Revolusi Asyura, Manifestasi Kemuliaan

Rate this item
(0 votes)
Revolusi Asyura, Manifestasi Kemuliaan

Salah satu manifestasi besar revolusi Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein as adalah kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Kemuliaanadalahsebuah kondisi di mana manusia memiliki kebesaran jiwa, keluhuran budi, tidak terkalahkan, dan tangguh. Mereka bukan hanya tidak merasa terhina dan rendah diri di hadapan musuh, tapi kemuliaan dan kegagahannya justru semakin bertambah. Sedangkan martabat adalah sebuah kondisi yang menolak segala bentuk kehinaan dan kerendahan.
 

 

Martabat kemanusiaan sebagai salah satu dari nilai-nilai Islam senantiasa mendapat perhatian. Manusia bermartabat adalah mereka yang sudah menemukan keluhuran jiwa sehingga membuatnya menjauhi kehinaan dan kerendahan, mereka juga menjaga kehormatan dan harga dirinya di semua kondisi. Dengan bekal kemuliaan dan martabat yang dimilikinya, mereka sangat tangguh dalam menghadapi berbagai masalah dan mereka tahan banting meskipun diterjang badai kesulitan dan musibah besar.

 

Imam Husein as telah menampilkan keteladanan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Ia tidak mengenal kata kompromi dengan kehinaan dan kerendahan.Jiwanya tetap tangguh meskipun anak-anak dan para sahabatnya terbunuh, keluarganya ditawan, dan jasadnya tercabik-cabik oleh pedang musuh. Husein bin Ali as menerima kematian merah sehingga martabat kemanusiaan dan kemuliaan iman tetap kekal abadi. Pada dasarnya, Husein as mengajarkan umat manusia tentang pelajaran pengenalan diri dan kemudian menjaga mutiara kemanusiaan itu. Dalam ideologi Imam Husein as, sebuah kekalahan untuk memperoleh kemuliaan adalah bukan kekalahan, tapi ia kemenangan sejati.

 

Imam Husein as gugur dalam membela agama dan berjuang melawan kedzaliman. Ia tidak bersedia menerima kehinaan dan mengajarkan kepada kaum Muslim kemuliaan dan pengorbanan demi menjaga agama. Imam Husein as telah menghidupkan sifat sifat mulia kemanusiaan dan mengajarkan kepada masyarakat tentang kepahlawanan dan pengorbanan. Kemuliaan dan martabat kemanusiaan ini tidak mengizinkan putra Ali as ini menyerah pada kehinaan seperti, Ibnu Ziyad. Mereka tidak hanya melecehkan agama, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan menistakan putra Rasulullah Saw. Akan tetapi, Imam Husein as bangkit menentang mereka.

 

Dalam sebuah jawaban kepada orang-orang yang mengusulkan baiat dengan Yazid, Imam Husein as berkata,“Ketahuilah! Sesungguhnya pejuang putra pejuang telah dihadapkan kepada dua pilihan antara mengangkat pedang atau memilih kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah Swt dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman menolaknya.”Imam Husein as mustahil memilih kehinaan, karena Allah Swt menginginkan kemuliaan kepada umat manusia. Sang Pencipta, Rasul Saw, dan semua orang Mukmin tidak menerima kehidupan yang hina.

 

Keputusan Imam Husein as menolak baiat sangat penting karena – sebagaimana kita ketahui – menerima usulan baiat sama saja dengan mengakui dan memberi legitimasi kepada pemerintahan Yazid dan Bani Umayyah. Dan ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh Imam Husein as. Ia telah memberikan pelajaran tentang kehormatan dan kemuliaan diri kepada generasi mendatang. Imam Husein as berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian dari serangan kalian."

 

Ia menolak baiat yang hina dan memperkenalkan Allah Swt sebagai tempatberlindung dan berkata bahwa seluruh kemuliaan dan kekuatan adalah milik Allah Swt, dan ini adalah puncak martabat kemanusiaan.Imam Husein as selalu menghadirkan kemuliaan dan martabat kepada masyarakat dan ia tidak membiarkan seseorang menyerah pada kehinaan dan kerendahan.

 

Dikisahkan bahwa seseorang dari kaum Ansar datang menemui Imam Husein as untuk meminta bantuan finansial. Ia lalu berkata kepada tamunya itu, “Wahai saudara Ansar! Jagalah harga dirimu dengan tidak menjelaskan permintaan itu dan tuliskan keperluanmu dalam secarik kertas.” Orang Ansar itu kemudian mengambil secarik kertas dan menulis, “Wahai Abu Abdillah! Aku terlilit utang 500 dinar pada seseorang dan ia sekarang ingin mengambil uangnya, aku ingin engkau berbicara dengannya agar ia memberiku waktu.”

 

Setelah Imam Husein as membaca pesan itu, ia mengambil sebuah kantong yang berisi 1.000 dinar dan menyerahkan kepada orang Ansar tersebut dan berkata, “Gunakanlah 500 dinar ini untuk melunasi utangmu dan sisanya untuk keperluan hidupmu dan jangan pernah memohon sesuatu kecuali kepada salah satu dari tiga orang ini; manusia yang taat agama atau pemilik marwah dan atau pemilik nasab yang mulia.Insan yang taat akan memenuhi kebutuhanmu demi menyelamatkan agamamu, sedangkan pemilik marwah merasa malu jika tidak menyanggupi permintaanmu, sementara pemilik nasab mulia ia tahu bahwa engkau telah mempertaruhkan harga dirimu dengan permintaan itu, jadi ia tidak tega membiarkanmu pergi tanpa memenuhi keperluanmu.”

 

Akhlak mulia dan perhatian kepada martabat kemanusiaan dalam mendidik dan memperkuat kemuliaan diri dapat ditemukan di seluruh fase kehidupan Imam Husein as. Puncak kemuliaan ini dapat disaksikan bagaimana ia memperlakukan pasukan musuh. Sikap Imam Husein as saat menghadapi pasukan Hurr bin Yazid al-Riyahi adalah bukti keluhuran jiwanya. Dalam perjalanan dari Mekkah menuju Kufah, Imam Husein as dan rombongan dihadang oleh pasukan musuh pimpinan Hurr di sekitar Qasr Muqatil, tidak jauh dari Kufah. Cuaca panas dan minimnya persediaan air memaksa semua orang untuk berhemat. Dalam situasi seperti ini, pasukan Hurrbertemu kafilah Imam Husein as dengan terengah-engah kehausan.

 

Sebagian orang di kafilah menyarankan kepada Imam Husein as agar memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang pasukan Hurr. Akan tetapi, ia tidak hanya menolak usulan tersebut, tapi juga memerintahkan keluarga dan para sahabatnya untuk memberi air minum kepada pasukan musuh dan ia bahkan meminta mereka untuk memberi minum kepada hewan-hewan tunggangan.Imam Husein as bahkan dengan tangannya sendiri memberi air minum kepada tentara musuh yang kehausan.

 

Salah seorang tentara Hurr berkisah, “Aku adalah orang terakhir dari pasukan Hurr yang bertemu Husein bin Ali. Aku dicekik rasa haus dan bahkan aku tidak sangguh memegang girbah air untuk meminumnya, Husein menyaksikan kondisiku yang lemah dan ia kemudian dengan tangannya sendiri memberiku minum hingga dahagaku hilang.”Kebesaran jiwa dan kemuliaan Imam Husein as akan tampak jelas ketika kita membandingkannya dengan tindakan pasukan Umar bin Sa'ad di kemudian hari. Mereka tidak hanya menutup aliran air kepada sahabat dan pasukan Imam Husein as, tapi juga membungkam tangisan anak-anak yang kehausan.

 

Salah satu keutamaan kepribadian Imam Husein as adalah perhatiannya akan keselamatan seluruh umat manusia. Sejalan dengan misi ini, ia sudah melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan musuh-musuhnya.Pada hari Asyura, ketika Imam Husein as sudah dikepung dan genderang perang sudah ditabuh,ia bergegas menuju ke arah pasukan musuh dan memperkenalkan dirinya sebagai jalan terakhir untuk menyelamatkan orang-orang yang lalai dan menyadarkan mereka.Meskipun mereka mengenal baik Husein bin Ali as, namundengan mendengar nama kakeknya, Rasulullah Saw dan Ibunya, Fatimah Zahra as, mungkin mereka akan meninggalkan kecongkakan dan permusuhannya.

 

Dalam kondisi tersulit sekalipun, Husein bin Ali masih tetap memikirkan penyelamatan orang-orang yang memusuhinya. Apakah mereka tidak tahu siapa Husein? Apakah 4.000 pasukan itu tidak temasuk orang yang pernah menulis surat kepada Husein bin Ali? Bukankah sebagian dari mereka pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw dan mendengar langsung dari Rasulullah yang bersabda, “Husein adalah pemuda penghulu surga.” Tapi, harta, tahta dan kebodohan telah menjadikan mereka buta dan tuli untuk menerima kebenaran.

 

Sikap Imam Husein as membuktikan betapa tingginya pemikirannya. Ia masih mencari cara untuk menyelamatkan orang-orang dari kehancuran dan menolong mereka. Di detik-detik terakhir Asyura, ksatria Karbala berjuang seorang diri untuk membela agama dan kemanusiaan, kebenaran dan keadilan, kebebasan dan kemerdekaan.Ia sudah berjuang maksimal untuk membangkitkan martabat kemanusiaan mereka. Saat pasukan Umar bin Sa'admendekati kemah keluarga Imam Husein as, ia berteriak lantang, “Celakalah kalian wahai pengikut Abu Sufyan! Kalau memang kalian tidak punya agama, tidak takut akan hari pembalasan, paling tidak jadilah orang-orang yang bebas di dunia ini!”

Read 1574 times