Banjir Darah di Libya

Rate this item
(0 votes)
Banjir Darah di Libya

Kota Benghazi di wilayah  timur Libya menjadi pusat konflik dan kekerasan di negara Afrika Utara itu. Daerah tersebut saat ini menjadi arena pertarungan  antara kubu Jenderal Khalifa Haftar dan rivalnya. Dengan dukungan ratusan tentara profesional, Haftar menjadi salah satu pemain utama di Libya. Dia mengendalikan sebagian kekuatan militer wilayah timur negara itu. Hingga kini pertempuran antara kelompok militan dan pasukan yang berada dalam perintah Haftar masih  berlanjut.

Baku tembak antar kedua belah pihak baru-baru ini di kota Benghazi menewaskan delapan orang. Dilaporkan, selama sembilan hari lalu sekitar seratus orang tewas.

Perang tidak hanya terjadi antara pasukan yang bertikai, tapi paramilisi suku adat juga menunjukkan taring mereka dengan memperlihatkan kekuatannya masing-masing melalui kemahiran bertempur saling bunuh.Dua kota, Kikla dan al-Qalah yang terletak di distrik al-Jabal al-Gharbi, menjadi tempat pertempuran antarsuku adat di Libya. Untuk meredam perang antarsuku yang semakin mengkhawatirkan, digelar pertemuan para pemimpin suku adat di al-Jabal al-Gharbi. Tapi pertemuan tersbeut tidak membuahkan hasil.

Pada saat yang sama pihak yang bertikai di Libya menyatakan tidak menerima prakarsa PBB mengenai penyelesaian masalah keamanan di negara Afrika Utara itu. Perserikatan Bangsa Bangsa baru-baru ini mendesak kedua belah pihak yang bertikai di al-Jabal al-Gharbi untuk menghentikan pertempuran demi memudahkan bantuan kemanusiaan terhadap warga sipil. Tapi tampaknya tidak ada kekuatan yang bisa menyelesaikan masalah keamanan di Libya.

Sejumlah pejabat Libya mengulurkan tangannya meminta bantuan publik dunia supaya membantu pemerintah Tripoli mengatasi masalah yang menimpa negara kaya minyak itu. Salah satu usulan yang mengemuka adalah prakarsa intervensi militer di Libya. Tapi, prakarsa tersebut memicu reaksi negatif di kawasan. Ketua Dewan Pendiri Tunisia menentang usulan tersebut, dan menilai intervensi militer justru akan memperuncing konflik di Libya. Mostafa bin Jafar menegaskan bahwa krisis Libya harus diatasi oleh orang Libya sendiri, dan peran negara lain hanya untuk mendekatkan pandangan antarkubu yang berselisih.

Situasi tersebut berlangsung di saat sejumlah negara tetangga Libya mengkhawatikan kondisi dalam negeri negara Afrika Utara itu, dan mereka melakukan lobi intens untuk mencapai solusi mengenai pemecahan masalah keamanan. Menteri luar negeri Mesir dan Aljazair hari Kamis bertemu untuk membahas krisis Libya. Negara-negara tetangga Libya meminta kelompok ÔÇôkelompok bersenjata untuk berpartisipasi dalam prakarsa perundingan nasional dan menyampaikan masalah mereka melalui jalur diplomasi demi membantu mengatasi krisis di negara itu. Tapi ironisnya seruan tersebut tidak didengar oleh berbagai kubu yang bertikai di Libya, bahkan fakta di lapangan menunjukkan indikasi api kekerasan kian hari semakin meningkat, yang menimbulkan kekhawatiran berbagai kalangan, termasuk PBB mengenai ancaman "banjir darah" di Libya.

Read 1611 times