Pengakuan Muawiyah

Rate this item
(0 votes)
Pengakuan Muawiyah

Seorang miskin datang kepada Imam Hasan as dan meminta bantuan kepadanya. Imam Hasan senantiasa lebih dahulu dari yang lain dalam membantu orang-orang yang membutuhkan. Namun kali ini beliau melihat sebaiknya lelaki miskin ini diutus menghadap Muawiyah yang menjadi khalifah di masa itu.

Imam Hasan kepada lelaki itu berkata, “Bila engkau mau, aku utus engkau menghadap khalifah supaya mendapatkan hadiah yang bagus.”

 

Lelaki itu berkata, “Bagaimana caranya?”

 

Imam Hasan berkata, “Anak perempuan khalifah baru saja meninggal dunia. Pergilah kepadanya dan aku akan mengajarimu sebuah ucapan. Katakan padanya..., maka engkau akan menyaksikan dia akan memberikan bantuan yang cukup lumayan untukmu...”

 

Setelah mendengar ucapan Imam Hasan, lelaki itu pergi menemui khalifah. Syukur kepada Allah, anak perempuan telah bersembunyi di bawah tanah di bawah naunganmu. Karena bila engkau lebih dahulu meninggal dunia, maka anakmu akan terlantar dan boleh jadi orang-orang yang menginginkan keburukannya akan menghinanya.”

 

Sejenak khalifah memandang lelaki itu dan memikirkan makna ucapannya. Kemudian tersenyum dan berkata, “Hai lelaki! apakah kata-kata yang indah ini dari dirimu dan engkau ingin menenangkan hatiku?!

 

Lelaki itu berkata, “Tidak. Ini adalah ucapan yang diajarkan Hasan bin Ali kepadaku.”

 

Muawiyah berkata, “Engkau benar. Ucapan ini darinya. Dia adalah sumbernya kata-kata yang indah dan penuh makna.”

 

Kemudian memerintahkan untuk memberikan uang yang banyak kepada lelaki tersebut.

 

Engkau Menginterogasiku?!

 

Abu Said ‘Aqisha salah seorang sahabat Imam Hasan menemui beliau pasca perdamaian dengan Muawiyah dan berkata, “Wahai putra Rasulullah! Mengapa Engkau berdamai denga Muawiyah, padahal kebenaran ada padamu?”

 

Imam Hasan menjawab, “Hai Abu Said! Apakah aku bukan hujjah Allah atas makhluknya?!”

 

Abu Said berkata, “Iya”.

 

Imam Hasan berkata, “Bukankah Rasulullah Saw bersabda tentang aku dan saudaraku Husein bahwa “Hasan dan Husein; keduanya adalah Imam, baik dia bangkit atau tidak bangkit?!”

 

Abu Said berkata, “Iya, Wahai Putra Rasulullah!”

 

Imam Hasan berkata, “Untuk itu, saat ini saya adalah Imam dan pemimpin, baik saya bangkit atau tidak. Hai Abu Said! Alasan perdamaianku dengan Muawiyah, sama seperti alasan yang dimiliki oleh Rasulullah Saw ketika berdamai dengan kabilah Bani Dhumrah dan Bani Asyja’. Pada waktu itu warga Mekah meminta agar berdami dengan dua kabilah ini. Saat ini mereka meminta kepada saya untuk tidak mengajak mereka berperang. Hai Abu Said! Ketika saya dipilih oleh Allah sebagai imamnya masyarakat, jangan sampai mempertanyakanku tentang keputusan yang kuambil. Meski sebab keputusan yang kuambil tidak jelas. Apakah engaku melupakan kisah Khidhir ketika kapal itu dilubangi, ketika anak lelaki itu dibunuh dan ketika dinding itu diperbaiki? Musa protes kepadanya. Karena ia tidak tahu apa sebabnya. Ketika ia memahami sebab perbuatan yang dilakukan Khidhir. Ia rela. Sekarang perbuatanku juga demikian. Karena engkau tidak tahu rahasianya, engkau memprotes. Engkau tidak tahu; bila aku tidak melakukan hal ini, maka tidak satu orang pun dari para pengikutku akan tetap hidup.”

 

Perdamaian Rasulullah dengan kabilah Bani Dhumrah dan Bani Asyja’ dikenal dengan “Shulh Hudaibiyah”. Perdamaian ini terjadi karena begitu pasukan muslimin berhadap-hadapan dengan dua kabilah ini langsung terjadi gerhana matahari. Karena masyarakat ingin mencari kesempatan untuk mengundurkan diri dari perang, kepada Rasulullah Saw mereka berkata, “Gerhana matahari adalah bukti ketidakrelaan Tuhan atas perang ini. Namun dengan segala usaha yang dilakukan oleh Rasulullah, masyarakat tetap tidak mau. Akhirnya Rasulullah terpaksa menulis perjanjian perdamaian dan tidak jadi perang.

 

Aku Lebih Layak Darimu!

 

Pasca perjanjian damai ditandatangani, Muawiyah datang ke Kufah untuk mengetahui kondisi kota ini dari dekat. Dia datang dengan gembira dan sombong karena berhasil membuat Imam Hasan menyerah padanya. Ia masuk ke dalam masjid dan berbicara di depan masyarakat. Namun Imam Hasan as mendahuluinya dan naik ke atas mimbar dan berpidato:

 

“Hai orang-orang! Muawiyah beranggapan bahwa aku menilainya layak menjadi seorang khalifah dan aku sendiri tidak layak dalam hal ini. Namun anggapan dia ini adalah salah. Saya lebih layak dari yang lain untuk memimpin masyarakat; di dalam kitab Allah maupun dari mulut Rasulullah. Demi Allah! Bila kalian berbaiat kepada saya dan tidak membiarkan saya sendirian, maka langit akan menurunkan air hujan dan bumi akan memberikan keberkahannya pada kalian. Hai Muawiyah! Seandainya saya engkau tidak rakus pada kekuasaan. Padahal Rasulullah Saw bersabda, “Bila seseorang mengambil kekuasaan atas masyarakat, sementara ada yang lebih pandai darinya di tengah-tengah masyarakat, maka ia akan menyeret urusan masyarakat itu pada kehinaan, sampai pada batas kembali menyembah sapi...”

 

Tidak ada Kebaikan Padamu

 

Suatu Hari Muawiyah kepada Imam Hasan berkata, “Hai Hasan! Engkau menyaksikan bahwa aku lebih baik darimu!”

 

Imam Hasan berkata, “Bagaimana mungkin engkau mengasa khayalan salah ini pada benakmu?!

 

Muawiyah berkata, “Karena masyarakat telah mengelilingiku, sementara tidak ada seorangpun di sisimu.”

 

Imam Hasan berkata, “Sungguh engkau salah anggapan, wahai putra pemakan hati! Mereka yang mengelilingimu; yang menaatimu dan yang terpaksa. Mereka yang menaatimu adalah yang membangkan Allah. Sementara mereka yang terpaksa, oleh kitab Allah akan dimaafkan. Selain itu, jangan sampai terjadi; kukatakan bahwa aku lebih baik darimu. Karena tidak ada kebaikan padamu. Allah telah membersihkanku dari segala jenis kotoran, sebagaimana Allah telah menjauhkanmu dari segala keutamaan!” (Emi Nur Hayati)

 

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Hasan as
 

Read 1516 times