Jalan Berliku Rekonsiliasi Palestina

Rate this item
(0 votes)

Perdana Menteri pilihan rakyat Palestina, Hamas, Ismail Haniyeh menyatakan bahwa rekonsiliasi nasional merupakan urgensi nasional dan solusi strategis bagi bangsa Palestina. Haniyeh mendesak dibentuknya sarana untuk mewujudkan perdamaian sebenarnya dan permanen melalui kesepakatan sistem politik kolektif. Ditegaskannya, Palestina saat ini membutuhkan kepemimpinan dan pemerintahan nasional.

Sejak beberapa bulan lalu Hamas melakukan berbagai langkah untuk menyelesaikan masalah yang merintangi terwujudnya rekonsiliasi nasional Palestina. Namun sebaliknya, Otorita Ramallah di Tepi Barat masih belum menunjukkan keseriusaannya untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Kini, rekonsiliasi menjadi agenda paling penting bagi bangsa Palestina. Terutama setelah Otorita Ramallah membawa berkas pembentukan negara merdeka Palestina dan keanggotaannya di PBB. Kini, tidak lama lagi isu itu akan digaungkan kembali dalam sidang umum PBB yang akan digelar tidak lama lagi. Selain itu, pembebasan Jalur Gaza dari blokade rezim Zionis yang telah berlangsung sejak tujuh tahun lalu menjadi masalah utama bagi bangsa Palestina. Blokade sepihak itu telah menyebabkan Jalur Gaza menjadi penjara terbesar di dunia bagi penghuninya sekitar 1,5 juta jiwa itu.

Pemisahan Jalur Gaza dan Tepi Barat sejak tahun 2007 dilakukan sebagai bagian dari konspirasi rezim Zionis demi memecah belah Palestina. Friksi yang berlarut-laut antara Fatah dan Hamas hanya menguntungkan Israel dan merugikan Palestina sendiri. Meski demikian para pemimpin Hamas menyadari keadaan tersebut. Untuk itu sejak dulu Hamas mengulurkan tangannya untuk berdialog demi mewujudkan rekonsiliasi nasional.

Ismail Haniyeh sejak tujuh tahun lalu berkeyakinan bahwa pemicu tertundanya rekonsiliasi nasional adalah tekanan rezim Zionis dan AS terhadap Otorita Ramallah. Keseriusan Hamas mewujudkan rekonsiliasi nasional salah satunya dibuktikan dengan kesepakatan menerima "Pemerintahan Persatuan Nasional" yang diusulkan Mahmoud Abbas dan ditandatangani Ketua Biro politik Hamas, Khaled Meshal pada April lalu.

Sebelumnya, Gedung Putih menekan Abbas terkait tiga masalah utama yaitu masalah rekonsiliasi nasional, dibukanya kembali perundingan Pelestina dan Israel, dan mencabut usulan keanggotaan Palestina di PBB.

Hamas mengingatkan Fatah bahwa perundingan dengan rezim Zionis dan AS merugikan kepentingan Palestina. Perdana Menteri Hamas berulangkali menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah secara resmi mengakui Israel. Inilah yang memicu kekhawatiran AS dan rezim Zionis terkait rekonsiliasi Palestina. Jika rekonsiliasi tersebut terwujud, maka dukungan internasional terhadap Palestina semakin terbentang luas, dan sebaliknya posisi Israel kian tekucil melebihi sebelumnya. (IRIB Indonesia/PH)

Read 1660 times