کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 80-83
Ayat ke 80
Artinya:
Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)?" (6: 80)
Sebelumnya telah dibahas bahwa Nabi Ibrahim as pada awalnya menempatkan diri bersama-sama kaum yang menjadi obyek dakwahnya itu. Ia mengatakan apa yang menjadi keyakinan kaumnya bahwa bintang, bulan, dan matahari adalah Tuhannya. Akan tetapi, dengan menyentuh fitrah yang ada pada setiap manusia, Nabi Ibrahim as langsung menunjukkan kekeliruan keyakinan semacam itu dengan cara membuktikan bahwa benda-benda langit itu sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap nasib manusia dan dengan sendirinya tidak layak menjadi Tuhan.
Kemudian, pada akhirnya Nabi Ibrahim secara terang-terangan mengatakan bahwa Tuhannya ialah Zat yang menciptakan langit dan bumi, dan Zat Pencipta itulah yang diyakini memiliki kekuasaan penuh atas segala nasibnya.
Dalam ayat berikutnya, dijelaskan bahwa sikap kaumnya terhadap ajakan Nabi Ibrahim sangat keras. Mereka bukan hanya enggan menjadi pengikut Nabi Ibrahim, melainkan bahkan mengajak Ibrahim agar mengikuti keyakinan mereka. Menanggapi sikap seperti ini, Ibrahim as berkata, "Bagaimana mungkin aku akan meninggalkan Tuhanku, padahal Dia-lah yang memperkenalkan diri-Nya kepadaku dan telah memberiku petunjuk? Bagaimana mungkin aku meninggalkan Zat yang telah aku kenal sambil mengikuti keyakinan kalian yang betul-betul menyimpang sekaligus sesat?"
Ibrahim as juga mengatakan bahwa jika mala petaka terjadi kepadanya, semua itu bisa dipastikan bukanlah berasal dari patung-patung sesembahan kaumnya itu, melainkan karena Allah memang menghendaki. Karena tanpa izin dan kehendak-Nya, tidak akan mungkin sebuah perkara bisa terealisasi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang monotheis atau yang berkeyakinan terhadap Tuhan yang satu, sama sekali tidak akan takut terhadap kesendirian. Seandainya semua orang menjadi kafir, ia tidak akan pernah mau melepaskan keyakinannya.
2. Salah satu tanda keimanan seseorang adalah tidak takutnya ia kepada apapun atau siapapun selain Allah.
Ayat ke 81
Artinya:
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui? (6: 81)
Melalui ayat ini terlihat bahwa Nabi Ibrahim telah mengemukakan argumentasi yang sangat bersifat fitri. Ia berkata, "Kalian, wahai orang-orang musyrik, sama sekali tidak merasa takut akan murka Allah baik di dunia maupun di akherat dan kalian merasa sangat aman dengan kondisi kalian seperti ini. Anehnya, kalian berharap bahwa aku akan merasa takut dengan patung-patung sesembahan kalian. Padahal, patung-patung itu tidak lebih dari benda-benda yang kalian buat sendiri, dan kalian tidak memiliki argumentasi apapun, baik akal ataupun fitrah, yang bisa membenarkan perilaku syirik kalian itu".
Nabi Ibrahim as melanjutkan, "Logika justru mengharuskan aku untuk takut kepada Tuhanku, tidak kepada patung-patung itu, hingga Hari Kiamat kelak, kita semua akan lebih dekat pada keamanan. Yang kalian lakukan ini sangatlah ironis, karena kalian telah meninggalkan satu perkara yang betul-betul pasti sambil mencoba mengikuti hal-hal yang masih serba meragukan"
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemikiran dan keyakinan agama haruslah berlandaskan kepada logika dan argumen, bukannya berlandaskan kepada persangkaan, ilusi, mimpi, ataupun khayalan.
2. Dalam berdebat dengan para penentang agama, cara efektif yang seharusnya dipakai adalah metode tanya jawab, untuk kemudian kita ajukan solusinya. Ayat tadi memberikan contoh, ketika disebutkan bahwa Nabi Ibrahim bertanya, "Jika kalian memang mengetahui, katakanlah, siapa di antara kita, dua kelompok yang berbeda ini, yang berhak memperoleh keamanan di Hari Kiamat?"
Ayat ke 82
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (6: 82)
Pada akhir perdebatan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya, Ibrahim as mengajukan pertanyaan kepada kaumnya dan Quran memberikan jawabannya. Di Hari Kiamat hanyalah kaum Mukminin yang saleh, kuat iman, dan tidak melakukan kesyirikan, serta tidak berbuat kezaliman yang akan memperoleh keselamatan di Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menjaga iman lebih penting dari iman itu sendiri. Keteguhan dan keistiqamahan di jalan yang benar adalah faktor penting untuk memperkuat dan mempertahankan iman.
2. Keamanan yang sejati ada dalam lindungan iman yang sejati pula. Keamanan sejati itu adalah keamanan pada hari ketika tidak ada seorang pun yang mendapatkan keamanan.
Ayat ke 83
Artinya:
Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (6: 83)
Di bagian akhir perdebatan Nabi Ibrahim dan kaumnya, Allah berfirman bahwa "Inilah argumen yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk berdebat dengan kaumnya. Dalil atau argumen yang berdasarkan wahyu dan logika itu, dibawa oleh Rasul Tuhan kepada umatnya agar dipahami oleh mereka. Ibrahim telah Kami angkat sebagai nabi dan rasul, atas dasar hikmah. Umat manusia memerlukan petunjuk dan teladan dan orang terbaik di dalam masyarakatlah yang harus dipilih untuk urusan ini. Orang-orang yang tidak punya kebijaksanaan dan kemuliaan tidak akan mencapai derajat kenabian."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Peningkatan derajat dan kedudukan dalam sistem sosial haruslah berdasarkan ilmu dan hikmah, bukan karena kekuatan dan kekayaan.
2. Metode dakwah para nabi adalah berdasarkan pada penjelasan dan argumentasi, bukan pada taklid dan pemaksaan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 75-79
Ayat ke 75
Artinya:
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. (6: 75)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim as bangkit menentang dan memberantas berbagai penyelewengan yang dilakukan umatnya dengan menggunakan akal dan argumen. Pada saat yang sama, Ibrahim as juga menyatakan berlepas diri dari segala bentuk patung serta yang mereka yang menyembahnya. Dalam ayat ini, Allah Swt menjelaskan bahwa berbagai tindakan tegas Ibrahim tadi telah membuat ia memperoleh anugerah berupa kemampuan melihat tanda-tanda Allah yang ada di langit ataupun yang ada di bumi. Diperlihatkannya tanda-tanda Allah itulah yang kemudian membuat Ibrahim bertambah yakin bahwa segala sesuatu adalah milik-Allah dan Dia-lah penguasa mutlak segala sesuatu.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Siapa saja yang mengetahui kebenaran dan mengajak orang lain untuk mengikuti kebenaran itu, pasti akan memperoleh hidayah Allah Swt berupa diperlihatkannya tanda-tanda-Nya yang ada di langit dan di bumi.
2. Kita diperintahkan untuk tidak hanya membatasi pandangan kita terhadap hal-hal yang lahiriah di dunia. Kita tidak boleh melupakan hubungan antara Allah, manusia, dan alam semesta.
Ayat ke 76
Artinya:
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". (6: 76)
Pada zaman Nabi Ibrahim as hidup, masyarakat penyembah berhala juga sangat memperhatikan benda-benda langit. Mereka menganggap bahwa perputaran benda-benda itu sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Kepercayaan seperti ini hingga sekarang masih dengan mudah kita temukan dalam karya-karya sastra.
Dalam menghadapi pemikiran-pemikiran yang sesat seperti itu, Nabi Ibrahim mengambil langkahyang agak unik. Pertama-tama ia menempatkan diri seakan-akan seperti mereka yang sangat menggantungkan diri kepada bintang, rembulan, dan mentari. Ketika disaksikannya benda-benda langit itu senantiasa muncul dan tenggelam, Ibrahim lantas mengambil kesimpulan bahwa benda-benda itu tidak layak untuk disembah. Dengan kata lain, dalam benak Ibrahim yang tergambar adalah logika bahwa alih-alih mampu mengusai alam, benda-benda tadi malah tidak bisa melepaskan diri dari hukum alam. Karenanya, sangatlah aneh jika benda-benda itu sampai bisa menguasai nasib seseorang.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Salah satau cara berdakwah adalah dengan menempatkan diri kita seolah-olah bersama mereka yang tersesat dan menjadi obyek dakwah kita itu. Setelah itu, kita tunjukkan kekeliruan mereka itu dengan menggunakan logika dan membangkitkan fitrah mereka.
2. Sesuatu yang disembah haruslah dicintai oleh penyembahnya. Karena aktivitas penyembahan sendiri berkaitan dengan hati dan perasaan, bukan dengan indera atau akal.
Ayat ke 77-78
Artinya:
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat". (6: 77)
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. (6: 78)
Mengikuti ayat sebelumnya mengenai penyembahan bintang dan bantahan terhadapnya, ayat ini menunjuk kepada para penyembah bulan dan matahari. Di sana disebutkan bahwa Ibrahim dengan melihat bulan dan matahari, sebagaimana orang-orang lain, menunjukkan penghambaan kepadanya. Namun ketika dilihatnya matahari dan bulan tenggelam, Ibrahim memperingatkan kaumnya bahwa benda-benda langit itu bisa terbit dan tenggelam. Artinya benda-benda tersebut tidak layak untuk disembah.
Ibrahim menyatakan kepada kaumnya, "Tindakan kalian itu adalah sebuah penyelewengan dan jika aku mengikuti kalian, aku akan tersesat. Bagaimana mungkin kalian bisa menjadikan bulan dan bintang sebagai sekutu Tuhan dalam mengatur bumi sementara mereka itu tidak mampu mengatur dirinya sendiri."
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pembangunan fitrah dan pengaktifan pemikiran merupkan metode dakwah para rasul Allah.
2. Menghadapi pemikiran dan perilaku yang menyimpang harus dilakukan langkah demi langkah. Misalnya, Nabi Ibrahim awalnya menolak bintang, kemudian bulan, dan terakhir matahari.
Ayat ke 79
Artinya:
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (6: 79)
Di akhir perdebatan logis dan fitri dengan kaum penyembah berhala dan penyembah bintang, bulan, dan matahari, Nabi Ibrahim as berkata, "Tidak ada satupun dari benda-benda itu yang bisa menjadi Tuhanku. Tuhanku adalah yang menciptakan aku, pencipta benda-benda itu, dan pencipta langit dan bumi. Aku mengikuti jalan yang benar dan lurus. Tanpa ada sekutu dan penyelewengan, aku hadapkan diriku secara ikhlas kepada-Nya dan kepada-Nya-lah aku mengikatkan hatiku."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap kali kebenaran tampak kepada kita, dengan tegas dan jelas, kita harus mengumumkan kebenaran itu dan kita harus berlepas diri dari kebatilan.
2. Menjauhkan diri dari syirik artinya semua pekerjaan yang dilakukan oleh manusia hanyalah dipersembahkan kepada Tuhan dan segala bentuk keterikatan kepada benda atau orang lain akan menjauhkan diri dari tauhid dan akan masuk ke dalam batasan syirik.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 71-74
Ayat ke 71-72
Artinya:
Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam. (6: 71)
Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya". Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya-lah kamu akan dihimpunkan. (6: 72)
Sebelumnya telah dibahas tentang orang-orang Musyrik dan para penyembah patung yang selalu mengajak kaum Muslimin yang baru saja beriman untuk kembali kepada kaum dan agama nenek moyang. Mereka juga berusaha menarik Muslimin dari iman dengan cara senantiasa menjelek-jelekkan Nabi dan ajaran Islam.
Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw agar menjawab dengan tegas dan terang-terangan kepada mereka bahkan mempertanyakan keberadaan mereka. Dalam ayat ini ditanyakan kepada mereka, apakah kalian menggantikan posisi Allah Swt dengan pergi menuju sesuatu atau orang lain yang mempunyai kekuasaan? Karena sesungguhnya berpegangan dengannya tidak akan mendatangkan keuntungan apapun bagi kita, bahkan tidak pula membahayakan kita.
Selain itu, orang-orang Muslim ini sebelumnya telah menghabiskan umurnya dengan menyembah patung, namun saat ini mereka telah melangkah lebih jauh dengan meninggalkan penyembahan terhadap sesuatu yang bersifat material. Karena itu kembalinya mereka pada penyembahan patung berarti kembalinya mereka pada kemunduran dan kejumudan, sedikitpun tidak ada perkembangan dan kesempurnaan yang dapat terlihat. Orang-orang Arab jahiliyah digambarkan sebagai orang tersesat yang berjalan di hamparan padang pasir luas, dan mengalami kebingungan. Setelah itu dengan perantaraan setan dan bangsa jin mereka semakin jauh tersesat.
Al-Quran al-Karim justru mengetengahkan perumpamaan dasar keyakinan mereka dan mengatakan, kemurtadan mereka dar tauhid kepada syirik berarti telah mengambil jalan yang gelap dan penuh bahaya. Di sanalah tempat persembunyian bangsa setan dan jin. Di akhir ayat ini mengatakan, hanya satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan mereka dari kesesatan dan kebingungan, yaitu berserah diri dihadapan Allah dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Karena itu akhir pekerjaan manusia terhadap Allah Swt adalah mencari keridhaan-Nya merupakan suatu yang penting dalam kebahagiaan manusia.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Patung tidak memiliki nilai, tidak bermanfaat dan tidak dapat mendatangkan bencara. Lalu apa motivasi manusia yang menyembah patung?
2. Segala sesuatu tunduk dan berserah diri kepada Allah Swt. kita pun harus tunduk dan berserah diri dihadapan Allah, sehingga tidak terjadi pada kita kekacauan dan ketidakserasian.
Ayat ke 73
Artinya:
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (6: 73)
Dalam ayat-ayat sebelumnya al-Quran menekankan tunduk dan berserah diri dihadapan Allah Swt, serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Maka ayat ini sebagai dalil terhadap masalah ini dan mengatakan, apakah kalian masih tidak menerima bahwa penciptaan dan dimulainya kehidupan jagat raya ini di tangan Allah? Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia pula yang menciptakan Hari Kiamat. Dialah Pencipta jagat raya ini dan Maha Mengetahui tehadap segala sesuatu di Alam ini. Apabila demikian, maka seharusnyalah kalian taat kepada-Nya, sehingga kalian melangkah dalam perjalanan menuju kepada-Nya. Dia menciptakan jagat raya ini berdasarkan kebenaran, pembicaraan-Nya juga benar, lalu akan menghakimi seluruh makhluk di jagat raya ini dengan benar pula.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penciptaan alam semesta memiliki tujuan yang sangat bijaksana, sedang Allah Swt menciptakan segala makhluk yang ada alam ini berdasarkan kemaslahatan.
2. Hukum dan perintah Allah berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan, maka Kemahakuasaan Allah harus berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan.
Ayat ke 74
Artinya:
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (6: 74)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menjelaskan berbagai keyakinan orang-orang Musyrik Mekah serta jawaban-jawaban Nabi Muhammad Saw kepada mereka, ayat ini berbicara kepada Nabi Saw dan mengatakan, janganlah kalian menyangka bahwa penyembahan patung merupakan cara penduduk Mekah. Pada zaman Nabi Ibrahim as juga terdapat sebagian masyarakat yang menyembah patung, meskipun Nabi Ibrahim pernah berkata kepada pengasuhnya yang secara zahir merupakan pemuka dan tokoh kaumnya, "Bagaimana kalian (tuan) bisa menjadikan patung yang tak bernyawa itu sebagai Tuhan, kemudian patung-patung tersebut kalian sembah? Perbuatan kalian ini justru merupakan penyelewengan dan sesat." Azar merupakan salah satu paman Nabi Ibrahim as bukan ayah beliau tetapi dikarenakan dia mengasuh Nabi Ibrahim maka dia dihukumi seperti ayah bagi beliau as. Hal itulah yang membuat al-Quran menggunakan kata "ab" yang berarti ayah untuk Azar.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang anak tidak harus mengikuti akidah ayahnya, tapi ia harus berperilaku yang benar agar dapat meyakinkan akidahnya yang benar. Bahkan kalau bisa anak harus membimbing mereka kepada jalan yang lurus.
2. Adat istiadat dan keyakinan yang batil harus ditolak, sekalipun telah diyakini secara turun-temurun. Karena tolok ukur kebenaran adalah logika akal sehat, bukan pengalaman atau dilakukan oleh mayoritas.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 66-70
Ayat ke 66-67
Artinya:
Dan kaummu mendustakannya (azab) padahal azab itu benar adanya. Katakanlah: "Aku ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu". (6: 66)
Untuk setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui. (6: 67)
Sebelumnya telah telah dijelaskan bahwa Rasulullah telah memberi peringatan kepada orang-orang yang melanggar perintah Allah dan mengingatkan mereka atas azab dunia dan akhirat yang akan diberikan Allah kepada orang-orang yang ingkar.
Dalam ayat 66 Allah Swt mengatakan, wahai Rasulullah, kaum Quraisy tidak mendengar perkataanmu dan mereka mengingkari Hari Kiamat. Sesungguhnya Hari Kiamat benar-benar akan datang dan al-Quran selalu mengingatkan tentang hari itu. Katakanlah kepada mereka bahwa engkau adalah penyampai wahyu Ilahi, bukan utusan yang memaksa mereka untuk beriman. Katakanlah kepada mereka bahwa kalianlah yang harus mengambil keputusan untuk dirimu dan memutuskan apakah akan menerima perkataan ku atau menolaknya.
Sementara dalam ayat selanjutnya disebutkan, apapun yang disampaikan Allah maupun rasul-Nya mengenai turunnya hari azab akan menjadi kenyataan di waktu yang telah ditentukan dan kalian akan segera mendapatinya. Oleh karena itu, janganlah tergesa-gesa dan jangan kalian mengira bahwa ketika kalian mengingkari kebenaran Ilahi, azab akan segera diturunkan kepada kalian. Karena Allah selalu memberi kesempatan kepada hamba-Nya agar terbuka jalan bagi mereka untuk kembali ke jalan yang benar.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang yang memahami kebenaran perkataan Rasulullah namun mendustakannya harus siap menunggu azab Allah yang pedih.
2. Pendustaan dan pengingkaran para penentang Allah tidak akan mengurangi kebenaran al-Quran, betapapun banyaknya orang yang ingkar itu.
Ayat ke 68
Artinya:
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (6: 68)
Sekalipun ayat ini pada awalnya ditujukan kepada kaum Muslimin dan pengikut Rasulullah, namun yang diajak berbicara adalah Rasulullah demi menekankan pentingnya masalah ini. Allah Swt dalam ayat ini memberitahukan hukum ketika kita memasuki sebuah majlis atau pertemuan yang di dalamnya menghina dan merendahkan ayat-ayat al-Quran.
Allah memerintahkan kita untuk menukar pembicaraan dalam majlis tersebut. Bila kita tidak mampu, maka kita wajib meninggalkan majlis tersebut dan jangan membiarkan agama Allah dihina di hadapan kita. Jika kita lupa dan kita tetap duduk di dalam pertemuan itu, begitu kita teringat kembali kepada hukum Allah tadi, maka kita wajib keluar dari ruangan pertemuan itu. Jangan merasa tidak enak atau tidak sopan dalam melakukan hal ini, karena inilah perintah Allah.
Ayat ini secara jelas melarang kita duduk bersama orang-orang yang berbuat dosa dan keikut-sertaan kita dalam majlis mereka sama artinya dengan ikut berbuat dosa. Allah berfirman bahwa jika engkau ikut serta dalam majlis seperti itu karena tidak tahu atau tidak perhatian, begitu engkau menyadari bahwa majlis tersebut adalah majlis yang berdosa, usahakanlah untuk mengubah topik pembicaraan atau sebagai bentuk protes, keluarlah dari ruangan tersebut, walaupun peserta majlis itu sanak saudara mu sendiri.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus memperlihatkan kecintaan dan rasa memiliki yang besar atas agama yang suci dan jangan biarkan musuh mencaci dan menghina agama suci kita.
2. Memprotes majlis yang berisi dosa dan berjuang melawan para pendosa adalah salah satu cara untuk mencegah kemungkaran.
Ayat ke 69
Artinya:
Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka; akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa. (6: 69)
Mengikuti ayat sebelumnya mengenai protes terhadap majlis yang berisi dosa, ayat ini menyampaikan kepada kita bahwa bila kita mengikuti majlis itu dengan tujuan untuk memperingatkan dan menunjuki mereka, kita tidak dianggap ikut serta dalam perbuatan dosa. Adalah wajar bila tidak semua orang mampu menghadiri sebuah majlis yang di dalamnya ada perbuatan dosa dengan tujuan memperbaiki majlis itu, karena bisa-bisa malah dia akan terseret dan terpengaruh untuk berbuat dosa. Oleh karena itu, hanya orang yang bertakwa dan sekaligus mempunyai daya tahan serta mampu mempengaruhi orang lain yang boleh mengikuti sebuah majlis dosa dengan tujuan untuk mencegah kemungkaran.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita harus mencegah diri untuk berteman dengan orang yang gemar berbuat dosa dan harus menjauhkan diri dari mereka. Hal yang seperti ini disebut sebagai takwa dan merupakan perlindungan bagi manusia agar tidak terjebak dalam perbuatan dosa.
2. Sekelompok orang yang bertakwa harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan para pengingkar kebenaran dan menghadiri majlis mereka untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar.
Ayat ke 70
Artinya:
Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu. (6: 70)
Ayat ini sebagai kelanjutan dari ayat sebelumnya yang berisikan pembahasan tentang perintah untuk menjauhi orang-orang yang sesat dengan segala lingkungannya. Ayat ini memberi penegasan kepada Rasulullah Saw agar beliau memutuskan hubungan dengan mereka sambil menyatakan berlepas diri dari segala perbuatan mereka itu. Tentu saja, sebelumnya Rasulullah juga diperintahkan untuk menyampaikan petunjuk seperlunya dengan cara menyampaikan ucapan-ucapan yang benar di telinga mereka. Akan tetapi, jika mereka tetap membangkang dan tidak mau meninggalkan pekerjaan buruk mereka itu, maka Rasulullah diperintahkan untuk segera meninggalkan mereka.
Hal yang menarik di sini adalah bahwa bagi orang-orang yang religius, penyembahan terhadap dunia dan sikap rakus atas dunia adalah sebuah tindakan main-main. Sebaliknya bagi para pecinta dunia, justru agama dan segenap aturan yang ada di dalamnya itulah yang menjadi obyek permainan dan senda gurau. Kelompok inilah yang melakukan beberapa kesalahan ganda. Di satu sisi, mereka mempermainkan fitrah mereka dan dari sisi lain, mereka juga memperolok-olok ucapan Rasulullah Saw. Lebih parah lagi, mereka sama sekali tidak merasa takut akan akibat dari perbuatan mereka itu.
Sebagian ulama melihat bahwa maksud ayat ini adalah bahwa kaum Musyrikin itu telah menjadikan agama dan keyakinan mereka sebagai obyek permainan menggantikan berbagai obyek permainan lainnya yang biasanya mereka kerjakan. Mereka kemudian bangga dan sombong atas permainan mereka itu. Karenanya, mereka tidak pernah mau mendengarkan kata-kata kebenaran Rasulullah Saw. Yang jelas, kewajiban kaum Mukminin dalam menghadapi orang-orang yang memahami kebenaran tetapi mengingkari kebenaran itu adalah menjauhi mereka agar kesesatan mereka itu tidak berbekas dalam diri kaum Mukminin.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam masyarakat Islam, siapapun yang mempermainkan agamanya harus dijauhi dan diboikot, hingga ia tidak bisa menyebarkan perkataan sesat di tengah masyarakat.
2. Ketertambatan kepada dunia bisa membuat orang mempermainkan agamanya. Hal itu terkadang terlihat dalam bentuk pengingkaran dalam hal yang prinsip seperti hukum-hukum Allah, atau dalam bentuk pencarian pembenaran agar bisa lari dari hukum Allah tersebut.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 61-65
Ayat ke 61
Artinya:
Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (6: 61)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tidur dan bangunnya manusia di tangan Allah Swt, dimana Allah telah menentukan untuk setiap orang masa dan waktu tertentu. Pada ayat ini al-Quran mengatakan, segala perkara kalian yang berhubungan dengan hidup dan mati telah diserahkan oleh Allah Swt kepada seorang malaikat. Sekelompok malaikat ditugaskan untuk menjaga manusia dari berbagai peristiwa dan sekelompok yang lain diperintahkan untuk mencatat seluruh amal perbuatan umat manusia. Ada juga sekelompok malaikat yang diperintahkan untuk mencabut nyawa manusia. Al-Quran menyebut para malaikat melakukan kerjanya dengan tepat dan teliti, yakni tidak mempercepat ataupun memperlambat walau sedetikpun. Ayat ini mengingatkan kepada umat manusia betapa Allah Swt Maha Kuasa atas segala sesuatu, sementara manusia tidak memiliki kemampuan apapun dalam bertahan atau menghadapi Allah. Ini makna dari Allah Swt Maha Perkasa dan Kuat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt memiliki kekuasaan penuh terhadap kita. Kebebasan yang diberikan kepada manusia menunjukkan kebijaksanaan dan kelembutan-Nya.
2. Para malaikat adalah petugas yang menjaga dan melaksanakan sistem undang-undang dunia.
Ayat ke 62
Artinya:
Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat Perhitungan yang paling cepat. (6: 62)
Seraya menyinggung berakhirnya pekerjaan (umur) manusia di dunia dan akan dibangkitkan kembali setelah Hari Kiamat, ayat ini mengatakan, manusia akan dihisab sesuai dengan apa yang tercatat dalam buku catatan amal perbuatannya. Mungkin akan terbetik pertanyaan di benak kita bahwa bagaimana amal perbuatan seluruh umat manusia yang ada disepanjang sejarah, dapat diteliti dan dihisab satu persatu? Jawabannya sederhana, karena seluruh amal perbuatan umat manusia sebelumnya telah tercatat dan kewajiban mereka juga jelas. Sehingga pada Hari Kiamat setiap orang akan mengetahui catatan amal perbuatan mereka, maka berdasarkan itulah manusia itu akan mendapatkan balasan surga atau neraka. Dalam berbagai riwayat juga disebutkan bahwa Allah Swt Maha Kuasa untuk meneliti dan menghisab seluruh amal perbuatan manusia hanya dalam sesaat saja, sebagaimana dalam suatu saat Dia memberikan anugerah-Nya kepada semua makhluk, namun tak seorangpun yang dapat melihat-Nya.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hanya Allah Swt satu-satunya zat yang menjadi Hakim atas umat manusia. Karena itu Dia adalah Maha Penguasa, sedang yang lainnya hamba-hamba-Nya.
2. Maula atau penguasa yang sebenarnya hanyalah Allah Swt, sedang yang lainnya tidak memiliki kekuasaan sedikitpun terhadap umat manusia. Namun ada beberapa orang yang mendapatkan wilayah atau kekuasaan dari sisi Allah seperti, para nabi, imam, ayah, ibu dan lain-lain.
Ayat ke 63-64
Artinya:
Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: "Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur". (6: 63)
Katakanlah: "Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya". (6: 64)
Manusia sejak dicipta telah memiliki naluri takut ketika menghadapi kegelapan dan kemudian menyaksikan sesuatu yang dahsyat dan mengertikan. Karena itu, al-Quran dalam ayat ini menyatakan, sebagian besar waktu kalian dicekam ketakutan, baik ketika berada di darat atau di laut. Pada waktu itu kalian tidak bisa mengandalkan kemampuan orang lain, bahkan kalian tidak bisa mengharapkan berbagai fasilitas duniawi untuk keselamatan kalian. Namun berdasarkan fithrah suci yang ada dalam diri setiap manusia, kalian justru akan meminta pertolongan dan menuju kepada Allah Swt.
Terkadang kalian berbicara dalam hati, dan tidak jarang pula kalian ucapkan melalui lisan seraya berjanji kepada Allah. Apabila kami dapat terbebaskan dari kesulitan dan problema ini, maka sebagai terima kasihnya kami akan melakukan sesuatu dan meninggalkan kekufuran! Tetapi pengalaman membuktikan, betapa Allah Swt setelah menyelamatkan kalian dari kesulitan dan bahaya tersebut, tapi kalian lupa dan tetap dalam kekufuran, bahkan kalian melangkah dan pergi ke jalan yang lain. Perbuatan kalian ini menunjukkan seakan-akan kalian adalah sekutu Allah dalam penciptaan dunia.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kesulitan dan problema kehidupan dapat mengarahkan manusia kepada Allah Swt dan menjauhkannya dari syirik dan kekufuran. Sebaliknya, kesejahteraan sering membuat manusia lupa kepada Allah Swt.
2. Umat manusia kebanyakan tidak komitmen terhadap janji-janjinya di hadapan Allah. Ini merupakan tanda tidak tahu berterima kasih.
Ayat ke 65
Artinya:
Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)". (6: 65)
Setelah ayat sebelumnya menjelaskan rahmat dan anugerah Allah Swt dalam menyelesaikan berbagai kesulitan umat manusia, ayat ini menyinggung kemurkaan Allah Swt. ayat ini mengatakan, kasih sayang dan kemurkaan Allah bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, ketika kalian menyebut-nyebut naman-Nya, maka pastilah kalian akan memperoleh kasih sayang-Nya. Namun sebaliknya, apabila kalian menjadikan-Nya sebagai sekutu, maka berarti kalian telah mencari kemurkaan Allah Swt. Azab Allah akan menimpa kalian mulai dari atas hingga ke bawah, dari sebelah kiri maupun kanan.
Jauh dari Tauhid mengancam persatuan umat manusia. Tidak bertauhid membuat manusia berpecah belah, bentrok dan saling menumpahan darah. Karena jauh dari Allah Swt dan ajaran-ajaran-Nya menjadikan masyarakat menanggung berbagai kesulitan, dimana dampak-dampak yang paling menonjol terciptanya diskriminasi dan tingkatan dalam masyarakat, seperti ada yang kaya dan miskin. Orang-orang kaya akan merebut kekuasaan dan menekan orang-orang miskin. Sementara orang-orang miskin harus bangkit dengan semangat revolusi untuk mengatasi kemiskinan mereka. Dengan begitu, mereka dapat mengambil kesempatan tidur dan istirahat dari para kekuasaan orang-orang kaya.
Dewasa ini kita dapat menyaksikan berbagai masyarakat yang telah keluar dari jalur tauhid terhempaskan dalam kezaliman. Mereka tidak mengenal kewajiban apapun dan melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap kelompok-kelompok kelas bawah. Egoisme, kesombongan, sok berkuasa, kaya dan menuruti hawa nafsu merupakan obsesi dalam diri mereka yang mengantarkan manusia dalam lingkaran serba dilematis dan berpecah belah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita hendaknya jangan lupa atas Kemahakuasaan Allah, sehingga tidak menyombongkan diri atas kekuasaan kita. Karena apabila Allah Swt menjatuhkan kemurkaan-Nya, maka tak seorang pun dapat menanggungnya.
2. Perpecahan akibat perbuatan Syirik menyebabkan tatanan masyarakat menjadi amburadul dan membuka peluang meletusnya peperangan dan pertumpahan darah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 57-60
Ayat ke 57-58
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik". (6: 57)
Katakanlah: "Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kamu. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim. (6: 58)
Setelah ayat-ayat sebelumnya menyebutkan bahwa orang-orang Musyrik telah mengajak Nabi untuk bergabung dan mengikuti ajaran penyembahan patung, maka di dalam ayat-ayat ini Nabi Saw diperintahkan untuk menjawab mereka. Dua ayat ini mengatakan, penyembahan patung tidak logis dan tidak rasionil, bagaimana aku akan menerimanya? Sementara al-Quran yang saya bawa dari sisi Allah Swt, lebih sempurna dan mudah yang menjadi petunjuk dan pemisah antara yang benar dan batil. Sayangnya kalian justru tidak mau menerima dan bahkan mendustakannya.
Tidak saja mereka mengingkari dan mendustakan ajakan Nabi Muhammad Saw, mereka bahkan berkata kepada beliau, "Apabila engkau memang benar Nabi, utusan Tuhan, maka turunkanlah azab Tuhanmu kepada kami."
Sebagai jawabannya, Nabi berkata, "Kendatipun kalian meminta agar azab itu segera diturunkan segera, perlu diketahi bahwa itu bukan wewenangku. Karena hal yang demikian itu berada di tangan Allah. Allah Swt telah menjelaskan kebenaran kepada kalian, dan Dia-lah yang memisahkan kebenaran dari kebatilan. Selain itu apabila turunnya azab tersebut di tanganku, maka pastilah kalian tidak tersisa dan sudah musnah. Namun ini adalah kemurahan dan kelembutan Allah Swt, yang memberikan kesempatan kepada orang-orang Kafir dan Musyrikin, sehingga terbuka jalan untuk insaf dan kembali ke jalan yang lurus. Inilah alasan mengapa Allah tidak mempercepat azab itu kepada kalian.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seruan para nabi as berdasarkan pada dalil dan argumen, bukan dengan persangkaan dan khurafat. Berbeda dengan logika orang-orang yang ingkar, mereka selalu memakai tolok ukur hawa nafsu.
2. Nabi Muhammad Saw diperintahkan untuk menyeru kepada agama Islam, dan tidak berwenang memberi balasan siksa kepada orang-orang Kafir dan para pendosa.
3. Menunda serta mengakhirkan siksa dan azab, bukan memberi kesempatan bagi orang-orang Kafir untuk tetap sombong, dan menganggap Tuhan telah lupa!
Ayat ke 59
Artinya:
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (6: 59)
Ayat-ayat sebelumnya menyebutkan bahwa al-Quran dalam menjawab pernyataan orang-orang Musyrik menandaskan bahwa semua makhluk yang ada di dunia ini di tangan Allah. Sementara ayat ini mengatakan, segala sesuatu yang tersembunyi dari penglihatan kalian, baik di langit maupun di bumi dan sesuatu yang menurut kalian tidak memiliki arti, seperti gugurnya sehelai daun di atas tanah serta tumbuhnya sebutir biji diatas tanah, semuanya tak lepas dari pengetahuan Allah Swt.
Allah Swt Maha Mengetahui tentang segala sesuatu di dunia ini. Kunci segala urusan gaib ada di tangan-Nya, dan semua perkara di alam raya ini telah tercatat dalam Kitab Suci-Nya. Dia-lah Yang Maha Mengatur. Allah Swt mengatur alam ini berdasarkan hikmah, rahmat dan kebijaksanaan. Alam semesta adalah ciptaan Allah. Karena itu alam tidak terlepas dari jangkauan pengetahuan Allah Swt. Mati dan hidup semua makhluk yang ada di alam semesta ini berada dalam genggaman-Nya. Karena itu segala sesuatu tidak akan terwujud tanpa Ilmu Allah.
Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:
1. Allah Swt tidak saja Maha Mengetahui dasar-dasar segala sesuatu, tetapi hal-hal yang kecil pun dikethaui oleh-Nya.
2. Ilmu gaib hanya milik Allah Swt. Karena itu selain kehendak dan anugerah-Nya seseorang tidak akan pernah mengetahui hal-hal gaib.
3. Undang-undang alam semesta sesuai dengan program yang sempurna, teliti dan terkaji. Karena itu segala sesuatu tidak akan keluar dari Kekuasaan dan Pengetahuan Allah Swt.
Ayat ke 60
Artinya:
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (6: 60)
Setelah ayat-ayat sebelumnya yang berbicara mengenai Kemahatahuan Allah Swt terhadap segala sesuatu, ayat ini mengatakan, Allah Swt Maha Mengetahui pertumbuhan dan perawatan biji-biji tanaman yang tumbuh di atas tanah, ataupun yang tumbuh di bawah naungan daun-daun pepohonan besar. Begitu juga terhadap segala perbuatan umat manusia setiap saat, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga, semuanya diketahui oleh Allah Swt yang Maha Mengetahui. Pada Hari Kiamat nanti, Allah akan memberitahukan segala perbuatan kalian. Tidak hanya terbatas pada seluruh amal perbuatan kalian Allah Maha Mengetahui, bahkan pada waktu malam maupun siang kalian selalu berada di bawah pantauan dan kekuasaan-Nya. Dia-lah yang menidurkan kalian dan Dia pulalah yang membangunkan kalian dari tidur. Proses ini terus berkesinambungan hingga umur kalian berakhir dan meninggalkan dunia yang fana ini.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menurut pandangan al-Quran al-Karim, tidur merupakan pertanda kematian, sedang bangun dan terjaga adalah pertanda hari kebangkitan.
2. Kita semuanya harus siap mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan kita di Hari Kiamat kelak. Karena itu kita harus dapat memanfaatkan keterbatasan umur kita sebaik mungkin.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 53-56
Ayat ke 53
Artinya:
Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?" (6: 53)
Sebelumnya telah disinggung betapa banyak orang yang menunggu para nabi, utusan atau sejenis orang seperti Malaikat yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berbagai manusia biasa seperti makan, minum, tidur dan beristri. Tidak hanya itu, mereka juga diharapkan bisa melaksanakan lebih dari itu, bahkan menurut mereka nabi harus sanggup menjelaskan sesuatu yang gaib, baik mengenai masyarakat masa lampau maupun yang akan datang, diiringi dengan pemaparan berbagai pekerjaan yang luar biasa yang disebut mukjizat.
Ayat ini juga menyinggung salah satu keinginan lain dari masyarakat dan mengatakan, sebagian orang yang memiliki kekayaan, kedudukan, pangkat dan status sosial dalam masyarakat, sewaktu mereka menyaksikan kehidupan Nabi yang sederhana, jauh dari penghormatan dan protokoler. Ayat ini mengatakan, apakah Allah Swt dengan adanya kami, menurunkan wahyu-Nya kepada manusia sederhana seperti ini? Bila wahyu harus diturunkan, maka mestinya diturunkan kepada kami, karena kami memiliki kelebihan atas Nabi itu.
Al-Quran al-Karim dalam menjawab adanya pemikiran semacam itu mengatakan, syarat diturunkannya wahyu kepada seseorang manusia bukan terletak pada harta, kedudukan dan status sosial orang tersebut, sehingga orang itu dipandang lebih layak. Tetapi syarat yang harus dipenuhi dalam hal ini ialah transparansi dan kelayakan lahir dan batin, yang hanya diketahui oleh Allah Swt. Dia Maha Mengetahui terhadap perkara ini, dan Allah lebih mengetahui terhadap hamba-hamba-Nya, siapa yang memenuhi syarat.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perbedaan status sosial dan harta menjadi salah satu ujian dari Allah.
2. Betapa banyak orang miskin yang bersyukur. Dengan bersyukur mereka mendapat anugerah Allah Swt. Sementara betapa banyak orang kaya yang sombong atas kekayaannya. Dengan kesombongan itu ia mendapat kutukan Allah Swt.
Ayat ke 54-55
Artinya:
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (6: 54)
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. (6: 55)
Dua ayat ini memerintahkan kepada Nabi Saw supaya menyambut dengan tangan terbuka orang-orang yang beriman sekalipun mereka telah beberapa kali melakukan dosa. Nabi Saw tidak mengusir mereka, bahkan mengucapkan salam sejahtera kepada mereka serta memberikan bimbingan Islam yang baik untuk bertaubat.
Pada dasarnya, dalam masyarakat Islam harus terjalin suatu hubunganyang sehat di antara satu dan yang lainnya, begitu juga antara masyarakat Islam dengan pemimpin mereka. Hubungan ini harus berdasarkan kesucian, kejujuran dan cinta kasih, sebagaimana Allah Swt telah menetapkan dasar rahmat dan kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, bahkan kepada para pendosa dengan berita gembira atas diterimanya taubat mereka Nabi Saw diperintah oleh Allah untuk menyampaikan salam sejahtera dan menerima mereka. Pada saat yang sama, Allah juga memerintahkan umat Islam untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw agar senantiasa mengingat beliau dengan kebaikan.
Terjalinnya hubungan semacam ini di kalangan umat Islam dengan nabi dan imam as akan membuat masyarakat Islam terjauhkan dari segala bentuk dendam dan perselisihan. Kondisi ini akan menutup peluang para penentang untuk melampiaskan kebencian dan amarah mereka. Di sisi lain, masyarakat Islam akan berusaha membenahi dirinya dan bertaubat dari kesalahan yang dilakukannya. Singkatnya, mereka yang terlanjut berbuat dosa karena khilaf dan salah perlu diajak untuk segera melakukan taubat atas kesalahan yang dilakukannya.
Dari dua ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Berziarah kepada Nabi merupakan jalan untuk memperoleh anugerah dan kasih sayang Allah. Maka barangsiapa yang mengunjungi Nabi Saw ia akan memperoleh salam khusus beliau.
2. Apabila seseorang melakukan dosa karena tidak mengerti atau khilaf, bukan karena keras kepala ataupun sengaja tidak mau menerima, maka hal tersebut bisa ditolerir dan dimaklumi.
3. Taubat adalahsuatu jalan yang bisa diterima oleh Allah Swt, dengan menebus dosa-dosa masa lalu, dan melakukan pembenahan terhadap jalan hidup mereka.
4. Allah Swt telah mencurahkan rahmat kepada hamba-Nya, namun jalan untuk memperolehnya ialah menjauhkan diri dan bertaubat atas segala dosa.
Ayat ke 56
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah". Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk". (6: 56)
Ketika melihat Nabi Muhammad Saw mengajak masyarakat waktu itu untuk bertauhid dan menyembah Allah Yang Maha Esa, orang-orang Musyrik malah mengajak beliau untuk menyembah patung. Mereka meminta kepada Nabi agar jangan berpidato, namun kembali kepada agama nenek moyang dan para pembesar Quraisy yaitu menyembah patung dan berhala. Ayat ini kembali memerintahkan kepada Nabi Saw agar berterus terang mengumumkan kepada mereka, bahwa aku tidak akan bergabung dengan agama kalian. Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah, dan akupun tidak mengikuti apa yang menjadi keinginan kalian. Karena itu perbuatan ini akan menjauhkan aku dari petunjuk, bahkan akan menjerumuskan ke dalam kesesatan.
Al-Quran al-Karim dalam ayat ini mengingatkan bahwa penyembahan kepada berhala merupakan sejenis perbuatan sia-sia. Karena penyembahan kepada berhala tidak memiliki dalil sama sekali, bahkan tidak bisa diterima oleh akal sehat. Bagaimana tidak, seorang manusia membuat patung sendiri, kemudian patung dan arca itu diberi nama, selanjutnya ia bersujud menyembah dihadapannya, padahal patung itu merupakan benda mati yang tidak lebih baik dari dirinya sendiri.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi berbagai keinginan kaum Musyrikin penentang yang tidak logis, maka harus dijawab dengan tegas dan menyatakan belepas diri dari mereka, sehingga menutup segala bentuk jalan perdamaian dengan mereka.
2. Para muballig agama Islam saat mengajak orang musyrik tidak boleh memberi peluang atas keinginan-keinginan Musyrikin yang tidak logis.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 50-52
Ayat ke 50
Artinya:
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (6: 50)
Banyak orang yang menyangka bahwa ketika seseorang menjadi nabi, maka seluruh perkara alam akan berada di tangannya, dan dapat menyelesaikan segala urusan melalui jalan gaib. Apa saja yang ia inginkan akan terlaksana, dan siapa pun yang menentangnya akan hancur binasa. Karena itu lewat ayat ini, Nabi Muhammad Saw diperintahkan agar menjelaskan kepada umat manusia, bahwa tugas seorang nabi adalah hal-hal lain yang lebih peting. Seorang nabi bertugas menyeru umat manusia menuju kepada Tuhan dan menyampaikan pesan-pesan Allah Swt. Seorang Nabi bukan peramal, yang memberitakan masa lalu dan masa depan orang lain; bukan pula malaikat yang tidak memiliki kebutuhan jasmani, seperti makan minum dan istri.
Berbagai mukjizat yang keluar dari seorang nabi pun, tak lain adalah dalam kerangka kehendak dan izin Allah; bukan terjadi dengan keinginan sekehendak hati manusia, dimana apa saja yang diinginkan oleh seseorang maka nabi berkewajiban menunjukkan mukjizat.
Akhir ayat ini meminta kepada umat manusia agar tidak bersandar kepada penglihatan dan pendengaran saja, serta mengharap menyaksikan perbuatan-perbuatan ajaib dan luar biasa. Hendaknya mereka juga mengerahkan daya pikir, dan menerima kebenaran dengan pikiran. Karena tanpa pemahaman akal, maka seorang yang keras kepala, tetap saja akan mengingkari segala sesuatu yang dilihatnya, dan keadaannya tidak beada dengan orang yang buta dan tuli.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sikap para nabi terhadap masyarakat selalu berdasarkan kejujuran. Jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka mereka akan mengatakan yang demikian itu kepada masyarakat.
2. Memberantas kesewenang-wenangan dan khurafat merupakan salah satu dari program-program para nabi.
Ayat ke 51
Artinya:
Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa. (6: 51)
Ayat sebelumnya yang mengatakan bahwa orang yang bisa melihat dengan orang yang tidak bisa melihat tidaklah sama, dan menerima kebenaran diperlukan pemikiran dan penelitian. Ayat ini mengatakan, meskipun Nabi Muhammad Saw telah menyeru semua orang kepada kebenaran dan mengingatkan mereka tentang akibat-akibat perbuatan buruk mereka, namun tidak semua orang menerima dan memperhatikan seruan beliau. Hanyasejumlah orang yang menerima peringatan, lalu jiwa mereka siap menerimanya, atau minimal mereka menerima kemungkinan adanya perhitungan amal perbuatan, dimana setiap orang harus bertanggung jawab atassemua perbuatannya.
Lanjutan ayat ini mengatakan, satu-satunya sandaran manusia pada Hari Kiamat adalah Allah Swt, dan tak seorangpun atau suatu apapun yang dapat menyelamatkan manusia. Pandangan ini dapat menjadikan manusia bertakwa dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Adanya para pembimbing yang lembut dan tabah, serta program pendidikan yang sesuai tidaklah cukup. Diperlukan juga adanya keseiapan untuk menerima kebenaran di pihak manusia yang menjadi sasaran dakwah.
2. Keyakinan kepada Hari Kebangkitan dan adanya pengadilan di Hari Kiamat adalah faktor pendorong untuk menerima takwa, dan menjadikan takwa sebagai pijakan dalam setiap amal perbuatan.
Ayat ke 52
Artinya:
Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim). (6: 52)
Dalam beberapa riwayat sejarah disebutkan bahwa sebagian orang kaya Musyrikin Mekah mengusulkan kepada Nabi Muhammad Saw, bahwa orang-orang miskin seperti Amar bin Yasir dan Bilal, hendaknya dijauhkan dari beliau agar orang-orang kaya ini bersedia menerima Islam dan datang kepada Nabi. Sebagian Muslimin juga berkata kepada Nabi Saw, kita terima saja usul mereka itu. Karena kekayaan mereka itu akan menjadi penopang perekonomian muslimin yang lainnya.
Dalam keadaan seperti itu, turun ayat yang berbicara kepada Nabi Saw, sebagai berikut, jangan sekali-kali engkau menjauhkan mukminin yang sesungguhnya dari dirimu, karena yang demikian itu adalah kezaliman yang besar. Sesungguhnya Ayat ini menolak segala bentuk rasialisme, dan menganggapnya bertentangan dengan ajaran agama yang menyeru kepada persaudaraan serta persatuan. Seseorang tidak memiliki kelebihan daripada orang lain, dan tidak mungkin sekelompok orang diperlakukan secara khusus karena kemampuan harta dan kekayaannya. Perhitungan bagi setiap orang berada di tangan Allah Swt. Dan Allah berbuat sesuai dengan pengetahuan-Nya. Sedangkan dasar pemberian pahala dan balasan adalah iman dan amal saleh, bukan status ekonomi dan sosial.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Mempertahankan manusia mukhlis dan mujahid, sekalipun mereka miskin, lebih penting dari menarik investasi orang kafir.
2. Islam adalah ajaran yang memberantas segala bentuk rasialisme dan diskriminasi.
3. Perhitungan amal perbuatan setiap orang hanya di tangan Allah, bahkan Nabi Saw pun tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain. Karena itu kita juga tidak berhak menyatakan orang-orang itu masuk ke surga atau neraka.
4. Doa dan munajat akan memiliki arti besar jika dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya. Amal perbuatan semata-mata tidaklah cukup, tetapi motivasi amal tersebut adalah hal yang penting.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 46-49
Ayat ke 46
Artinya:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (6: 46)
Sebelumnya, telah disinggung pernyataan al-Quran mengenai orang-orang Musyrik. Allah mengajak mereka untuk berpikir, supaya fitrah mereka bangkit, sadar sehingga tabir kekhilafan dapat tersingkap dari jiwa dan raga mereka.
Ayat ini juga menjelaskan kelanjutan cara tersebut yang memerintahkan Nabi Saw, untuk mengajak mereka mengamati dan memikirkan berbagai nikmat Allah Swt. Ayat ini kemudian bertanya kepada mereka, apabila mata dan telinga kalian diambil oleh Allah Swt, sehingga kalian tidak lagi mampu bagi menyaksikan dan mengetahui keadaan dunia, dapatkah patung-patung dan sesembahan kalian mengembalikan alat indra yang penting ini kepada kalian? Apakah patung-patung ini memiliki mata, telinga dan akal sehingga bisa memberikan nikmat-nikmat itu kepada kalian ?
Dalam lanjutan ayat ini disebutkan, al-Quran telah menjelaskan argumentasinya dengan berbagai cara, sehingga memungkinkan orang-orang ini sadar dan menerima kebenaran, tetapi sayangnya fanatisme dan sikap keras kepala sedemikian rupa telah menguasai diri mereka, dan mereka pun tetap tidak mau menerima kebenaran tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tafakur dan merenungkan berbagai nikmat Allah, dan membayangkan hilangnya nikmat-nikmat tersebut, merupakan salah satu jalan untuk mengenal Allah Swt.
2. Penganugerahan segala kenikmatan dan kelestariannya bergantung kepada Allah Swt.
Ayat ke 47
Artinya:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang zalim?" (6: 47)
Setelah ayat sebelumnya yang mengatakan bahwa apabila Allah mengambil nikmat-nikmat-Nya, kalian tidak akan mampu berbuat sesuatu, pada ayat ini Allah berbicara mengenai azab. Ayat ini mengatakan, apabila Allah mengirimkan azab, mereka tidak akan mampu menghadapi atau mencegah turunnya azab tersebut, atau menyelamatkan diri darinya. Maka kalian harus menerima bahwa patung-patung atau kekuatan apapun yang kalian yakini itu tidak mampu memberikan kenikmatan kepada kalian, juga tidak mampu mencegah bahaya dan malapetaka. Lalu kenapa kalian menggantikan kedudukan Allah dengan semua yang tidak ada artinya itu? Kelanjutan ayat ini menyebut perlakukan mereka terhadap kebenaran, sebagai sebuah kezaliman terhadap diri sendiri dan masyarakat, bahkan menjadi pembuka peluang dan peringatan bagi turunnya azab di dunia.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Janganlah kita tertipu oleh pengunduran waktu bagi turunnya azab, sebab mungkin azab Allah akan turun dengan tiba-tiba.
2. Dalam menghadapi orang-orang yang keras kepala, cara yang terbaik untuk menyeru mereka yaitu mengungkapkan kebenaran dalam bentuk pertanyaan yang memaksa mereka berpikir, mungkin mereka akan sadar, insaf dan menerima.
Ayat ke 48-49
Artinya:
Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (6: 48)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (6: 49)
Pada ayat-ayat sebelumnya, Nabi Saw diperintahkan untuk menyampaikan ancaman dan menakut-nakuti orang Musyrikin atas akibat perbuatan mereka agar mereka sadar. Kali ini Allah Swt berfirman, "Pada dasarnya tujuan diutusnya para nabi sepanjang sejarah adalah untuk memberi berita gembira dan ancaman kepada umat manusia. Hal itu dapat mencegah terjadinya berbagai penyelewengan pemikiran dan penyimpangan perilaku, sekaligus menyeru umat manusia agar melaksanakan perbuatan yang baik dengan memberikan berita gembira kepada akan memperoleh balasan dan pahala dari Allah Swt.
Di antara berita gembira yang dibawa oleh para nabi as yaitu Allah akan menjauhkan mereka yang beriman dan beramal saleh dari ketakutan dan kesedihan. Mereka bahkan akan diberi kekukuhan jiwa dalam menghadapi bujuk rayu dunia yang fana, dan tetap tegar menghadapi berbagai kekuatan penjajah dan arogan. Sementara mereka yang mengingkari kebenaran dan membohongkannya selalu melakukan kefasikan dan dosa yang hasilnya adalah azab Allah baik di dunia maupun kelak di Hari Kiamat.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tugas para nabi as ialah membimbing dan mengajak umat manusia dengan bijaksana, dan bukan dengan paksaan dan kekerasan untuk menerima ajakan dan seruan kebenaran. Karena itu ada kelompok yang menerima dan menjadi mukmin dan ada pula kelompok yang kafir karena menolaknya.
2. Pendidikan dan pengajaran hendaknya berdasarkan pada dua hal, ancaman dan pengharapan, sehingga umat tidak berputus asa atau congkak.
3. Iman tanpa amal saleh tidaklah cukup, bahkan amal tanpa iman juga tidak berarti sama sekali.
4. Kebersihan jiwa akan menjadi penyempurna iman kepada Allah Swt. Adapun ketakutan, kecemasan dan kesedihan yang merupakan penyakit kejiwaan paling besar bahkan di zaman ini adalah hasil dari jauhnya manusia dari Tuhan dan keimanan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Anam Ayat 40-45
Ayat ke 40-41
Artinya:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!" (6: 40)
(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah). (6: 41)
Sebelumnya telah disinggung akar utama kekufuran dan pengingkaran terhadap kebenaran adalah keras kepala, sedang orang-orang Kafir tidak mempunyai dalil untuk membantah kebenaran Allah dan juga menerima logika orang-orang Mukmin.
Ayat ini untuk menyadarkan orang-orang Musyrik itu dengan mengatakan seperti ini, kalian telah menetapkan sesuatu yang lain sebagai Tuhan, dan menyatakan mereka maha kuasa dan memiliki kedudukan yang lebih baik. Karena itu sewaktu timbul tragedi dan bencana alam seperti gempa bumi, maka kepada siapa seseorang akan berlindung? Apakah dalam peristiwa ini seseorang juga dapat berlindung kepada orang-orang atau sesuatu yang menjadi harapan hatinya? Dalam hal ini juga, apakah mereka mampu dalam kondisi semacam ini membantu kalian, dan dapat menyalamatkan kalian dari kematian dan bahaya? Apakah hal ini juga terpikir oleh kalian? Bila kiamat itu benar, lalu sewaktu kiamat itu terjadi, kepada siapa kalian akan berlindung?
Ayat ini juga berbicara tentang naluri dan kejiwaan manusia sambil mengatakan, yang benar adalah kalian dalam kondisi semacam ini hanya menginginkan Tuhan! Sedang yang lainnya, siapa dan apapun akan kalian lupakan, karena hanya Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menghilangkan segala kesulitan kalian. Intinya, apabila Tuhan menginginkan, maka dengan kebijaksanaan-Nya Dia akan melaksanakan.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Perwujudan Tuhan serta Kemaha Esaan-Nya adalah suatu perkara fithrah. Setiap orang akan tertarik kepada Allah Swt, tetapi kesibukan terhadap urusan duniawi merupakan suatu unsur dominan yang melupakan manusia terhadap fitrah ini, sedang berbagai peristiwa dan kesulitan-kesulitan dapat menyingkap tabir kelupaan, serta timbulnya fitrah mencari Tuhan Swt.
2. Janganlah kita menutup mata dari sesuatu. Karena sewaktu dihadapkan oleh berbagai kesulitan, kalian tidak bisa berbuat apa-apa, sehinga kalian juga seperti orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan perlindungan.
Ayat ke 42
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (6: 42)
Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya. Ayat ini mengatakan, sudah menjadi Sunnatullah, Allah Swt mengutus para nabi untuk membina, membimbing dan memberi petunjuk kepada masyarakat. Pengutusan para nabi dapat mengatasi berbagai kesulitan dan problematika, kemudian menciptakan suatu kehidupan masyarakat yang baik, agar fitrah mereka bangun dan tersadarkan. Semua itu diupayakan sedemikian rupa sehingga tercipta lahan yang kondusif untuk menerima pernyataan-pernyataan Nabi Saw. Berbagai noda dan debu-debu yang menutupi pemikiran dan hati mereka dapat sirna yang pada gilirannya hati mereka menjadi bersih, sehingga cahaya kebenaran dapat tercermin dengan perwujudan mereka, dan mereka pun menjadi cerah.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam mendidik, terkadang harus melalui pelbagai tekanan dan kesulitan dan jalan untuk menyadarkan fitrah adalah kembali kepada Allah Swt.
2. Teriakan aduh, di sisi Allah dapat membuat hati menjadi tenang, dan berpeluang untuk siap menerima kebenaran.
Ayat ke 43
Artinya:
Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (6: 43)
Ayat ini mengatakan, orang-orang Kafir dan para penentang itu tidak mampu bangkit dan mengambil pelajaran, sedang alasan kekhilafan mereka adalah dua hal; pertama keras kepala dan kekotoran hati yang menjadi penyabab terjerumusnya mereka kedalam perbuatan dosa. Kedua memandang enak perbuatan jahat dan dosa. Yakni, setiap perbuatan jahat yang mereka laksanakan mereka pandangan sebagai indah dan enak, bahkan setiap perbuatan penentangan mereka anggap benar dan perlu diteruskan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Bagi orang-orang yang keras kepala, tablig atau peringatan tidak ada pengaruhnya sama sekali.
2. Manusia secara fitrah menyukai keindahan, namun di sanalah setan membisikkan penyelewengan itu pada fitrahnya, sehingga segala perbuatan jelek dipandangnya sebagai indah dan menyenangkan.
Ayat ke 44-45
Artinya:
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (6: 44)
Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (6: 45)
Dalam rangka memberikan petunjuk kepada masyarakat, Allah Swt menggunakan berbagai jalan antara lain dengan mengutus para nabi untuk menyampaikan tablig ditengah-tengah masyarakat. Bila cara ini tidak memberikan pengaruh, maka Dia memberi peringatan kepada orang-orang yang ingkar dan penentang itu dengan berbagai bentuk dan cara. Yaitu dengan penekanan dan kesulitan, sehingga mereka akan sadar dari tidur dan kelalaiannya. Tetapi bila tabligh dan peringatan seperti ini masih juga belum menyadarkan mereka, maka Allah Swt akan membiarkan mereka dalam kondisinya dengan menikmati berbagai kenikmatan dan kesenangan. Karena undang-undang Allah membiarkan manusia semacam ini memanfaatkan nikmat-nikmat dunia dalam suatu batas. Dan pemanfaatan semacam ini tidak akan lama, karena dosa dan kejahatan mereka telah sampai pada puncaknya, azab dan balasan duniawi akan turun sekaligus, dan mereka pun akan terbasmi habis.
Nabi besar Muhammad Saw mengatakan, setiap kali kita saksikan bahwa dunia tidak memberikan harapan dan langkah apapun bagi orang-orang yang melakukan dosa, maka ia hanya akan menjadi tempat kehancuran merka. Imam Ali bin Abi Thalib as juga mengatakan, sekalipun Allah Swt telah memberikan nikmat-nikmat yang banyak kepada kalian, tetapi kalian tetap berbuat dosa. Karena itu sadarilah dan takutlah kepada Allah, karena ternyata nikmat-nikmat ini tidak berakibat kebaikan.
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Memanfaatkan dunia bisa menjadi nikmat atau azab. Bila diiringi iman dan takwa, maka ia menjadi nikmat, tapi bila disertai maksiat, maka ia akan menjadi azab.
2. Kejahatan dan kejelekan tidak langgeng, sedang kehancuran orang-orang yang berbuat jahat dan jelek bersifat pasti.



























