondisi keamanan yang sulit di Gaza dan kurangnya akses ke beberapa wilayah.
Rashwan menekankan bahwa dengan mengangkat isu-isu ini, Netanyahu berusaha menunda fase kedua perjanjian, yang akan mencakup penarikan penuh tentara Israel dari Gaza. Menurut Rashwan, isu-isu ini merupakan tantangan bagi Netanyahu di dalam rezim Israel dan ia berusaha menghindarinya.
Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengumumkan bahwa keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencegah pembukaan penyeberangan Rafah hingga pemberitahuan lebih lanjut merupakan pelanggaran nyata terhadap klausul perjanjian gencatan senjata dan pengingkaran terhadap komitmen yang ia buat kepada para mediator dan pihak penjamin.
Rezim Israel berupaya menunda fase kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza dengan berbagai dalih, termasuk jenazah tawanan militer Israel, serta eskalasi perselisihan politik internal di Tel Aviv. Rezim Israel telah mengumumkan bahwa fase kedua perjanjian gencatan senjata tidak akan dimulai hingga Hamas mengembalikan jenazah tawanan Israel. Hal ini terjadi di tengah situasi di mana Hamas baru-baru ini menyerahkan jenazah dua sandera Israel.
Netanyahu, mengingat meningkatnya krisis politik dan protes ekstremis Zionis serta ancaman mereka untuk meninggalkan kabinet, menghalangi proses gencatan senjata, dan beberapa anggota kabinet rezim Zionis ingin perang berlanjut hingga Hamas sepenuhnya dilucuti.
Rezim Zionis juga menolak membuka perlintasan Rafah dengan melanggar perjanjian dan komitmennya serta berbohong. Tindakan rezim Zionis ini telah menunda masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza dan implementasi fase kedua perjanjian tersebut. Rezim Zionis juga telah menangguhkan pertukaran tahanan oleh Hamas dengan serangan sporadis dan pelanggaran gencatan senjata, dan telah membawa proses ini ke dalam krisis.
Tentara rezim Zionis belum memenuhi komitmennya dan belum sepenuhnya melaksanakan penarikan pasukan dari Gaza, dan beberapa pejabat Zionis mendukung kelanjutan operasi militer. Netanyahu dan Zionis ekstremis, yang gagal mencapai tujuan jahat mereka di Gaza dan terpaksa menerima kekalahan dalam menghadapi perlawanan Palestina, berusaha memanfaatkan situasi saat ini untuk membenarkan kelanjutan perang Gaza dengan segala cara yang memungkinkan.
Perkembangan di Gaza setelah Operasi Badai Al-Aqsa menunjukkan bahwa kelompok-kelompok perlawanan Palestina sepenuhnya siap untuk membela tuntutan dan aspirasi sah rakyat Palestina, dan sabotase oleh otoritas rezim Zionis dengan dukungan terbuka dari Gedung Putih tidak akan menghentikan proses ini.



























