کمالوندی

کمالوندی

Sabtu, 09 Februari 2013 07:35

Filsafat Haji

Inilah saat-saat kehadiran terindah di tanah suci, tanah tempat Rasulullah pertama kali menyampaikan suara wahyu Ilahi. Cinta kepada Ilahi telah menarik jutaan manusia dari tanah kelahiran dan rumah mereka untuk datang berbondong-bondong ke sebuah tanah yang aman dan suci. Puji syukur kita panjatkan kepada Allah, Tuhan yang Mahaagung, karena telah menganugerahkan usia hingga kita bertemu lagi dengan bulan Dzulhijjah yang mulia ini. Kita kini bisa kembali menyaksikan tibanya hari-hari ketika jutaan ummat Muhammad berkumpul, bersama-sama mengucapkan kalimah talbiah, “Labbaik, Allahumma labbaik”. “Inilah aku Ya Allah, datang menemui panggilan-Mu”.

Saat Nabi Ibrahim a.s. membangun sebuah bangunan sederhana berbentuk kubus sebagai tempat ibadah kepada Allah, mungkin saat itu tidak ada yang bisa mengira bahwa tempat itu akan menjadi pusat dari jalinan persaudaraan paling tulus dari jutaan ummat manusia yang mendambakan pertemuan dengan Allah. Tidak ada yang menyangka bahwa kehadiran jutaan ummat manusia secara kolosal dalam sebuah event keagamaan haji ini juga akan menjadi kritikan praktis bagi para pengikut Marxisme yang mengatakan bahwa agama menyebabkan kelompok masyarakat menjadi rendah dan hina. Mereka yang masih berpendapat demikian seharusnya saat ini datang ke Mekah. Lihatlah, betapa jutaan manusia mampu menunjukkan keagungan mereka secara kolektif lewat syiar-syiar agama.

Haji adalah panggilan dari rumah Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman di seluruh pelosok dunia. Haji mengajak mereka untuk menghirup air mata cemerlang dan segar di rumah Allah. Husein Thurabi, salah seorang peziarah Baitullah asal Iran yang tahun ini mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah haji, mengatakan sebagai berikut.

“Saya sangat berbahagia. Sejak awal tahun, saya selalu menghitung hari demi hari karena sangat tidak sabar untuk bisa segera tiba di hari-hari ini. Karena itulah, ketika kesempatan itu sekarang tiba, yaitu ketika saya punya kesempatan untuk bertemu dengan Allah di rumah-Nya, tidak ada hal lain yang lebih layak untuk saya lakukan kecuali memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai suasana spiritual di rumah Allah ini untuk mempercepat proses penyempurnan jiwa kita”.

Haji adalah ibadah massal yang melibatkan orang dalam jumlah jutaan. Karena itu, ibadah ini juga menampilkan suasana kolosal yang sangat indah. Saat ini, di Mekah, kita bisa menyaksikan orang-orang yang berasal dari beragam bangsa dan dengan pakaian yang berbeda, bersama-sama berkumpul di Baitul Haram. Orang-orang dari Indonesia, Malaysia, dan bangsa Melayu lainnya melakukan shalat dengan peci khas mereka. Kaum perempuannya juga mengenakan mukena khas kawasan itu. Akan tetapi, dengan segala kekhasan pakaiannya itu, mereka semua sangat serasi dengan bangsa-bangsa lainnya yang beribadah dengan pakaian khas mereka pula. Tidak ada yang janggal dari keberagaman mereka karena yang mereka perbuat adalah hal yang sama, yaitu beribadah di rumah suci.

Melihat semua itu, kita dengan mudah meyakini bahwa ibadah haji memang secara sengaja diskenariokan oleh Allah untuk sebuah rencana yang agung dan dahsyat. Hal ini juga bisa kita tangkap dari berbagai riwayat atau ayat Al-Quran yang berbicara tentang ibadah haji. Allah SWT dalam surah Al-Haj ayat 27 dan 28 berfirman sebagai berikut.

“(Wahai Muhamad), panggillah manusia untuk mengerjakan haji, hingga mereka datang kepadamu dengan berjalan kaki atau mengendarai binatang-bianatang yang kurus. Mereka datang dari segala penjuru bumi yang sangat jauh. Biarkanlah mereka menyaksikan berbagai hal yang bermanfaat buat mereka sendiri. (Ajaklah mereka) agar menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan, yaitu ketika mereka berqurban dengan binatang-binatang ternak mereka. Maka, makanlah sebagian dari daging qurban itu, dan sebagian lainnya, berikanlah kepada kaum faqir untuk mereka makan”.

Imam Khomeini dalam salah satu pidatonya berkata,

“Salah satu tugas penting kaum muslimin adalah memahami hakikat haji ini. Kita seharusnya bertanya-tanya, mengapa kita harus melakukan ibadah haji yang pelaksanaannya menelan biaya sangat besar ini? Secara sekilas saja, kita bisa melihat bahwa haji adalah sebuah pertunjukkan yang digelar oleh kaum muslimin dalam rangka memamerkan kekuatan spiritual dan bahkan kekuatan materi yang dimiliki oleh kaum muslimin. Akan tetapi, pemahaman sekilas ini saja jelas tidak cukup untuk menggali rahasia keagungan yang tersembunyi dalam ibadah haji ini. Para ulama dan cendekiawan muslim harus berupaya keras untuk memahami, dan memahamkannya kepada orang lain, tentang mutiara hidayah, hikmah, dan kebebasan yang terkandung dalam ibadah ini”.

Sementara itu Syeikh Muhamad Yazbaki, salah seorang ulama besar Lebanon, mengatakan sebagai berikut.

“Falsafah yang terkandung dari ibadah haji sebagai kongres kaum muslimin sedunia adalah sebuah gerakan massal untuk menyatukan langkah dan hati kaum muslimin sedunia dalam menghadapi kekuatan arogan internasional. Saat bertemu dalam marasim haji, kaum muslimin dari berbangsa bisa menularkan pengalaman mereka masing-masing tentang perjuangan menegakkan agama mulia ini di tempat mereka. Hari ini, keperluan untuk menyatukan langkah di antara kaum muslimin itu makin terasa urgensinya, mengingat saat ini kaum muslimin sedang menghadapi fitnah dan konspirasi Barat dalam memecah-belah kita dengan slogan-slogan palsu semisal pemberantasan terorisme”.

Ibadah haji memang sangat indah. Pada saat masyarakat dunia banyak kehilangan arah dan pegangan hidup, para peziarah rumah Allah secara serentak menggumamkan “Labbaik Allahumma labbaik. Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu”. Pada saat ketidakamanan dan ketidaktenteraman terjadi di banyak tempat di dunia ini, jutaan kaum muslimin di Mekah beribadah secara khusyu dan tenteram, sambil saling menunjukkan kasih sayangnya terhadap sesama. Dengan ibadah dan kekhusyuan massal yang mereka gelar di Mekah itu, kaum muslimin itu seakan menyampaikan pesan indah berikut ini kepada seluruh ummat manusia di dunia.

“Jika seluruh manusia mau menyembah Allah yang Mahaesa, Zat yang mengajarkan keindahan dan hidup mulia; Zat yang mengajarkan kehidupan damai dan kebaikan terhadap sesama; dan jika seluruh ummat manusia mau menyembah Allah dengan segala sifat keagungan dan kebaikannya seperti itu, niscaya manusia pada masa sekarang tidak perlu khawatir dengan berbagai macam kakacauan, krisis, dan pertentangan di antara sesama mereka. Manusia niscaya akan hidup damai, tenteram, dan sentausa, sebagaimana yang diperlihatkan secara indah oleh kaum muslimin saat mereka menunaikan ibadah hajiâ.

Ketika Nabi Muhamad SAWW melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah, sebuah peristiwa historis tengah bergulir dan sebuah gerakan besar sedang menyeruak membelah langit peradaban manusia. Sejak saat itu, Madinah menjadi salah satu kota paling penting, bukan hanya untuk para pengikut agama Islam, tetapi juga untuk seluruh ummat manusia di dunia. Di kota inilah peradaban Islami mulai ditata. Karena pentingnya nilai historis kota ini, hampir tidak ada peziarah Baitullah yang tidak mengunjungi Madinah saat mereka melakukan ibadah haji, meskipun ziarah ke Madinah bukanlah bagian dari ibadah haji.

Di hari-hari sebelum dan sesudah pelaksanaan ibdah haji, suasana spiritual yang kental sangat terasa di kota Madinah, khususnya di Masjid Nabawi, tempat dimakamkannya Rasulullah SAWW. Kaum muslimin secara berkelompok dan bergiliran menziarahi makam Rasul yang suci ini. Mereka berupaya keras memperoleh berkah dari pusara Rasulullah SAWW. Salah seorang peziarah pusara Rasulullah SAWW bernama Husaini menuturkan pengalamannya sebagai berikut.

“Saat aku menginjakkan kaki di kota Madinah, aku langsung merasakan segarnya semilir angin kedamaian yang sangat semerbak. Di sinilah tempat dimakamkannya makhluk termulia di alam semesta, yaitu Nabi Muhammad SAWW. Dialah manusia yang bukan saja telah mengajarkan kepada kita akhlak yang mulia, melainkan dia sendiri yang memberikan contoh dan suri tauladan tentang bagaimana caranya menjadi manusia yang baik. Karenanya, menyaksikan dari dekat pusara beliau memberikan suasana tersendiri yang sangat impresif.

“Siapa saja yang mendatangi pusara beliau, hatinya pasti tergetar, kecuali jika hati mereka memang sudah diliputi oleh hawa nafsu dan bisikan setan. Saya sendiri melihat betapa banyak orang yang datang untuk berziarah ke makam beliau dengan hati yang diliputi oleh rasa keagungan yang dipancarkan oleh makam Rasulullah. Banyak orang yang tanpa terasa meneteskan air mata kerinduan abadi kepada Rasul yang mulia ini. Ketika adzan menggema dari menara Masjid Nabawi, segera terbayang masa-masa indah saat Bilal bin Rabah, salah seorang sahabat dekat Rasulullah, melantunkan suara emasnya membacakan adzan dalam rangka memanggil kaum muslimin untuk menghadap Allah”.

Memang, meskipun sudah belasan abad lamanya berlalu dari masa hidup Nabi, kehidupan beliau dan sahabat-sahabatnya yang setia tetap terbayang hingga kini begitu kita memasuki kota Madinah Al-Munawwarah. Itu semua disebabkan sangat mulianya kehidupan masyarakat yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah. Semuanya tersimpan sebagai kenangan di kota itu. Terbayang pula bagaimana dulu Rasulullah tidak pernah berhenti memberikan nasihat kepada ummatnya, dan nasehat beliau itu masih sangat relevan dengan kondisi ummatnya di masa kini. Dengarkanlah salah satu petikan nasehat beliau yang dicatat oleh para ahli hadits berikut ini.

“Wahai kaum muslimin, berhati-hatilah, jangan sampai kalian melepaskan persatuan dan kebersamaan yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kalian. Janganlah kalian berpecah belah, saling membunuh, dan kalian kembali ke masa jahiliah dulu. Aku sangat mengkhawatirkan bahwa hal itu akan terjadi kepada kalian sepeninggalku nanti. Ingatlah, aku telah meninggalkan buat kalian dua pusaka yang akan membuat kalian tetap bersatu padu. Keduanya adalah Kitabullah dan itrah-ku, keluargaku”.

Hampir semua ulama dan cendekiawan muslim sedunia menyepakati fakta bahwa kaum muslimin saat ini menghadapi salah satu problema besar, yaitu persatuan yang sangat rapuh. Berbagai fakta di bidang ekonomi, politik, kebudayaan, dan hal-hal lainnya menunjukkan bahwa sebagian besar bangsa muslim dunia lebih suka menjalin persaudaraan dengan pihak luar daripada dengan saudara-saudara seagama mereka. Padahal, justru masalah persatuan inilah yang saat ini sering menjadi faktor paling menentukkan dalam menyelesaikan berbagai problema yang dihadapi ummat Islam.

Saat ini, ummat Islam di manapun mereka berada, pastilah tengah menghadapi berbagai problema yang pelik. Dalam beberapa tahun terakhir ini, masalah yang dihadapi seakan bertambah rumit dan menyakitkan, terutama setelah kaum arogan dunia menggelar gerakan yang mereka namakan dengan program pemberantasan terorisme dengan sasaran kelompok-kelompok Islam dunia. Jelas sekali bahwa ada agenda tersembunyi di balik program itu. Hal-hal yang tersembunyi itu kini semakin terungkap. Bangsa-bangsa muslim dunia juga semakin menyadari konspirasi busuk negara-negara arogan itu. Akan tetapi, kesadaran tersebut masih baru pada tahap awal karena belum terimplementasikan dalam bentuk gerakan-gerakan kongkrit untuk melawan kesewenang-wenangan yang ditimpakan kepada kuammuslimin. Hal ini menunjukkan bahwa ada hal lain yang harus dimiliki kaum muslimin agar kesadaran itu bisa menghasilkan hal-hal yang kongkret dan positif. Hal yang hilang, dan harus diwujudkan itu adalah masalah persatuan.

Di sisi lain, bangsa-bangsa muslim juga adalah pemilik cadangan energi minyak dan gas terbesar di dunia. Jumlah penduduk kaum muslimin juga termasuk yang terbesar. Akan tetapi, mengapa semua potensi itu belum bisa mengantarkan ummat Muhammad ini menjadi kaum yang memiliki peranan signifikan di panggung internasional. Tentu saja, banyak sebabnya. Akan tetapi, hampir semua cendekiawan muslim sepakat bahwa salah satu faktor penghalang tampilnya kaum muslimin di dunia adalah tidak adanya persatuan di antara mereka.

Ketika kita melihat ibadah haji yang dilakukan oleh jutaan ummat Islam dari seluruh dunia, dan kemudian kita mengingat kembali problema sangat rapuhnya persatuan dan kebersamaan di antara kaum muslimin, kita akan langsung menghubungkan kedua masalah ini. Bukankah Allah SWT berfirman dalam Al-Quran bahwa salah satu tujuan diperintahkannya ummat Islam melakukan ibadah haji ini dalah supaya mereka memperoleh manfaatnya? Bukankah saat melakukan ibadah haji itu, para peziarah Rumah Allah itu menujukkan persatuan dan kebersamaan mereka? Mengapa kebersamaan indah yang ditunjukkan oleh para hujjaj itu tidak bisa ditransformasikan ke dalam bentuk kebersamaan kaum muslimin di seluruh dunia?

Tidak bisa diragukan lagi bahwa optimisme mengenai akan terwujudnya persatuan di antara kaum muslimin dunia akan kita rasakan saat kita melihat kaum muslimin melakukan ibadah haji. Inilah yang dirasakan oleh sejumlah orang. Kini, kita simak penuturan Nyonya Zainab Kobold, seorang cendekiawan Barat yang baru saja memeluk agama Islam, dan ia juga sempat melakukan ibadah haji ke Mekah.

“Haji memberikan pengaruh yang sangat besar kepada saya. Jutaan ummat manusia datang dari delapan penujuru dunia. Secara bersama-sama, mereka melafazhkan pujian kepada Allah. Semua itu adalah pemandangan yang sangat menggetarkan. Tentu saja, berada di tengah-tengah massa yang menampilkan pemandangan kolosal seperti ini akan menjadi kenangan tersendiri yang tidak akan mungkin dilupakan. Berat dan jauhnya perjalanan akan terlupakan. Keragaman pemikiran dan perbedaan pendapat juga menjadi hilang musnah ditelan oleh agungnya kebersamaan ini. Keagungan persatuan, kebersamaan, dan persaudaraan inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya saya kepada agama suci iniâ.

Ibadah haji tentulah bukan hanya sekedar lembaran sejarah yang harus diisi oleh kehidupan seorang muslim. Haji juga bukan sekedar sepetak lahan di jazirah gersang bernama Hijaz, yang tiap tahun dihadiri oleh ummat manusia. Haji bahkan bukan hanya sekedar rangkaian amal ibadah dengan tata cara ketat yang harus dijalani oleh seorang muslim. Lebih dari semua itu, ibadah haji adalah rahmat Ilahi yang diturunkan tiap tahun pada waktu-waktu tertentu. Jauh di balik berbagai tata cara ibadah haji yang indah itu, tersembunyi rahasia, idealisme, hikmah, dan kata-kata yang harus kita gali.

Dalam sejarah ummat manusia, berbagai event massal telah diciptakan oleh makhluk ini dalam rangka menggapai sejumlah tujuan yang berbeda-beda. Event olah raga seperti Olympiade, misalnya, diselenggarakan dalam rangka menjalin persaudaraan antar bangsa sedunia. Berbagai seminar ilmiah internasional juga diselenggarakan untuk meningkatkan taraf pengetahuan. Akan tetapi, tidak ada satupun event massal yang pernah diselenggarakan oleh manusia dengan tujuan beragam seperti penyelenggaraan haji.

Pada awalnya, ketika ibadah haji ini mulai diperkenalkan oleh Nabi Ibrahim a.s, berbagai tata cara dan ketentuan yang ada pada ibadah tersebut mungkin belum menemukan konteks dan dimensi lintas bangsa. Kemudian, ketika ibadah haji ini mendapatkan legalitasnya dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul terakhir yaitu Nabi Muhammad SAWW, Allah berfirman dalam Al-Quran bahwa perintah ibadah haji ini diturunkan agar ummat manusia memperoleh manfaat darinya. Setelah belasan abad berlalu sejak kewajiban beribadah haji ini disyariatkan untuk ummat Islam, para ulama dan cendekiawan muslim mulai banyak menemukan dimensi-dimensi agung yang tersimpan di balik berbagai tata-cara haji tersebut. Makin hari, rahasia Ilahi ini makin terkuak.

Sebagaimana yang selama ini telah kita ketahui dan telah berulang-ulang kita bahas, dunia Islam saat ini memang sedang dihadapkan kepada berbagai masalah krusial yang mengancam dan datangnya dari dunia Barat. Di abad pertengahan lalu, mayoritas bangsa-bangsa muslim berada dalam penjajahan negara-negara Barat. Setelah itu, muncul era imperialisme baru dalam bentuk ekspansi politik, ekonomi budaya. Kaum muslimin dijauhkan dari agama mereka, karena Islam dikesankan sebagai agama reaktif, kolot, keras, dan militan.

Setelah terjadinya persitiwa teror 11 September 2001, bentuk permusuhan Barat terhadap Islam itu memiliki nuansa lain. Kini, mereka menggunakan kekerasan dan militer dalam menekan kaum muslimin. Ternyata, sikap Barat seperti itu malah membangkitkan kesadaran kaum di seluruh dunia untuk meraih identitas mereka yang selama ini terkoyak-koyak. Saat ini, sentimen anti AS di kalangan kaum muslimin semakin hari semakin berkembang. Bagi kita, kaum muslimin, AS adalah simbol utama wajah Barat di dunia. Akan tetapi, justru kesadaran inilah yang semakin membangkitkan tekanan Barat terhadap dunia Islam.

Untuk menghadapi semua konspirasi ini, semua sepakat bahwa kaum muslimin harus bersatu, dan untuk itu, diperlukan sebuah sarana yang bisa mendekatkan kaum muslimin di seluruh dunia satu sama lain. Di sinilah fungsi ibadah haji menjadi tampak bagi kita. Kita simak berikut ini penuturan Ali Tourier, seorang muslim asal Perancis, tentang hubungan antara ibadah haji dan persatuan ummat Islam.

“Saat menjalankan ibadah haji, seorang muslim akan memperolah pemahaman bahwa tidak ada satupun dalam hidup ini yang berpengaruh kecuali Allah Yang Esa. Hanya Dialah satu-satunya Zat yang layak untuk disembah oleh seluruh ummat manusia. Adanya satu Zat yang disembah itu membuat para penyembahnya, yaitu kita kaum muslimin, memiliki banyak kesamaan yang bisa menjadi dasar kuat untuk meningkatkan persatuan. Inilah yang saat ini harus gali dari esensi ibadah haji. Saat ini, kaum muslimin dani seluruh dunia sedang menghadapi banyak permasalahan yang datang dari dunia Barat, dan problema itu hanya bisa dihadapi jika kita semua bersatu. Ibadah haji bisa menjadi inspirasi yang sangat indah bagi persatuan kita”.

Berbagai tata cara ibadah haji lainnya juga memiliki hikmah dan kandungan konsep-konsep kebaikan yang sangat agung. Dunia saat ini sedang dihadapkan kepada salah satu masalah besar, yaitu ketidakadilan. Dunia Barat hidup dalam limpahan materi dan kemewahan yang sebenarnya mereka dapatkan dengan cara mengeksploitasi negara-negara dunia ketiga. Sementara itu di belahan dunia lainnya, jutaan penduduk bumi terancam mati karena kelaparan. Ini adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun.

Akar dari semua itu adalah kesalahan konsep Barat saat memandang diri mereka dan membandingkannya dengan bangsa-bangsa lain. Berbagai sepak terjang dan kebijakan internasional Barat, kalau mau diteliti lebih dalam, menunjukkan secara jelas bahwa mereka itu tidak egaliter. Mereka merasa memiliki darah yang superior dibandingkan dengan darah bangsa-bangsa kulit berwarna. Sampai batas-batas tertentu yang cukup signifikan, paham-paham elitisme itu juga diserap oleh sejumlah pemimpin dunia ketiga. Jadinya, ketidakadilan itu muncul di mana-mana, mulai di tingkat global, regional, hingga lokal.

Untuk itulah, dunia saat ini memerlukan gerakan-gerakan tertentu yang memperjuangkan konsep keadilan universal. Di sini, marasim haji kembali menawarkan solusinya. Kewajiban orang-orang yang berhaji untuk menanggalkan semua pakaian kebesaran dan menggantinya dengan lembaran kain putih saat berihram merupakan pesan yang sangat jelas untuk bisa ditangkap tentang keinginan agama Islam ini untuk menegakkan keadilan di muka bumi. Jika kita saat ini berkunjung ke Mekah, kita akan segera merasakan suasana egaliter yang tidak akan bisa ditemukan di tempat manapun di dunia ini. Semua berpakaian sama. Kita tidak akan bisa membedakan mana di antara jamaan haji itu yang kaya, dan mana yang miskin; mana yang pemimpin dan mana rakyat jelata.

Terkait dengan hubungan antara ibadah haji dan konsep egalitarianisme tersebut, kami kutipkan buat Anda kata-kata Imam Ali bin Abi Thalib a.s. tentang ibadah haji berikut ini. “Tidak diragukan lagi bahwa siapapun yang mampu menangkap spiritualitas keesaan Allah dalam ibadah haji, ia tidak akan membiarkan jiwanya jatuh ke dalam kehinaan dan represi. Siapa saja yan dalam ibadah haji ini mampu menyingkirkan perbedaan dan keistimewaan-keistimewaan duniawi, ia akan merasakan adanya kesucian, kebaikan hati, egalitarianisme, dan kasih sayang pada jiwanya. Setelah itu, ia akan menyebarkan berbagai hal yang indah itu di tengah-tengah masyarakatâ.

Musim haji telah tiba. Jutaan kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia berkumpul di tanah suci Makkah Al-Mukarramah. Semua datang mewakili berbagai bangsa, berbagai warna kulit, dan berbagai ras di dunia, dengan membawa identitas yang sama, yaitu Islam. Mereka juga mengenakan pakaian serupa sambil mengucapkan berbagai kalimat pujian kepada Allah. Mereka secara serentak berseru, “Labbaik, Allahumma labbaik!” Betapa agungnya kumpulan manusia ini. Sepanjang sejarah, tidak akan pernah kita dapati pemandangan indah dan agung seperti yang ditunjukkan oleh kaum muslimin saat mereka melakukan ibadah haji. Akan tetapi, justru kaum muslimin inilah yang saat ini menjadi komunitas yang paling menderita di dunia.

Ketika kaum muslimin untuk pertama kalinya menunaikan ibadah haji secara bebas, Rasulullah SAWW memerintahkan para sahabat setianya agar menunjukkan keagungan Islam ini secara demonstratif. Kaum muslimin disuruh meneriakkan kalimat-kalimat talbiah dengan suara lantang. Gerakan-gerakan thawaf dan sa’iy juga diminta agar dilakukan dengan penuh gairah. Melihat hal tersebut, kaum musyrikin Mekah yang untuk sementara waktu menyingkir ke atas bukit-bukit batu di sekeliling kota, sontak tertegun. Ibadah haji kaum muslimin adalah manuver yang berisikan pesan kehebatan kekuatan ummat Muhammmad di depan berbagai kekuatan lainnya.

Sampai batas-batas tertentu, kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji saat ini juga bisa dikatakan telah menunjukkan keagungan agama ini kepada ummat manusia di dunia. Bagaimanapun juga, kesamaan pakaian ihram, kalimah talbiah, dan tata cara peribadatan, telah memberikan kesan yang sangat kuat bahwa kaum muslimin memang memiliki fondasi yang kuat untuk bersatu. Akan tetapi, fakta yang ada menunjukkan bahwa keagungan yang ditunjukkan jamaah haji itu belum sampai pada tahap sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah dan ummatnya dulu. Jika tidak, tentulah musuh-musuh Islam itu sudah lama tidak berani melakukan represinya kepada ummat Muhammad ini, dan nasib ummat Islam tidaklah seperti sekarang ini. Lihatlah apa yang menimpa kaum muslimin di Irak, Palestina, Afghanistan, dan kawasan-kawasan lainnya. AS, Zionis, dan sekutu-sekutunya telah menimbulkan penderitaan berkepanjangan pada kaum muslimin di kawasan-kawasan itu.

Begitu transparannya kekejaman negara-negara arogan dunia, terutama AS, hingga sewasa ini, opini umum dunia memandang AS sebagai pemerintah yang haus kekuasaan, unilateral, dan konfrontatif yang berencana menguasai dunia dan merampok sumber-sumber kekayaan negara lain, khususnya negara-negara muslim. Atas alasan ini, sebelum didudukinya Irak oleh AS dan Inggris, sempat timbul penentangan luas dari masyarakat dunia. Masyarakat dunia tidak mempercayai klaim AS bahwa invasi mereka ke Irak adalah demi menolong rakyat Irak dan menegakkan demokrasi di negara tersebut. Kini, AS telah berubah menjadi rezim yang paling dibenci di dunia yang telah membuat ketidakamanan dan kekerasan yang menyebar luas di negeri-negeri muslim.

Setelah kejadian 11 September, Gedung Putih melakukan aksi imperialisme dan perampokannya terhadap negara-negara muslim secara terang-terangan dan penuh kekerasan. Negara ini telah menghidupkan kembali periode imperialisme kuno. Hal inilah yang kini tengah terjadi di Irak dan Afghanistan. Tentara AS secara langsung menyerang dan menduduki kedua negara tersebut. Sementara pasukan AS sibuk menyerang penduduk sipil, perusahaan-perusahaan minyak AS juga tak henti-hentinya menguras sumber minyak di Irak untuk dijual ke luar negeri.

Pada saat yang sama, jaringan raksasa media massa AS tak henti-hentinya melancarkan propaganda negatif terhadap kaum muslimin. Dengan tujuan untuk mengubah opini dunia yang membenci aksi invasi AS, di satu sisi, media massa AS berusaha menjustifkasi dengan slogan-slogan penegakan demokrasi. Di sisi lain, media massa Barat juga berusaha menciptakan opini bahwa kaum muslimin adalah teroris, pencinta kekerasan, serta berniat untuk menghancurkan peradaban Barat. Peristiwa 11 September dimanipulasi sedemikian rupa untuk menyerang Islam dan kaum muslimin. Tak pelak lagi, berbagai propaganda anti Islam ini justru menimbulkan kebencian dari kaum muslimin dunia terhadap AS.

Dukungan total yang ditunjukkan AS terhadap rezim Zionis merupakan salah satu konspirasi kotor yang membuat penderitaan kaum muslimin bertambah panjang. Rezim Zionis telah merebut tanah air milik bangsa Palestina dan mendirikan sebuah negara ilegal di atasnya. Tiap harinya, rezim ini melakukan penyerangan, pembantaian, dan penghancuran atas rumah dan ladang milik bangsa Palestina. berbagai kejahatan itu mendapatkan dukungan dari AS, baik dengan bantuan politik, ekonomi, militer, maupun propaganda. Karena dukungan terang-terangan yang ditunjukkan oleh AS terhadap Israel yang merupakan musuh dunia Islam, tak heran bila masyarakat muslim di seluruh dunia membenci AS dan menganggapnya sebagai musuh.

Selepas keruntuhan Uni Sovyet tahun 1991 dan berakhirnya Perang Dingin, AS menjadi satu-satunya kekuatan adidaya di dunia. Sejak itu pula AS semakin agresif dalam menjalankan politik unilateralnya. Dengan berbagai cara, AS berusaha menanamkan pengaruhnya di berbagai negara dengan tujuan untuk meraih keuntungan ekonomi dan politik. Dengan menjalin kronisme dengan para penguasa di berbagai negara muslim atau melakukan tekanan-tekanan politik, perusahaan-perusahaan AS meraih keuntungan yang sangat besar dalam eksplorasi kekayaan alam di negara-negara tersebut. AS juga mendalangi berbagai konflik politik di banyak negara, yang ujung-ujungnya, pihak yang meraih keuntungan dari konflik tersebut adalah AS.

Pasca Serangan 11 September 2001, AS semakin terang-terangan dalam melancarkan serangan dan tekanan terhadap kaum muslimin sedunia. Isu-isu terorisme senantiasa dimunculkan oleh para pejabat AS dan disebarluaskan oleh jaringan media massa negara ini. Akibatnya, kaum muslimin di AS dan Eropa banyak yang menjadi korban dari sikap kebencian di kalangan masyarakat Barat terhadap Islam. Mereka dilecehkan, diserang, atau bahkan dipenjarakan tanpa alasan yang jelas.

Kini, bukan hanya masyarakat muslim dunia yang menyadari kebusukan AS itu, namun juga masyarakat Barat, termasuk rakyat AS sendiri. Berbagai demonstrasi yang marak terjadi di negara-negara Barat, termasuk di dalam negeri AS sendiri, membuktikan adanya kesadaran opini umum dunia atas kejahatan rezim Washinton ini. Namun demikian, satu-satunya cara untuk menghentikan kejahatan AS di atas bumi adalah dengan persatuan di antara seluruh kaum muslimin yang telah tersadarkan akan wajah asli AS sebagai sebuah negara imperialis di abad modern.

Bertemunya kaum muslimin pada musim haji jelas merupakan kesempatan sangat bagus untuk mempererat persatuan ini. Jamaah haji dari seluruh dunia, khususnya kaum cendekiawan mereka, harus menyadari bahwa kedatangan mereka ke Mekah adalah atas undangan Allah SWT. Kini, ummat Islam yang menyembah Allah sedang berada dalam kesulitan besar akibat konspirasi AS dan sekutu-sekutunya. Karena itu, dengan sangat mudah kita bisa memahami bahwa salah satu perintah yang diberikan oleh Allah kepada kita semua adalah menyelesaikan segala problema yang dihadapi oleh kaum muslimin itu, dan haji merupakan kesempatan yang sangat bagus untuk menjalankan perintah Allah itu.

Para jamaah haji di Mekah tentulah akan bertemu dengan saudara-saudara mereka dari Irak, Afghanistan, Palestina, Bosnia, negara-negara Afrika, atau bangsa-bangsa muslim lainnya. Akanlah sangat aneh jika para jamaah haji itu tidak terusik hatinya untuk setidaknya bertanya mengenai penderitaan yang mereka alami di negara masing-masing. Itulah hal yang minimalnya harus dimanfaatkan oleh jamaah haji dari ibadah yang sedang mereka jalani tersebut. Lebih jauhnya lagi, mereka bisa berbincang-bincang dan bertukar pikiran mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk menanggulangi berbagai penderitaan itu. Meskipun mungkin saja perbincangan yang sekilas itu tidak bisa diharapkan untuk melahirkan solusi praktis bagi problema yang ada, akan tetapi setidaknya dari perbincangan itu bisa timbul kebersamaan, kesadaran, dan rasa senasib sepenanggungan di antara sesama ummat Islam sedunia.

 

Matahari semakin merangkak ke atas langit. Panasnya menyengat hingga ke ubun-ubun. Pada hari itu, sejarah tengah menjadi saksi perjalanan sangat menentukan seorang utusan Allah bernama Ibrahim a.s. Ia bersama istrinya yang bernama Hajar dan anaknya yang masih menyusui bernama Ismail, sedang melintasi hamparan padang pasir yang sangat luas. Ibrahim sedang menjalankan perintah Allah. Ia ditugaskan untuk pergi dari Tanah Syam ke sebuah tempat yang dijanjikan bernama Mekah.

Hanya ketawakalan tingginya kepada Allah yang membuatnya mau menjalani tugas berat ini. Di tengah-tengah perjalanan, saat ia menemui kawasan-kawasan yang agak teduh dan memiliki pepohonan atau air, ia berharap semoga itulah tempat yang dijanjikan oleh Allah. Ibrahim berharap demikian karena di tempat yang dijanjikan tersebut, ia harus meninggalkan anak dan istrinya. Akan tetapi, ternyata bukan tempat-tempat seperti itulah yang dikehendaki oleh Allah.

Setelah beberapa hari menempuh perjalanan yang sangat jauh, sampailah tiga manusia pilihan itu di sebuah lembah yang kering, tanpa air dan tanpa rerumputan sedikitpun. Di tempat itulah Ibrahim diperintahkan untuk berhenti. Inilah tempat yang diisyaratkan oleh Allah akan menjadi rumah-Nya. Akan tetapi, dalam tahap awal, kawasan tanpa tanda-tanda kehidupan itu harus dibuka oleh Hajar dan anaknya saja. Sedangkan Ibrahim, untuk sementara waktu diharuskan pulang kembali ke Syam. Untuk itulah, sesuai dengan perintah Allah, segera setelah sampai di lembah gersang tersebut, Ibrahim langsung pamitan untuk segera pergi.

Hajar memandang lekat ke wajah Ibrahim sambil berkata, “Wahai Ibrahim suamiku, Betulkah engkau akan meninggalkan kami di tempat seperti ini? Tidakkah engkau melihat bahwa ini adalah tempat yang betul-betul asing bagi kami, tanpa air dan tanpa tanaman? Ke mana engkau hendak pergi? Kepada siapakah engkau serahkan nasib aku dan anakmu yang masih bayi ini?”

Mendengar perkataan Hajar itu, Ibrahim meneteskan air mata. Sambil matanya memandang kedua orang yang sangat disayangnya itu, ia menjawab, “Allah yang telah memerintahkanku untuk meninggalkanmu di sini”.

Sejenak Hajar terdiam. Lalu ia berkata, “Kalau demikian, pergilah wahai Ibrahim. Allah yang Maha Pengasih tidak akan mungkin menelantarkan kami sendirian”.

Ibrahim kemudian bersiap-siap untuk pergi. Sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk berdoa dengan hati yang tulus, doa yang terekam dalam Al-Quran surat Ibrahim ayat 37. “Ya Allah, wahai Tuhan kami, aku telah meninggalkan sebagian dari anak keturunanku di sebuah lembah gersang tanpa tanaman, yang menjadi rumah-Mu, agar mereka mendirikan shalat di sini. Jadikanlah hati sebagian manusia agar cenderung kepada mereka. Ya Allah, berikan mereka rizki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu”.

Ibrahim pun pergi meninggalkan Hajar dan Ismail. Inilah saatnya bagi Hajar dan Ismail untuk menjalani ujian yang sangat berat. Beberapa waktu kemudian, persediaan air dan makanan mereka habis. Ke manakah mereka harus mencari makanan dan minuman untuk menyambung nafas dan hidup? Dalam kondisi seperti itu, Hajar yang saat itu berada di sebuah bukit kecil bernama Shafa, matanya tertumbuk pada bayangan kamuflase air di bukit kecil lainnya bernama Marwah. Ketika sampai di Marwah dan tidak didapatinya air, ia malah melihat bayangan kamuflase air itu di bukit Shafa.

Setelah tujuh kali berlari-lari dari Shafa ke Marwah dalam rangka mencari air, Hajar tiba-tiba mendengar tangisan bayinya, Ismail. Rasa putus asa meliputi jiwanya. Ia sendiri saat itu merasakan kehausan yang membakar tenggorokannya. Ia tidak tahu, apa yang akan diberikan kepada bayinya yang menangis itu. Ia kemudian berlari mendatangi bayinya. Betapa terkejutnya ketika ia melihat bayinya itu tengah menjejak-jejakkan kakinya di atas tanah yang basah. Tak lama kemudian, mengalirlah air jernih dan segar dari bawah kaki Ismail. Dengan rasa gembira yang luar biasa, Hajar meminum air tersebut. Puji dan syukur ia panjatkan kepada Allah. Semakin yakinlah ia bahwa Allah tidak akan pernah membiarkan hambanya sendirian.

Ternyata, tepat di bawah kaki Ismail terdapat sumber mata air yang hingga kini, setelah ribuan tahun berlalu dari ditemukannya tempat itu, masih terus memancarkan air. Keberadaan mata air yang kemudian diberi nama “Zamzam” itulah yang membuat para musafir tidak pernah melewatkan untuk tinggal sejenak di tempat itu. Lama-lama, nadi kehidupan semakin berdenyut di lembah Mekah itu, dan terkabullah doa Nabi Ibrahim, yang meminta kepada Allah agar orang-orang memiliki kecenderungan untuk mendatangi kawasan yang tadinya sangat gersang tersebut. Beberapa tahun kemudian, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, Ibrahim kembali ke Mekah. Bersama anaknya, Ismail, ia membangun Ka’bah, rumah Allah yang kemudian tiap tahun didatangi oleh para peziarah.

Ribuan tahun berlalu. Generasi demi generasi datang silih berganti. Berbagai peradaban di sejumlah belahan dunia muncul dan tumbang. Puluhan utusan Allah diturunkan oleh-Nya ke berbagai kaum. Ka’bah, rumah Allah itu, masih tegak berdiri. Mata air Zamzam yang dulu ditemukan oleh Hajar dan Nabi Ismail juga masih terus mengalirkan mata air yang segar. 571 tahun setelah lahirnya Nabi Isa a.s., sebuah peritiwa paling fenomenal dalam sejarah ummat manusia, bahkan mungkin paling fenomenal di seluruh alam semesta, kembali berlangsung di lembah Mekah yang saat itu sudah makin ramai. Seorang Nabi terakhir dan makhluk paling sempurna di alam semesta lahir di kota ini.

Nabi bernama Muhamad SAWW yang juga merupakan keturunan Nabi Ibrahim ini, kemudian menyebarkan agama paling sempurna bernama Islam. Lewat ajaran agama ini, Rasulullah SAWW menyampaikan perintah Allah kepada ummatnya yang mampu, untuk menunaikan ibadah haji dengan cara mendatangi kota Mekah. Mereka diperintahkan untuk berihram, wukuf di Arafah, singgah di Muzdalifah, melempar jumrah, dan bermalam di Mina. Kaum muslimin juga diperintahkan untuk berthawaf bahkan melakukan napak tilas dengan apa yang telah diperbuat oleh Hajar dahulu, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa.

Sungguh sebuah pemandangan yang sangat indah dan menggetarkan. Mekah yang kini bukan lagi lembah yang gersang, di hari-hari terakhir ini dipenuhi oleh jutaan ummat Muhammad. Mereka berpakaian sama dan melantunkan kalimah-kalimah pujian kepada Allah yang serupa. Mereka semua meniru apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan keluarganya ribuan tahun yang lalu. Mereka melakukan rangkaian ibadah yang di dalamnya tersimpan berbagai konsep kebaikan seperti semangat persamaan, persatuan, ketawakalan pada Allah, kesederhanaan, kesadaran sosial, pengorbanan, semangat memerangi hawa nafsu, dan cinta kepada Allah.

Lihatlah padang Arafah. Jutaan manusia melakukan wuquf di padang ini, di bawah sengatan terik mentari. Tidak ada yang mereka kerjakan sejak siang hari hingga tenggelamnya matahari itu kecuali berzikir, beribadah, dan menumpahkan kerinduan kepada Allah. Manakala mentari tenggelam, secara serentak mereka bergerak ke arah Muzdalifah. Di sini, di sepanjang keheningan malam, mereka ber-khalwat dengan Allah yang Maha Pengasih. Ya Allah, apakah gerangan yang berada dalam benak jutaan manusia itu, hingga secara bersama-sama mereka melewatkan malam yang dingin di Muzdalifah dengan hanya bermunajat kepada-Mu”.

Muzdalifah ternyata bukan tempat tujuan akhir. Sambil bermunajat, mereka juga menyiapkan batu-batu sebagai alat perang. Besok, mereka akan melakukan pengorbanan. Tapi, sebelum itu, mereka pasti akan bertempur terlebih dahulu dengan setan di Mina. Ketika fajar menyingsing dan adzan shubuh berkumandang, jutaan ummat manusia itu melakukan ibadah shalat shubuh. Kemudian mereka bergerak ke Mina. Di sana, saat perjalanan mereka dihadang oleh setan, dengan gagah berani mereka bunuh syetan dan mereka hancurkan hawa nafsu yang ada pada diri mereka. Setelah mampu melewati godaan setan, para jamaah haji itu menyembelih hewan kurban. Berbahagialah mereka yang memiliki kemampuan dan kemudian memenuhi panggilan Allah untuk melakukan ibadah haji ini.

 

Di hari Idul Adha jalanan dipenuhi dengan wangi semerbak kebahagiaan. Suasana penantian akan datangnya keindahan saat hamba-hamba Allah mengorbankan hal yang dicintainya demi rasa cinta kepada Allah, sangat terasa di mana-mana. Idul Adha atau Idul Qurban, adalah hari raya penghambaan. Idul Qurban adalah hari raya bagi siapa saja yang menganggap dirinya hanyalah seorang hamba yang harus mengorbankan hal yang paling dicintainya kepada Allah.

Marilah kita sekarang melakukan perjalanan ruhani ke Mina. Di tempat itu, pada hari Raya Idul Adha, jutaan jamaah haji melakukan penyembelihan atas hewan kurban. Sebelumnya, mereka melakukan lempar jumrah. Mereka melempari tugu-tugu yang menjadi simbol hawa nafsu syaitaniah. Apa yang dilakukan jamaah haji itu merupakan pengulangan atas sebuah peristiwa sangat agung yang pernah terjadi terhadap Ibrahim dan putranya Ismail, ‘alaihimas-salam. Peristiwa yang agung itu tercantum dalam Al-Quran surah Ash-Shaffat ayat 102 dan 102. Dalam surat itu, Allah berfirman sebagai berikut.

“Telah Kami kabarkan berita gembira kepada Ibrahim tentang anaknya yang sangat sabar. Ketika anaknya (Ismail) itu telah sampai pada usia yang cukup baginya untuk melakukan usaha, Ibrahim berkata, ‘Wahai anakku, sungguh aku telah bermimpi. Dalam mimpiku itu, aku menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?’ Ismail lalu menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apapun yang telah diperintahkan. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar”.

Percakapan yang pendek ini merekam sebuah gambaran dunia yang bersih serta penuh dengan kerelaan dan cinta. Dua manusia mulia ini, yaitu Ibrahim dan Ismail, telah menunjukkan sebuah konsep penghambaan yang paling agung. Bagi siapapun juga, hal paling berharga yang dimiliki oleh manusia adalah nyawanya. Bagi seorang ayah, nyawa anak kandung adalah benda paling bernilai kedua. Bahkan, dalam banyak kasus, seorang ayah seringkali lebih menghargai nyawa anaknya daripada nyawa dirinya sendiri. Karena itu, kepatuhan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan nyawa anaknya, dan kepatuhan Ismail dalam untuk mengorbankan nyawanya sendiri, demi menaati perintah Allah, jelas hanya bisa terjadi karena keduanya sudah sampai kepada tingkat penghambaan tertinggi.

Pengorbanan tiada tara yang dilakukan oleh Ibrahim dan Ismail itu menyebabkan turunnya rahmat dan keridhoan dari Allah yang Maha Pengasih. Allah kemudian mengganti Ismail dengan seekor domba. Ismail sendiri selamat karena yang kemudian disembelih adalah domba yang diturunkan Allah itu. Simaklah firman Allah sebagaimana yang terekam dalam surah Ash-Shaffat ayat 105 hingga ayat 110 berikut ini.

“Wahai Ibrahim, perintah yang engkau dapati dalam mimpi itu telah engkau kerjakan. Kami tentu memberikan balasan kepada orang-orang yang baik seperti itu. Sesungguhnya, ini adalah ujian yang sangat besar. Untuk itu, kami ganti pengorbanan itu dengan sembelihan yang agung. Nama Ibrahim akan Kami kekalkan bagi ummat-ummat setelahnya. Salam bagi Ibrahim. Kami berikan pahala bagi kebaikan seperti ini. Ia termasuk di antara hamba-hamba-Ku yang beriman”.

Idul Qurban adalah puncak dari pelaksanaan manasik haji. Di Mina, pada hari itu, kita akan melihat jutaan hamba Allah mengerjakan perintah Allah ini. Mereka berkurban sebagaimana yang dulu pernah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Dengan penuh cinta dan keikhlasan, mereka membeli hewan yang paling baik dan tidak memiliki cacat sedikitpun. Setelah itu, hewan pilihan itu justru mereka kurbankan dan mereka persembahkan kepada Allah.

Di seluruh dunia, kaum muslimin juga merayakan hari pengorbanan ini. Bersama-sama dengan saudara-saudara mereka yang berada di Mina, mereka juga merayakan keberhasilan mereka dalam mengalahkan hawa nafsu dan bisikan setan. Mereka bergembira karena mampu meneladani perilaku keluarga Nabi Ibrahim, yang dengan tangguhnya mampu menghadapi godaan-godaan setan, sehingga berbagai manuver syaitan yang menyesatkan berhasil dihalau, bahkan betul-betul diperangi. Sikap teguh memerangi syaitan ini dalam ibadah haji dilambangkan dengan melontar jumrah.

Bersama para jamaah haji lainnya, mereka berharap sepenuh hati agar dengan ibadah haji dan kurban itu, kecintaan pada dunia, kecintaan kepada diri, anak, isteri,suami, dan harta jangan sampai melebihi dengan kecintaannya kepada Allah. Allah berfirman, “Di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang yang beriman, mereka amat mecintai Allah” (Quran Surah Al-Baqarah ayat165).

Haji adalah lambang persatuan dan kesatuan umat. Ajaran ini tercermin sejak orang yang melaksanakan ibadah haji memasuki miqat. Di sini mereka harus berganti pakaian karena pakaian melambangkan pola, status, dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan batas palsu yang tidak jarang menyebabkan perpecahan di antara manusia. Selanjutnya dari perpecahan itu timbul konsep "aku", bukan "kami atau kita", sehingga yang menonjol adalah kelompokku, kedudukanku, golonganku, sukuku, bangsaku, dan sebagainya yang mengakibatkan munculnya sikap individualisme. Penonjolan "keakuan" adalah perilaku orang musyrik yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.


Haji juga melambangkan egalitarianisme. Mulai dari miqat mereka mengenakan pakaian yang sama yaitu kain kafan pembungkus mayat, yang terdiri dari dua helei kain putih yang sederhana. Semua memakai pakaian seperti ini. Tidak ada bedanya antara yang kaya dan yang miskin, yang cukup makan dan yang kurang makan, yang dimuliakan dan yang dihinakan, yang bahagia dan yang sengsara, yang terhormat dan orang awam, yang berasal dari Barat dan yang berasal dari Timur. Mereka memakai pakaian yang sama, berangkat pada waktu dan tempat yang sama, dan akan bertemu pada waktu dan tempat yang sama pula. Mereka beraktifitas dengan aktivitas yang sama dan menggunakan kalimat yang sama.

Ibadah haji dan kurban juga menunjukkan semangat ketundukan secara mutlak terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah. Ibadah kurban juga mengajak ummat manusia di dunia agar selalu bersiap-siap untuk melakukan pembelaan terhadap agama dan ideologi. Surah Al-Haj ayat 37 juga mengisyaratkan kepada ummat Islam bahwa yang paling penting dari ibadah kurban adalah semangat untuk terus menempa diri hingga menjadi hamba yang bertakwa. Disebutkan dalam surat itu bahwa daging dan darah hewan sembelihan itu tidak akan sampai kepada Allah, karena memang Allah tidak membutuhkan semua itu, dan yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaan kita.

Karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tujuan yang harus dicapai oleh manusia dengan ibadah haji adalah pencapaian tahap demi tahap nilai ketakwaan, hingga mencapai derajat manusia sempurna. Keterpisahan dan hal-hal duniawi yang mengikat dan dari berbagai bentuk hawa nafsu adalah pelajaran terpenting yang harus diserap oleh siapa saja yang menjalankan ibadah haji ini.

Berkorbanlah layaknya Ibrahim dan Ismail

Nyawa siap terlepas demi pengabdian dan cinta sejati

Jika tidak, maka kepergianmu ke Kabah

Hanya membuat setan tertawa terbahak-bahak

Berkorbanlah, tapi dirimulah yang dikorbankan itu

Bukan domba, dan bukan yang selain dirimu

Jika tidak, sungguh engkau belum mampu memahami

Makna dari setan yang dikutuki

Sabtu, 09 Februari 2013 07:33

Umrah Mufradah

1. Ihram di Miqat; a. Memekai dua helai yang tidak dijahit bagi laki-laki, b. Niat c. membaca: "لبیک اللهم لبیک لبیک لاشریک لک لبیک إنّ الحمد و النعمة لك و الملك لاشريك لك لبيک"

2. Tawaf; Menglilingi baitulah sebanyak tujuh kali dengan niat qurbat dan dalam kondisi suci. Tawat harus dimulai Hajarul Aswad dan diakhiri di tempat itu juga.

3. Salat tawaf Mengerjakan dua rakaat salat seperti salat Subuh di belakangMaqam Ibrahim as dengan salat Tawaf.

4. Sa’i antara Shafa dan Marwah; Menempuh jarak antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 kali. Sa’ini harus dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah.

5. Taqsir; Memutong sebagian rambut atau kaku.

Sabtu, 09 Februari 2013 07:32

Umrah Tamatu

1. Melakukan ihram di Mekkah."

 

 

 

 

2. Melakukan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzuhijjah dimulai dari waktu Zuhur hingga matahari terbenam.

 

3. Melakukan wukuf di Muzdalifah pada malam 10 Dzulhijjah dengan niat menaati perintah Allah dimulai dari azan Subuh hingga matahari terbit.

4. Melontar Jumrah ‘Aqabah di Mina dengan tujuh kerikil pada siang hari tanggal 10 Dzulhijjah."

 

 

5. Menyembelih binatang korban di Mina pada siang hari tanggal 10 Dzulhijjah.

6. Memotong atau menggundul rambut di Mina pada siang hari tanggal 10 Dzulhijjah.

7. Bermalam di Mina pada malam 11 dan 12 Dzulhijjah."

 

 

 

8. Melontar ketiga Jumrah dengan tujuh kerikil pada siang hari tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah.

9. Melakukan tawaf di sekeliling Baitullah dengan niat tawaf haji.

10. Mengerjakan dua rakaat salat tawaf di belakang Maqâm Ibrahim as."

 

 

 

11. Melakukan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah.

12. Melakukan tawaf Nisâ’.

13. Mengerjakan dua rakaat salat tawaf Nisâ’.

Sabtu, 09 Februari 2013 07:27

Nashr bin Muzahim

Nashr bin Muzahim

(120 – 212 H.)

Kelahiran

Abul Fadhl, Nashr bin Muzahim bin Sayyar al-Minqari, salah seorang sejarawan terhosor Syi'ah lahir di kota Kufah. Akan tetapi, sejarah tidak mencatat tanggal kelahirannya secara pasti. Sebagian sejarawan menganggap ia hidup dalam kurun waktu dimana Abu Mikhnaf hidup. Mengingat Abu Nashr memiliki usia yang cukup panjang dan Abu Mikhnaf meninggal dunia sebelum tahun 170 H., ada kemungkinan ia dilahirkan pada tahun 120 H.

Tempat Berdomisili

Nashr bin Muzahim lebih banyak menghabiskan usianya di Baghdad. Pada waktu itu, Baghdad adalah sebuah kota yang baru dibangun. Akan tetapi, karena kota ini adalah ibu kota dan pusat kekhalifahan pada masa itu, ia mampu menarik para ilmuwan tersohor untuk berdomisili di sana. Al-Khathib al-Baghdadi di dalam buku sejarahnya menyebut Nashr bin Muzahim sebagai salah seorang tokoh ilmuwan Baghdad.

Ke-tsiqah-an

Para sejarawan berbeda pendapat tentang ke-tsiqah-an Nashr bin Muzahim. Sepertinya, perbedaan pendapat ini disebabkan oleh karena ia adalah seorang pengikut mazhab Syi'ah.

Ibn Hibban menyebut ia sebagai salah seorang tokoh yang tsiqah dan dapat dipercaya. Tentang tokoh yang satu ini, Ibn Abil Hadid berkomentar, "Nashr bin Muzahim adalah seorang tokoh yang tsiqah, dapat dipercaya, dan teguh. Segala ucapan dan penukilan-penukilannya adalah absah. Ia tidak pernah mengucapkan sesuatu karena didorong oleh hawa nafsu dan niat berbohong. Ia adalah salah seorang tokoh perawi hadis."

Berbeda dengan seluruh pendapat tersebut, 'Uqaili berpendapat, "Nashr bin Muzahim adalah seorang pengikut mazhab Syi'ah. Hadis dan pendapatnya banyak mengalami pertentangan, karena ucapannya tidak memiliki keserasian antara yang satu dengan lainnya." Abu Hatim juga berkomentar, "Hadis-hadis Nashr bin Muzahim mengalami penyelewengan dan tidak dapat diamalkan."

Para Guru

Ia banyak menimba ilmu di kota Baghdad dari beberapa guru berikut ini:

a. Sufyan ats-Tsauri.

b. Syu'bah bin Hajjaj.

c. Hubaib bin Hassan.

d. Abdul Aziz bin Sayyah.

e. Yazid bin Ibrahim asy-Syusytari.

f. Abul Jarud.

g. Ziyad bin Mundzir.

Para Murid

Banyak murid yang telah menimba ilmu darinya. Sebagian dari mereka dapat kita lihat berikut ini:

a. Husain bin Nashr, putranya.

b. Nuh bin Hubaib al-Qaumasi.

c. Abu Shalt al-Hirawi.

d. Abu Sa'id al-Asyja'.

e. Ali bin Mundzir ath-Thariqi, dan sebagian tokoh-tokoh kota Kufah.

Karya Tulis

Nashr bin Muzahim memiliki banyak karya tulis. Sebagianya dapat kita lihat di bawah ini:

a. Waq'ah ash-Shiffîn.

b. Al-Jamâl.

c. Al-Ghârât.

d. Maqtal Hujr bin 'Adi.

e. Maqtal Husain bin Ali as.

f. 'Ain al-Wardah.

g. Akhbâr al-Mukhtar.

h. Al-Manâqib.

Wafat

Nashr bin Muzahim meninggal dunia pada tahun 212 H.

Sabtu, 09 Februari 2013 07:18

Biografi Singkat Muhammad SAWW

Muhammad bin Abdullah bin Abdul Manaf dilahirkan di kota Makkah. Abdullah, ayahnya meninggal dunia sebelum ia dilahirkan. Ketika ia berusia enam tahun, ibunya tercinta juga harus meninggalkan dunia fana ini.

Akhirnya ia dibesarkan oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib hingga berusia delapan tahun. Setelah Abdul Muthalib meninggal dunia, ia tinggal bersama pamannya, Abu Thalib. Selama tinggal bersama Abu Thalib, perilakunya mendapat perhatian penduduk sekitar, dan tidak lama berselang ia telah mendapat tempat di hati mereka. Berbeda dengan anak-anak sebayanya yang selalu mengurai rambut dan tidak menatanya dengan rapi, iaslalu menata rambutnya dengan rapi dan membersihkan wajahnya layaknya orang dewasa. Ia tidak pernah rakus terhadap makanan. Teman-teman sebayanya --sebagaimana layaknya kebiasaan anak-anak kecil-- selalu makan dengan tergesa-gesa, dan kadang-kadang mereka berebutan makanan. Iaslalu mencukupkan diri dengan sedikit makanan dan menahan diri dari sifat tamak.

Dalam setiap situasi dan kondisi, iaslalu menunjukkan sikap berwibawa.

Setelah bangun dari tidur, kadang-kadang ia pergi ke sumur Zamzam dan minum darinya beberapa teguk. Ketika matahari sudah menginjak tinggi dan ia dipanggil untuk sarapan, ia hanya berkata: "Aku tidak merasa lapar".

Ia tidak pernah mengucapkan lapar atau has baik ketika ia masih kecil mau pun sesudah dewasa.

Pamannya, Abu Thalib selalu menidurkannya di sampingnya. Ia pernah berkata: "Aku tidak pernah mendengar kata-kata bohong keluar dari mulutnya dan tidak pernah melihat kelakuan tak layak dan tertawa tidak senonoh darinya".

Ia tidak menyukai alat-alat mainan, selalu menyendiri dan rendah hati.

Pada usia tiga belas tahun, ia menemani Abu Thalib berdagang ke Syam (Syiriaskarang). Dalam perjalanan inilah keagungan jiwa dan sifat amanahnya teruji.

Pada usia dua puluh lima tahun ia menikah dengan Khadijah binti Khuwailid.

Di kalangan masyarakat Makkah, Muhammad SAWW dikenal sebagai orang yang amanah dan jujur. Oleh karena itu, mereka memanggilnya Muhammad Al-Amin (yang terpercaya). Pada usia dua puluh lima tahun ini dengan menempatkan Hajarul Aswad di tempatnyasmula dan mencegah terjadinya perang antar kabilah Makkah, ia telah membuktikan keahliannya dalam manajemen, dan dengan ikut serta dalam perjanjian Hilful Fudhul ia telah membuktikan kecintaannya terhadap persatuan insani.

Kesucian, kejujuran, menjauhkan diri dari segala bentuk syirik dan menyembah berhala, tidak peduli dengan gemerlapnya dunia dan selalu merenungkan ciptaan yang maha agung ini adalah poin yang telah membedakannya dari yang lainnya.

Pada usia empat puluh tahun, ia diangkat menjadi nabi dan selama tiga tahun ia berdakwah secara diam-diam di kota Makkah. Setelah masa tiga tahun ini berlalu dan ayat yang berbunyi: "Berilah peringatan kepada keluarga dekatmu" turun, ia mulai melakukan dakwah dengan terang-terangan dan memulai hal itu dari keluarga dekatnyasndiri. Setelah itu, ia menggo-internasionalkan dakwah untuk bertauhid, meninggalkan syirik dan menyembah berhala.

Semenjak itulah para pembesar Quras mendeklarasikan penentangan terhadap Rasulullah SAWW dan mulai mengganggu setiap aktivitas dakwahnya.

Selama tiga belas tahun, Rasulullah SAWW menghadapi segala gangguan dan ejekan para pembesar Quras dengan tegar dan tidak mundur selangkah pun dari missinya.

Setelah tiga belas tahun berdakwah di Makkah, ia terpas harus berhijrah ke Madinah. Pasca hijrah, lahan untuk dakwah Islam tersedia dengan baik meskipun pada periode sepuluh tahun ini musyrikin, munafikin dan kabilah-kabilah Yahudi masih selalu mengganggunya.

Setelah melakukan haji Wada' dan memproklamasikan keimamahan Ali bin Abi Thalib as di Ghadir Khum pada tahun 10 H, ia meninggalkan dunia fana ini pada 28 Shafar 11 H.

b. Akhlak Rasulullah SAWW

Rasulullah SAWW adalah manusia paling sempurna dan penghulu para nabi-nabi terdahulu. Untuk membuktikan keagungannya, kita cukup mengetahui bahwa Allah SWT memanggilnya dalam Al Quran dengan sebutan "wahai Rasul" dan "wahai Nabi". Dan di samping itu, Ia telah menjadikannya panutan bagi seluruh alam semesta. Ia berfirman: "Sungguh telah terdapat budi yang luhur bagi kalian dalam diri Rasulullah". Sungguh beliau memiliki akhlak yang luhur dan sempurna.

Allah berfirman: "Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) berada di atas puncak budi pekerti yang agung", "Seandainya engkau berperangai kasar dan keras hati, niscaya mereka akan berpaling darimu".

Dengan ini dapat diketahui bahwaslah satu faktor berkembangnya Islam dengan pesat adalah akhlak Rasulullah SAWW yang terpuji. Ia tidak pernah menyiasakan waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Ketika berdoa iaslalu merintih: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala bentuk pengangguran dan rasa malas". Ia berprinsip untuk selalu menegakkan keadilan. Dalam menjalankan perdagangan ia tidak pernah berbohong dan melasnakan praktek penipuan, serta mempersulit pembeli. Ia tidak pernah berdebat dengan siapa pun, dan tidak pernah melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang lain.

Ia memiliki pendirian bahwa kejujuran dan menjaga amanat adalah pondasi utama kehidupan. Ia pernah bersabda: "Dua hal itu (kejujuran dan menjaga amanat) sangat ditekankan oleh para nabi terdahulu".

Ia memiliki statemen bahwasmua anggota masyarakat harus berdiri tegak melawan para lalim dan jangan hanya menjadi penonton.

Ia pernah berpesan: "Bantulah saudaramu, baik iasbagai zalim atau mazlum". Parashabat bertanya dengan penuh keheranan: "Kita telah mengetahui bagaimana cara membantu saudara yang dimazlumi. Bagaimana cara membantu saudara yang zalim?" Ia menjawab: "Cegahlah ia jangan sampai berbuat lalim kepada orang lain".

Pembaca yang budiman, kitaskarang sedang hidup di sebuah dunia yang didominasi oleh dekadensi moral dan berkuasanya hawa nas. Solusi terbaik -–untuk menanggulangi kondisi tersebut-- adalah kita harus mengkaji kembali sejarah para nabi umumnya, dan sejarah Rasulullah SAWW khususnya yang dipenuhi oleh berbagai pelajaran berharga. Sejarah mereka –-untuk masaskarang-- adalah sebuah teladan perikemanusiaan yang luhur.

Sejarah telah menunjukkan tiga contoh golongan yang dapat dijadikan pelajaran oleh umat manusia. Mereka adalah para raja dan kasr, para filsuf dan para nabi. Para nabi as memiliki masa lalu yang layak untuk dijadikan teladan. Kejujuran dan keakraban lebih mendominasi kehidupan mereka dari pada keangkuhan dan kekuasaan. Dari kening-kening mereka terpancar sinar ilahi yang menjadikan mata terbelalak melihatnya, bak sinar matahari pagi yang sejuk dipandang, akan tetapi bak misteri ghaib yang tidak terungkap substasnya.

Mata yang paling sederhana pun dapat melihat sinar tersebut dengan mudah. Akan tetapi, kejeniusan seseorang tidak dapat memecahkan rahasianya dengan mudah.

Jiwa-jiwa yang peka terhadap segala keindahan dan rahasia (spiritual) akan dapat merasakan kehangatannya bagaikan kehangatan cinta dan harapan. Dan hal itu akan didapatkannya di dalam gerak-gerik dan perilaku mereka.

Jiwa mereka dipenuhi oleh ilham dan wahyu yang mengalir dengan tenang di dalamnya. Setiap kali kita menengok sejarah masa lalu, kita akan mendapatkan bahwa umat manusia selalu mencari wajah-wajah sederhana nan menakjubkan itu. Ibrahim, Nuh, Musa dan Isa adalah sekelumit contoh dari mereka. Akan tetapi, bagaimana dengan Muhammad SAWW sebagai penutup para nabi as? Menghadapi orang-orang yang menentangnya, ia hanya membaca ayat-ayat Al Quran, atau ia menerangkan keyakinannya dengan metode yang sederhana dan enggan berdebat. Kehidupannya mengingatkan kita kepada orang agung dan zahid. Iasngat mencintai kelaparan dan menguji kesabarannya dengan menahan lapar. Kadang-kadang iasngat merasa lapar dan dengan hanya mengganjalkan batu di perutnya ia berusaha untuk mencegah rasaskit karenanya.

Menghadapi orang-orang yang selalu menyakitinya, iaslalu memaafkannya dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga mereka malu sendiri.

Suatu hari ketika ia melalui sebuah lorong Madinah, seorang Yahudi menuangkan air di atas kepalanya dari atap rumahnya. Akan tetapi, ia berlalu begitu saja tanpa marah sedikit pun setelah membersihkan diri dan bajunya di sebuah pojok lorong. Di hari yang lain, padahal ia tahu bahwa perlakuan itu akan terulang lagi, ia tetap berjalan di lorong tersebut.

Pada hari berikutnya ketika iasdang berlalu di lorong tersebut, orang Yahudi itu tidak lagi menuangkan air di atas kepalanya. Ia heran. Dengan tersenyum ia berkata: "Mengapa hari ini ia tidak menyiramkan air lagi?" Penduduk yang bermukim di sekitar lorong itu berkata: "Iaskit". "Kita harus menjenguknya", tegasnya.

Ketika melihat keakraban dan kecintaan luhur di wajah Muhammad SAWW, orang Yahudi merasa bahwa dirinya adalah sahabat lamanya. Dihadapkan kepada pandangan mata Muhammad SAWW yang penuh cinta dan kasih sayang, ia merasa jiwanya telah tercuci bersih dan kehendak untuk menyakitinya lagi hilang musnah.

Iasngat rendah hati sehingga bangsa Arab yang congkak dan fanatis tunduk di hadapannya. Kehidupan, perilaku dan akhlaknya mengilhamkan kecintaan, kekuatan, kerelaan, ketegaran, cara berpikir yang tinggi dan keindahan jiwa. Kesederhanaan perilakunya dan kerendahan hatinya tidak mengurangi keteguhan jiwa dan daya tarik spiritualnya. Setiap kalbu akan tunduk di hadapannya. Setiap kali duduk bersama orang lain dalam sebuah pertemuan, ia tampil sebagai sosok yang teragung.

c. Karakter dan Keutamaan Rasulullah SAWW

Salah satu karakter Rasulullah SAWW yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjadikannya bangga --hal ini dapat kita lihat pada peristiwa perang Badar dan pembebasan kota Makkah-- dan kekalahan tidak membuatnya putus asa --hal ini dapat kita lihat pada peristiwa perang Uhud yang tidak membuatnya menggigit jari, bahkan dengan cekatan ia mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi perang Hamra`ul Asad, dan peristiwa pengingkaran perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh kaum Yahudi Bani Quraizhah serta bergabungnya mereka dengan pasukan Ahzab.

Karakter lainnya adalah kewaspadaan. Iaslalu mengecek kekuatan musuh dengan seksama dan untuk menghadapinya iaslalu mempersiapkan segalanya.

Karakter lainnya adalah elastisitas yang dibarengi oleh keteguhan pendirian. Pada situasi perang yang tidak menentu, Rasulullah SAWW membuktikan karakter di atas, dan disebabkan oleh perubahan situasi yang sangat cepat tersebut ia selalu mengeluarkan instruksi baru (yang dianggap perlu). Kecekatan dalam mengeluarkan sebuah instruksi --dalam pandangannya-- adalah syarat utama dalam menghadapi problema-problemasrius. Iasngat menekankan menunggalnyasmber instruksi.

Ia memperlakukan kaum dan para pengikutnya dengan tujuan untuk mempererat hubungan dan memperbaiki mereka, dan selalu menanamkan rasa percaya diri dalam diri mereka. Iaslalu mengasihani anak-anak kecil dan menghormati orang-orang dewasa. Iaslalu menggembirakan anak-anak yatim dan mengayomi mereka. Ia selalu berbuat baik terhadap para fakir dan miskin. Terhadap hewan pun ia selalu berbuat kasihan dan melarang orang lain mengganggunya.

Salah satu contoh dari rasa berperikemanusiaan Rasulullah SAWW adalah ketika mengutus pasukan untuk memerangi dengan musuh, iaslalu berpesan untuk tidak menyerang masyarakat sipil.

Ia lebih menyukai untuk berdamai dengan musuh dari pada berperang. (ketika harus berperang) ia berpesan untuk tidak membunuh para lasa dan anak-anak kecil serta tidak menganiaya badan musuh yang telah tak berdaya.

Ketika bangsa Quras memintasaka politik kepadanya, ia tidak memberlakukan boikot ekonomi terhadap mereka, bahkan ia menyepakati import gandum dari Yaman.

Ia menyerukan terealisasikannyasbuah perdamaian dunia dan melarang peperangan kecuali untuk situasi darurat.

Surat-surat yang dikirimnya kepada para raja (yang hidup di masa itu) dihiasi dengan kata-kataslam sejahtera dan ajakan untuk berdamai.

Dalam setiap peperangan Rasulullah SAWW selalu menunjuk lebih dari satu komandan pasukan. Ia menetapkan peraturan-peraturan yang sangat teliti demi mengomando dan memperkuat semangat sebuah pasukan. Ia menggabungkan antara teori politik dan teori militer dan menganggap kepatuhan terhadap komandan pasukan adalah sebuah rahasia bagi kedisiplinan dan ketaatan sebuah pasukan terhadap komandannya. Ia telah berhasil membangun sebuah manajemen dan sistem kemiliteran yang patut ditiru, serta memilih seorang komandan pasukan berdasarkan kelayakan dan wawasannya. Ia menyatukan semua pasukan di bawah kepemimpinannya dan memberikan tugas kepadastiap orang sesuai dengan kemampuannya.

d. Usaha Rasulullah SAWW dalam Membentuk Masyarakat yang Berperikemanusiaan

Keberadaan Rasulullah SAWW adalah sebuah rahmat bagi seluruh umat manusia. Ia tidak pernah membedakan seseorang pun dari kaidah di atas dikarenakan warna kulit dan suku bangsanya. Menurut pandangannya, semua manusia makan dari rezeki yang dianugerahkan oleh Allah.

Rasulullah SAWW mengajak manusia untuk:

Pertama, meningkatkan harkat dan martabat manusia. Ia bersabda: "Semua manusia berasal dari Adam, dan ia berasal dari tanah". Kedua, mengajak berdamai sebelum berperang. Ketiga, memaafkan sebelum membalas, dan Keempat, mempermudah (seseorang) sebelum membalas perbuatannya.

Dari realita di atas dapat kita ketahui bahwasluruh peperangan yang dilasnakannya bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan insani yang agung dan berlangsung untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang berperikemanusiaan.

Ia memerintahkan kepadasluruh pengikutnya untuk selalu betindak bijasna, penuh rasa toleras dan sikap bersahabat dengan semua manusia.

Ia telah menunjukkan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi seluruh alam semesta dalam peristiwa pembebasan kota Makkah. Dengan segala kemenangan yang telah digapainyasat itu, ia tetap berbuat baik terhadap para musuhnya dan enggan untuk bertindak balas dendam padahal ia dapat melasnakannya. Ia memaafkan mereka dengan sabdanya: "Pergilah kalian, karena kalian sekarang telah bebas". Pada perang Dzatur Riqa' ia berhasil menangkap Gauts bin Al-Harits yang telah berusaha beberapa kali untuk membunuhnya. Akan tetapi, ia memaafkannya.

Rasulullah SAWW selalu memperlakukan para tawanan perang dengan penuh toleras. Ia telah membebaskan sejumlah besar dari mereka dan berpesan kepada pasukannya untuk tidak menyakitinya. Sebagai contoh, padasbuah peperangan, ia melepaskan tali yang mengikat tangan seorang tawanan perang dengan tangannyasndiri ketika ia mendengarnya mengeluh kesakitan.

e. Rasulullah SAWW Sebagai Seorang Panglima Militer

Rasulullah SAWW memiliki akhlak yang sempurna. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas puncak akhlak yang agung".

Akhlak di atas telah membentuknya menjadi seorang panglima militer yang berhasil dalam merealisasikan segala tujuannya dan memenangkannya dalam setiap peperangan.

Iaslalu bertindak asih terhadap semua manusia. Di segalastuasi dan kondisi iaslalu bertoleras terhadap seluruh masyarakat dan para anggota pasukannya. Ia jujur, tepercaya dan selalu memegang teguh janjinya. Ketika marah, iaslalu berusaha untuk menahan kemarahannya dan ketika menang perang, iaslalu memaafkan para musuhnya.

Iaslalu berusaha untuk merealisasikan perdamaian dan hidup bersahabat di antara anggota masyarakat, membersihkan mereka dari segala rasa dengki dan permusuhan, dan memberikan tugas kepadastiap orang sesuai dengan kemampuannya.

Karakter rasional yang telah terpatri dalam dirinya adalah merenung dan memandang jauh ke depan. Dengan melihat kondisi kaumnya kita dapat memahami ia adalah seorang penduduk dunia yang paling berakal. Hal itu dikarenakan dengan kekerasan watak, rasa berbangga diri dan fanatisme suku yang mereka miliki, ia dapat merubah mereka menjadi pembelanya yang setiashingga mereka berhasil mengibarkan bendera Islam di seantero dunia.

Rasulullah SAWW berhasil menciptakan sebuah metode baru dalam teori peperangan, pemerintahan, manajemen, politik, ekonomi dan sosial.

Di perang Ahzab ia menggali jurang (yang dapat melindungi Madinah dari serbuan musuh), di perang Hudaibiyah ia mengadakan perjanjian perdamaian dengannya yang hasilnya dapat dibuktikan pada masa-masa berikutnya. Begitulah seterusnya di setiap peperangan, iaslalu menggunakan taktik-taktik baru sehingga ia dapat memenangkan peperangan dan musuh menyaskan kemenangan tersebut dengan penuh keheranan.

Rasulullah SAWW berhasil membentuk sebuah pemerintahan yang hebat sehingga masyarakat dapat menikmati kepemimpinannya dengan melasnakan segala instruksi dan perintahnya.

Ajakan Rasulullah SAWW kepada Islam berdasarkan kepada perealisasian perdamaian, dan instruksi perang hanya dilakukannya ketika musuh sudah tidak bisa ditoleras lagi. Pada hakikatnya, ia hanya ingin menangkal sebuah kekerasan dengan kekerasan yang sama.

Atas dasar ini, seluruh peperangannya --dari awal hingga akhir-- bersandarkan padastu pondasi yang permanen yang tidak pernah dilupakan oleh pasukannya. Pondasi itu adalah mengajak seluruh umat manusia kepada agama baru, mengadakan perjanjian perdamaian dengan musuh dan mereka harus membayar jizyah atau negara mereka dikuasai oleh tentara Islam, dan mengadakan peperangan dengan orang-orang yang memusuhinya.

f. Kebersihan

Rasulullah SAWW sangat menyukai kebersihan, dan dalam menjaga kebersihan badan ia tidak ada tandingannya.

Di samping melasnakan tata krama wudhu`, iaslalu mandi pada hari-hari tertentu. Ia menganggap dua hal tersebut adalah ibadah. Iasring menyuci rambutnya dengan daun Sidir lalu menyisirnya dan memakai minyak wangi. Gamis putih yang menutupi badannya hinggastengah betis selalu tampak bersih. Sebelum dan sesudah makan iaslalu menyuci tangan dan mulutnya, dan enggan untuk memakan sayur-sayuran yang berbau tak sedap. Sisir, celak, gunting dan cermin adalah teman setianya ketika ia mengadakan pepergian. Rumahnya yang sangat sederhana selalu tampak bersih. Iasngat menekankan sampah-sampah harus dikeluarkan pada siang hari dan ketika malam tibasmpah-sampah itu sudah tidak ada di tempatnya lagi.

Kebersihan badan dan kesucian jiwanya bak duasjoli yang tak dapat dipisahkan. Ia memerintahkan kepada para pengikutnya untuk membersihkan diri, pakaian dan rumah mereka. Khususnya pada hari Jumat, ia memerintahkan mereka untuk mandi sunah dan memakai wewangian sebelum pergi melasnakan shalat Jumat.

g. Tata Krama Bergaul

Ketika berada di tengah-tengah masyarakat, iaslalu tersenyum, dan ketika menyendiri, ia selalu bertafakur. Ia tidak pernah memandang seseorang secara terus-menerus. Ia sering melihat ke bawah. Iasring duduk bersimpuh dan tidak pernah menelonjorkan kakinya di hadapan siapa pun. Iaslalu mengucapkan salam terlebih dahulu, baik kepada para budak maupun anak-anak kecil. Setiap kali ia memasuki sebuah pertemuan, ia memilih duduk di barisan akhir. Ia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk berdiri menyambut kedatangannya, atau menyerahkan tempat duduknya kepadanya. Ia tidak pernah memotong pembicaraan lawan bicaranya dan ia memperlakukannyasbagai orang yang paling mulia dalam pandangannya. Ia tidak pernah berbicara melebihi kadar yang perlu, ia berbicara dengan tenang dan tidak pernah mengotori lidahnya dengan umpatan dan ejekan. Iasngat pemalu dan tidak ada orang yang lebih pemalu darinya. Ketikasdang marah terhadap seseorang, yang tampak hanyalah kekesalan di wajahnya, dan ia tidak pernah untuk memprotesnya. Iaslalu menjenguk orang-orang yang sakit dan menghadiri tasyyi' jenazah orang-orang yang meninggal dunia. Ia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk mencerca atau menjelekkan orang lain kecuali dalam pengadilan.

h. Sifat Pemaaf

Ia tidak pernah menghiraukan kekurang ajaran seseorang terhadap dirinya dan menyimpan rasa dengki --apalagi rasa ingin balas dendam terhadap seseorang-- dalam hatinya. Jiwanya yang agung lebih mengutamakan untuk memaafkan dari pada membalas dendam. Pada peristiwa perang Uhud ketika melihat perlakuan buas dan tidak senonoh terhadap jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, ia hanya merasasdih dan tidak melakukan hal serupa terhadap jenazah-jenazah kaum Quras. Setelah berhasil menangkap para pelaku tersebut, ia pun tidak bermasd untuk membalas dendam. Bahkan ia melarang Abu Qatadah Al-asari yang ingin mencaci-maki mereka.

Setelah pembebasan benteng Khaibar, sekelompok orang-orang Yahudi yang telah menyerahkan diri mengirimkan makanan beracun untuknya. Ia mengetahui masd jahat mereka. Akan tetapi, ia tetap membiarkan mereka hidup sebagaimana layaknya manusia hidup. Pada kesempatan yang lain seorang wanita Yahudi juga bermasd untuk meracuninya. Akan tetapi, ia memaafkannya.

Abdullah bin Ubay, salah seorang tokoh munafikin yang berhasil menyelamatkan diri dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, masih menyimpan rasa permusuhan di dalam hatinya dengannya ketika Rasulullah SAWW berhijrah ke Madinah, dan lewat kerja sama dengan para pemeluk Yahudi penentang Islam, ia masih melakukan tindakan-tindakan oposisi. Rasulullah SAWW tidak hanya tidak mengizinkan para pengikutnya untuk menghabisinya, bahkan ia masih memperlakukannya dengan penuh toleras dan ketikaskit, ia masih menjenguknya.

Di saat pulang dari perang Tabuk sekelompok munafikin mengadakan rencana untuk meneror Rasulullah SAWW. Mereka ingin melemparkannya dari atas sebuah tebing –-ketika ia melewati sebuah tebing yang terjal-- dengan cara meliarkan kudanyashingga ia terpental dari pelananya. Meskipun merekasmua mengenakan topeng, Rasulullah SAWW masih mengenal mereka. Parashabat memas untuk mananyakan nama-nama mereka, akan tetapi ia enggan untuk mengekspos nama-nama tersebut dan membalas kelakuan mereka.

i. Tunduk Kepada Undang-undang

Rasulullah SAWW selalu memaafkan setiap orang yang menyakiti dirinya. Akan tetapi, ia tidak pernah memaafkan orang-orang yang melanggar undang-undang. Ia tidak pernah menoleras siapa pun yang melakukan hal itu. Hal itu dikarenakan undang-undang yang adil dan bijasna adalah penjamin keamanan kehidupan bermasyarakat dan penegak berdirinyasbuah masyarakat yang kokoh. Tidak mungkin undang-undang dijadikan alat permainan oleh sebagian orang dan kepentingan masyarakat dijadikan korban bagi kepentingan individu.

Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, salah seorang wanita dari kabilah Bani Makhzum mencuri dan pencurian yang dilakukannyasdah terbukti. Dengan ini harus dijalankan hukum atas dirinya. Keluarganya yang masih terjangkiti cara berpikir fanatisme kabilah menganggap bahwa dijalankannya hukum atas wanita itu adalah aib besar bagi kabilahnya. Dengan ini merekaspakat untuk mencegah hukum itu dijalankan. Rasulullah SAWW dengan lantang berkata: "Kaum-kaum sebelum kalian binasa karena mereka pilih kasih dalam menjalankan hukum. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dalam menjalankan keadilan aku tidak akan pernah mundur selangkah pun meskipun pelaku kriminalitas itu adalah keluarga dekatku sendiri".

Ia tidak pernah mengistimewakan dirinyasndiri dan tidak menganggap dirinya kebal hukum.

Suatu hari ia pergi ke masjid. Di selasla pesan yang disampaikan di mimbar ia bersabda: "Allah bersumpah bahwa pada hari pembalasan Ia tidak akan memaafkan orang yang pernah berbuat zalim. Jika aku pernah menzalimi salah seorang dari kalian, aku siap untuk menerima qishash". Seorang sahabat yang bernamaswadah bin Qais berdiri seraya berkata: "Wahai Rasulullah, padasatu hari saat anda pulang dari Tha`if, ketika anda menggerakkan tongkat, tongkat itu mengenai perutku dan perutku merasaskit karenanya".

"Tidak mungkin aku melakukan itu dengan sengaja. Meskipun demikian, aku siap untuk diqishash", lanjutnya. Lalu ia memerintahkan salah seorang sahabat untuk mengambil tongkat tersebut. Kemudian ia menyerahkan tongkat tersebut kepadaswadah seraya berkata: "Engkau bisa memukul perutku seperti tongkatku dulu menyentuh perutmu dan ambillah hakmu di dunia ini".

Sahabat itu akhirnya berkata: "Tidak, aku telah memaafkan anda".

"Semoga Allah memaafkanmu", Rasulullah SAWW menimpali.

Begitulah perlakuan seorang pemimpin agama dan pemerintahan dalam rangka menegakkan keadilan sosial dan supremasi hukum.

j. Menghormati Pendapat Umum

Berkenaan dengan masalah yang telah ditentukan hukumnya oleh Al Quran, baik berupa ibadah maupun mu’amalah, baik untuk dirinyasndiri maupun untuk kepentingan umum, Rasulullah SAWW selalu mengerjakannya dengan tanpasarat dan tidak pernah memperbolehkan dirinya untuk ikut campur tangan dalam hal itu. Hal itu dikarenakan mengingkari hukum tersebut sama artinya dengan kufur terhadap Allah SWT. “Dan barang siapa tidak menjalankan hukum sesuai dengan ketentuan hukum Allah, maka ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. Akan tetapi, jika masalah tersebut berhubungan dengan pekerjaan dan kehidupan dunia yang hanya bersangkutan dengan kepentingan pribadi seseorang, ia dapat menentukan nasib sendiri dengan pendapat yang ia anggap baik asalkan hal itu masih mubah. Tidak seorang pun berhak mencampuri urusan pribadi orang lain.

Sebaliknya, jika masalah tersebut berhubungan dengan kepentingan sosial masyarakat, ia memberikan hak kepada mereka untuk mengeluarkan pendapat. Meskipun Rasulullah SAWW memiliki kejeniusan yang luar biasa dalam menentukan kemaslahatan melebihi orang lain, akan tetapi beliau tidak pernah memaskan pendapat kepada orang lain dan iaslalu menghormati pendapatnya. Ia merenungkan pendapat orang lain yang telah dihasilkan lewat musyawarah bersama dan memintasluruh muslimin untuk memeliharasnnah yang terpuji ini.

Pada peristiwa perang Badar, ia meminta pendapat parashabat sebanyak tiga kali dalam tiga permasalahan: pertama, apakah mereka harus berperang melawan Quras atau kembali ke Madinah dan tidak jadi berperang. Seluruh sahabat memilih untuk berperang dan Rasulullah SAWW setuju dengan itu.

Kedua, dalam menentukan pusat pertahanan muslimin. Dalam hal ini pendapat Hubab bin Mundzir mendapat persetujuannya. Ketiga, dalam menentukan perlakuan yang layak bagi para tawanan perang. Sebagian sahabat berpendapat agar mereka dibunuh saja, dan sebagian yang lain berpendapat agar mereka dibebaskan dengan syarat membayar fidyah. Rasulullah SAWW menyetujui pendapat kedua ini.

Pada peristiwa perang Uhud, Rasulullah SAWW meminta pendapat parashabat berkenaan dengan taktik perang melawan musuh apakah mereka bertahan di dalam kota dan memperkuat benteng pertahanan atau keluar kota menyongsong musuh dengan tujuan untuk melawan serangan musuh supaya mereka tidak masuk ke dalam kota. Ia memilih pendapat yang kedua.

Pada peristiwa perang Ahzab, Rasulullah SAWW membentuk sebuah badan musyawarah yang membahas apakah pasukan harus ke luar kota atau bertahan di dalam kota. Setelah berlangsung tukar pendapat yang agak lama, akhirnya diputuskan bahwa gunung Sala’ dijadikan benteng pertahanan dari arah belakang dan untuk menghambat gerakan musuh dari depan akan digali sebuah parit (khandaq) yang agak lebar.

Pada peristiwa perang Tabuk, dengan mendekatnya pasukan besar Islam ke perbatasan Syiria, Imperatur Romawi merasa ketakutan dan kehilangan kepercayaan diri, dan karena tidak percaya penuh kepada kekuatan pasukannya, akhirnya ia membatalkan perang. Menghadapi realita ini Rasulullah SAWW mengadakan musyawarah dengan parashabat apakah mereka terus mengejar musuh yang sudah ketakutan atau kembali ke Madinah. Mereka lebih memilih untuk kembali ke Madinah.

Kitasmua (muslimin) tahu bahwa Rasulullah SAWW terjaga (masum) dari segala dosa dan kesalahan, dan seluruh perilakunya tidak layak untuk diprotes. Meskipun demikian, ia tetap menerimasgala kritikan parashabat dengan lapang dada meskipun kritikan tersebut tidak pada tempatnya. Ia tidak pernah mengikat mereka (dengan menolak kritikan-kritikan mereka), bahkan dengan segala kelembutan ia menjawab kritikan tersebut sehingga mereka terpuaskan dan menyadari akan kekeliruannya. Ia meyakini bahwa Pencipta alam semesta ini telah menganugerakan sarana berpikir, menimbang baik dan buruk dan kemampuan mengkritik kepadasmua manusia. Ia menganggap hal itu adalah suatu yang alami dan tidak dikhususkan untuk para pemimpin saja. Dengan ini, bagaimana mungkin setiap orang tidak berhak untuk memiliki semua hak di atas dan harus dicabut darinya? Ia telah menekankan bahwa jika orang-orang atasan melakukan sebuah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, masyarakat harus memprotesnya.

Rasulullah SAWW pernah mengeluarkan instruksi perang kepadasbuah pasukan dan menentukan seorang sahabat asar menjadi komandan mereka. Di tengah jalan ia marah terhadap mereka karenasbuah permasalahan. Lalu ia memerintahkan mereka untuk mengumpulkan kayu-kayu kering dan membuat unggun api. Ketika api sudah menyala, ia berteriak: “Apakah Rasulullah tidak memerintahkan kalian untuk menaati segala perintahku?” “Rasulullah memerintahkan hal itu”, jawab merekasngkat. “Sekarang kuperintahkan kalian untuk masuk ke dalam api ini”, jeritnya lantang. Mereka enggan untuk melakukan perintahnya. Ketika Rasulullah SAWW mendengar peristiwa itu ia bersabda: “Jika mereka menaati perintahnya, niscaya mereka akan kekal di dalam api neraka. Perintah seorang komandan wajib ditaati ketika ia mengeluarkan instruksi sesuai dengan hukum”.

Pada peristiwa perang Hunain, Rasulullah SAWW membagi sebagian saham pampasan perang kepada orang yang baru memeluk Islam. Sa’d bin Ubadah dan sekelompok sahabat asar yang nota bene telah lama masuk Islam protes terhadap kebijakan itu dan dalam benak mereka bertanya-tanya mengapa Rasulullah lebih mengutamakan mereka dari pada parashabat terdahulu? Akhirnya ia memerintahkan orang-orang yang protes tersebut berkumpul di suatu tempat. Setelah mereka berkumpul, Rasulullah SAWW menjelaskan dengan lemah-lembut segala faktor yang menyebabkan pampasan perang itu harus dibagi kepada mereka. Setelah mendengar penjelasannya itu merekasmua menangis dan akhirnya mereka minta maaf atas perbuatan yang telah mereka perbuat.

Pada peristiwa yang sama, salah seorang sahabat yang berasal dari kabilah Bani Tamim dan bernama Hurqush memprotes kebijakan tersebut seraya berkata dengan nada bicara yang pedas: "(Wahai Muhammad), berbuatlah dengan adil". Ketika melihat kelancangannya, Umar bin Khattab berkata dengan marah: "Izinkanlah kupenggal lehernya". "Tidak, biarkanlah dia", jawab Rasulullah SAWW singkat. Ia menatap wajahnyasraya berkata dengan penuh kelembutan: "Jika aku tidak bertindak secara adil, siapa yang dapat bertindak dengan adil?"

Pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, Umar bin Khattab memprotes perjanjian yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAWW tersebut. Alasannya mengapa ia menerima perjanjian dengan persyaratan yang tidak adil? Dengan logika dan argumentasi yang jitu, Rasulullah SAWW berhasil memuaskannya.

Dengan metode dan perlakuan di atas Rasulullah SAWW telah menebar rahmat bagi seluruh alam dan mengajarkan cara dan manajemen menjalankan sebuah pemerintahan kepada seluruh penguasa dengan tujuan supaya mereka mengetahui bahwa kedudukan yang mereka miliki adalah kedudukan seorang ayah yang penuh asih, bukan kedudukan seorang pemilik hambashaya. Dalam setiap kondisi, mereka hendaknya memikirkan kemaslahatan rakyatnya, bukan memaskan kehendaknya.

Rasulullah SAWW bersabda: "Aku telah diturunkan kepada umat manusiasbagai orang yang paling utama dari merekasndiri untuk memikirkan kemaslahatan mereka. Al Quran telah memperkenalkan kedudukanku dalam firmannya: "Nabi (Muhammad) lebih utama (untuk mengurus urusan) mukminin dari pada diri mereka sendiri". Oleh karena itu, jikaslah seorang dari kalian meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan, maka hartanya tersebut dimiliki oleh para pewarisnya. Dan jika ia masih memiliki hutang atau meninggalkan keluarga yang fakir dan papa, maka aku yang akan menanggung hutangnya dan mengayomi keluarganya". Begitulah keluhuran budi Rasulullah SAWW dan perilakunya sehari-hari.

Rasulullah SAWW seoranglah yang telah mampu mewujudkan segalassuatu dari nol dan menebarkan akhlak insani di dalam lubuk hati muslimin dalam waktu yang singkat. Dengan perilakunya yang terpuji ia telah berhasil menjadikan kaum Arab yang sombong itu rendah hati, menjadikan para pemas menjadi iba hati, menjadikan para pemecah belah para pencetus persatuan, menjadikan orang-orang kafir beriman, menjadikan penyembah berhala bertauhid, menjadikan orang-orang bejat berharga diri, menjadikan para pendengki pemaaf, menjadikan para penganggur cinta pekerjaan, menjadikan orang-orang yang memiliki watak keras pelembut, menjadikan orang-orang kikir pemurah, menjadikan orang-orang bodoh berakal dan membebaskan mereka dari kebodohan dan kesesatan menuju petunjuk dan makrifat.

Di penutup biografi singkat ini kami haturkan kepada pembaca budiman hadis-hadis pilihan yang pernah disabdakan oleh junjungan kita Muhammad SAWW:

1.Keutamaan mencari ilmu

"Barang siapa yang berjalan di atas sebuah jalan dengan tujuan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga ... Keutamaan orang alim atas orang 'abid bak keutamaan bulan atas seluruh bintang di malam purnama".

2.Orang-orang yang mendapat syafa'at

"Empat golongan akan mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat: orang yang menolong Ahlul Baytku, orang yang memenuhi kebutuhan merekasat mereka butuh, orang yang mencintai mereka dengan hati dan lisannya, dan orang yang membela mereka dengan tangannya".

3.Tolak ukur diterimanya amal

"Tidak akan diterimasatu ucapan kecuali jika disertai dengan amal, tidak akan diterimasatu ucapan dan amal kecuali jika disertai dengan niat, dan tidak akan diterimasatu ucapan, amal dan niat kecuali jikassuai dengan sunnah".

4.Karakter orang-orang yang akan masuk surga

"Maukah kuberitahukan kepada kalian orang-orang yang tidak akan tersentuh api neraka pada hari kiamat?" "Ya", jawab sahabat singkat. Ia melanjutkan sabdanya: "Orang yang teguh pada pendiriannya, selalu berbahagia, lemah-lembut dan tidak mempersulit orang lain".

5.Tanda-tanda orang zalim

"Tanda-tanda orang zalim adalah empat: menzalimi atasannya dengan menentang perintahnya, menguasai bawahannya dengan kekerasan, membenci kebenaran dan melakukan tindak kezaliman dengan terang-terangan".

6.Cabang ilmu agama

"Ilmu itu ada tiga macam: pokok akidah, akhlak dan hukum syari'at. Selain dari tiga ilmu tersebut adalah barang lebih".

7.Fatwa orang yang tidak ahli

"Barang siapa yang mengeluarkan fatwa tidak didasari dengan ilmu pengetahuan, maka ia telah celaka dan mencelakakan orang lain".

8.Puasa sejati

"Orang yang sedang berpuasaslalu berada dalam kondisi ibadah selama ia tidak mengghibah seorang muslim".

9.Keutamaan bulan Ramadhan

"Bulan Ramadhan adalah bulan Allah 'azza wa ajalla, sebuah bulan yang di dalamnya pahala kebaikan akan dilipatgandakan dan kejelekan akan dihapus, bulan yang penuh berkah, bulan untuk kembali (kepada-Nya), bulan untuk bertaubat, bulan pengampunan, bulan pembebasan diri dari api neraka dan bulan kemenangan dengan mendapat surga. Ingatlah, jauhilah segala perbuatan haram pada bulan itu dan perbanyaklah membaca Al Quran".

10.Tanda-tanda orang yang sabar

"Tanda-tanda orang yang sabar ada tiga: pertama, tidak malas, kedua, tidak pernah menyesal (karena kegagalan--pen.), dan ketiga, tidak pernah mengeluh karena ketentuan-Nya (yang telah ditentukan atas dirinya). Karena ketika ia malas, ia telah melenyapkan kebenaran, ketika ia menyesal, ia tidak akan bersyukur dan ketika ia mengeluh (karena ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah atas dirinya), maka ia telah mengingkari-Nya".

11.Penghuni neraka yang paling celaka

"Penduduk neraka akan tersiksa oleh bau busuk orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya. Yang paling menyesal di antara penduduk neraka adalah seseorang yang mengajak orang lain kembali kepada Allah lalu ia menerima ajakannya dan menaati-Nya (sepenuh hati), kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga dan memasukkan orang yang mengajak tadi ke dalam neraka dikarenakan ia tidak mengamalkan ilmunya".

12.Orang alim penyembah dunia

Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Daud as seraya berfirman: "Janganlah kau jadikan seorang alim yang mencintai duniasbagai penghalang antara Aku dan dirimu, karena ia akan menghalangimu untuk mencapai kecintaan-Ku. Mereka adalah kendala bagi hamba-hamba-Ku. Balasan-Ku paling kecil yang akan Kutimpakan kepada mereka adalah Aku akan mencabut kemanisan bermunajat kepada-Ku dari hati mereka".

13.Hasil sebuah yakin

"Jika kalian meyakini kebaikan dan keburukan akhirat sebagaimana kalian meyakini adanya dunia ini, niscaya kalian akan lebih mengutamakan akhirat".

14.Pertanyaan pertama di hari kiamat

"Pada hari kiamat seorang hamba tidak boleh melangkahkan kakinya kecuali setelah ditanyai tentang lima perkara: untuk apa ia habiskan umurnya, untuk apa ia gunakan keperjakaannya, bagaimana ia mengamalkan ilmunya, dari mana ia mendapatkan harta dan bagaimana menggunakannya, dan tantang kecintaannya kepada kami, Ahlul Bayt".

15.Kerjakan segalassuatu dengan sebaik-baiknya

Ketika Rasulullah SAWW menguburkan Sa'd bin Mu'adz dengan rapi, bersabda: "Aku tahu bahwa kuburan pada akhirnya akan ambruk, akan tetapi Allah menyukai seorang hamba ketika ia mengerjakan sesuatu, ia akan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya".

16.Kematian adalah sebuah kesadaran

"Seluruh manusia adalah tidur, dan ketika mati, mereka baru sadar".

17.Amalan yang dapat membantu

"Tujuh hal yang pahalanya tidak akan terputus setelah seorang hamba meninggal dunia: sebatang pohon kurma (setiap pohon berbuah lainnya—pen.) yang ditanamnya, sumur yang digalinya, sungai yang dialirkannya, masjid yang dibangunnya, Al Quran yang ditulisnya, ilmu yang diwariskannya atau anak saleh yang ditinggalkannya dan ia memintakan ampun baginya".

18.Orang-orang yang berbahagia

"Berbahagialah orang yang karena iasndiri merasa memiliki aib tidak mau mencari-cari aib saudara mukminnya, berbahagialah orang yang menggunakan hartanya dengan tidak berlebih-lebihan, menginfakkan kelebihan hartanya (kepada orang lain), menahan diri dari berbicara lebih dan menghindari perilaku-perilaku yang buruk".

19.Mencintai keluarga Muhammad SAWW

"Barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan syahid, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dengan dosa yang telah terampuni, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan bertaubat, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan mukmin yang sempurna. Ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan kening yang bertulisan 'Orang yang putus dari rahmat Allah', (dan) ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia tidak akan mencium bau harum surga".

20. Balasan bagi suami yang suka mengganggu istrinya dan bagi istri yang suka mengganggu suaminya

"Jika seorang istri menyakiti suaminya dengan lidahnya, maka Allah tidak akan menerimasmua amal baiknya meskipun ia berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari kecuali jika ia telah menjadikan hatinya rela. Dan ia adalah orang yang paling dahulu masuk api neraka. Begitu jugasami jika ia menzalimi istrinya".

21.Balasan bagi seorang istri yang tidak mengasihani suaminya

"Jika seorang istri tidak mau menoleras suaminya dan memaskannya untuk mengerjakan sesuatu yang berada di luar kemampuannya, makasgala kebaikannya tidak akan diterima dan ia akan berjumpa dengan Allah sedangkan Ia murka terhadapnya".

22.Yang pertama kali dipertanyakan pada hari kiamat

"Yang pertama akan dipertanyakan pada hari kiamat adalah darah yang dikucurkan bukan atas dasar kebenaran".

23.Pahala kekejaman dan kasih sayang

"Di malam Isra` dan Mi'raj aku pergi menjenguk neraka. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita yang sedang disiksa. Aku bertanya tentang dirinya (mengapa ia disiksasdemikian rupa?). Aku mendengar jawaban: "Ia pernah memelihara seekor kucing. Akan tetapi, ia tidak memberinya makan dan minum serta tidak membiarkannya bebas memakan sisassa makanan yang tercecer di atas tanah". Dan aku pergi menjenguk surga. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita penzina. Lalu aku bertanya (mengapa ia bisa masuk surga?). Aku mendengar jawaban: "Ketika iasdang melalui sebuah jalan, ia melihat seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehasn. Kemudian ia menjulurkan kainnya ke dalam sebuah sumur dan memeraskan airnya di mulut anjing tersebut hingga ia terbebas dari dahaga. Dengan perbuatannya itu Allah telah mengampuninya".

24.Amalan yang tidak disertai dengan ikhlas

"Pada hari kiamat sebuah suara akan berteriak lantang sehinggasmua orang mendengar suaranya: "Di manakah orang-orang yang pernah menyembah manusia? Berdirilah dan ambillah pahala amalan kalian dari orang yang pernah dijadikan tujuan amalan kalian. Karena Aku tidak akan menerimasbuah amalan yang tercampuri oleh dunia dan orang-orang yang hidup di dalamnya".

25.Cinta dunia adalah pembasmi amalan

"Pada hari kiamat akan dihadirkan sekelompok manusia (untuk dihisab) sedangkan amalan-amalan mereka bak gunung Tihamah (baca : banyak cuma tidak berarti). Setelah itu mereka diperintahkan untuk masuk neraka". "Apakah mereka mengerjakan shalat di dunia?", tanya Parashabat keheranan. Rasulullah SAWW menjawab: "Ya, mereka mengerjakan shalat, berpuasa dan meluangkan waktu pada malam hari untuk beribadah. Akan tetapi, ketikaskelumit urusan dunia menghampiri mereka, mereka merangkulnya tanpa pikir panjang".

26.Anda akan bersama dengan orang yang Anda cintai

"Setiap orang akan selalu bersama dengan orang yang dicintainya".

27.Mencintai Ahlul Bayt as

"Barang siapa yang ingin hidup seperti hidupku, mati seperti matiku dan menempati surga 'Adn yang telah Tuhanku khususkan untukku, maka hendaknya ia berwilayah kepada Ali dan walinyasrta mengikuti jejak para imam setelahku. Karena mereka adalah 'itrahku. Mereka diciptakan dari tanah asal ciptaanku. Mereka telah dianugerahi kepahaman dan ilmu yang luas. Celakalah orang-orang yang membohongkan keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku dengan mencampakkan mereka. Semoga Allah tidak memberikan syafa'atku kepada mereka".

28. Berwilayah kepada Ali as adalah syarat utama terkabulnyasbuah amalan

"Demi Dzat yang telah mengutusku dengan membawa kebenaran, jikasseorang dari kalian membawa amalan sebesar gunung pada hari kiamat, akan tetapi, ia tidak berwilayah kepada Ali bin Thalib as, maka Allah akan mencampakkannya ke dalam api neraka".

29.Pahala untuk orang sakit

"Jika seorang muslim sakit, maka Allah akan menulis baginya pahalasbaik pahala yang ia kerjakan pada waktu sehat dan dosa-dosanya akan berguguran bak daun kering berguguran dari pohonnya".

30.Tanggung jawab seorang muslim

"Barang siapa yang memasuki harinya dengan tidak memperdulikan urusan muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka, dan barang siapa yang mendengar seorang muslim berteriak: 'Wahai muslimin, tolonglah' dan ia tidak menghiraukan teriakannya, maka ia bukanlah orang muslim".

31.Hubungan bangsa Iran dengan Ahlul Bayt as

Para utusan Bazan, seorang raja Yaman yang hidup di bawah lindungan Iran dan iasndiri adalah berkebangsaan Iran, menghadap Rasulullah SAWW seraya berkata: "Bagaimana masa depan kami wahai Rasulullah?" Rasulullah SAWW menjawab: "Kalian adalah dari kami dan masa depan kalian akan menuju kepada kami". Ibnu Hisyam berkata: Aku pernah mendengar Az-Zuhri berkomentar: "Karena hadis tersebut di atas Rasulullah SAWW bersabda: "Salman dari kami Ahlul Bayt"

32.Khianat yang besar

"Barang siapa yang memimpin muslimin sedangkan ia melihat masih ada orang lain yang lebih utama dari dirinya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan muslimin".

33.Nilai Hidayah

Rasulullah SAWW bersabda kepada Imam Ali as: "Jika Allah memberikan hidayah kepadasorang kafir dikarenakan dirimu, hal itu lebih utama dari seluruh isi dunia".

34.Manusia di akhir zaman

"Akan datang suatu masa yang dihuni oleh orang-orang yang batin mereka bejat dan lahiriah mereka tampak indah mempesona. (Mereka berbuat demikian itu) karena rakus terhadap dunia. Mereka –-dengan itu-- tidak akan pernah mengharapkan apa yang ada di sisi Tuhan mereka. Agama mereka adalah riya`, dan mereka tidak memiliki rasa takut sedikit pun. Allah akan mengazab mereka, lalu mereka (akan bersimpuh) memohon (ampunan) bak orang yang tenggelam memohon pertolongan. Akan tetapi, Ia tidak akan mengabulkan permohonan mereka".

35.Sahabat yang paling jujur

"Dunia tidak pernah melihat orang yang paling jujur dari Abu Dzar".

36. Bertanya kepada orang alim dan berbelas asih kepada fakir dan miskin

"Bertanyalah kepada ulama, berbicaralah dengan para hakim dan duduklah bersama fakir dan miskin".

37.Mencium tangan. Tidak!

Salah seorang sahabat ingin untuk mencium tangan Rasulullah SAWW. Ia tidak mengizinkannya melakukan hal itu seraya bersabda: "Perbuatan itu dilakukan oleh bangsa 'Ajam terhadap para raja mereka. Aku bukanlah seorang raja. Akan tetapi, aku orang seperti kalian".

38.Berbuat asih terhadap sesama jenis

"Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk sebuah desa tidur nyenyak sedangkan adaslah seorang dari mereka yang kelaparan, maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat".

Muhammad Rasulullah SAWW

a. Biografi Singkat Muhammad SAWW

Muhammad bin Abdullah bin Abdul Manaf dilahirkan di kota Makkah. Abdullah, ayahnya meninggal dunia sebelum ia dilahirkan. Ketika ia berusia enam tahun, ibunya tercinta juga harus meninggalkan dunia fana ini.

Akhirnya ia dibesarkan oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib hingga berusia delapan tahun. Setelah Abdul Muthalib meninggal dunia, ia tinggal bersama pamannya, Abu Thalib. Selama tinggal bersama Abu Thalib, perilakunya mendapat perhatian penduduk sekitar, dan tidak lama berselang ia telah mendapat tempat di hati mereka. Berbeda dengan anak-anak sebayanya yang selalu mengurai rambut dan tidak menatanya dengan rapi, iaslalu menata rambutnya dengan rapi dan membersihkan wajahnya layaknya orang dewasa. Ia tidak pernah rakus terhadap makanan. Teman-teman sebayanya --sebagaimana layaknya kebiasaan anak-anak kecil-- selalu makan dengan tergesa-gesa, dan kadang-kadang mereka berebutan makanan. Iaslalu mencukupkan diri dengan sedikit makanan dan menahan diri dari sifat tamak.

Dalam setiap situasi dan kondisi, iaslalu menunjukkan sikap berwibawa.

Setelah bangun dari tidur, kadang-kadang ia pergi ke sumur Zamzam dan minum darinya beberapa teguk. Ketika matahari sudah menginjak tinggi dan ia dipanggil untuk sarapan, ia hanya berkata: "Aku tidak merasa lapar".

Ia tidak pernah mengucapkan lapar atau has baik ketika ia masih kecil mau pun sesudah dewasa.

Pamannya, Abu Thalib selalu menidurkannya di sampingnya. Ia pernah berkata: "Aku tidak pernah mendengar kata-kata bohong keluar dari mulutnya dan tidak pernah melihat kelakuan tak layak dan tertawa tidak senonoh darinya".

Ia tidak menyukai alat-alat mainan, selalu menyendiri dan rendah hati.

Pada usia tiga belas tahun, ia menemani Abu Thalib berdagang ke Syam (Syiriaskarang). Dalam perjalanan inilah keagungan jiwa dan sifat amanahnya teruji.

Pada usia dua puluh lima tahun ia menikah dengan Khadijah binti Khuwailid.

Di kalangan masyarakat Makkah, Muhammad SAWW dikenal sebagai orang yang amanah dan jujur. Oleh karena itu, mereka memanggilnya Muhammad Al-Amin (yang terpercaya). Pada usia dua puluh lima tahun ini dengan menempatkan Hajarul Aswad di tempatnyasmula dan mencegah terjadinya perang antar kabilah Makkah, ia telah membuktikan keahliannya dalam manajemen, dan dengan ikut serta dalam perjanjian Hilful Fudhul ia telah membuktikan kecintaannya terhadap persatuan insani.

Kesucian, kejujuran, menjauhkan diri dari segala bentuk syirik dan menyembah berhala, tidak peduli dengan gemerlapnya dunia dan selalu merenungkan ciptaan yang maha agung ini adalah poin yang telah membedakannya dari yang lainnya.

Pada usia empat puluh tahun, ia diangkat menjadi nabi dan selama tiga tahun ia berdakwah secara diam-diam di kota Makkah. Setelah masa tiga tahun ini berlalu dan ayat yang berbunyi: "Berilah peringatan kepada keluarga dekatmu" turun, ia mulai melakukan dakwah dengan terang-terangan dan memulai hal itu dari keluarga dekatnyasndiri. Setelah itu, ia menggo-internasionalkan dakwah untuk bertauhid, meninggalkan syirik dan menyembah berhala.

Semenjak itulah para pembesar Quras mendeklarasikan penentangan terhadap Rasulullah SAWW dan mulai mengganggu setiap aktivitas dakwahnya.

Selama tiga belas tahun, Rasulullah SAWW menghadapi segala gangguan dan ejekan para pembesar Quras dengan tegar dan tidak mundur selangkah pun dari missinya.

Setelah tiga belas tahun berdakwah di Makkah, ia terpas harus berhijrah ke Madinah. Pasca hijrah, lahan untuk dakwah Islam tersedia dengan baik meskipun pada periode sepuluh tahun ini musyrikin, munafikin dan kabilah-kabilah Yahudi masih selalu mengganggunya.

Setelah melakukan haji Wada' dan memproklamasikan keimamahan Ali bin Abi Thalib as di Ghadir Khum pada tahun 10 H, ia meninggalkan dunia fana ini pada 28 Shafar 11 H.

b. Akhlak Rasulullah SAWW

Rasulullah SAWW adalah manusia paling sempurna dan penghulu para nabi-nabi terdahulu. Untuk membuktikan keagungannya, kita cukup mengetahui bahwa Allah SWT memanggilnya dalam Al Quran dengan sebutan "wahai Rasul" dan "wahai Nabi". Dan di samping itu, Ia telah menjadikannya panutan bagi seluruh alam semesta. Ia berfirman: "Sungguh telah terdapat budi yang luhur bagi kalian dalam diri Rasulullah". Sungguh beliau memiliki akhlak yang luhur dan sempurna.

Allah berfirman: "Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) berada di atas puncak budi pekerti yang agung", "Seandainya engkau berperangai kasar dan keras hati, niscaya mereka akan berpaling darimu".

Dengan ini dapat diketahui bahwaslah satu faktor berkembangnya Islam dengan pesat adalah akhlak Rasulullah SAWW yang terpuji. Ia tidak pernah menyiasakan waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Ketika berdoa iaslalu merintih: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala bentuk pengangguran dan rasa malas". Ia berprinsip untuk selalu menegakkan keadilan. Dalam menjalankan perdagangan ia tidak pernah berbohong dan melasnakan praktek penipuan, serta mempersulit pembeli. Ia tidak pernah berdebat dengan siapa pun, dan tidak pernah melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang lain.

Ia memiliki pendirian bahwa kejujuran dan menjaga amanat adalah pondasi utama kehidupan. Ia pernah bersabda: "Dua hal itu (kejujuran dan menjaga amanat) sangat ditekankan oleh para nabi terdahulu".

Ia memiliki statemen bahwasmua anggota masyarakat harus berdiri tegak melawan para lalim dan jangan hanya menjadi penonton.

Ia pernah berpesan: "Bantulah saudaramu, baik iasbagai zalim atau mazlum". Parashabat bertanya dengan penuh keheranan: "Kita telah mengetahui bagaimana cara membantu saudara yang dimazlumi. Bagaimana cara membantu saudara yang zalim?" Ia menjawab: "Cegahlah ia jangan sampai berbuat lalim kepada orang lain".

Pembaca yang budiman, kitaskarang sedang hidup di sebuah dunia yang didominasi oleh dekadensi moral dan berkuasanya hawa nas. Solusi terbaik -–untuk menanggulangi kondisi tersebut-- adalah kita harus mengkaji kembali sejarah para nabi umumnya, dan sejarah Rasulullah SAWW khususnya yang dipenuhi oleh berbagai pelajaran berharga. Sejarah mereka –-untuk masaskarang-- adalah sebuah teladan perikemanusiaan yang luhur.

Sejarah telah menunjukkan tiga contoh golongan yang dapat dijadikan pelajaran oleh umat manusia. Mereka adalah para raja dan kasr, para filsuf dan para nabi. Para nabi as memiliki masa lalu yang layak untuk dijadikan teladan. Kejujuran dan keakraban lebih mendominasi kehidupan mereka dari pada keangkuhan dan kekuasaan. Dari kening-kening mereka terpancar sinar ilahi yang menjadikan mata terbelalak melihatnya, bak sinar matahari pagi yang sejuk dipandang, akan tetapi bak misteri ghaib yang tidak terungkap substasnya.

Mata yang paling sederhana pun dapat melihat sinar tersebut dengan mudah. Akan tetapi, kejeniusan seseorang tidak dapat memecahkan rahasianya dengan mudah.

Jiwa-jiwa yang peka terhadap segala keindahan dan rahasia (spiritual) akan dapat merasakan kehangatannya bagaikan kehangatan cinta dan harapan. Dan hal itu akan didapatkannya di dalam gerak-gerik dan perilaku mereka.

Jiwa mereka dipenuhi oleh ilham dan wahyu yang mengalir dengan tenang di dalamnya. Setiap kali kita menengok sejarah masa lalu, kita akan mendapatkan bahwa umat manusia selalu mencari wajah-wajah sederhana nan menakjubkan itu. Ibrahim, Nuh, Musa dan Isa adalah sekelumit contoh dari mereka. Akan tetapi, bagaimana dengan Muhammad SAWW sebagai penutup para nabi as? Menghadapi orang-orang yang menentangnya, ia hanya membaca ayat-ayat Al Quran, atau ia menerangkan keyakinannya dengan metode yang sederhana dan enggan berdebat. Kehidupannya mengingatkan kita kepada orang agung dan zahid. Iasngat mencintai kelaparan dan menguji kesabarannya dengan menahan lapar. Kadang-kadang iasngat merasa lapar dan dengan hanya mengganjalkan batu di perutnya ia berusaha untuk mencegah rasaskit karenanya.

Menghadapi orang-orang yang selalu menyakitinya, iaslalu memaafkannya dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga mereka malu sendiri.

Suatu hari ketika ia melalui sebuah lorong Madinah, seorang Yahudi menuangkan air di atas kepalanya dari atap rumahnya. Akan tetapi, ia berlalu begitu saja tanpa marah sedikit pun setelah membersihkan diri dan bajunya di sebuah pojok lorong. Di hari yang lain, padahal ia tahu bahwa perlakuan itu akan terulang lagi, ia tetap berjalan di lorong tersebut.

Pada hari berikutnya ketika iasdang berlalu di lorong tersebut, orang Yahudi itu tidak lagi menuangkan air di atas kepalanya. Ia heran. Dengan tersenyum ia berkata: "Mengapa hari ini ia tidak menyiramkan air lagi?" Penduduk yang bermukim di sekitar lorong itu berkata: "Iaskit". "Kita harus menjenguknya", tegasnya.

Ketika melihat keakraban dan kecintaan luhur di wajah Muhammad SAWW, orang Yahudi merasa bahwa dirinya adalah sahabat lamanya. Dihadapkan kepada pandangan mata Muhammad SAWW yang penuh cinta dan kasih sayang, ia merasa jiwanya telah tercuci bersih dan kehendak untuk menyakitinya lagi hilang musnah.

Iasngat rendah hati sehingga bangsa Arab yang congkak dan fanatis tunduk di hadapannya. Kehidupan, perilaku dan akhlaknya mengilhamkan kecintaan, kekuatan, kerelaan, ketegaran, cara berpikir yang tinggi dan keindahan jiwa. Kesederhanaan perilakunya dan kerendahan hatinya tidak mengurangi keteguhan jiwa dan daya tarik spiritualnya. Setiap kalbu akan tunduk di hadapannya. Setiap kali duduk bersama orang lain dalam sebuah pertemuan, ia tampil sebagai sosok yang teragung.

c. Karakter dan Keutamaan Rasulullah SAWW

Salah satu karakter Rasulullah SAWW yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjadikannya bangga --hal ini dapat kita lihat pada peristiwa perang Badar dan pembebasan kota Makkah-- dan kekalahan tidak membuatnya putus asa --hal ini dapat kita lihat pada peristiwa perang Uhud yang tidak membuatnya menggigit jari, bahkan dengan cekatan ia mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi perang Hamra`ul Asad, dan peristiwa pengingkaran perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh kaum Yahudi Bani Quraizhah serta bergabungnya mereka dengan pasukan Ahzab.

Karakter lainnya adalah kewaspadaan. Iaslalu mengecek kekuatan musuh dengan seksama dan untuk menghadapinya iaslalu mempersiapkan segalanya.

Karakter lainnya adalah elastisitas yang dibarengi oleh keteguhan pendirian. Pada situasi perang yang tidak menentu, Rasulullah SAWW membuktikan karakter di atas, dan disebabkan oleh perubahan situasi yang sangat cepat tersebut ia selalu mengeluarkan instruksi baru (yang dianggap perlu). Kecekatan dalam mengeluarkan sebuah instruksi --dalam pandangannya-- adalah syarat utama dalam menghadapi problema-problemasrius. Iasngat menekankan menunggalnyasmber instruksi.

Ia memperlakukan kaum dan para pengikutnya dengan tujuan untuk mempererat hubungan dan memperbaiki mereka, dan selalu menanamkan rasa percaya diri dalam diri mereka. Iaslalu mengasihani anak-anak kecil dan menghormati orang-orang dewasa. Iaslalu menggembirakan anak-anak yatim dan mengayomi mereka. Ia selalu berbuat baik terhadap para fakir dan miskin. Terhadap hewan pun ia selalu berbuat kasihan dan melarang orang lain mengganggunya.

Salah satu contoh dari rasa berperikemanusiaan Rasulullah SAWW adalah ketika mengutus pasukan untuk memerangi dengan musuh, iaslalu berpesan untuk tidak menyerang masyarakat sipil.

Ia lebih menyukai untuk berdamai dengan musuh dari pada berperang. (ketika harus berperang) ia berpesan untuk tidak membunuh para lasa dan anak-anak kecil serta tidak menganiaya badan musuh yang telah tak berdaya.

Ketika bangsa Quras memintasaka politik kepadanya, ia tidak memberlakukan boikot ekonomi terhadap mereka, bahkan ia menyepakati import gandum dari Yaman.

Ia menyerukan terealisasikannyasbuah perdamaian dunia dan melarang peperangan kecuali untuk situasi darurat.

Surat-surat yang dikirimnya kepada para raja (yang hidup di masa itu) dihiasi dengan kata-kataslam sejahtera dan ajakan untuk berdamai.

Dalam setiap peperangan Rasulullah SAWW selalu menunjuk lebih dari satu komandan pasukan. Ia menetapkan peraturan-peraturan yang sangat teliti demi mengomando dan memperkuat semangat sebuah pasukan. Ia menggabungkan antara teori politik dan teori militer dan menganggap kepatuhan terhadap komandan pasukan adalah sebuah rahasia bagi kedisiplinan dan ketaatan sebuah pasukan terhadap komandannya. Ia telah berhasil membangun sebuah manajemen dan sistem kemiliteran yang patut ditiru, serta memilih seorang komandan pasukan berdasarkan kelayakan dan wawasannya. Ia menyatukan semua pasukan di bawah kepemimpinannya dan memberikan tugas kepadastiap orang sesuai dengan kemampuannya.

d. Usaha Rasulullah SAWW dalam Membentuk Masyarakat yang Berperikemanusiaan

Keberadaan Rasulullah SAWW adalah sebuah rahmat bagi seluruh umat manusia. Ia tidak pernah membedakan seseorang pun dari kaidah di atas dikarenakan warna kulit dan suku bangsanya. Menurut pandangannya, semua manusia makan dari rezeki yang dianugerahkan oleh Allah.

Rasulullah SAWW mengajak manusia untuk:

Pertama, meningkatkan harkat dan martabat manusia. Ia bersabda: "Semua manusia berasal dari Adam, dan ia berasal dari tanah". Kedua, mengajak berdamai sebelum berperang. Ketiga, memaafkan sebelum membalas, dan Keempat, mempermudah (seseorang) sebelum membalas perbuatannya.

Dari realita di atas dapat kita ketahui bahwasluruh peperangan yang dilasnakannya bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan insani yang agung dan berlangsung untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang berperikemanusiaan.

Ia memerintahkan kepadasluruh pengikutnya untuk selalu betindak bijasna, penuh rasa toleras dan sikap bersahabat dengan semua manusia.

Ia telah menunjukkan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi seluruh alam semesta dalam peristiwa pembebasan kota Makkah. Dengan segala kemenangan yang telah digapainyasat itu, ia tetap berbuat baik terhadap para musuhnya dan enggan untuk bertindak balas dendam padahal ia dapat melasnakannya. Ia memaafkan mereka dengan sabdanya: "Pergilah kalian, karena kalian sekarang telah bebas". Pada perang Dzatur Riqa' ia berhasil menangkap Gauts bin Al-Harits yang telah berusaha beberapa kali untuk membunuhnya. Akan tetapi, ia memaafkannya.

Rasulullah SAWW selalu memperlakukan para tawanan perang dengan penuh toleras. Ia telah membebaskan sejumlah besar dari mereka dan berpesan kepada pasukannya untuk tidak menyakitinya. Sebagai contoh, padasbuah peperangan, ia melepaskan tali yang mengikat tangan seorang tawanan perang dengan tangannyasndiri ketika ia mendengarnya mengeluh kesakitan.

e. Rasulullah SAWW Sebagai Seorang Panglima Militer

Rasulullah SAWW memiliki akhlak yang sempurna. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas puncak akhlak yang agung".

Akhlak di atas telah membentuknya menjadi seorang panglima militer yang berhasil dalam merealisasikan segala tujuannya dan memenangkannya dalam setiap peperangan.

Iaslalu bertindak asih terhadap semua manusia. Di segalastuasi dan kondisi iaslalu bertoleras terhadap seluruh masyarakat dan para anggota pasukannya. Ia jujur, tepercaya dan selalu memegang teguh janjinya. Ketika marah, iaslalu berusaha untuk menahan kemarahannya dan ketika menang perang, iaslalu memaafkan para musuhnya.

Iaslalu berusaha untuk merealisasikan perdamaian dan hidup bersahabat di antara anggota masyarakat, membersihkan mereka dari segala rasa dengki dan permusuhan, dan memberikan tugas kepadastiap orang sesuai dengan kemampuannya.

Karakter rasional yang telah terpatri dalam dirinya adalah merenung dan memandang jauh ke depan. Dengan melihat kondisi kaumnya kita dapat memahami ia adalah seorang penduduk dunia yang paling berakal. Hal itu dikarenakan dengan kekerasan watak, rasa berbangga diri dan fanatisme suku yang mereka miliki, ia dapat merubah mereka menjadi pembelanya yang setiashingga mereka berhasil mengibarkan bendera Islam di seantero dunia.

Rasulullah SAWW berhasil menciptakan sebuah metode baru dalam teori peperangan, pemerintahan, manajemen, politik, ekonomi dan sosial.

Di perang Ahzab ia menggali jurang (yang dapat melindungi Madinah dari serbuan musuh), di perang Hudaibiyah ia mengadakan perjanjian perdamaian dengannya yang hasilnya dapat dibuktikan pada masa-masa berikutnya. Begitulah seterusnya di setiap peperangan, iaslalu menggunakan taktik-taktik baru sehingga ia dapat memenangkan peperangan dan musuh menyaskan kemenangan tersebut dengan penuh keheranan.

Rasulullah SAWW berhasil membentuk sebuah pemerintahan yang hebat sehingga masyarakat dapat menikmati kepemimpinannya dengan melasnakan segala instruksi dan perintahnya.

Ajakan Rasulullah SAWW kepada Islam berdasarkan kepada perealisasian perdamaian, dan instruksi perang hanya dilakukannya ketika musuh sudah tidak bisa ditoleras lagi. Pada hakikatnya, ia hanya ingin menangkal sebuah kekerasan dengan kekerasan yang sama.

Atas dasar ini, seluruh peperangannya --dari awal hingga akhir-- bersandarkan padastu pondasi yang permanen yang tidak pernah dilupakan oleh pasukannya. Pondasi itu adalah mengajak seluruh umat manusia kepada agama baru, mengadakan perjanjian perdamaian dengan musuh dan mereka harus membayar jizyah atau negara mereka dikuasai oleh tentara Islam, dan mengadakan peperangan dengan orang-orang yang memusuhinya.

f. Kebersihan

Rasulullah SAWW sangat menyukai kebersihan, dan dalam menjaga kebersihan badan ia tidak ada tandingannya.

Di samping melasnakan tata krama wudhu`, iaslalu mandi pada hari-hari tertentu. Ia menganggap dua hal tersebut adalah ibadah. Iasring menyuci rambutnya dengan daun Sidir lalu menyisirnya dan memakai minyak wangi. Gamis putih yang menutupi badannya hinggastengah betis selalu tampak bersih. Sebelum dan sesudah makan iaslalu menyuci tangan dan mulutnya, dan enggan untuk memakan sayur-sayuran yang berbau tak sedap. Sisir, celak, gunting dan cermin adalah teman setianya ketika ia mengadakan pepergian. Rumahnya yang sangat sederhana selalu tampak bersih. Iasngat menekankan sampah-sampah harus dikeluarkan pada siang hari dan ketika malam tibasmpah-sampah itu sudah tidak ada di tempatnya lagi.

Kebersihan badan dan kesucian jiwanya bak duasjoli yang tak dapat dipisahkan. Ia memerintahkan kepada para pengikutnya untuk membersihkan diri, pakaian dan rumah mereka. Khususnya pada hari Jumat, ia memerintahkan mereka untuk mandi sunah dan memakai wewangian sebelum pergi melasnakan shalat Jumat.

g. Tata Krama Bergaul

Ketika berada di tengah-tengah masyarakat, iaslalu tersenyum, dan ketika menyendiri, ia selalu bertafakur. Ia tidak pernah memandang seseorang secara terus-menerus. Ia sering melihat ke bawah. Iasring duduk bersimpuh dan tidak pernah menelonjorkan kakinya di hadapan siapa pun. Iaslalu mengucapkan salam terlebih dahulu, baik kepada para budak maupun anak-anak kecil. Setiap kali ia memasuki sebuah pertemuan, ia memilih duduk di barisan akhir. Ia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk berdiri menyambut kedatangannya, atau menyerahkan tempat duduknya kepadanya. Ia tidak pernah memotong pembicaraan lawan bicaranya dan ia memperlakukannyasbagai orang yang paling mulia dalam pandangannya. Ia tidak pernah berbicara melebihi kadar yang perlu, ia berbicara dengan tenang dan tidak pernah mengotori lidahnya dengan umpatan dan ejekan. Iasngat pemalu dan tidak ada orang yang lebih pemalu darinya. Ketikasdang marah terhadap seseorang, yang tampak hanyalah kekesalan di wajahnya, dan ia tidak pernah untuk memprotesnya. Iaslalu menjenguk orang-orang yang sakit dan menghadiri tasyyi' jenazah orang-orang yang meninggal dunia. Ia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk mencerca atau menjelekkan orang lain kecuali dalam pengadilan.

h. Sifat Pemaaf

Ia tidak pernah menghiraukan kekurang ajaran seseorang terhadap dirinya dan menyimpan rasa dengki --apalagi rasa ingin balas dendam terhadap seseorang-- dalam hatinya. Jiwanya yang agung lebih mengutamakan untuk memaafkan dari pada membalas dendam. Pada peristiwa perang Uhud ketika melihat perlakuan buas dan tidak senonoh terhadap jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, ia hanya merasasdih dan tidak melakukan hal serupa terhadap jenazah-jenazah kaum Quras. Setelah berhasil menangkap para pelaku tersebut, ia pun tidak bermasd untuk membalas dendam. Bahkan ia melarang Abu Qatadah Al-asari yang ingin mencaci-maki mereka.

Setelah pembebasan benteng Khaibar, sekelompok orang-orang Yahudi yang telah menyerahkan diri mengirimkan makanan beracun untuknya. Ia mengetahui masd jahat mereka. Akan tetapi, ia tetap membiarkan mereka hidup sebagaimana layaknya manusia hidup. Pada kesempatan yang lain seorang wanita Yahudi juga bermasd untuk meracuninya. Akan tetapi, ia memaafkannya.

Abdullah bin Ubay, salah seorang tokoh munafikin yang berhasil menyelamatkan diri dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, masih menyimpan rasa permusuhan di dalam hatinya dengannya ketika Rasulullah SAWW berhijrah ke Madinah, dan lewat kerja sama dengan para pemeluk Yahudi penentang Islam, ia masih melakukan tindakan-tindakan oposisi. Rasulullah SAWW tidak hanya tidak mengizinkan para pengikutnya untuk menghabisinya, bahkan ia masih memperlakukannya dengan penuh toleras dan ketikaskit, ia masih menjenguknya.

Di saat pulang dari perang Tabuk sekelompok munafikin mengadakan rencana untuk meneror Rasulullah SAWW. Mereka ingin melemparkannya dari atas sebuah tebing –-ketika ia melewati sebuah tebing yang terjal-- dengan cara meliarkan kudanyashingga ia terpental dari pelananya. Meskipun merekasmua mengenakan topeng, Rasulullah SAWW masih mengenal mereka. Parashabat memas untuk mananyakan nama-nama mereka, akan tetapi ia enggan untuk mengekspos nama-nama tersebut dan membalas kelakuan mereka.

i. Tunduk Kepada Undang-undang

Rasulullah SAWW selalu memaafkan setiap orang yang menyakiti dirinya. Akan tetapi, ia tidak pernah memaafkan orang-orang yang melanggar undang-undang. Ia tidak pernah menoleras siapa pun yang melakukan hal itu. Hal itu dikarenakan undang-undang yang adil dan bijasna adalah penjamin keamanan kehidupan bermasyarakat dan penegak berdirinyasbuah masyarakat yang kokoh. Tidak mungkin undang-undang dijadikan alat permainan oleh sebagian orang dan kepentingan masyarakat dijadikan korban bagi kepentingan individu.

Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, salah seorang wanita dari kabilah Bani Makhzum mencuri dan pencurian yang dilakukannyasdah terbukti. Dengan ini harus dijalankan hukum atas dirinya. Keluarganya yang masih terjangkiti cara berpikir fanatisme kabilah menganggap bahwa dijalankannya hukum atas wanita itu adalah aib besar bagi kabilahnya. Dengan ini merekaspakat untuk mencegah hukum itu dijalankan. Rasulullah SAWW dengan lantang berkata: "Kaum-kaum sebelum kalian binasa karena mereka pilih kasih dalam menjalankan hukum. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dalam menjalankan keadilan aku tidak akan pernah mundur selangkah pun meskipun pelaku kriminalitas itu adalah keluarga dekatku sendiri".

Ia tidak pernah mengistimewakan dirinyasndiri dan tidak menganggap dirinya kebal hukum.

Suatu hari ia pergi ke masjid. Di selasla pesan yang disampaikan di mimbar ia bersabda: "Allah bersumpah bahwa pada hari pembalasan Ia tidak akan memaafkan orang yang pernah berbuat zalim. Jika aku pernah menzalimi salah seorang dari kalian, aku siap untuk menerima qishash". Seorang sahabat yang bernamaswadah bin Qais berdiri seraya berkata: "Wahai Rasulullah, padasatu hari saat anda pulang dari Tha`if, ketika anda menggerakkan tongkat, tongkat itu mengenai perutku dan perutku merasaskit karenanya".

"Tidak mungkin aku melakukan itu dengan sengaja. Meskipun demikian, aku siap untuk diqishash", lanjutnya. Lalu ia memerintahkan salah seorang sahabat untuk mengambil tongkat tersebut. Kemudian ia menyerahkan tongkat tersebut kepadaswadah seraya berkata: "Engkau bisa memukul perutku seperti tongkatku dulu menyentuh perutmu dan ambillah hakmu di dunia ini".

Sahabat itu akhirnya berkata: "Tidak, aku telah memaafkan anda".

"Semoga Allah memaafkanmu", Rasulullah SAWW menimpali.

Begitulah perlakuan seorang pemimpin agama dan pemerintahan dalam rangka menegakkan keadilan sosial dan supremasi hukum.

j. Menghormati Pendapat Umum

Berkenaan dengan masalah yang telah ditentukan hukumnya oleh Al Quran, baik berupa ibadah maupun mu’amalah, baik untuk dirinyasndiri maupun untuk kepentingan umum, Rasulullah SAWW selalu mengerjakannya dengan tanpasarat dan tidak pernah memperbolehkan dirinya untuk ikut campur tangan dalam hal itu. Hal itu dikarenakan mengingkari hukum tersebut sama artinya dengan kufur terhadap Allah SWT. “Dan barang siapa tidak menjalankan hukum sesuai dengan ketentuan hukum Allah, maka ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. Akan tetapi, jika masalah tersebut berhubungan dengan pekerjaan dan kehidupan dunia yang hanya bersangkutan dengan kepentingan pribadi seseorang, ia dapat menentukan nasib sendiri dengan pendapat yang ia anggap baik asalkan hal itu masih mubah. Tidak seorang pun berhak mencampuri urusan pribadi orang lain.

Sebaliknya, jika masalah tersebut berhubungan dengan kepentingan sosial masyarakat, ia memberikan hak kepada mereka untuk mengeluarkan pendapat. Meskipun Rasulullah SAWW memiliki kejeniusan yang luar biasa dalam menentukan kemaslahatan melebihi orang lain, akan tetapi beliau tidak pernah memaskan pendapat kepada orang lain dan iaslalu menghormati pendapatnya. Ia merenungkan pendapat orang lain yang telah dihasilkan lewat musyawarah bersama dan memintasluruh muslimin untuk memeliharasnnah yang terpuji ini.

Pada peristiwa perang Badar, ia meminta pendapat parashabat sebanyak tiga kali dalam tiga permasalahan: pertama, apakah mereka harus berperang melawan Quras atau kembali ke Madinah dan tidak jadi berperang. Seluruh sahabat memilih untuk berperang dan Rasulullah SAWW setuju dengan itu.

Kedua, dalam menentukan pusat pertahanan muslimin. Dalam hal ini pendapat Hubab bin Mundzir mendapat persetujuannya. Ketiga, dalam menentukan perlakuan yang layak bagi para tawanan perang. Sebagian sahabat berpendapat agar mereka dibunuh saja, dan sebagian yang lain berpendapat agar mereka dibebaskan dengan syarat membayar fidyah. Rasulullah SAWW menyetujui pendapat kedua ini.

Pada peristiwa perang Uhud, Rasulullah SAWW meminta pendapat parashabat berkenaan dengan taktik perang melawan musuh apakah mereka bertahan di dalam kota dan memperkuat benteng pertahanan atau keluar kota menyongsong musuh dengan tujuan untuk melawan serangan musuh supaya mereka tidak masuk ke dalam kota. Ia memilih pendapat yang kedua.

Pada peristiwa perang Ahzab, Rasulullah SAWW membentuk sebuah badan musyawarah yang membahas apakah pasukan harus ke luar kota atau bertahan di dalam kota. Setelah berlangsung tukar pendapat yang agak lama, akhirnya diputuskan bahwa gunung Sala’ dijadikan benteng pertahanan dari arah belakang dan untuk menghambat gerakan musuh dari depan akan digali sebuah parit (khandaq) yang agak lebar.

Pada peristiwa perang Tabuk, dengan mendekatnya pasukan besar Islam ke perbatasan Syiria, Imperatur Romawi merasa ketakutan dan kehilangan kepercayaan diri, dan karena tidak percaya penuh kepada kekuatan pasukannya, akhirnya ia membatalkan perang. Menghadapi realita ini Rasulullah SAWW mengadakan musyawarah dengan parashabat apakah mereka terus mengejar musuh yang sudah ketakutan atau kembali ke Madinah. Mereka lebih memilih untuk kembali ke Madinah.

Kitasmua (muslimin) tahu bahwa Rasulullah SAWW terjaga (masum) dari segala dosa dan kesalahan, dan seluruh perilakunya tidak layak untuk diprotes. Meskipun demikian, ia tetap menerimasgala kritikan parashabat dengan lapang dada meskipun kritikan tersebut tidak pada tempatnya. Ia tidak pernah mengikat mereka (dengan menolak kritikan-kritikan mereka), bahkan dengan segala kelembutan ia menjawab kritikan tersebut sehingga mereka terpuaskan dan menyadari akan kekeliruannya. Ia meyakini bahwa Pencipta alam semesta ini telah menganugerakan sarana berpikir, menimbang baik dan buruk dan kemampuan mengkritik kepadasmua manusia. Ia menganggap hal itu adalah suatu yang alami dan tidak dikhususkan untuk para pemimpin saja. Dengan ini, bagaimana mungkin setiap orang tidak berhak untuk memiliki semua hak di atas dan harus dicabut darinya? Ia telah menekankan bahwa jika orang-orang atasan melakukan sebuah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, masyarakat harus memprotesnya.

Rasulullah SAWW pernah mengeluarkan instruksi perang kepadasbuah pasukan dan menentukan seorang sahabat asar menjadi komandan mereka. Di tengah jalan ia marah terhadap mereka karenasbuah permasalahan. Lalu ia memerintahkan mereka untuk mengumpulkan kayu-kayu kering dan membuat unggun api. Ketika api sudah menyala, ia berteriak: “Apakah Rasulullah tidak memerintahkan kalian untuk menaati segala perintahku?” “Rasulullah memerintahkan hal itu”, jawab merekasngkat. “Sekarang kuperintahkan kalian untuk masuk ke dalam api ini”, jeritnya lantang. Mereka enggan untuk melakukan perintahnya. Ketika Rasulullah SAWW mendengar peristiwa itu ia bersabda: “Jika mereka menaati perintahnya, niscaya mereka akan kekal di dalam api neraka. Perintah seorang komandan wajib ditaati ketika ia mengeluarkan instruksi sesuai dengan hukum”.

Pada peristiwa perang Hunain, Rasulullah SAWW membagi sebagian saham pampasan perang kepada orang yang baru memeluk Islam. Sa’d bin Ubadah dan sekelompok sahabat asar yang nota bene telah lama masuk Islam protes terhadap kebijakan itu dan dalam benak mereka bertanya-tanya mengapa Rasulullah lebih mengutamakan mereka dari pada parashabat terdahulu? Akhirnya ia memerintahkan orang-orang yang protes tersebut berkumpul di suatu tempat. Setelah mereka berkumpul, Rasulullah SAWW menjelaskan dengan lemah-lembut segala faktor yang menyebabkan pampasan perang itu harus dibagi kepada mereka. Setelah mendengar penjelasannya itu merekasmua menangis dan akhirnya mereka minta maaf atas perbuatan yang telah mereka perbuat.

Pada peristiwa yang sama, salah seorang sahabat yang berasal dari kabilah Bani Tamim dan bernama Hurqush memprotes kebijakan tersebut seraya berkata dengan nada bicara yang pedas: "(Wahai Muhammad), berbuatlah dengan adil". Ketika melihat kelancangannya, Umar bin Khattab berkata dengan marah: "Izinkanlah kupenggal lehernya". "Tidak, biarkanlah dia", jawab Rasulullah SAWW singkat. Ia menatap wajahnyasraya berkata dengan penuh kelembutan: "Jika aku tidak bertindak secara adil, siapa yang dapat bertindak dengan adil?"

Pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, Umar bin Khattab memprotes perjanjian yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAWW tersebut. Alasannya mengapa ia menerima perjanjian dengan persyaratan yang tidak adil? Dengan logika dan argumentasi yang jitu, Rasulullah SAWW berhasil memuaskannya.

Dengan metode dan perlakuan di atas Rasulullah SAWW telah menebar rahmat bagi seluruh alam dan mengajarkan cara dan manajemen menjalankan sebuah pemerintahan kepada seluruh penguasa dengan tujuan supaya mereka mengetahui bahwa kedudukan yang mereka miliki adalah kedudukan seorang ayah yang penuh asih, bukan kedudukan seorang pemilik hambashaya. Dalam setiap kondisi, mereka hendaknya memikirkan kemaslahatan rakyatnya, bukan memaskan kehendaknya.

Rasulullah SAWW bersabda: "Aku telah diturunkan kepada umat manusiasbagai orang yang paling utama dari merekasndiri untuk memikirkan kemaslahatan mereka. Al Quran telah memperkenalkan kedudukanku dalam firmannya: "Nabi (Muhammad) lebih utama (untuk mengurus urusan) mukminin dari pada diri mereka sendiri". Oleh karena itu, jikaslah seorang dari kalian meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan, maka hartanya tersebut dimiliki oleh para pewarisnya. Dan jika ia masih memiliki hutang atau meninggalkan keluarga yang fakir dan papa, maka aku yang akan menanggung hutangnya dan mengayomi keluarganya". Begitulah keluhuran budi Rasulullah SAWW dan perilakunya sehari-hari.

Rasulullah SAWW seoranglah yang telah mampu mewujudkan segalassuatu dari nol dan menebarkan akhlak insani di dalam lubuk hati muslimin dalam waktu yang singkat. Dengan perilakunya yang terpuji ia telah berhasil menjadikan kaum Arab yang sombong itu rendah hati, menjadikan para pemas menjadi iba hati, menjadikan para pemecah belah para pencetus persatuan, menjadikan orang-orang kafir beriman, menjadikan penyembah berhala bertauhid, menjadikan orang-orang bejat berharga diri, menjadikan para pendengki pemaaf, menjadikan para penganggur cinta pekerjaan, menjadikan orang-orang yang memiliki watak keras pelembut, menjadikan orang-orang kikir pemurah, menjadikan orang-orang bodoh berakal dan membebaskan mereka dari kebodohan dan kesesatan menuju petunjuk dan makrifat.

Di penutup biografi singkat ini kami haturkan kepada pembaca budiman hadis-hadis pilihan yang pernah disabdakan oleh junjungan kita Muhammad SAWW:

1.Keutamaan mencari ilmu

"Barang siapa yang berjalan di atas sebuah jalan dengan tujuan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga ... Keutamaan orang alim atas orang 'abid bak keutamaan bulan atas seluruh bintang di malam purnama".

2.Orang-orang yang mendapat syafa'at

"Empat golongan akan mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat: orang yang menolong Ahlul Baytku, orang yang memenuhi kebutuhan merekasat mereka butuh, orang yang mencintai mereka dengan hati dan lisannya, dan orang yang membela mereka dengan tangannya".

3.Tolak ukur diterimanya amal

"Tidak akan diterimasatu ucapan kecuali jika disertai dengan amal, tidak akan diterimasatu ucapan dan amal kecuali jika disertai dengan niat, dan tidak akan diterimasatu ucapan, amal dan niat kecuali jikassuai dengan sunnah".

4.Karakter orang-orang yang akan masuk surga

"Maukah kuberitahukan kepada kalian orang-orang yang tidak akan tersentuh api neraka pada hari kiamat?" "Ya", jawab sahabat singkat. Ia melanjutkan sabdanya: "Orang yang teguh pada pendiriannya, selalu berbahagia, lemah-lembut dan tidak mempersulit orang lain".

5.Tanda-tanda orang zalim

"Tanda-tanda orang zalim adalah empat: menzalimi atasannya dengan menentang perintahnya, menguasai bawahannya dengan kekerasan, membenci kebenaran dan melakukan tindak kezaliman dengan terang-terangan".

6.Cabang ilmu agama

"Ilmu itu ada tiga macam: pokok akidah, akhlak dan hukum syari'at. Selain dari tiga ilmu tersebut adalah barang lebih".

7.Fatwa orang yang tidak ahli

"Barang siapa yang mengeluarkan fatwa tidak didasari dengan ilmu pengetahuan, maka ia telah celaka dan mencelakakan orang lain".

8.Puasa sejati

"Orang yang sedang berpuasaslalu berada dalam kondisi ibadah selama ia tidak mengghibah seorang muslim".

9.Keutamaan bulan Ramadhan

"Bulan Ramadhan adalah bulan Allah 'azza wa ajalla, sebuah bulan yang di dalamnya pahala kebaikan akan dilipatgandakan dan kejelekan akan dihapus, bulan yang penuh berkah, bulan untuk kembali (kepada-Nya), bulan untuk bertaubat, bulan pengampunan, bulan pembebasan diri dari api neraka dan bulan kemenangan dengan mendapat surga. Ingatlah, jauhilah segala perbuatan haram pada bulan itu dan perbanyaklah membaca Al Quran".

10.Tanda-tanda orang yang sabar

"Tanda-tanda orang yang sabar ada tiga: pertama, tidak malas, kedua, tidak pernah menyesal (karena kegagalan--pen.), dan ketiga, tidak pernah mengeluh karena ketentuan-Nya (yang telah ditentukan atas dirinya). Karena ketika ia malas, ia telah melenyapkan kebenaran, ketika ia menyesal, ia tidak akan bersyukur dan ketika ia mengeluh (karena ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah atas dirinya), maka ia telah mengingkari-Nya".

11.Penghuni neraka yang paling celaka

"Penduduk neraka akan tersiksa oleh bau busuk orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya. Yang paling menyesal di antara penduduk neraka adalah seseorang yang mengajak orang lain kembali kepada Allah lalu ia menerima ajakannya dan menaati-Nya (sepenuh hati), kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga dan memasukkan orang yang mengajak tadi ke dalam neraka dikarenakan ia tidak mengamalkan ilmunya".

12.Orang alim penyembah dunia

Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Daud as seraya berfirman: "Janganlah kau jadikan seorang alim yang mencintai duniasbagai penghalang antara Aku dan dirimu, karena ia akan menghalangimu untuk mencapai kecintaan-Ku. Mereka adalah kendala bagi hamba-hamba-Ku. Balasan-Ku paling kecil yang akan Kutimpakan kepada mereka adalah Aku akan mencabut kemanisan bermunajat kepada-Ku dari hati mereka".

13.Hasil sebuah yakin

"Jika kalian meyakini kebaikan dan keburukan akhirat sebagaimana kalian meyakini adanya dunia ini, niscaya kalian akan lebih mengutamakan akhirat".

14.Pertanyaan pertama di hari kiamat

"Pada hari kiamat seorang hamba tidak boleh melangkahkan kakinya kecuali setelah ditanyai tentang lima perkara: untuk apa ia habiskan umurnya, untuk apa ia gunakan keperjakaannya, bagaimana ia mengamalkan ilmunya, dari mana ia mendapatkan harta dan bagaimana menggunakannya, dan tantang kecintaannya kepada kami, Ahlul Bayt".

15.Kerjakan segalassuatu dengan sebaik-baiknya

Ketika Rasulullah SAWW menguburkan Sa'd bin Mu'adz dengan rapi, bersabda: "Aku tahu bahwa kuburan pada akhirnya akan ambruk, akan tetapi Allah menyukai seorang hamba ketika ia mengerjakan sesuatu, ia akan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya".

16.Kematian adalah sebuah kesadaran

"Seluruh manusia adalah tidur, dan ketika mati, mereka baru sadar".

17.Amalan yang dapat membantu

"Tujuh hal yang pahalanya tidak akan terputus setelah seorang hamba meninggal dunia: sebatang pohon kurma (setiap pohon berbuah lainnya—pen.) yang ditanamnya, sumur yang digalinya, sungai yang dialirkannya, masjid yang dibangunnya, Al Quran yang ditulisnya, ilmu yang diwariskannya atau anak saleh yang ditinggalkannya dan ia memintakan ampun baginya".

18.Orang-orang yang berbahagia

"Berbahagialah orang yang karena iasndiri merasa memiliki aib tidak mau mencari-cari aib saudara mukminnya, berbahagialah orang yang menggunakan hartanya dengan tidak berlebih-lebihan, menginfakkan kelebihan hartanya (kepada orang lain), menahan diri dari berbicara lebih dan menghindari perilaku-perilaku yang buruk".

19.Mencintai keluarga Muhammad SAWW

"Barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan syahid, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dengan dosa yang telah terampuni, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan bertaubat, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan mukmin yang sempurna. Ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan kening yang bertulisan 'Orang yang putus dari rahmat Allah', (dan) ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia tidak akan mencium bau harum surga".

20. Balasan bagi suami yang suka mengganggu istrinya dan bagi istri yang suka mengganggu suaminya

"Jika seorang istri menyakiti suaminya dengan lidahnya, maka Allah tidak akan menerimasmua amal baiknya meskipun ia berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari kecuali jika ia telah menjadikan hatinya rela. Dan ia adalah orang yang paling dahulu masuk api neraka. Begitu jugasami jika ia menzalimi istrinya".

21.Balasan bagi seorang istri yang tidak mengasihani suaminya

"Jika seorang istri tidak mau menoleras suaminya dan memaskannya untuk mengerjakan sesuatu yang berada di luar kemampuannya, makasgala kebaikannya tidak akan diterima dan ia akan berjumpa dengan Allah sedangkan Ia murka terhadapnya".

22.Yang pertama kali dipertanyakan pada hari kiamat

"Yang pertama akan dipertanyakan pada hari kiamat adalah darah yang dikucurkan bukan atas dasar kebenaran".

23.Pahala kekejaman dan kasih sayang

"Di malam Isra` dan Mi'raj aku pergi menjenguk neraka. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita yang sedang disiksa. Aku bertanya tentang dirinya (mengapa ia disiksasdemikian rupa?). Aku mendengar jawaban: "Ia pernah memelihara seekor kucing. Akan tetapi, ia tidak memberinya makan dan minum serta tidak membiarkannya bebas memakan sisassa makanan yang tercecer di atas tanah". Dan aku pergi menjenguk surga. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita penzina. Lalu aku bertanya (mengapa ia bisa masuk surga?). Aku mendengar jawaban: "Ketika iasdang melalui sebuah jalan, ia melihat seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehasn. Kemudian ia menjulurkan kainnya ke dalam sebuah sumur dan memeraskan airnya di mulut anjing tersebut hingga ia terbebas dari dahaga. Dengan perbuatannya itu Allah telah mengampuninya".

24.Amalan yang tidak disertai dengan ikhlas

"Pada hari kiamat sebuah suara akan berteriak lantang sehinggasmua orang mendengar suaranya: "Di manakah orang-orang yang pernah menyembah manusia? Berdirilah dan ambillah pahala amalan kalian dari orang yang pernah dijadikan tujuan amalan kalian. Karena Aku tidak akan menerimasbuah amalan yang tercampuri oleh dunia dan orang-orang yang hidup di dalamnya".

25.Cinta dunia adalah pembasmi amalan

"Pada hari kiamat akan dihadirkan sekelompok manusia (untuk dihisab) sedangkan amalan-amalan mereka bak gunung Tihamah (baca : banyak cuma tidak berarti). Setelah itu mereka diperintahkan untuk masuk neraka". "Apakah mereka mengerjakan shalat di dunia?", tanya Parashabat keheranan. Rasulullah SAWW menjawab: "Ya, mereka mengerjakan shalat, berpuasa dan meluangkan waktu pada malam hari untuk beribadah. Akan tetapi, ketikaskelumit urusan dunia menghampiri mereka, mereka merangkulnya tanpa pikir panjang".

26.Anda akan bersama dengan orang yang Anda cintai

"Setiap orang akan selalu bersama dengan orang yang dicintainya".

27.Mencintai Ahlul Bayt as

"Barang siapa yang ingin hidup seperti hidupku, mati seperti matiku dan menempati surga 'Adn yang telah Tuhanku khususkan untukku, maka hendaknya ia berwilayah kepada Ali dan walinyasrta mengikuti jejak para imam setelahku. Karena mereka adalah 'itrahku. Mereka diciptakan dari tanah asal ciptaanku. Mereka telah dianugerahi kepahaman dan ilmu yang luas. Celakalah orang-orang yang membohongkan keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku dengan mencampakkan mereka. Semoga Allah tidak memberikan syafa'atku kepada mereka".

28. Berwilayah kepada Ali as adalah syarat utama terkabulnyasbuah amalan

"Demi Dzat yang telah mengutusku dengan membawa kebenaran, jikasseorang dari kalian membawa amalan sebesar gunung pada hari kiamat, akan tetapi, ia tidak berwilayah kepada Ali bin Thalib as, maka Allah akan mencampakkannya ke dalam api neraka".

29.Pahala untuk orang sakit

"Jika seorang muslim sakit, maka Allah akan menulis baginya pahalasbaik pahala yang ia kerjakan pada waktu sehat dan dosa-dosanya akan berguguran bak daun kering berguguran dari pohonnya".

30.Tanggung jawab seorang muslim

"Barang siapa yang memasuki harinya dengan tidak memperdulikan urusan muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka, dan barang siapa yang mendengar seorang muslim berteriak: 'Wahai muslimin, tolonglah' dan ia tidak menghiraukan teriakannya, maka ia bukanlah orang muslim".

31.Hubungan bangsa Iran dengan Ahlul Bayt as

Para utusan Bazan, seorang raja Yaman yang hidup di bawah lindungan Iran dan iasndiri adalah berkebangsaan Iran, menghadap Rasulullah SAWW seraya berkata: "Bagaimana masa depan kami wahai Rasulullah?" Rasulullah SAWW menjawab: "Kalian adalah dari kami dan masa depan kalian akan menuju kepada kami". Ibnu Hisyam berkata: Aku pernah mendengar Az-Zuhri berkomentar: "Karena hadis tersebut di atas Rasulullah SAWW bersabda: "Salman dari kami Ahlul Bayt"

32.Khianat yang besar

"Barang siapa yang memimpin muslimin sedangkan ia melihat masih ada orang lain yang lebih utama dari dirinya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan muslimin".

33.Nilai Hidayah

Rasulullah SAWW bersabda kepada Imam Ali as: "Jika Allah memberikan hidayah kepadasorang kafir dikarenakan dirimu, hal itu lebih utama dari seluruh isi dunia".

34.Manusia di akhir zaman

"Akan datang suatu masa yang dihuni oleh orang-orang yang batin mereka bejat dan lahiriah mereka tampak indah mempesona. (Mereka berbuat demikian itu) karena rakus terhadap dunia. Mereka –-dengan itu-- tidak akan pernah mengharapkan apa yang ada di sisi Tuhan mereka. Agama mereka adalah riya`, dan mereka tidak memiliki rasa takut sedikit pun. Allah akan mengazab mereka, lalu mereka (akan bersimpuh) memohon (ampunan) bak orang yang tenggelam memohon pertolongan. Akan tetapi, Ia tidak akan mengabulkan permohonan mereka".

35.Sahabat yang paling jujur

"Dunia tidak pernah melihat orang yang paling jujur dari Abu Dzar".

36. Bertanya kepada orang alim dan berbelas asih kepada fakir dan miskin

"Bertanyalah kepada ulama, berbicaralah dengan para hakim dan duduklah bersama fakir dan miskin".

37.Mencium tangan. Tidak!

Salah seorang sahabat ingin untuk mencium tangan Rasulullah SAWW. Ia tidak mengizinkannya melakukan hal itu seraya bersabda: "Perbuatan itu dilakukan oleh bangsa 'Ajam terhadap para raja mereka. Aku bukanlah seorang raja. Akan tetapi, aku orang seperti kalian".

38.Berbuat asih terhadap sesama jenis

"Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk sebuah desa tidur nyenyak sedangkan adaslah seorang dari mereka yang kelaparan, maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat".

Sabtu, 09 Februari 2013 07:11

Akidah Syi'ah

Khazanah Ahlulbait as yang tersimpan utuh di dalam madrasah mereka dan hingga sekarang tetap terpelihara dengan baik, merupakan universitas lengkap yang meliputi berbagai cabang ilmu-ilmu Islam. Madrasah ini telah mampu mendidik jiwa-jiwa yang siap menggali pengetahuan dari khazanah itu dan mengetengahkannya kepada umat dan ulama-ulama besar Islam; pembawa risalah Ahlulbait as yang mampu menjawab secara argumentatif segala keraguan dan persoalan yang dilontarkan oleh berbagai mazhab dan aliran pemikiran, baik dari dalam maupun dari luar Islam.

Berangkat dari tugas-tugas yang diemban, Majma Jahani Ahlulbait (Lembaga Internasional Ahlulbait) berusaha mempertahankan kemuliaan risalah dan hakikatnya dari serangan berbagai golongan dan aliran yang memusuhi Islam; dengan cara mengikuti jejak Ahlulbait as dan penerus mereka yang senantiasa berusaha menjawab berbagai tantangan dan tuntutan, serta berdiri tegak di garis depan perlawanan sepanjang masa.

Khazanah yang terpelihara di dalam kitab-kitab ulama Ahlulbait as itu tidak ada tandingannya, karena kitab-kitab tersebut disusun di atas landasan logika dan argumentasi yang kokoh, jauh dari sentuhan hawa nafsu dan fanatisme buta. Mereka pun mengetengahkan karya-karya ilmiah yang dapat diterima oleh akal dan fitrah yang bersih kepada kalangan ulama dan pakar.

Berbekal kekayaan pengalaman, Lembaga Internasional Ahlulbait berupaya mengajukan metode baru kepada para pencari kebenaran melalui berbagai tulisan dan karya ilmiah yang disusun oleh para penulis kontemporer yang komit pada khazanah Ahlulbait as, dan oleh para penulis yang telah mendapatkan karunia Ilahi untuk mengikuti ajaran mulia tersebut. Di samping itu, Lembaga ini berupaya meneliti dan menyebarkan berbagai tulisan bermanfaat, hasil karya ulama Syi'ah terdahulu, agar kekayaan ilmiah ini menjadi mata air bagi pencari kebenaran yang mengalir ke segenap penjuru dunia, di era kemajuan intelektual yang telah mencapai kematangannya, sementara interaksi antarindividu semakin terjalin demikian cepatnya, hingga terbuka pintu hatinya dalam menerima kebenaran tersebut melalui madrasah Ahlulbait as

Akhirnya, kami mengharap kepada para pembaca yang mulia, kiranya sudi menyampaikan berbagai pandangan, gagasan dan kritik konstruktif demi berkembangannya lembaga ini di masa-masa mendatang. Kami juga mengajak kepada berbagai lembaga ilmiah, ulama, penulis, dan penerjemah untuk bekerja sama dengan kami dalam upaya menyebarluaskan ajaran dan khazanah Islam yang murni. Semoga Allah SWT berkenan menerima usaha sederhana ini, melimpahkan taufik-Nya, serta senantiasa menjaga Khalifah-Nya, Imam Mahdi afs. di muka bumi ini.

Kami ucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Profesor Ayatullah Muhammad Taqie Misbah Yazdi yang telah berupaya menulis buku ini. Demikian juga kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ustadz Ahmad Marzuqi Amin yang telah bekerja keras menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Indonesia. Tak lupa ucapan terima kasih yang tak terhingga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi di dalam penerbitan buku ini.

Divisi Budaya

Lembaga Internasional Ahlulbait


Pendahuluan Penulis

Segala puji bagi Allah Pengatur semesta alam. Salawat dan salam senantiasa tercurah ke atas makhluk-Nya yang terbaik, Nabi Muhammad saw beserta keluarganya yang suci as, terutama ke atas Baqiyyatullah Imam Mahdi afs. di muka bumi ini (semoga Allah mempercepat kehadirannya dan menjadikan kita sebagai pengikutnya!).

Sesungguhnya prinsip-prinsip keyakinan merupakan asas bagi setiap tatanan nilai moral dan bagi setiap ideologi yang kokoh. Disadari atau tidak, keyakinan tersebut dapat membentuk sikap dan tingkah laku seseorang.

Berangkat dari kesadaran inilah sepatutnya kita menanamkan benih-benih keyakinan dan akidah di dalam diri kita masing-masing sebagai akar bagi sebuah pohon yang besar dan berkah ini, agar kelak ia memberikan hasil yang memuaskan dan menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, sejak awal kemunculan Islam, para ulama berusaha menjelaskan akidah Islam dengan bentuk dan metode yang beragam. Para mutakallim (teolog) telah menulis berbagai macam kitab Kalam (Teologi) dan akidah untuk berbagai tingkatan dalam masyarakat. Begitu pula pada masa kini—setelah menghadapi gelombang keraguan kontemporer—mereka telah menulis sebagian buku akidah untuk semua lapisan masyarakat. Akan tetapi, buku-buku tersebut biasanya ditulis untuk dua tingkatan yang sangat berbeda, salah satunya untuk tingkatan masyarakat umum dengan metode yang sangat sederhana dan penjelasan yang panjang lebar. Lain dari itu, untuk tingkatan khusus dengan metode yang rumit, ungkapan-ungkapan yang berat dan sarat dengan istilah-istilah ilmiah. Sementara itu, perpustakaan-perpustakaan Islam masih kosong dari kitab-kitab pelajaran yang sesuai dengan tingkatan menengah. Sejak bertahun-tahun lamanya, sekolah-sekolah agama Islam tidak memiliki kitab-kitab pelajaran akidah seperti ini, padahal kebutuhan kepa-danya sudah sangat mendesak.

Oleh sebab itu, berkat usulan para pengurus yang terhormat dan bantuan para guru serta pengurus yayasan Dar Roh-e Hak (Di Jalan Hak), kami menulis sebuah buku Akidah dengan beberapa keistimewaan sebagai berikut:

1. Materi pembahasan buku ini diusahakan tersusun secara sistematis. Untuk itu, sedapat mungkin kami tidak menunda penjelasan suatu masalah sampai ke pembahasan berikutnya.

2. Kami berusaha sedapat mungkin menggunakan ungkapan-ungkapan yang sederhana dan menghindari istilah-istilah yang rumit. Alih-alih merangkai kalimat indah, kami lebih memilih ungkapan yang mendekati pemahaman pelajar.

3. Dalam membuktikan suatu masalah, kami berusaha mengajukan argumentasi yang kokoh dan jelas, serta menghindari koleksi dalil yang mungkin sebagiannya itu lemah.

4. Kami pun berusaha menghindari penjelasan yang panjang yang membuat jenuh pelajar. Dari sisi lain, kami selalu menjaga penjelasan yang ringkas dan proporsional.

5. Mengingat buku ini kami tulis untuk pelajar tingkat menengah, kami tidak membawakan argumentasi yang rumit yang memerlukan penjelasan-penjelasan Filsafi, Tafsir atau Fiqhul Hadits. Dan bila dianggap perlu, kami akan menjelaskan premis-premis sesederhana mungkin. Pada bagian lain, kami limpahkan pembahasan selengkapnya ke kitab-kitab yang lebih luas demi mendorong minat dan gairah siswa untuk meneruskan penelitiannya.

6. Kandungan buku ini dibagi kepada beberapa pelajaran, sehingga setiap pelajaran layak untuk dijadikan satu jam mata pelajaran.

7. Poin-poin penting sebagian pelajaran akan disinggung pada pelajaran berikutnya sehingga terkadang terjadi pengulangan. Hal ini kami lakukan agar materi pelajaran tersebut lebih melekat pada benak pelajar.

8. Di akhir setiap pelajaran, kami sajikan beberapa pertanyaan dengan tujuan, membantu pelajar agar lebih banyak memahami dan menguasai materi pelajaran secara lebih baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini tidak luput dari berbagai keterbatasan dan kekurangan. Dan kami berusaha untuk memperbaikinya pada cetakan berikutnya. Untuk itu, kami berharap kepada guru-guru yang mulia; sudilah kiranya memberikan koreksi dan kritik membangun atas segala kekurangan dan kelemahan tersebut.

Akhirnya, kami berharap semoga kiranya Imam Mahdi afs. (ruh kita sebagai tebusannya dan semoga Allah mempercepat kehadirannya) dapat menerima persembahan yang sederhana ini dan merestuinya sebagai bagian dari upaya memenuhi hutang bakti kami kepada Hauzah Ilmiyah dan para syuhada Islam.

Qum Al-Muqaddasah

Dzul Hijjah 1406 H.

Muhammad Taqie Misbah Yazdi

Sabtu, 09 Februari 2013 07:09

Haji Dalam Sunah

Secara linguistik, haji adalah bermaksud dan secara terminologis, haji berarti bermaksud untuk menziarahi rumah Allah, dan salah satu ritual agama terpenting bagi kaum muslimin. Kekuatan magnetik Ka‘bah selalu menarik jutaan muslimin dari setiap penjuru dunia untuk mendatangi dirinya sehingga dengan melaksanakan manasik dan menjaga aturan-aturan khusus dalam sebuah praktik nyata, mereka ikut andil dalam merealisasikan sebuah kehidupan yang bertauhid dan menunjukkan keagungan dan kekuatan Islam di mata dunia.

Di dalam kongres agung internasional ini, seluruh muslimin dari suku dan warna kulit yang beraneka ragam berkumpul di sekeliling Ka‘bah menjadi satu sehingga—melalui jendela perkenalan dengan sesama—mereka dapat menggapai sebuah persepsi yang satu, rasa solidaritas, dan tekad persatuan antara seluruh masyarakat muslim.

Ibadah haji adalah manifestasi spiritualitas, semangat, penghambaan, keberanian, rasa mementingkan orang lain, persatuan, zikir, dan—akhirnya—hubungan dengan Allah. Atas dasar ini, taufik dapat melaksanakan perjalanan semacam ini adalah sebuah kesempatan emas bagi para pencari Allah untuk menempa diri dari sisi spiritual dan etika sehingga dapat terwujud sebuah perombakan yang mendasar dan membangun di dalam jiwanya.

Di dalam ajaran-ajaran Rasulullah saw dan para imam, terdapat banyak poin yang mengandung pelajaran yang dapat membantu para penziarah Baitullah untuk memanfaatkan kesempatan yang mereka miliki itu (semaksimal mungkin). Di dalam ajaran-ajaran itu ditekankan agar para jamaah haji menjauhkan diri dari dosa sebelum memulai perjalanan, mencuci jiwanya dengan air taubat, menyiapkan ongkos perjalanannya dari harta yang halal, dan berpamitan kepada famili dan kerabat dengan tujuan untuk meminta kehalalan atas seluruh kesalahan yang—mungkin—pernah dilakukannya. Setelah memperoleh keridaan mereka, barulah mereka melangkahkan kaki di jalan ini. Begitu juga ditekankan supaya mereka memulai perjalanan ini dengan nama Allah dan untuk tujuan mencari Allah, dan selama dalam perjalanan, hendaknya mereka menghindarkan diri dari setiap pelanggaran dan maksiat terhadap Allah.

Semua aturan itu dan mengamalkannya akan dapat menciptakan sebuah perubahan mendasar di dalam diri dan jiwa seorang haji. Sebagai hasilnya, ia akan menjauhi masa lalunya yang tidak benar dan—dengan itu—ia akan mempersiapkan dirinya untuk menyongsong sebuah kehidupan yang benar dan Islami.

Di dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa tujuan dari ibadah haji adalah mewujudkan kesejahteraan dan revolusi jiwa dan etika dalam diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Jika para jamaah haji melangkahkan kakinya di jalan safar Ilahi ini dengan niat mewujudkan revolusi jiwa dan etika dan memperbaiki diri mereka, maka dengan menilik realita bahwa sangat banyak orang-orang yang melakukan ibadah umrah dan haji pada setiap tahunnya, tidak diragukan lagi revolusi ini akan menjalar ke dalam tubuh keluarga dan seluruh masyarakat (di seluruh dunia).

Setiap muslim yang pergi melakukan ibadah haji, jika ia mengambil keputusan untuk meralisasikan etika Islam selama ia berada di dalam perjalanan dan ketika ia telah kembali pulang; menghindari segala pekerjaan haram dan melaksanakan segala kewajiban sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah, dan lalu ia menyampaikan misi ini kepada sanak keluarga, sahabat, dan teman-teman seprofesi, niscaya rvolusi etika yang sangat menakjubkan akan terjadi di dalam masyarakat Islam dan para musuh pasti gagal dalam usaha ekspansi kultur (yang telah mereka canangkan).

Koleksi hadis-hadis pilihan (yang ada di tangan pembaca budiman ini) adalah sebagian tuntunan-tuntunan para manusia suci as yang telah mereka ucapkan sebagai petunjuk bagi para penziarah Baitullah. Harapan kami, dengan mengamalkan tuntunan-tuntunan ini, kita dapat mendekatkan diri kepada Dzat Yang Maha benar dan mengambil manfaat dari perjalanan Ilahi dan maknawi ini.

Sayid Ali Qadhi ‘Askar

Ketua Seksi Pengajaran Dan Penelitian

Bi‘tsah Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran


Kewajiban Haji

قَالَ عَلِيٌّ(عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَرَضَ عَلَيْكُمْ حَجَّ بَيْتِهِ الْحَرَامِ الَّذِيْ جَعَلَهُ قِبْلَةً لِلْأَنَامِ».

Imam Ali as berkata, “Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian untuk melakukan haji ke rumah-Nya yang mulia yang mana Dia telah menjadikan rumah itu sebagai Kiblat bagi seluruh umat manusia.”[1]

قَالَ عَلِيٌّ(عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَرَضَ حَجَّهُ وَ أَوْجَبَ حَقَّهُ وَ كَتَبَ عَلَيْكُمْ وِفَادَتَهُ، فَقَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿وَ ِللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَ مَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعالَمِينَ﴾».

Imam Ali as berkata, “Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian untuk melakukan haji, memenuhi haknya, dan berziarah kepadanya. Dia berfirman, ‘Hak Allah atas orang-orang yang memiliki kemampuan untuk pergi ke rumah itu adalah hendaknya ia melakukan haji ke Baitullah, dan barang siapa mengingkarinya, Allah tidak membutuhkan kepada seluruh semesta alam.’[2]

Filsafat Haji

قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «جَعَلَهُ سُبْحَانَهُ عَلاَمَةً لِتَوَاضُعِهِمْ لِعَظَمَتِهِ وَإِذْعَانِهُمْ لِعِزَّتِهِ».

Imam Ali as berkata, “Allah telah menjadikan haji sebagai pertanda supaya para hamba merendahkan diri di hadapan keagungan-Nya dan mengakui kemuliaan-Nya.”[3]

قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «جَعَلَهُ سُبْحَانَهُ لِلْإِسْلاَمِ عَلَماً وَ لِلْعَائِذِينَ حَرَماً».

Imam Ali as berkata, “Allah telah menjadikan haji dan Ka‘bah sebagai pertanda dan bendera bagi Islam dan tempat yang aman bagi orang-orang yang berlindung kepadanya.”[4]

Haji, Sebuah Sarana untuk Memperkuat Agama

قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «وَ الْحَجَّ تَقْوِيَةً لِلدِّيْنِ».

Imam Ali as berkata, “Allah telah mewajibkan haji sebagai (sarana untuk) memperkuat agama.”[5]

Haji, Penenang Kalbu yang Gundah

قَالَ الْبَاقِرُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «الحَجُّ تَسْكِيْنُ القُلُوْبُ».

Imam al-Bâqir as berkata, “Haji adalah penenang kalbu (yang gundah).”[6]

Orang yang Meninggalkan Ibadah Haji

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُوْدِيّاً وَ إِنْ شَاءَ نَصْرَانِيّاً».

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa meninggal dunia sedangkan dia tidak melaksanakan ibadah haji, hendaknya ia meninggal dunia—jika ia menghendaki—dalam keadaan menganut agama Yahudi atau—jika ia kehendaki—dalam keadaan memeluk agama Kristiani.”[7]

Riwayat dengan kandungan yang sama juga diriwayatkan dari Imam Keenam Syi‘ah, Imam ash-Shâdiq as.[8]

Riwayat-riwayat ini menegaskan tentang pentingnya ibadah haji di dalam Islam sehingga orang yang meninggalkan kewajiban yang sangat penting ini dianggap sebagai seorang muslim yang telah keluar dari agamanya.

Haji dan Kebahagiaan

Para sahabat pernah bertanya kepada Imam al-Bâqir as, “Mengapa haji diberi nama haji?”

Beliau menjawab,

«حَجَّ فُلاَنٌ أَيْ أَفْلَحَ فُلاَنٌ».

“Seseorang telah berhaji, artinya ia telah berbahagia.”[9]

Nilai Ibadah Haji

Muhammad bin Muslim pernah mengatakan bahwa Imam al-Bâqir as atau Imam ash-Shâdiq as berkata,

«وَدَّ مَنْ فِي الْقُبُورِ لَوْ أَنَّ لَهُ حَجَّةً وَاحِدَةً بِالدُّنْيَا وَ مَا فِيهَا».

“Orang-orang yang sudah meninggal dunia di dalam kubur mengharapkan seandainya ia mengorbankan dunia dan segala isinya, dan sebagai gantinya ia mendapatkan pahala satu ibadah haji.”[10]

Hak Ibadah Haji

قَالَ الْإِمَامُ زَيْنُ الْعَابِدِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فِيْ رِسالَةِ الحُقُوْقِ: «حَقُّ الْحَجِّ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّهُ وِفَادَةٌ إِلَى رَبِّكَ وَ فِرَارٌ إِلَيْهِ مِنْ ذُنُوْبِكَ وَ فِيْهِ قَبُوْلُ تَوْبَتِكَ وَ قَضَاءُ الْفَرْضِ الَّذِيْ أَوْجَبَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَيْكَ».

Dalam Risâlah al-Huqûq-nya, Imam Zainul Abidin as berkata, “Hak haji adalah hendaknya kamu mengetahui bahwa haji adalah kehadiran diri di hadapan Tuhanmu, pelarian diri dari dosa-dosa menuju ke haribaan-Nya, pengabulan taubatmu di dalamnya, dan pelaksanaan kewajiban yang telah Allah SWT wajibkan atasmu.”[11]

Mencari Allah

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ حَجَّ يُرِيْدُ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يُرِيْدُ بِهِ رِيَاءً وَلاَ سُمْعَةً غَفَرَ اللهَ لَهُ الْبَتَّةَ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Barang siapa melakukan ibadah haji dengan niat hanya mengharapkan Allah ‘Azza Wajalla (semata) dan tidak dengan niat riya’ dan mencari ketenaran, pasti Allah akan mengampuninya.”[12]

Pahala Haji

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «لَيْسَ لِلْحِجَّةِ المَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الجَنَّةَ».

Rasulullah saw bersabda, “Haji yang mabrur tidak memiliki pahala selain surga.”[13]

Pengaruh Haji

قَالَ الْإِمَامُ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَا مِنْ سَفَرٍ أَبْلَغَ فِيْ لَحْم وَلاَ دَمٍ وَلاَ جِلْد وَلاَ شَعْر مِنْ سَفَرِ مَكَّةَ وَ مَا أَحَدٌ يَبْلُغُهُ حَتَّى تَنَالَهُ الْمَشَقَّةُ».

Hisyâm bin Hakam meriwayatkan bahwa Imam ash-Shâdiq as berkata, “Tiada perjalanan yang lebih berpengaruh terhadap daging, darah, kulit, dan rambut seseorang daripada perjalanan menuju ke Mekkah dan tak seorang pun berhasil mencapainya kecuali dengan kesulitan.”[14]

Peranan Niat Dalam Haji

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «لَمَّا حَجَّ مُوْسَى (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) نَزَلَ عَلَيْهِ جَبْرَئِيلُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَقَالَ لَهُ مُوسَى يَا جَبْرَئِيلُ: ’... مَا لِمَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ بِنِيَّةٍ صَادِقَةٍ وَ نَفَقَة طَيِّبَة؟‘ فَرَجَعَ إِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ، فَأَوْحَى اللهَ تَعَالَى إِلَيْهِ: ’قُلْ لَهُ أَجْعَلُهُ فِي الرَّفِيْقِ الْأَعْلَى مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ وَ الصَّالِحِيْنَ، وَ حَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقاً‘».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ketika Musa as sedang melaksanakan ibadah haji, malaikat Jibril turun kepadanya. Musa bertanya kepadanya, ‘Wahai Jibril, pahala apakah yang diterima oleh orang yang telah melakukan haji ke rumah ini dengan niat yang bersih dan nafkah yang suci?’

(Tanpa menjawab pertanyaannya) malaikat Jibril kembali menghadap kepada Alah ‘Azza Wajalla (dengan tujuan untuk mencari jawaban). Allah mewahyukan kepadanya seraya berfirman, ‘Katakanlah kepadanya, ‘Aku akan menempatkannya di malakût yang tinggi bersama para nabi, shiddîqîn, orang-orang syahid, dan orang-orang yang saleh. Mereka adalah teman dan sahabat yang sangat baik.’”[15]

Masuk ke Dalam Cahaya

Abdurrahman bin Samurah berkata, “Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Beliau bersabda, ‘Tadi malam melihat aku hal-hal yang menakjubkan.’

Kami bertanya, ‘Semoga jiwa, keluarga, dan anak-anak kami menjadi tebusan Anda. Apakah yang Anda lihat?’

Beliau menjawab,

«رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ ظُلْمَةٌ وَ مِنْ خَلْفِهِ ظُلْمَةٌ وَ عَنْ يَمِيْنِهِ ظُلْمَةٌ وَ عَنْ شِمَالِهِ ظُلْمَةٌ وَ مِنْ تَحْتِهِ ظُلْمَةٌ مُسْتَنْقِعًا فِيْ ظُلْمَةٍ فَجَاءَهُ حَجُّهُ وَ عُمْرَتُهُ فَأَخْرَجَاهُ مِنَ الظُّلْمَةِ وَ أَدْخَلاَهُ فِي النُّوْرِ».

‘Aku melihat salah seorang dari umatku yang terselimuti kegelapan dari arah depan, belakang, sebelah kanan, sebelah kiri, dan dari arah bawahnya. Tiba-tiba ibadah haji dan umrahnya datang seraya mengeluarkannya dari kegelapan itu dan memasukkannya ke dalam cahaya ....’”[16]

Masuk ke Haribaan Allah

قَالَ عَلِيٌّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «الحَاجُّ وَ الْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللهِ، وَ حَقٌّ عَلَى اللهِ أَنْ يُكْرِمَ وَفْدَهُ وَ يَحْبُوَهُ بِالْمَغْفِِرَةِ».

Imam Ali as berkata, “Orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah adalah utusan khusus Allah, dan selayaknya bagi Allah untuk memuliakan utusan khusus-Nya dan mencurahkan ampunan kepadanya.”[17]

Allah adalah Tuan Rumah

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِنَّ ضَيْفَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ رَجُلٌ حَجَّ وَ اعْتَمَرَ، فَهُوَ ضَيْفُ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى مَنْزِلِهِ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Sesungguhnya tamu Allah adalah orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah. Ia senantiasa menjadi tamu Allah sehingga ia pulang kembali ke rumah sendiri.”[18]

Haji dan Jihad

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «جِهَادُ الْكَبِيْرِ وَ الصَّغِيْرِ وَ الضَّعِيْفِ وَ الْمَرْأَةِ الْحَجُّ وَ الْعُمْرَةُ».

Rasulullah saw bersabda, “Jihad (yang dapat dilakukan oleh) orang besar, anak kecil, orang yang lemah, dan kaum wanita adalah ibadah haji dan umrah.”[19]

Haji, Lebih Utama Daripada Umrah

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «اِعْلَمْ أَنَّ الْعُمْرَةَ هِيَ الْحَجُّ الْأَصْغَرُ، وَ أَنَّ عُمْرَةً خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا وَ حَجَّةً خَيْرُ مِنْ عُمْرَةِ».

Rasulullah saw pernah bersabda kepada Utsman bin Abil ‘آsh, “Ketahuilah bahwa umrah adalah haji yang kecil, dan satu umrah adalah lebih baik daripada seluruh dunia dan seisinya. Satu ibadah haji adalah lebih baik daripada umrah.”[20]

Peleburan Dosa

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «أَيُّ رَجُلٍ خَرَجَ مِنْ مَنْزِلِهِ حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا، فَكُلَّمَا رَفَعَ قَدَمًا وَ وَضَعَ قَدَمًا، تَنَاثَرَتِ الذُّنُوْبُ مِنْ بَدَنِهِ كَمَا يَتَنَاثَرُ الْوَرَقُ مِنَ الشَّجَرِ، فَإِذَا وَرَدَ الْمَدِيْنَةَ وَ صَافَحَنِيْ بِالسَّلاَمِ صَافَحَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ بِالسَّلاَمِ، فَإِذَا وَرَدَ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَ اغْتَسَلَ طَهَّرَهُ اللهُ مِنَ الذُّنُوْبِ، وَ إِذَا لَبِسَ ثَوْبَيْنِ جَدِيْدَيْنِ جَدَّدَ اللهُ لَهُ الْحَسَنَاتِ، وَ إِذَا قَالَ: ’لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ‘ أَجَابَهُ الرَّبُّ عَزَّ وَ جَلَّ: ’لَبَّيْكَ وَ سَعْدَيْكَ، أَسْمَعُ كَلاَمَكَ وَ أَنْظُرُ إِلَيْكَ‘، فَإِذَا دَخَلَ مَكَّةَ وَ طَافَ وَ سَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ وَصَلَ اللهُ لَهُ الْخَيْرَاتِ».

Rasulullah saw bersabda, “Setiap orang yang keluar dari rumahnya untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah, dosa-dosanya akan berguguran dari tubuhnya untuk setiap langkah yang ia langkahkan sebagaimana dedaunan rontok dari ranting-rantingnya. Ketika ia memasuki Madinah dan berjabatan tangan denganku melalui ucapan salam kepadaku, para malaikat akan berjabatan tangan dengannya dengan cara menjawab salam kepadanya. Ketika ia memasuki Dzul Hulaifah (masjid Syajarah) dan melakukan mandi, Allah akan menyucikannya dari segala dosa. Ketika ia memakai dua lembar kain (ihram) yang masih baru, Allah akan memperbaharui kebaikan-kebaikan baginya. Ketika ia mengucapkan, ‘Labbaikallâhumma labbaik’, Allah ‘Azza Wajalla akan menjawab, ‘Labbaik wa sa‘daik. Aku mendengar ucapanmu dan aku juga melihat kepadamu.’ Ketika ia memasuki kota Mekkah, melakukan tawaf dan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, Allah senantiasa akan menurunkan kebaikan kepadanya ....”[21]

Pengabulan Doa

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «أَرْبَعَةٌ لاَ تُرَدُّ لَهُمْ دَعْوَةٌ حَتَّى تُفْتَحَ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَ تَصِيْرَ إِلَى الْعَرْشِ: اَلْوَالِدُ لِوَلَدِهِ، وَ الْمَظْلُوْمِ عَلَى مَنْ ظَلَمَهُ، وَ الْمُعْتَمِرُ حَتَّى يَرْجِعَ، وَ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ».

Rasulullah saw bersabda, “Doa empat orang tidak akan ditolak dan pintu-pintu langit akan dibuka bagi mereka sehingga doa itu akan sampai ke ‘Arsy (Ilahi): doa ayah untuk anaknya, doa seorang yang terzalimi demi kebinasaan orang yang menzaliminya, doa seorang yang sedang melakukan ibadah umrah hingga ia kembali pulang, dan doa seorang yang sedang berpuasa hingga ia berbuka puasa.”[22]

Menggapai Dunia dan Akhirat

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةَ فَلْيَؤُمَّ هَذَا الْبَيْتَ، فَمَا أَتَاهُ عَبْدٌ يَسْأَلُ اللهَ دُنْيًا إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ مِنْهَا وَلاَ يَسْأَلُهُ آخِرَةً إِلاَّ ادَّخَرَ لَهُ مِنْهَا».

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa menghendaki dunia dan akhirat, hendaklah ia mendatangi rumah ini. Tidak akan datang kepada rumah ini seorang hamba yang memohon dunia kepada Allah kecuali Dia akan memberikannya kepadanya dan tidak pula seorang hamba yang memohon akhirat kepada-Nya kecuali Dia akan menyimpannya untuknya.”[23]

Haji yang Disertai Kesadaran Penuh

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) فِيْ خُطْبَتِهِ يَوْمَ الْغَدِيْرِ: «مَعَاشِرَ النَّاسِ، حَجُّوا الْبَيْتَ بِكَمَالِ الدِّيْنِ وَ التَّفَقُّهِ، وَلاَ تَنْصَرِفُوا عَنِ الْمَشَاهِدِ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ وَ إِقْلاَعٍ».

Ketika berpidato di hari Ghadir Khum, Rasulullah saw bersabda, “Wahai umat manusia, berziarahlah ke rumah Allah ini dengan pengetahuan penuh dan agama yang sempurna dan janganlah kamu kembali dari tempat-tempat suci itu kecuali dengan taubat dan kebebasan dari dosa.”[24]

Syarat Berziarah ke Baitullah

قَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): كَانَ أَبِيْ يَقُوْلُ: «مَنْ أَمَّ هَذَا الْبَيْتَ حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا مُبَرَّأً مِنَ الْكِبْرِ رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَهَيْئَةِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ».

Abu Abdillah as berkata, “Ayahku sering berkata, ‘Barang siapa mendatangi rumah ini dalam kondisi melakukan haji atau umrah dan terbebaskan dari rasa sombong, maka ia akan terbebaskan dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.’”[25]

Berkah-Berkah Ibadah Haji

عَنْ أَبِيْ عَبِدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «حَجُّوْا وَ اعْتَمِرُوْا تَصِحَّ أَبْدَانُكُمْ وَ تَتٍّسِعْ أَرْزُاقُكُمْ وَ تُكْفَوْا مَؤُوْنَاتِ عِيَالِكُمْ». و قال: «اَلْحَاجُّ مَغْفُوْرٌ لَهُ وَ مَوْجُوْبٌ لَهُ الْجَنَّةُ وَ مُسْتَأْنَفٌ لَهُ الْعَمَلُ وَ مَحْفُوْظٌ فِيْ أَهْلِهِ وَ مَالِهِ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Ali bin Husain as berkata, ‘Lakukanlah ibadah haji atau umrah, niscaya tubuhmu akan sehat, rezekimu akan lapang, dan segala kebutuhan hidup keluargamu akan terpenuhi.’ Ia melanjutkan, ‘Seorang haji akan diampuni dosanya, diwajibkan baginya surga, ditulis dari permulaan surat amalnya, dan terjaga keluarga dan hartanya.’”[26]

Haji yang Tertolak

عَنْ أَبِيْ جَعْفَر الْبَاقِرِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ أَصَابَ مَالاً مِنْ أَرْبَع لَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ فِيْ أَرْبَع: مَنْ أَصَابَ مَالاً مِنْ غُلُوْلٍ أَوْ رِبًا أَوْ خِيَانَةٍ أَوْ سَرِقَةٍ لَمْ يُقْبَلْ مِنْهُ فِيْ زَكَاة وَلاَ صَدَقَةٍ وَلاَ حَجٍّ وَلاَ عُمْرَةٍ».

Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as berkata, “Barang siapa mendapatkan harta melalui empat cara, niscaya empat amalannya tidak akan diterima; barang siapa mendapatkan harta melalui cara penipuan, riba, pengkhianatan, atau pencurian, maka zakat, sedekah, ibadah haji, dan ibadah umrahnya tidak akan diterima.”[27]

Melakukan Ibadah Haji dengan Harta Haram

قَالَ أَبُوْ جَعْفَرِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «لاَ يَقْبَلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ حَجًّا وَلاَ عُمْرَةً مِنْ مَالٍ حَرَاٍم».

Abu Ja‘far as berkata, “Allah ‘Azza Wajalla tidak akan menerima sebuah ibadah haji atau umrah yang dilakukan dengan harta haram.”[28]

Etika Seorang Haji

عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَا يُعْبَأُ مَنْ يَسْلُكُ هَذَا الطَّرِيْقَ إِذَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ ثَلاُثُ خِصَالٍ: وَرَعٌ يَحْجُزُهُ عَنْ مَعَاصِي اللهِ، وَحِلْمٌ يَمْلِكُ بِهِ غَضَبَهُ، وَ حُسْنُ الصُّحْبَةِ لِمَنْ صَحِبَهُ».

Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as berkata, “Orang yang menjalani jalan ini (dan melakukan ibadah haji), tetapi ia tidak memiliki tiga kriteria ini, ia tidak layak untuk mendapatkan perhatian: (1) wara’ yang dapat mencegahnya dari bermaksiat kepada Allah, (2) kesabaran yang dapat meredam amarahnya, dan (3) bertindak lemah lembut terhadap orang-orang yang bersamanya.”[29]

Ibadah Haji yang Berhasil

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ حجَّ أوِ اعْتَمَرَ فَلَمْ يَرْفَثْ وَلَمْ يَفسُقْ يَرْجِعُ كَهَيئَةِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ».

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa melakukan ibadah haji atau umrah dan ia tidak mencaci-maki dan tidak juga berbuat kefasikan, maka ia akan kembali pulang seperti pada hari pertama ia dilahirkan oleh ibunya.”[30]

Macam-Macam Haji

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلْحَجُّ حَجَّانِ: حَجٌّ لِلَّهِ وَ حَجٌّ لِلنَّاسِ، فَمَنْ حَجَّ لِلَّهِ كَانَ ثَوَابُهُ عَلَى اللهِ الْجَنَّةَ، وَ مَنْ حَجَّ لِلنَّاسِ كَانَ ثَوَابُهُ عَلَى النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Ibadah haji ada dua macam: haji demi Allah dan haji demi manusia. Barang siapa melakukan ibadah haji hanya demi Allah semata, maka pahalanya dari Allah adalah surga dan barang siapa melakukan ibadah haji demi manusia, maka pahalanya ditanggung oleh manusia pada hari kiamat.”[31]

Klasifikasi Orang-Orang yang Melakukan Ibadah Haji

قَالَ الْإِمَامُ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «اَلْحَاجُّ يَصْدُرُوْنَ عَلَى ثَلاَثَةِ أَصْنَافٍ: فَصِنْفٌ يُعْتَقُوْنَ مِنَ النَّارِ، وَ صِنْفٌ يَخْرُجُ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ، وَ صِنْفٌ يُحْفَظُ فِيْ أَهْلِهِ وَ مَالِهِ، فَذَلِكَ أَدْنَى مَا يَرْجِعُ بِهِ الْحَاجُّ».

Mu‘âwiyah bin ‘Ammâr mengatakan bahwa Imam ash-Shâdiq as berkata, “Orang-orang yang melakukan ibadah haji dibagi dalam tiga klasifikasi: (1) satu golongan akan diselamatkan dari api neraka, (2) satu kelompok akan dibersihkan dari dosa seperti pada hari pertama ia dilahirkan oleh ibunya, dan (3) satu golongan lagi, keluarga dan hartanya akan dijaga. Dan ini adalah pahala tersedikit yang akan diterima oleh orang-orang yang melakukan ibadah haji.”[32]

Jamaah Haji yang Tidak Berhasil

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَحُجُّ أَغْنِيَاءُ أمَّتِيْ لِلنُّزْهَةِ، وأوْساطُهُمْ لِلتِجارةِ، وقُرَّاؤُهُمْ للرِيَاءِ والسُّمْعَةِ وفُقَرَائُهُم لِلْمَسْأَلَةِ».

Rasulullah saw bersabda, “Akan datang sebuah masa atas umat manusia ini di mana orang-orang kaya dari umatku akan melakukan ibadah haji dengan tujuan rekreasi dan berfoya-foya, golongan menengah dari kalangan mereka akan melakukan ibadah haji untuk tujuan berdagang, para qârî mereka akan melaksanakan ibadah haji untuk riya’ dan menggapai ketenaran, dan orang-orang fakir dari kalangan mereka akan melakukan ibadah haji untuk meminta-minta.”[33]

Tindakan Terhadap Sahabat Seperjalanan

قَالَ أَبُو عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «وَطِّنْ نَفْسَكَ عَلَى حُسْنِ الصِّحَابَةِ لِمَنْ صَحِبْتَ فِيْ حُسْنِ خُلْقِكَ، وَ كُفَّ لِسَانَكَ، وَ اكْظِمْ غَيْظَكَ، وَ أَقِلَّ لَغْوَكَ، وَ تَفْرُشُ عَفْوَكَ، وَ تَسْخُو نَفْسَكَ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Persiapkan dirimu untuk menjadi sahabat yang baik bagi orang yang bersamamu, tahanlah lidahmu, redamlah amarahmu, persedikitlah kesalahan-kesalahanmu, hamparkanlah permadani maafmu, dan berjiwalah dermawan.”[34]

Gangguan di Pertengahan Jalan

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ أَمَاطَ أَذًى عَنْ طَرِيْقِ مَكَّةَ كَتَبَ اللهَ لَهُ حَسَنَةً وَ مَنْ كَتَبَ لَهُ حَسَنَةً لَمْ يُعَذِّبْهُ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Barang siapa menyingkirkan sebuah gangguan dari jalan Mekkah, maka Allah akan menulis satu kebaikan baginya, dan barang siapa yang telah ditulis sebuah kebaikan oleh Allah baginya, maka Dia tidak akan menyiksanya.”[35]

Meninggal Dunia di Tengah Jalan

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سِنَانَ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ مَاتَ فِيْ طَرِيْقِ مَكَّةَ ذَاهِباً أَوْ جَائِيًا أَمِنَ مِنَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ».

Diriwayatkan dari Abdullah bin Sinân, dari Abu Abdillah as bahwa beliau berkata, “Barang siapa meninggal dunia di jalan menuju Mekkah, baik ketika ia sedang pergi maupun ketika sedang kembali pulang (ke negerinya), maka ia akan terjaga dari kedahsyatan dan ketakutan pada hari kiamat.”[36]

Berinfak Untuk Melakukan Ibadah Haji

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «دِرْهَمٌ فِي الْحَجِّ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفَيْ أَلْفٍ فِيْمَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ سَبِيْلِ اللهِ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Satu Dirham (yang diinfakkan) untuk melakukan ibadah haji adalah lebih utama daripada dua juta Dirham dan diinfakkan di jalan Allah selain ibadah haji.”[37]

Filsafat Ihram

عَنِ الرِّضَا (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَإِنْ قَالَ: فَلِمَ أُمِرُوْا بِالْإِحْرَامِ؟ قِيْلَ: لِأَنْ يَتَخَشَّعُوْا قَبْلَ دُخُوْلِ حَرَمِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَ أَمْنِهِ وَ لِئَلاَّ يَلْهُوْا وَ يَشْتَغِلُوْا بِشَيْءٍ مِنْ أمْرِ الدُّنْيَا وَزِيْنَتِهَا وَ لَذَّاتِهَا وَ يَكُوْنُوْا جَادِّيْنَ فِيْمَا هُمْ فِيْهِ قَاصِدِيْنَ نَحْوَهُ، مُقْبِلِيْنَ عَلَيْهِ بِكُلِّيَّتِهِمْ، مَعَ مَا فِيْهِ مِنَ التَّعْظِيْمِ لِلَّهِ تَعَالَى وَ لِبَيْتِهِ، وَ التَّذَلُّلِ لِأَنْفُسِهِمْ عِنْدَ قَصْدِهِمْ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَوِفَادَتِهِمْ إِلَيْهِ، رَاجِيْنَ ثَوَابَهُ رَاهِبِيْنَ مِنْ عِقَابِهِ مَاضِيْنَ نَحْوَهُ مُقْبِلِينَ إِلَيْهِ بِالذُّلِّ وَ الْإِسْتِكَانَةِ وَ الْخُضُوْعِ».

Imam ar-Ridhâ as berkata, “Jika seseorang menanyakan mengapa mereka (jamaah haji) diperintahkan untuk berihram, jawabannya adalah supaya mereka khusyuk sebelum memasuki haram Allah ‘Azza Wajalla dan negeri-Nya yang aman, supaya mereka tidak lalai dan menyibukkan diri dengan urusan dunia, hiasan, dan kelezatannya, supaya mereka bersungguh-sungguh mengerjakan amalan yang mereka inginkan ketika mereka datang kepadanya, dan menghadapkan diri kepadanya dengan seluruh raga disertai dengan rasa pengagungan kepada Allah SWT dan rumah-Nya dan merasa hina diri ketika mereka menuju kepada Allah dan datang ke haribaan-Nya dengan mengharapkan pahala-Nya, merasa takut terhadap siksa-Nya, berjalan menuju ke arah-Nya, dan menghadapkan diri kepada-Nya dengan penuh kehinaan diri, kekhusyukan, dan kerendahan diri.”[38]

Tata Krama Ihram

قَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِذَا أَحْرَمْتَ فَعَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ وَ ذِكْرِ اللهِ كَثِيْراً وَ قِلَّةِ الْكَلاَمِ إِلاَّ بِخَيْرٍ، فَإِنَّ مِنْ تَمَامِ الْحَجِّ وَ الْعُمْرَةِ أَنْ يَحْفَظَ الْمَرْءُ لِسَانَهُ إِلاَّ مِنْ خَيْرٍ».

Abu Abdillah as berkata, “Jika engkau telah berihram, maka bertakwalah kepada Allah, perbanyaklah mengingat Allah, dan persedikitlah berbicara kecuali dalam kebaikan, karena termasuk kesempurnaan ibadah haji dan umrah adalah hendaknya seseorang menjaga lidahnya kecuali dalam kebaikan.”[39]

Labbaik yang Hakiki

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَا مِنْ مُلَبٍّ يُلَبّيْ إِلاَّ لَبَّى مَا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ مِنْ حَجَرٍ اَوْ شَجَرٍ اَوْ مَدَرٍ حَتّى تَنْقَطِعَ الْأَرْضُ مِنْ هَاهُنَا وَ هَاهُنَا».

Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada seorang pun yang membaca talbiah kecuali segala sesuatu yang berada di sisi kanan dan kirinya dari kerikil, pepohonan, dan tanah liat juga akan mengucapkan talbiah bersamanya sehingga bumi dari segala sisinya terlewatkan olehnya.”[40]

Syiar Ibadah Haji

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): أَتَانِيْ جَبْرَئِيْلُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَقَالَ: «إِنَّ اللهَ عَزّ َوَ جَلَّ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْمُرَ أَصْحَابَكَ أَنْ يَرْفَعُوْا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّلْبِيَةِ، فَإِنَّهَا شِعَارُ الْحَجِّ».

Rasulullah saw bersabda, “Malaikat Jibril pernah datang kepadaku seraya berpesan, ‘Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk memerintahkan para sahabatmu mengeraskan suara mereka dengan bacaan talbiah, karena talbiah itu adalah syiar ibadah haji.’”[41]

Memasuki Baitullah dengan Penuh Kesadaran

قَالَ الباقِرُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ دَخَلَ هذَا الْبَيْتَ عَارِفًا بِجَمِيْعِ مَا أَوْجَبَهُ اللهُ عَلَيْهِ كَانَ آمِنًا فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْعَذَابِ الدَّائِمِ».

Imam al-Bâqir as berkata, “Barang siapa memasuki rumah Allah ini dengan mengetahui seluruh kewajiban yang telah Allah wajibkan atasnya, maka ia akan terjaga di akhirat dari siksa yang pedih.”[42]

Aman dari Murka Allah

Abdullah bin Sinân berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam ash-Shâdiq, ‘Allah ‘Azza Wajalla berfirman, ‘Dan barang siapa memasukinya, maka ia akan berada dalam keamanan.’[43] Apakah yang dimaksud adalah memasuki Baitullah atau daerah haram?’

Beliau menjawab,

«مَنْ دَخَلَ الْحَرَمَ مِنَ النَّاسِ مُسْتَجِيْرًا بِهِ فَهُوَ آمِنٌ مِنْ سَخَطِ اللهِ...».

‘Barang siapa memasuki daerah haram dengan berlindung kepadanya, maka ia akan aman dan terjaga dari murka Allah.’”[44]

Mekkah, Haram Allah dan Haram Rasulullah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَكَّةُ حَرَمُ اللهِ وَ حَرَمُ رَسُوْلِهِ وَ حَرَمُ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِينَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ)، الصَّلاَةُ فِيْهَا بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ، وَ الدِّرْهَمُ فِيْهَا بِمِائَةِ أَلْفِ دِرْهَم، وَ الْمَدِيْنَةُ حَرَمُ اللهِ وَ حَرَمُ رَسُوْلِهِ وَ حَرَمُ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِينَ ـ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمَا، الصَّلاةُ فِيْهَا بِعَشَرَةِ آلاَفِ صَلاَةٍ وَ الدِّرْهَمُ فِيْهَا بِعَشَرَةِ آلاَفِ دِرْهَمٍ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Mekkah adalah haram Allah, Rasul-Nya, dan Amirul Mukminin. (Pahala) mengerjakan salat di dalam haram ini adalah sama dengan seratus ribu kali salat dan (pahala) memberikan sedekah satu Dirham adalah sama dengan seratus ribu Dirham. Dan Madinah adalah haram Allah, Rasul-Nya, dan Amirul Mukminin as. (Pahala) mengerjakan salat di dalam haram ini adalah sama dengan sepuluh ribu salat dan (pahala) memberikan sedekah satu Dirham adalah sama dengan seratus ribu Dirham.”[45]

Tata Krama Memasuki Masjidil Haram

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ فَادْخُلْهُ حَافِيًا عَلَى السَّكِيْنَةِ وَ الْوَقَارِ وَ الْخُشُوعِ...».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Jika engkau memasuki Masjidil Haram, maka masuklah dengan kaki telanjang, tenang, sopan, dan khusyuk ....”[46]

Istana-Istana Surgawi

قَالَ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «أَرْبَعَةٌ مِنْ قُصُوْرِ الْجَنَّةِ فِي الدُّنْيَا: الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ، وَ مَسْجِدُ الرَّسُوْلِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ)، وَ مَسْجِدُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَ مَسْجِدُ الْكُوفَةِ».

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Empat tempat ini adalah istana-istana surgawi di dunia ini: (1) Masjidil Haram, (2) Masjid Nabawi, (3) Masjidil Aqsha, dan (4) masjid Kufah.”[47]

Salat di Dua Haram

عَنْ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ شَيْبَةَ قَالَ: كَتَبْتُ إِلَى أَبِيْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) أَسْأَلُهُ عَنْ إِتْمَامِ الصَّلاَةِ فِي الْحَرَمَيْنِ، فَكَتَبَ إِلَيَّ: «كَانَ رَسُوْلُ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) يُحِبُّ إِكْثَارَ الصَّلاَةِ فِي الْحَرَمَيْنِ فَأَكْثِرْ فِيْهِمَا وَ أَتِمَّ».

Ibrahim bin Syaibah berkata, “Aku pernah menulis surat kepada Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as untuk menanyakan tentang menyempurnakan (baca: tidak mengqashar) salat di dua haram itu. Beliau menjawab suratku yang isinya, ‘Rasulullah saw sangat senang mengerjakan salat di dalam kedua haram itu. Oleh karena itu, perbanyaklah mengerjakan salat di dalam kedua haram itu dan sempurnakanlah.’”[48]

Salat Berjamaah di Mekkah

عَنْ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ نَصْرٍ، عَنْ أَبِي الْحَسَنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: سَأَلْتُهُ عَنِ الرَّجُلِ يُصَلِّيْ فِيْ جَمَاعَةٍ فِيْ مَنْزِلِهِ بِمَكَّةَ أَفْضَلُ أَوْ وَحْدَهُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَقَالَ: «وَحْدَهُ».

Ahmad bin Muhammad bin Abi Nashr berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam Abul Hasan ar-Ridhâ as tentang seseorang apakah mengerjakan salat secara berjamaah di rumahnya yang berada di Mekkah adalah lebih utama atau mengerjakan salat sendirian di Masjidil Haram? Beliau menjawab, ‘Mengerjakan salat sendirian.’”[49]

Mengerjakan Salat Bersama Ahlusunah

عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَمَّارٍ، قَالَ: «قَالَ لِيْ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «يَا إِسْحَاقُ أَتُصَلِّيْ مَعَهُمْ فِي الْمَسْجِدِ؟» قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: «صَلِّ مَعَهُمْ فَإِنَّ الْمُصَلِّيْ مَعَهُمْ فِي الصَّفِّ الْأَوَّلِ كَالشَّاهِرِ سَيْفَهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ».

Ishâq bin ‘Ammâr berkata, “Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as pernah bertanya kepadaku, ‘Hai Ishâq, apakah engkau mengerjakan salat bersama mereka di masjid?’

Aku menjawab, ‘Iya.’

Beliau melanjutkan, ‘Kerjakanlah salat bersama mereka, karena orang yang mengerjakan salat bersama mereka di shaf pertama adalah seperti orang yang menghunus pedangnya di jalan Allah.’”[50]

Mengapa Berbentuk Segi Empat?

رُوِيَ أَنَّهُ إِنَّمَا سُمِّيَتْ كَعْبَةً لِأَنَّهَا مُرَبَّعَةٌ وَ صَارَتْ مُرَبَّعَةً لِأَنَّهَا بِحِذَاءِ الْبَيْتِ الْمَعْمُوْرِ وَ هُوَ مُرَبَّعٌ وَ صَارَ الْبَيْتُ الْمَعْمُوْرُ مُرَبَّعًا لِأَنَّهُ بِحِذَاءِ الْعَرْشِ وَ هُوَ مُرَبَّعٌ، وَ صَارَ الْعَرْشُ مُرَبَّعًا، لِأَنَّ الْكَلِمَاتِ الَّتِيْ بُنِيَ عَلَيْهَا الْإِسْلاَمُ أَرْبَعٌ، وَ هِيَ سُبْحَانَ اللهِ، وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ.

Syaikh ash-Shadûq berkata, “Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ka‘bah dinamakan Ka‘bah karena ia berbentuk persegi empat. Dan Ka‘bah dibentuk persegi empat karena ia berada di bawah Baitul Ma‘mûr yang juga berbentuk persegi empat. Dan Baitul Ma‘mûr berbentuk persegi empat karena ia berada di bawah ‘Arsy (Ilahi) yang juga berbentuk persegi empat. ‘Arsy (ilahi) berbentuk persegi empat karena seluruh kalimat yang menjadi pondasi Islam adalah empat kalimat, yaitu subhânallôh, alhamdu lillâh, lâ ilâha illallôh, dan Allôhu Akbar.”[51]

Memandang Ka‘bah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «مَنْ نَظَرَ إِلَى الْكَعْبَةِ لَمْ يَزَلْ تُكْتَبُ لَهُ حَسَنَةٌ وَتُمْحَى عَنْهُ سَيِّئَةٌ حَتَّى يَنْصَرِفَ بِبَصَرِهِ عَنْهَا».

Imam Abu Abdillah as-Shâdiq as berkata, “Barang siapa memandang Ka‘bah, maka kebaikan akan senantiasa ditulis baginya dan keburukan akan dihilangkan darinya sehingga ia memalingkan matanya dari Ka‘bah.”[52]

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلنَّظَرُ إِلَى الْكَعْبَةِ عِبَادَةٌ، وَ النَّظَرُ إِلَى الْوَالِدَيْنِ عِبَادَةٌ، وَ النَّظَرُ إِلَى الْإِمَامِ عِبَادَةٌ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as juga berkata, “Memandang Ka‘bah adalah ibadah, memandang kedua orang tua adalah ibadah, dan memandang imam adalah ibadah.”[53]

Saat-saat Ilahiah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ لِلْكَعْبَةِ لَلَحْظَةً فِيْ كُلِّ يَوْمٍ يُغْفَرُ لِمَنْ طَافَ بِهَا أَوْ حَنَّ قَلْبُهُ إِلَيْهَا أَوْ حَبَسَهُ عَنْهَا عُذْرٌ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Pada setiap hari, Ka‘bah memiliki sebuah saat yang dosa orang yang—pada saat itu—melakukan tawaf di sekelilingnya, hatinya rindu kepadanya, atau orang yang ingin berziarah kepadanya, tapi tidak dapat pergi lantaran kesulitan menghadangnya akan diampuni.”[54]

Kucuran Berkah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى حَوْلَ الْكَعْبَةِ عِشْرِيْنَ وَ مِائَةَ رَحْمَةٍ مِنْهَا سِتُّوْنَ لِلطَّائِفِيْنَ وَ أَرْبَعُوْنَ لِلْمُصَلِّيْنَ وَ عِشْرُوْنَ لِلنَّاظِرِيْنَ».

Imam Abu Abdillah as ash-Shâdiq as berkata, “Allah SWT memiliki seratus dua puluh rahmat di sekeliling Ka‘bah; enam puluh rahmat darinya untuk orang-orang yang melakukan tawaf, empat puluh darinya untuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan dua puluh yang tersisa untuk orang-orang yang memandangnya.”[55]

Hubungan antara Agama dan Ka‘bah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «لاَ يَزَالُ الدِّيْنُ قَائِمًا مَا قَامَتِ الْكَعْبَةُ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Agama akan senantiasa tegak selama Ka‘bah masih tegak.”[56]

Larangan Mengambil

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «لاَ يَنْبَغِيْ لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ تُرْبَةِ مَا حَوْلَ الْكَعْبَةِ، وَ إِنْ أَخَذَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئاً رَدَّهُ».

Muhammad bin Muslim berkata, “Aku pernah mendengar Imam ash-Shâdiq as berkata, ‘Tidak selayaknya bagi seseorang untuk mengambil tanah yang ada di sekitar Ka‘bah. Jika ia terlanjur mengambilnya, maka ia harus mengembalikannya ke tempat semula.’”[57]

Tabir Ka‘bah

عَنْ جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيْهِ: «أَنَّ عَلِيًّا (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) كَانَ يَبْعَثُ بِكِسْوَةِ الْبَيْتِ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ مِنَ الْعَراقِ».

Imam al-Bâqir as berkata, “Ali bin Abi Thalib selalu mengirimkan tabir Ka‘bah dari Irak pada setiap tahun.”[58]

Kehadiran Imam Mahdi as di Samping Ka‘bah

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَر الْحِمْيَرِيِّ أَنَّهُ قَالَ: سَأَلْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عُثْمَانَ الْعَمْرِيَّ ـ رَضِيَ اللهَ عَنْهُ ـ فَقُلْتُ لَهُ: رَأَيْتَ صَاحِبَ هَذَا الاَْمْرِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ وَ آخِرُ عَهْدِيْ بِهِ عِنْدَ بَيْتِ اللهِ الْحَرَامِ وَ هُوَ يَقُولُ: «اَللَّهَمَّ أَنْجِزْ لِيْ مَا وَعَدْتَنِيْ»

Abdullah bin Ja‘far al-Himyarî berkata, “Aku pernah bertanya kepada Muhammad bin Utsman al-‘Amrî ra, ‘Apakah engkau pernah melihat Imam Mahdi?’

Ia menjawab, ‘Iya. Kali terakhir, aku melihatnya beliau berada di samping Ka‘bah sedang berdoa, ‘Ya Allah, wujudkanlah janji yang telah Kau janjikan kepadaku.’”[59]

Hajarul Aswad

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ): «اَلْحَجَرُ يَميْنُ اللهِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى الْحَجَرِفَقَدْ بَايَعَ اللهَ أَنْ لاَ يَعْصِيَهُ».

Rasulullah saw bersabda, “Hajarul Aswad adalah tangan Allah di bumi ini. Barang siapa mengusapkan tangannya di atas Hajarul Aswad itu, maka ia telah berbaiat kepada-Nya untuk tidak melakukan maksiat terhadap-Nya.”[60]

Mencium dari Jauh

عَنْ سَيْف التَّمَّارِ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): أَتَيْتُ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ فَوَجَدْتُ عَلَيْهِ زِحَامًا فَلَمْ أَلْقَ إِلاَّ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِنَا فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ: لاَبُدَّ مِنِ اسْتِلاَمِهِ فَقَالَ: «إِنْ وَجَدْتَهُ خَالِيًا وَ إِلاَّ فَسَلِّمْ مِنْ بَعِيْدٍ».

Saif at-Tammâr berkata, “Aku pernah bercerita kepada Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as bahwa aku pernah mendatangi Hajarul Aswad. Tetapi, aku melihat orang-orang sedang berdesak-desakan. Aku tidak menemukan orang lain (untuk bertanya) kecuali salah seorang dari sahabat kita. Aku bertanya kepadanya (tentang mencium Hajarul Aswad). Ia menjawab, ‘Hajaraul Aswad harus dicium.’

Imam ash-Shâdiq as berkata, ‘Betul, jika dalam kondisi sepi. Jika tidak, maka ciumlah dari jauh.’”[61]

Nampaknya Keadilan

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «أَوَّلُ مَا يُظْهِرُ الْقَائِمُ مِنَ الْعَدْلِ أَنْ يُنَادِيَ مُنَادِيْهِ أَنْ يُسَلِّمَ صَاحِبُ النَّافِلَةِ لِصَاحِبِ الْفَرِيْضَةِ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ وَ الطَّوَافَ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Keadilan pertama yang akan ditampakkan oleh al-Qâ’im adalah, bahwa juru bicaranya akan berseru supaya orang-orang yang sedang melakukan tawaf sunah dan ingin mencium Hajarul Aswad memberikan (kesempatan) kepada orang-orang yang memiliki kewajiban tawaf wajib untuk bertawaf dan mencium Hajarul Aswad.”[62]

Lebih Mementingkan Orang Lain di Haram

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): أَبْلِغُوْا أَهْلَ مَكَّةَ وَ الْمُجَاوِرِيْنَ أَنْ يُخَلُّوْا بَيْنَ الحُجَّاجِ وَ بَيْنَ الطَّوَافِ وَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ وَ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ و الصَّفِّ الْأَوَّلِ مِنْ عَشْرٍ تَبْقَى مِنْ ذِي الْقَعْدَةِ إِلَى يَوْمِ الصَّدْرِ».

Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah kepada penduduk Mekkah dan orang-orang yang berdomisili di sekitarnya untuk mengosongkan tempat tawaf, Hajarul Aswad, Maqâm Ibrahim, dan shaf pertama salat bagi orang-orang yang melakukan ibadah haji dari tanggal sepuluh Dzulqa‘dah hingga mereka pergi kembali.”[63]

Dilarang Mengganggu

عَنْ حَمَّادِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ: كَانَ بِمَكَّةَ رَجُلٌ مَوْلًى لِبَنِيْ أُمَيَّةَ يُقَالُ لَهُ ابْنُ أَبِيْ عَوَانَةَ. لَهُ عِنَادَةٌ، وَ كَانَ إِذَا دَخَلَ إِلَى مَكَّةَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) أَوْ أَحَدٌ مِنْ أَشْيَاخِ آلِ مُحَمَّدٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) يَعْبَثُ بِهِ، وَ إِنَّهُ أَتَى أَبَا عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ هُوَ فِي الطَّوَافِ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ مَا تَقُوْلُ فِي اسْتِلاَمِ الْحَجَرِ؟ فَقَالَ: «اِسْتَلَمَهُ رَسُوْلُ اللهِ(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ)». فَقَالَ لَهُ: مَا أَرَاكَ اسْتَلَمْتَهُ. قَالَ: «أَكْرَهُ أَنْ أُوْذِيَ ضَعِيْفًا أَوْ أَتَأَذَّى». فَقَالَ: قَدْ زَعَمْتَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) اسْتَلَمَهُ. قَالَ: «نَعَمْ وَلَكِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) إِذَا رَأَوْهُ عَرَفُوْا لَهُ حَقَّهُ وَ أَنَا فَلا يَعْرِفُوْنَ لِيْ حَقِّيْ».

Hammâd bin Utsman bercerita, “Di Mekkah, ada seseorang dari pengikut Bani Umaiyah. Namanya adalah ‘Awânah. Ia sangat membenci Ahlulbait as. Setiap kali Imam ash-Shâdiq as atau salah seorang pembesar keluarga Rasulullah saw datang ke Mekkah, ia senantiasa menghinanya. Pada suatu hari, ia menjumpai Imam ash-Shâdiq as ketika beliau sedang melakukan tawaf. Ia bertanya kepada beliau, ‘Bagaimana pendapatmu berkenaan dengan mencium dan mengusap Hajarul Aswad?’

Beliau menjawab, ‘Rasulullah saw selalu mencium dan mengusapnya.’

Ia menyergah, ‘Aku tidak pernah melihat engkau menciumnya.’

Beliau menjawab, ‘Aku tidak ingin menyakiti orang yang lemah atau aku sendiri tersakiti (gara-gara ingin meniciumnya).’

Ia menyergah lagi, ‘Engkau sendiri mengatakan bahwa Rasulullah saw selalu mencium dan mengusapnya.’

Beliau menjawab, ‘Iya. Ketika mereka melihat Rasulullah, mereka mengetahui haknya (dan membukakan jalan baginya). Tetapi, mereka tidak mengetahui hakku.’”[64]

Mengisyaratkan dengan Tangan

Muhammad bin ‘Ubaid berkata, “Para sahabat pernah bertanya kepada Imam Ali bin Musa ar-Ridhâ as, ‘Jika banyak kerumunan orang di sekitar Hajarul Aswad, apakah kita harus berdorong-dorongan dengan mereka demi mencium dan mengusap Hajarul Aswad itu?’

Beliau menjawab,

«إِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَأَوْمِ إِلَيْهِ إِيْمَاءً بِيَدِكَ».

‘Jika demikian, cukup kamu mengisyaratkan kepadanya dengan tanganmu.’”[65]

Perlu Diperhatikan oleh Jamaah Wanita

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَضَعَ عَنِ النِّسَاءِ أَرْبَعًا: اَلْإِجْهَارَ بِالتَّلْبِيَةِ، وَ السَّعْيَ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ، يَعْنِي الْهَرْوَلَةَ، وَ دُخُوْلَ الْكَعْبَةِ، وَ اسْتِلاَمَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla telah menghapus empat hal dari kaum wanita di dalam haji: (1) mengucapkan talbiah dengan suara keras, (2) berlari-lari kecil ketika melakukan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, (3) memasuki Ka‘bah, dan (4) mencium dan mengusap Hajarul Aswad.”[66]

Kebanggaan Allah

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّ اللهَ يُبَاهِيْ بِالطَّائِفِيْنَ».

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah merasa bangga dengan orang-orang yang melakukan tawaf.”[67]

Tawaf dan Kebebasan

عَنْ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) قَالَ: «... فَإِذَا طُفْتَ بِالْبَيْتِ أُسْبُوعاً كَانَ لَكَ بِذَلِكَ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ وَ ذِكْرٌ يَسْتَحْيِيْ مِنْكَ رَبُّكَ أَنْ يُعَذِّبَكَ بَعْدَهُ ...».

Rasulullah saw bersabda, “Jika engkau telah melakukan tawaf di sekeliling Ka‘bah sebanyak tujuh kali, engkau akan memiliki janji dan nama baik di sisi Allah di mana dengan janji dan nama baik itu Dia akan merasa malu untuk menyiksamu.”[68]

Dilarang Banyak Bicara

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّمَا الطَّوافُ صَلاَةٌ، فَإِذَا طُفْتُمْ فَأَقِلُّوا الْكَلاَمَ».

Rasulullah saw bersabda, “Tawaf adalah (seperti) salat. Jika kamu sedang melakukan tawaf, maka persedikitlah bicara.”[69]

Filsafat Tawaf

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَ بَيْنَ الصَّفا وَ الْمَرْوَةِ وَ رَمْىُ الْجِمَارِ لِإِقامَةِ ذِكْرِ اللهِ».

Rasulullah saw bersabda, “Tawaf di sekeliling Baitullah, sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, dan melontar Jumrah disyariatkan untuk mengingat Allah.”[70]

Pengaruh Niat Dalam Amal

عنْ زِيَادٍ الْقَنْدِيِّ قال: قُلْتُ لِأَبِي الْحَسَنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): جُعِلْتُ فِدَاكَ، إِنِّيْ أَكُوْنُ فِي المَسْجِدِ الْحَرَامِ وأنْظُرُ إِلَى النّاسِ يَطُوْفُوْنَ بِالْبَيْتِ وَ أَنَا قَاعِدٌ فاغْتَمُّ لِذلكَ، فَقَالَ: «يَازِيَادُ لاَ عَلَيْكَ، فَإِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ يَؤُمُّ الْحَجَّ لاَ يَزَالُ فِيْ طَوَافٍ وَ سَعْيٍ حَتَّى يَرْجِعَ».

Ziyâd al-Qandî—seorang sahabat yang sudah tidak mampu lagi berdiri—bercerita, “Aku pernah berkata kepada Imam Abul Hasan al-Kâzhim as, ‘Semoga aku menjadi tebusan Anda! Kadang-kadang aku berada di Masjidil Haram dan melihat orang-orang sedang melakukan tawaf. Tetapi, aku tidak mampu untuk melakukan itu. Sedih rasanya aku melihat diriku.’

Beliau menjawab, ‘Wahai Ziyâd, kamu tidak memiliki kewajiban (untuk bertawaf dan janganlah bersedih). Karena jika seorang mukmin keluar dari rumahnya dengan niat untuk melakukan haji, maka ia senantiasa dalam kondisi bertawaf dan melakukan sa‘i hingga ia kembali pulang.’”[71]

Menjaga Nilai-nilai Kemanusiaan

عَنْ سَمَاعَة بْنِ مِهْرَانَ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): سَأَلْتَهُ عَنْ رَجُلٍ لِيْ عَلَيْهِ مَالٌ فَغَابَ عَنّيْ زَمَانًا فَرَأَيْتُهُ يَطُوْفُ حَوْلَ الْكَعْبَةَ أَفَأَتَقَاضَاهُ مَالِيْ؟ قَالَ: «لاَ، لاَ تُسَلِّمْ عَلَيْهِ وَلاَ تُرَوِّعْهُ حَتَّى يَخْرُجَ مِنَ الْحَرَمِ».

Samâ‘ah bin Mihrân berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as, ‘Seseorang memiliki utang kepadaku. Aku tidak berjumpa dengannya selama beberapa waktu. Tiba-tiba aku melihatnya sedang melakukan tawaf di sekeliling Ka‘bah. Bolehkah aku menagih tagihan utangku itu kepadanya?’

Beliau menjawab, ‘Jangan. Bahkan, jangan pula engkau mengucapkan salam kepadanya dan jangan juga menakut-nakutinya (dengan tagihan utang itu) sehingga ia keluar dari haram.’”[72]

Mengerjakan Salat di Dekat Maqâm Ibrahim

عَنْ رَسُوْل اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) قال: «... فَإِذَا طُفْتَ بِالْبَيْتِ أُسْبُوْعًا لِلزِّيَارَةِ وَ صَلَّيْتَ عِنْدَ الْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ ضَرَبَ مَلَكٌ كَرِيْمٌ عَلَى كَتِفَيْكَ فَقَالَ: أَمَّا مَا مَضَى فَقَدْ غُفِرَ لَكَ فَاسْتَأْنِفِ الْعَمَلَ فِيْمَا بَيْنَكَ وَ بَيْنَ عِشْرِيْنَ وَ مِائَةِ يَوْمٍ».

Rasulullah saw bersabda, “Jika engkau telah melakukan tawaf di sekeliling Baitullah sebanyak tujuh kali untuk ziarah dan mengerjakan salat sebanyak dua rakaat di dekat Maqâm Ibrahim, seorang malaikat yang mulia akan menepuk pundakmu seraya berkat, ‘Seluruh dosa yang pernah kau lakukan telah diampuni. Oleh karena itu, mulailah amalan baru dari sekarang hingga seratus dua puluh hari mendatang.’”[73]

Husain bin Ali di Samping Maqâm Ibrahim

رُئِيَ الحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) يَطُوفُ بِالْبَيْتِ، ثُمَّ صار اِلَى الْمَقامِ فَصَلَّى، ثُمَّ وَضَعَ خَدَّهُ عَلَى الْمَقامِ فَجَعَلَ يَيْكيْ وَ يَقُوْلُ: «عُبَيْدُكَ بِبابِكَ، سَائِلُكَ بِبابِكَ، مِسْكيْنُكَ بِبابِكَ». يُرَدِّدُ ذلِكَ مِراراً.

Beberapa orang melihat Husain bin Ali as sedang melakukan tawaf di sekeliling Baitullah. Setelah itu, ia berdiri di belakang Maqâm Ibrahim dan mengerjakan salat. Setelah salatnya usai, ia meletakkan wajahnya di atas Maqâm seraya menangis dan berseru lirih, “(Ya Allah), hamba-Mu yang kecil ini berada di depan pintu-Mu, pemohon-Mu berada di ambang pintu-Mu, dan orang miskin-Mu berada di depan pintu-Mu.” Ia mengilangi ucapan itu berkali-kali.[74]

Menolong Teman Seperjalanan

عَنْ إِبْرَاهِيْمَ الْخَثْعَمِيِّ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِيْ عَبْدِاللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): إِنَّا إِذَا قَدِمْنَا مَكَّةَ ذَهَبَ أَصْحَابُنَا يَطُوْفُوْنَ وَ يَتْرُكُوْنِّيْ أَحْفَظُ مَتَاعَهُمْ، قَالَ: «أَنْتَ أَعْظَمُهُمْ أَجْرًا».

Ismail al-Khats‘amî berkata, “Aku pernah bercerita kepada Imam ash-Shâdiq as, ‘Pada waktu kami sampai di Mekkah, teman-teman seperjalanan kami pergi untuk melakukan tawaf dan meninggalkan aku menjaga barang-barang mereka.’

Beliau menjawab, ‘Pahalamu adalah lebih besar daripada pahala mereka.’”[75]

Zamzam, Obat Bagi Segala Penyakit

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَاءُ زَمْزَمَ دَوَاءٌ لِمَا شُرِبَ لَهُ».

Rasulullah saw bersabda, “Air Zamzam adalah obat bagi setiap penyakit jika dengan niat demi kesembuhan penyakit itu diminum.”[76]

Air Terbaik di Bumi

قَالَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَاءُ زَمْزَمَ خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ».

Amirul Mukminin Ali as berkata, “Air Zamzam adalah air terbaik yang ada di muka bumi ini.”[77]

Hijir Ismail

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلْحِجْرُ بَيْتُ إِسْمَاعِيْلَ وَ فِيْهِ قَبْرُ هَاجَرَ وَ قَبْرُ إِسْمَاعِيْلَ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Hijir adalah rumah Ismail dan di dalam rumah itu terdapat kuburan Hajar dan kuburannya sendiri.”[78]

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ إِسْمَاعِيْلَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) تُوُفِّيَ وَ هُوَ ابْنُ مائَةٍ وَ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً وَ دُفِنَ بِالحِجْرِ مَعَ أُمِّهِ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as juga berkata, “Ismail meninggal dunia pada usia seratus tiga puluh tahun dan dikuburkan di Hijir bersama ibudanya.”[79]

Hathîm

Mu‘âwiyah bin ‘Ammâr berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam ash-Shâdiq tentang Hathîm. Beliau menjawab, ‘Hathîm terletak antara Hajarul Aswad dan pintu Ka‘bah.’

Aku bertanya lagi, ‘Mengapa tempat itu dinamakan Hathîm?’

Beliau menjawab,

«لِأَنَّ النَّاسَ يَحْطِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا هُنَاكَ».

‘Karena orang-orang berdesak-desakan di tempat itu.’”[80]

Multazam

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «بَيْنَ الرُّكْنِ وَ الْمَقَامِ مُلْتَزَمٌ، ما يَدْعُوْ بِهِ صَاحِبُ عَاهَةٍ إِلاَّ بَرِئَ».

Rasulullah saw bersabda, “Di antara Rukun Hajarul Aswad dan Maqâm Ibrahim terdapat Multazam. Tidak ada orang sakit yang berdoa di tempat itu kecuali ia akan memperoleh kesembuhan.”[81]

Mustajâr

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «بَنَى إبْرَاهِيْمُ الْبَيْتَ ... وَ جَعَلَ لَهُ بَابَيْنِ بَابٌ إِلَى الْمَشْرِقِ وَ بَابٌ إِلَى الْمَغْرِبِ، وَالْبَابُ الَّذِيْ إِلَى الْمَغْرِبِ يُسَمَّى الْمُسْتَجَارَ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ibrahim membangun Baitullah ... dan ia membuat dua pintu untuknya; satu pintu menghadap ke arah timur dan satu pintu lagi menghadap ke arah barat. Pintu yang menghadap ke arah barat adalah Mustajâr.”[82]

Rukun Yamânî

‘Athâ’ mengatakan bahwa seorang sahabat pernah berkata kepada Rasulullah saw,

رَأَيْناكَ تُكْثِرُ اسْتِلاَمَ الرُّكْنِ الْيَمَانِيِّ فَقالَ: «مَا أَتَيْتُ عَلَيْهِ قَطُّ إِلاَّ و جَبْرَئيْلُ قَائِمٌ عِنْدَهُ يَسْتَغْفِرُ لِمَنْ اسْتَلَمَهُ».

“Kami melihat Anda sering kali mencium dan mengusap Rukun Yamânî.” Beliau menjawab, “Aku tidak pernah mendatanginya kecuali malaikat Jibril berdiri di sampingnya memintakan ampun bagi orang yang mencium dan mengusapnya.”[83]

Tempat Sa‘i

عَنْ أَبِيْ بَصِيْرٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) يَقُولُ: «مَا مِنْ بُقْعَةٍ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمَسْعَى لِأَنَّهُ يُذِلُّ فِيْهَا كُلَّ جَبَّارٍ».

Abu Bashîr berkata, “Aku pernah mendengar Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, ‘Tidak ada tempat di muka bumi ini yang lebih dicintai oleh Allah daripada tempat sa‘i, karena Dia akan menghinakan setiap orang yang zalim di tempat itu.’”[84]

Syafaat yang Diterima

قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «اَلسَّاعِيْ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ تَشْفَعُ لَهُ الْمَلاَئِكَةُ فَتُشَفَّعُ فِيْهِ بِالْإِيْجَابِ».

Imam Ali bin Husain as-Sajjâd as berkata, “Para malaikat akan memberikan syafaat kepada orang yang melakukan sa‘i antara bukit Shafa dan Marwah, dan syafaat mereka akan dikabulkan.”[85]

Harwalah (Lari-Lari Kecil)

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «صَارَ السَّعْىُ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ لِأَنَّ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) عَرَضَ لَهُ إِبْلِيْسُ فَأَمَرَهُ جَبْرَئِيْلُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ)، فَشَدَّ عَلَيْهِ فَهَرَبَ مِنْهُ، فَجَرَتْ بِهِ السُّنَّةُ ـ يَعِْنيْ بالْهَرْوَلَة.

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “(Anjuran) lari-lari kecil (harwalah) antara bukit Shafa dan Marwah terwujud karena Iblis pernah menampakkan dirinya kepada Ibrahim as. Lalu malaikat Jibril memerintahkannya untuk menyerangnya, dan Iblis itu pun lari. Oleh karena itu, lari-lari kecil itu menjadi sunah.”[86]

Duduk di Pertengahan Jalan

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «لاَ يَجْلِسُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ إِلاَّ مَنْ جَهَدَ».

Imam Abu Abdillah as berkata, “Hendaknya tidak duduk (baca: istirahat) di pertengahan jalan antara Shafa dan Marwah kecuali orang yang sudah lelah.”[87]

Membanggakan Orang-Orang yang Berada di Arafah

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ يُبَاهِيْ مَلاَئِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ فَيَقُوْلُ: اُنْظُرُوْا إِلَى عِبَادِيْ أتَوْنِيْ شُعْثاً غُبْراً».

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya ‘Azza Wajalla membanggakan orang-orang yang hadir di Arafah pada waktu sore hari kepada para malaikat-Nya seraya berfirman, ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku itu. Mereka telah mendatangi-Ku dengan rambut yang awut-awutan dan bermandikan debu.’”[88]

Masy‘arul Haram

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) ـ وَهُوَ بِمِنًى ـ: «لَوْ يَعْلَمُ أَهْلُ الجَمْعِ بِمَنْ حَلُّوْا أَوْ بِمَنْ نَزَلُوْا لاَسْتَبْشَرُوا بالفَضْلِ مِنْ رَبِّهِمْ بَعْدَ المَغْفِرَةِ».

Ketika berada di Mina, Rasulullah saw bersabda, “Seandainya orang-orang yang hadir di Masy‘arul Haram itu tahu di mana mereka diam atau kepada siapa mereka mampir, niscaya mereka—setelah pengampunan dosa—akan memberikan berita gembira dengan keutamaan Ilahi kepada sesama mereka.”[89]

Mina

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِذَا أَخَذَ النَّاسُ مَوَاطِنَهُمْ بِمِنًى، نَادَى مُنَادٍ مِنْ قِبَلِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ: إِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ أَرْضَى فَقَدْ رَضِيْتُ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ketika para jamaah haji telah menempati tempat masing-masing di Mina, seorang penyeru yang datang dari sisi Allah ‘Azza Wajalla menyeru, ‘Jika kamu sekalian menginginkan supaya Aku rida atasmu, maka kini Aku telah rida.’”[90]

Melempar Setan

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إنَّ عِلَّةَ رَمْيِ الجَمَراتِ أَنَّ إبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) تَرَاءَى لَهُ إبْلِيْسُ عِنْدَهَا فَأَمَرَهُ جَبْرَائِيْلُ بِرَمْيِه بِسَبعِ حَصَيَاتٍ وَ أَنْ يُكَبِّرَ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ فَفَعَلَ وَ جَرَتْ بِذلِكَ السُّنَةِ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Sebab disyariatkannya melempar Jumrah adalah, bahwa Iblis pernah menampakkan dirinya kepada Ibrahim as di situ. Malaikat Jibril memerintahkan kepada Ibrahim untuk melemparinya dengan kerikil sebanyak tujuh kali dan mengucapkan takbir pada setiap kali lemparan. Ibrahim melakukan perintah tersebut, dan dengan ini melempar Jumrah menjadi sebuah sunah.”[91]

Menyembelih Binatang Kurban

عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «إِنَّمَا جَعَلَ اللهُ هَذَا الاَْضْحَى لِتَشْبَعَ مَسَاكِيْنُهُمْ مِنَ اللَّحْمِ فَأَطْعِمُوْهُمْ».

Diriwayatkan dari Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibkan menyembelih binatang kurban supaya orang-orang miskin mereka memanfaatkan dagingnya dan tidak tertimpa kelaparan. Oleh karena itu, berikanlah mereka makan (dengan daging itu).”[92]

Memohon Ampunan

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «اِسْتَغْفَرَ رَسُوْلُ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) لِلْمُحَلِّقِيْنَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Rasulullah saw memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang yang mencukur kepalanya (di Mina).”[93]

Rahasia Ibadah Haji

Di dalam sebuah kitabnya, Syarah an-Nukhbah, Sayid Abdullah, salah seorang cucu Muhaddits Jazâ’irî menulis, “Di dalam beberapa buku referensi hadis yang kuakui kebenarannya diriwayatkan sebuah riwayat mursal yang ditulis oleh tangan pada ahli hadis. Riwayat ini menceritakan bahwa Syiblî menjumpai Imam Zainul Abidin as setelah ia melaksanakan ibadah haji. Beliau bertanya kepadanya,

«حَجَجْتَ يَا شَبْلِيُّ؟»، قَالَ: نَعَمْ يَا ابْنَ رَسُوْلِ اللهِ، فَقَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «أَنَزَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَ تَجَرَّدْتَ عَنْ مَخِيْطِ الثِّيَابِ وَ اغْتَسَلْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ نَزَلْتَ الْمِيْقَاتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ خَلَعْتَ ثَوْبَ الْمَعْصِيَةِ وَلَبِسْتَ ثَوْبَ الطَّاعَةِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ تَجَرَّدْتَ عَنْ مَخِيْطِ ثِيَابِكَ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَجَرَّدْتَ مِنَ الرِّيَاءِ وَ النِّفَاقِ وَ الدُّخُوْلِ فِي الشُّبُهَاتِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ : فَحِيْنَ اغْتَسَلْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ اغْتَسَلْتَ مِنَ الْخَطَايَا وَ الذُّنُوبِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَمَا نَزَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَلاَ تَجَرَّدْتَ عَنْ مَخِيْطِ الثِّيَابِ وَلاَ اغْتَسَلْتَ».

ثُمَّ قَالَ: «تَنَظَّفْتَ وَ أَحْرَمْتَ وَ عَقَدْتَ بِالْحَجِّ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ تَنَظَّفْتَ وَ أَحْرَمْتَ وَ عَقَدْتَ الْحَجَّ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَنَظَّفْتَ بِنُوْرَةِ التَّوْبَةِ الْخَالِصَةِ لِلَّهِ تَعَالَى؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَحِيْنَ أَحْرَمْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ حَرَّمْتَ عَلَى نَفْسِكَ كُلَّ مُحَرَّم حَرَّمَهُ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَحِيْنَ عَقَدْتَ الْحَجَّ نَوَيْتَ أَنَّكَ قَدْ حَلَلْتَ كُلَّ عَقْد لِغَيْرِ اللهِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ لَهُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَا تَنَظَّفْتَ وَلاَ أَحْرَمْتَ وَلاَ عَقَدْتَ الْحَجَّ».

قَالَ لَهُ: «أَدَخَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَ صَلَّيْتَ رَكْعَتَيِ الْإِحْرَامِ وَ لَبَّيْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ دَخَلْتَ الْمِيْقَاتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ بِنِيَّةِ الزِّيَارَةِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَحِيْنَ صَلَّيْتَ الرَّكْعَتَيْنِ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَقَرَّبْتَ إِلَى اللهِ بِخَيْرِ الْأَعْمَالِ مِنَ الصَّلاَةِ وَ أَكْبَرِ حَسَنَاتِ الْعِبَادِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ لَبَّيْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ نَطَقْتَ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ بِكُلِّ طَاعَةٍ وَ صُمْتَ عَنْ كُلِّ مَعْصِيَة؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ لَهُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَا دَخَلْتَ الْمِيْقَاتَ وَلاَ صَلَّيْتَ وَلاَ لَبَّيْتَ».

ثُمَّ قَالَ لَهُ: «أَدَخَلْتَ الْحَرَمَ وَ رَأَيْتَ الْكَعْبَةَ وَصَلَّيْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ دَخَلْتَ الْحَرَمَ نَوَيْتَ أَنَّكَ حَرَّمْتَ عَلَى نَفْسِكَ كُلَّ غِيبَة تَسْتَغِيْبُهَا الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ أَهْلِ مِلَّةِ الْإِسْلاَمِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ وَصَلْتَ مَكَّةَ نَوَيْتَ بِقَلْبِكَ أَنَّكَ قَصَدْتَ اللهَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): فَمَا دَخَلْتَ الْحَرَمَ وَلاَ رَأَيْتَ الْكَعْبَةَ وَلاَ صَلَّيْتَ».

ثُمَّ قَالَ: «طُفْتَ بِالْبَيْتِ وَ مَسَسْتَ الْأَرْكَانَ وَ سَعَيْتَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَحِيْنَ سَعَيْتَ نَوَيْتَ أَنَّكَ هَرَبْتَ إِلَى اللهِ وَ عَرَفَ مِنْكَ ذَلِكَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَمَا طُفْتَ بِالْبَيْتِ وَلاَ مَسِسْتَ الْأَرْكَانَ وَلاَ سَعَيْتَ».

ثُمَّ قَالَ لَهُ: «صَافَحْتَ الْحَجَرَ وَ وَقَفْتَ بِمَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ صَلَّيْتَ بِهِ رَكْعَتَيْنِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، فَصَاحَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) صَيْحَةً كَادَ يُفَارِقُ الدُّنْيَا ثُمَّ قَالَ: «آهِ آهِ»، ثُمَّ قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ صَافَحَ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ فَقَدْ صَافَحَ اللهَ تَعَالَى، فَانْظُرْ يَا مِسْكِينُ لاَ تُضَيِّعْ أَجْرَ مَا عَظُمَ حُرْمَتُهُ وَ تَنْقُضِ الْمُصَافَحَةَ بِالْمُخَالَفَةِ وَ قَبْضِ الْحَرَامِ نَظِيرَ أَهْلِ الْآثَامِ». ثُمَّ قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «نَوَيْتَ حِيْنَ وَقَفْتَ عِنْدَ مَقَامِ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) أَنَّكَ وَقَفْتَ عَلَى كُلِّ طَاعَة وَ تَخَلَّفْتَ عَنْ كُلِّ مَعْصِيَة؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَحِيْنَ صَلَّيْتَ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ نَوَيْتَ أَنَّكَ صَلَّيْتَ بِصَلاَةِ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ أَرْغَمْتَ بِصَلاَتِكَ أَنْفَ الشَّيْطَانِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ لَهُ: «فَمَا صَافَحْتَ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ وَلاَ وَقَفْتَ عِنْدَ الْمَقَامِ وَلاَ صَلَّيْتَ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ».

ثُمَّ قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) لَهُ: «أَشْرَفْتَ عَلَى بِئْرِ زَمْزَمَ وَ شَرِبْتَ مِنْ مَائِهَا؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «نَوَيْتَ أَنَّكَ أَشْرَفْتَ عَلَى الطَّاعَةِ وَغَضَضْتَ طَرْفَكَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «فَمَا أَشْرَفْتَ عَلَيْهَا وَلاَ شَرِبْتَ مِنْ مَائِهَا».

ثُمَّ قَالَ لَهُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «أَسَعَيْتَ بَيْنَ الصَّفَا وَ الْمَرْوَةِ وَ مَشَيْتَ وَ تَرَدَّدْتَ بَيْنَهُمَا؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ لَهُ: «نَوَيْتَ أَنَّكَ بَيْنَ الرَّجَاءِ وَ الْخَوْفِ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَمَا سَعَيْتَ وَلاَ مَشَيْتَ وَلاَ تَرَدَّدْتَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ».

ثُمَّ قَالَ: «أَخَرَجْتَ إِلى مِنًى؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «نَوَيْتَ أَنَّكَ آمَنْتَ النَّاسَ مِنْ لِسَانِكَ وَ قَلْبِكَ وَ يَدِكَ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَمَا خَرَجْتَ إِلى مِنًى».

ثُمَّ قَالَ لَهُ: «أَوَقَفْتَ الْوَقْفَةَ بِعَرَفَةَ، وَ طَلَعْتَ جَبَلَ الرَّحْمَةِ، وَ عَرَفْتَ وَادِيَ نَمِرَةَ، وَ دَعَوْتَ اللهَ سُبْحَانَهُ عِنْدَ الْمِيْلِ وَالْجَمَرَاتِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «هَلْ عَرَفْتَ بِمَوْقِفِكَ بِعَرَفَةَ مَعْرِفَةَ اللهِ سُبْحَانَهُ أَمْرَ الْمَعَارِف وَ الْعُلُوْمِ وَ عَرَفْتَ قَبْضَ اللهِ عَلى صَحِيْفَتِكَ وَ اطِّلاَعَهُ عَلَى سَرِيْرَتِكَ وَ قَلْبِكَ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «نَوَيْتَ بِطُلُوْعِكَ جَبَلَ الرَّحْمَةِ أَنَّ اللهَ يَرْحَمُ كُلَّ مُؤْمِنْ وَ مُؤْمِنَةْ وَ يَتَوَلَّى كُلَّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَنَوَيْتَ عِنْدَ نَمِرَةَ أَنَّكَ لاَ تَأْمُرُ حَتَّى تَأْتَمِرَ، وَلاَ تَزْجُرُ حَتَّى تَنْزَجِرَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا وَقَفْتَ عِنْدَ الْعَلَمِ وَ النَّمِرَاتِ، نَوَيْتَ أَنَّهَا شَاهِدَةٌ لَكَ عَلَى الطَّاعَاتِ حَافِظَةٌ لَكَ مَعَ الْحَفَظَةِ بِأَمْرِ رَبِّ السَّمَاوَاتِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَمَا وَقَفْتَ بِعَرَفَةَ، وَلاَ طَلَعْتَ جَبَلَ الرَّحْمَةِ، وَلاَ عَرَفْتَ نَمِرَةَ، وَلاَ دَعَوْتَ، وَلاَ وَقَفْتَ عِنْدَ النَّمِرَاتِ».

ثُمَّ قَالَ: «مَرَرْتَ بَيْنَ الْعَلَمَيْنِ، وَ صَلَّيْتَ قَبْلَ مُرُوْرِكَ رَكْعَتَيْنِ، وَ مَشَيْتَ بِمُزْدَلِفَةَ، وَ لَقَطْتَ فِيْهَا الْحَصَى، وَ مَرَرْتَ بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَحِيْنَ صَلَّيْتَ رَكْعَتَيْنِ، نَوَيْتَ أَنَّهَا صَلاَةُ شُكْرٍ فِيْ لَيْلَةِ عَشْرٍ، تَنْفِيْ كُلَّ عُسْرٍ، وَتُيَسِّرُ كُلَّ يُسْرٍ؟»، قَالَ: لا، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا مَشَيْتَ بَيْنَ الْعَلَمَيْنِ وَ لَمْ تَعْدِلْ عَنْهُمَا يَمِيْنًا وَ شِمَالاً، نَوَيْتَ أَنْ لاَ تَعْدِلَ عَنْ دِيْنِ الْحَقِّ يَمِيْنًا وَشِمَالاً، لاَ بِقَلْبِكَ، وَلاَ بِلِسَانِكَ، وَلاَ بِجَوَارِحِكَ»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا مَشَيْتَ بِمُزْدَلِفَةَ وَ لَقَطْتَ مِنْهَا الْحَصَى، نَوَيْتَ أَنَّكَ رَفَعْتَ عَنْكَ كُلَّ مَعْصِيَةٍ وَجَهْلٍ، وَثَبَّتَّ كُلَّ عِلْمٍ وَ عَمَلٍ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا مَرَرْتَ بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ، نَوَيْتَ أَنَّكَ أَشْعَرْتَ قَلْبَكَ إِشْعَارَ أَهْلِ التَّقْوَى وَ الْخَوْفَ لِلَّهِ عَزَّ وَ جَلَّ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَمَا مَرَرْتَ بِالْعَلَمَيْنِ، وَلاَ صَلَّيْتَ رَكْعَتَيْنِ، وَلاَ مَشَيْتَ بِالْمُزْدَلِفَةِ، وَلاَ رَفَعْتَ مِنْهَا الْحَصَى، وَلاَ مَرَرْتَ بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ».

ثُمَّ قَالَ لَهُ: «وَصَلْتَ مِنًى، وَ رَمَيْتَ الْجَمْرَةَ، وَ حَلَقْتَ رَأْسَكَ، وَ ذَبَحْتَ هَدْيَكَ، وَ صَلَّيْتَ فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ، وَ رَجَعْتَ إِلَى مَكَّةَ، وَطُفْتَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَنَوَيْتَ عِنْدَ مَا وَصَلْتَ مِنًى وَ رَمَيْتَ الْجِمَارَ، أَنَّكَ بَلَغْتَ إِلَى مَطْلَبِكِ، وَ قَدْ قَضَى رَبُّكَ لَكَ كُلَّ حَاجَتِكَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا رَمَيْتَ الْجِمَارَ نَوَيْتَ أَنَّكَ رَمَيْتَ عَدُوَّكَ إِبْلِيْسَ وَغَضِبْتَهُ بِتَمَامِ حَجِّكَ النَّفِيْسِ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا حَلَقْتَ رَأْسَكَ نَوَيْتَ أَنَّكَ تَطَهَّرْتَ مِنَ الْأَدْنَاسِ، وَمِنْ تَبِعَةِ بَنِيْ آدَمَ، وَخَرَجْتَ مِنَ الذُّنُوْبِ كَمَا وَلَدَتْكَ أُمُّكَ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا صَلَّيْتَ فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ نَوَيْتَ أَنَّكَ لاَ تَخَافُ إِلاَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ ذَنْبَكَ، وَلاَ تَرْجُوْ إِلاَّ رَحْمَةَ اللهِ تَعَالَى؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا ذَبَحْتَ هَدْيَكَ نَوَيْتَ أَنَّكَ ذَبَحْتَ حَنْجَرَةَ الطَّمَعِ بِمَا تَمَسَّكْتَ بِهِ مِنْ حَقِيْقَةِ الْوَرَعِ، وَأَنَّكَ اتَّبَعْتَ سُنَّةَ إِبْرَاهِيْمَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) بِذَبْحِ وَلَدِهِ وَ ثَمَرَةِ فُؤَادِهِ وَرَيْحَانِ قَلْبِهِ، وَ حَاجَّهُ سُنَّتُهُ لِمَنْ بَعْدَهُ، وَقَرَّبَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى لِمَنْ خَلْفَهُ؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: «فَعِنْدَ مَا رَجَعْتَ إِلَى مَكَّةَ وَ طُفْتَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ نَوَيْتَ أَنَّكَ أَفَضْتَ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ تَعَالَى، وَرَجَعْتَ إِلَى طَاعَتِهِ، وَتَمَسَّكْتَ بِوُدِّهِ، وَأَدَّيْتَ فَرَائِضَهُ، وَتَقَرَّبْتَ إِلَى اللهِ تَعَالَى؟»، قَالَ: لاَ، قَالَ: لَهُ زَيْنُ الْعَابِدِيْنَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَمَا وَصَلْتَ مِنًى وَلاَ رَمَيْتَ الْجِمَارَ، وَلاَ حَلَقْتَ رَأْسَكَ، وَلاَ أَدَّيْتَ نُسُكَكَ، وَلاَ صَلَّيْتَ فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ، وَلاَ طُفْتَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ، وَلاَ تَقَرَّبْتَ. اِرْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ تَحُجَّ».

فَطَفِقَ الشِّبْلِيُّ يَبْكِيْ عَلَى مَا فَرَّطَهُ فِيْ حَجِّهِ، وَ مَا زَالَ يَتَعَلَّمُ حَتَّى حَجَّ مِنْ قَابِلٍ بِمَعْرِفَةٍ
وَ يَقِيْنٍ.

‘Wahai Syiblî, apakah engkau telah melaksanakan ibadah haji?’

Ia menjawab, ‘Iya, wahai putra Rasulullah.’

Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah pergi ke mîqât, lalu kau lepaskan seluruh pakaianmu yang berjahit dan melakukan mandi?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau sampai di mîqât, apakah engkau telah berniat untuk menanggalkan baju kemaksiatan dan mengenakan baju ketaatan?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau menanggalkan pakaianmu yang berjahit, apakah engkau telah berniat untuk menanggalkan riya’, kemunafikan, dan melakukan hal-hal yang tidak jelas (syubhah)?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan mandi, apakah engkau telah berniat untuk mandi dari segala kesalahan dan dosa?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Jika demikian, engkau belum pergi ke mîqât, belum menanggalkan pakaianmu yang berjahit, dan belum juga melakukan mandi.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah membersihkan dirimu, melakukan ihram, dan mengikat niat melakukan haji?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau membersihkan dirimu, melakukan ihram, dan mengikat niat untuk melakukan haji, apakah engkau berniat ingin membersihkan dirimu dengan cahaya taubat yang murni hanya untuk Allah SWT?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan ihram, apakah engkau telah mengharamkan bagi dirimu segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah ‘Azza Wajalla?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengikat niat untuk melakukan haji, apakah engkau telah menguraikan setiap ikatan untuk selain Allah?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata kepadanya, ‘Ini berarti engkau belum membersihkan dirimu, belum melakukan ihram, dan belum pula mengikat niat untuk melakukan haji.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah memasuki mîqât, mengerjakan salat dua rakaat untuk ihram, dan mengucapkan talbiah?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau memasuki mîqât, apakah engkau telah berniat untuk ziarah?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan dua rakaat salat, apakah engkau telah berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan terbaik, yaitu salat, dan dengan kebajikan para hamba yang teragung?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengucapkan talbiah, apakah engkau telah berniat dengan menyatakan kepada Allah untuk melakukan setiap ketaatan dan berpuasa dari setiap maksiat?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Jika demikian, berarti engkau belum memasuki mîqât, belum mengerjakan salat, dan belum juga mengucapkan talbiah.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah memasuki haram, melihat Ka‘bah, dan mengerjakan salat?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau memasuki haram, apakah engkau telah berniat untuk mengharamkan atas dirimu setiap ghibah dan menjelek-jelekkan para pengikut agama Islam?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau sampai di Mekkah, apakah engkau telah berniat untuk menuju Allah?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum memasuki haram, belum melihat Ka‘bah, dan belum mengerjakan salat.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah melakukan tawaf di sekeliling Baitullah, menyentuh Rukun-Rukun Baitullah, dan melakukan sa‘i?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan sa‘i, apakah engkau telah berniat untuk melarikan diri menuju kepada Allah dan niat ini sudah diketahui oleh Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang gaib?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum melakukan tawaf di sekeliling Baitullah, belum menyentuh Rukun-Rukun Baitullah, dan belum juga melakukan sa‘i?’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau sudah mengusap Hajarul Aswad, berdiri di sisi Maqâm Ibrahim, dan mengerjakan salat di situ sebanyak dua rakaat?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Di sini beliau menjerit lirih seakan-akan hendak meninggalkan dunia ini. Setelah itu, beliau berkata, ‘Ah ... ah!’ Beliau melanjutkan, ‘Barang siapa mengusap Hajarul Aswad, ia telah berjabatan tangan dengan Allah. Perhatikanlah, hai orang miskin. Janganlah kamu menyia-siakan sesuatu yang kehormatannya besar dan janganlah kamu musnahkan jabatan tangan itu dengan penentangan dan melakukan hal-hal yang haram seperti yang biasa dilakukan oleh para pendosa.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau berdiri di sisi Maqâm Ibrahim, apakah engkau telah berniat untuk berdiri tegak di atas setiap ketaatan dan meninggalkan setiap kemaksiatan?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan salat sebanyak dua rakaat di situ, apakah engkau telah berniat untuk melakukan salat seperti salat Ibrahim as dan dengan salat itu engkau berniat ingin menghinakan setan?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum mengusap Hajarul Aswad, belum berdiri di sisi Maqâm Ibrahim, dan belum juga mengerjakan salat di situ sebanyak dua rakaat.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah memasuki sumur Zamzam dan meminum airnya?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah berniat untuk memasuki ketaatan dan menutup matamu dari kemaksiatan?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum memasukinya dan belum juga meminum airnya.’

Kemudian beliau bertanya lagi kepadanya, ‘Apakah engkau telah melakukan sa‘i antara Shafa dan Marwah dengan melakukan perjalanan bolak-balik antara kedua bukit itu?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah berniat untuk selalu berada dalam kondisi takut dan berharap?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum melakukan sa‘i antara Shafa dan Marwah dengan melakukan perjalanan bolak-balik antara kedua bukit itu.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah keluar menuju Mina?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah berniat untuk menjamin keamanan manusia dari lidah, hati, dan tanganmu?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum keluar ke Mina.’

Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah melakukan wukuf di Arafah, naik ke atas gunung Rahmah, mengenal lembah Namirah, dan berdoa kepada Allah SWT di Jumrah?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Apakah dengan wukuf di Arafah tersebut engkau telah mengetahui bahwa Allah SWT mengetahui seluruh ilmu dan pengetahuan? Apakah engkau mengetahui bahwa surat amalanmu berada di dalam genggaman-Nya dan bahwa Dia mengetahui segala yang berada di dalam pikiran dan hatimu?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau naik ke atas gunung Rahmah, apakah engkau telah berniat (baca: memahami) bahwa Allah mengucurkan rahmat atas setiap mukmin laki-laki dan perempuan dan membimbing setiap orang muslim laki-laki dan perempuan?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau berada di lembah Namirah, apakah engkau telah berniat untuk tidak akan memerintah (orang lain) kecuali jika engkau sendiri telah berhasil melaksanakan perintah (Allah) dan tidak akan melarang (orang lain) kecuali jika engkau sendiri telah berhasil melarang dirimu (dari bermaksiat kepada Allah)?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melakukan wukuf di al-‘alam (tanda) dan dua lembah Namirah, apakah engkau berniat (baca: memahami) bahwa semua tempat itu menyaksikan seluruh ketaatanmu dan memeliharamu bersama para malaikat pemelihara dengan perintah Tuhan semesta alam?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti bahwa engkau belum melakukan wukuf di Arafah, belum naik ke atas gunung Rahmah, belum mengetahui lembah Namirah, dan belum juga berdoa dan melakukan wukuf di dua lembah Namirah.’

Kemudian beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah melalui dua tanda (al-‘alamain), telah mengerjakan dua rakaat salat sebelum melalui dua tanda itu, telah berjalan kaki menuju ke Muzdalifah dan mengumpulkan kerikil di situ, dan telah melalui Masy‘arul Haram?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan dua rakaat salat tersebut, apa engkau telah berniat bahwa salat itu adalah salat syukur pada malam kesepuluh yang dapat memusnahkan setiap kesulitan dan memudahkan setiap kemudahan?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melewati antara dua tanda itu dan engkau tidak condong ke sisi kanan atau sisi kirinya, apakah engkau telah berniat untuk tidak menyimpang dari agama yang benar dan lebih condong ke kanan atau ke kiri, tidak dengan hatimu, tidak dengan lidahmu, dan tidak pula dengan anggota tubuhmu?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau berjalan kaki menuju ke Muzdalifah dan memilih kerikil di situ, apakah engkau telah berniat untuk membebaskan dirimu dari setiap kemaksiatan dan kebodohan dan mengambil keputusan untuk menetapkan ilmu dan amal (di dalam dirimu)?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melalui Masy‘arul Haram, apakah engkau telah berniat untuk menghiasi hatimu dengan kepribadian orang-orang yang bertakwa dan dengan rasa takut kepada Allah ‘Azza Wajalla?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum melalui dua tanda itu, belum mengerjakan dua rakaat salat, belum berjalan kaki menuju ke Muzdalifah, belum mengumpulkan kerikil, dan belum juga melalui Masy‘arul Haram.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau telah sampai ke Mina dan melontar Jumrah, telah mencukur kepalamu, telah menyembelih binatang korbanmu, telah mengerjakan salat di masjid Khaif, dan telah kembali ke Mekkah dan melakukan tawaf Ifâdhah?’

Ia menjawab, ‘Iya.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau sampai di Mina dan melontar Jumrah, apakah engkau telah berniat (baca: memahami) bahwa engkau telah sampai kepada harapanmu dan Tuhanmu telah mengabulkan setiap hajatmu?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau melontar ketiga Jumrah tersebut, apakah engkau telah berniat untuk melempari musuhmu, Iblis dan membuatnya marah dengan seluruh ibadah hajimu yang sangat berharga itu?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mencukur kepalamu, apakah engkau telah berniat untuk menyucikan dirimu dari segala kotoran dan dosa-dosa Bani Adam dan bahwa engkau telah keluar dari dosa-dosamu sebagaimana engkau dilahirkan oleh ibumu?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau mengerjakan salat di masjid Khaif, apakah engkau telah berniat untuk tidak akan takut kecuali kepada Allah dan dosamu dan tidak akan mengharapkan kecuali rahmat Allah SWT?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau menyembelih binatang kurbanmu, apakah engkau telah berniat untuk memotong leher ketamakan dengan berpegang teguh kepada hakikat wara‘ dan untuk mengikuti Ibrahim as yang telah rela menyembelih putranya, buah hati dan bunga wangi kalbunya, dan menjadikan hal ini sebagai sunah dan sarana untuk ber-taqarub kepada Allah bagi orang-orang yang akan datang?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau bertanya, ‘Ketika engkau kembali ke Mekkah dan melakukan tawaf Ifâdhah, apakah engkau telah berniat bahwa engkau telah berangkat dari rahmat Allah dan kembali kepada ketaatan-Nya, berpegang teguh kepada kecintaan-Nya, melaksanakan seluruh kewajiban-Nya, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT?’

Ia menjawab, ‘Tidak.’

Beliau berkata, ‘Ini berarti engkau belum sampai ke Mina, belum melontar ketiga Jumrah, belum mencukur kepalamu, belum melaksanakan manasik hajimu, belum mengerjakan salat di masjid Khaif, belum melakukan tawaf Ifâdhah, dan belum ber-taqarub kepada Allah. Kembalilah, karena engkau belum melakukan ibadah haji.’

Syiblî menangis lantaran keteledorannya dalam melaksanakan ibadah haji. Ia akhirnya belajar sungguh-sungguh, dan pada tahun berikutnya, ia melaksanakan ibadah haji dengan penuh pengetahuan dan keyakinan.”[94]

Mengkhatamkan Al-Qur’an

قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «تَسْبِيحَةٌ بِمَكَّةَ أَفْضَلُ مِنْ خَرَاجِ الْعِرَاقَيْنِ يُنْفَقُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ»، وَ قَالَ: «مَنْ خَتَمَ الْقُرْآنَ بِمَكَّةَ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى رَسُوْلَ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) وَ يَرَى مَنْزِلَهُ فِي الْجَنَّةِ».

Imam Ali bin Husain as as-Sajjâd berkata, “(Pahala) membaca tasbih sekali di Mekkah adalah lebih utama daripada pajak Bashrah dan Kufah yang diinfakkan di jalan Allah.”

Beliau juga berkata, “Barang siapa mengkhatamkan Al-Qur’an di Mekkah, ia tidak akan meninggal dunia sehingga melihat Rasulullah saw dan melihat rumahnya di surga.”[95]

Meninggalkan Ka‘bah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ مَكَّةَ وَ تَأْتِيَ أَهْلَكَ فَوَدِّعِ الْبَيْتَ وَ طُفْ بِالْبَيْتِ أُسْبُوْعًا».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Jika engkau ingin keluar dari Mekkah dan kembali pulang ke keluargamu, maka ucapkanlah selamat tinggal kepada Baitullah dan bertawaflah sebanyak tujuh kali.”[96]

Tanda Pengabulan

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «آيَةُ قَبُوْلِ الْحَجِّ تَرْكُ مَا كَانَ عَلَيْهِ الْعَبْدُ مُقِيْمًا مِنَ الذُّنُوْبِ».

Rasulullah saw bersabda, “Tanda terkabulnya haji seorang hamba adalah ia meninggalkan dosa yang selama ini selalu dilakukannya.”[97]

Cahaya Ibadah Haji

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «اَلْحَاجُّ لاَ يَزَالُ عَلَيْهِ نُوْرُ الْحَجِّ مَا لَمْ يُلِمَّ بِذَنْبٍ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Seorang haji akan senantiasa bergelimang dalam cahaya ibadah hajinya selama ia belum terkotori oleh dosa.”[98]

Niat Untuk Kembali

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا وَ الْآخِرَةَ فَلْيَؤُمَّ هَذَا الْبَيْتَ، وَ مَنْ رَجَعَ مِنْ مَكَّةَ وَ هُوَ يَنْوِيْ الْحَجَّ مِنْ قَابِلٍ زِيْدَ فِيْ عُمُرِهِ».

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa menghendaki dunia dan akhirat, hendaknya ia mendatangi rumah ini, dan barang siapa kembali dari Mekkah dengan niat ingin melakukan ibadah haji pada tahun berikutnya, maka usianya akan ditambah.”[99]

Kesempurnaan Ibadah Haji

قَالَ الصَّادِقُ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِذَا حَجَّ أَحَدُكُمْ فَلْيَخْتِمْ حَجَّهُ بِزِيَارَتِنَا لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ تَمَامِ الحَجِّ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Jika seseorang dari kamu melakukan ibadah haji, maka hendaknya ia menutup ibadah hajinya itu dengan berziarah kepada kami, karena hal itu adalah (syarat) kesempurnaan haji.”[100]

Berziarah Kepada Rasulullah Saw

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ حَجَّ فَزارَ قَبْرِيْ بَعْدَ مَوْتِيْ كَانَ كَمَنْ زَارَنِيْ فِيْ حَيَاتِي».

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa melakukan ibadah haji dan menziarahi kuburanku setelah aku meninggal dunia, maka ia adalah seperti orang yang menziarahiku pada saat aku masih hidup.”[101]

Melakukan Ibadah Haji Bersama Rasulullah

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ زِيَارَةَ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) تَعْدِلُ حَجَّةً مَعَ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) مَبْرُورَةً».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Sesungguhnya (pahala) berziarah ke makam Rasulullah saw adalah sama dengan satu ibadah haji mabrur yang dilakukan bersama Rasulullah saw.”[102]

Ziarah yang Disertai Cinta Kasih

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَنْ جَاءَنِي زَائِرًا لاَ يَعْمَلُهُ حاجَةً إِلاَّ زِيارَتِيْ، كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ».

Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa datang berziarah kepadaku dan ia tidak memiliki hajat lain kecuali berziarah kepadaku, maka selayaknya aku memberikan syafaat kepadanya pada hari kiamat.”[103]

Tugas Para Malaikat

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «خَلَقَ اللهُ تَعَالَى لِيْ مَلَكَيْنِ يَرُدَّانِ السَّلاَمَ عَلى مَنْ سَلَّمَ عَلَىَّ مِنْ شَرْقِ الْبِلاَدِ وَ غَرْبِها، إِلاَّ مَنْ سَلَّمَ عَلَىَّ فِيْ دَارِيْ فَإِنِّيْ أَرُدُّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ بِنَفْسِيْ».

Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT telah menciptakan dua malaikat untukku yang bertugas menjawab salam orang yang berada di timur dan barat dunia ini yang mengucapkan salam kepadaku, kecuali orang yang mengucapkan salam kepadaku di dalam rumahku. Akulah yang akan menjawab salamnya.”[104]

Mengerjakan Salat di Masjid Nabi Saw

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِيْ هَذَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ عَشَرَةَ آلاَفِ صَلاَةٍ فِيْ غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، فَإِنَّ الصَّلاَةَ فِيْهِ تَعْدِلُ مِائَةَ أَلْفِ صَلاَةٍ».

Rasulullah saw bersabda, “(Pahala) satu salat di masjidku ini di sisi Allah adalah sama dengan sepuluh ribu salat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram, karena (pahala) satu salat di masjid ini adalah sama dengan seratus ribu salat.”[105]

Kebun Surga

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «مَا بَيْنَ قَبْرِيْ وَ مِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، وَ مِنْبَرِيْ عَلَى تُرْعَةٍ مِنْ تُرَعِ الْجَنَّةِ».

Rasulullah saw bersabda, “Di antara makam dan mimbarku terdapat sebuah kebun (raudhah) dari kebun-kebun surga, dan mimbarku berdiri di atas sebuah jendela dari jendela-jendela surga.”[106]

Salam atas Fathimah

Yazîd bin Abdul Malik pernah mendengar dari ayahnya bahwa kakeknya berkata, “Aku pernah bertamu ke rumah Fathimah as. Beliau mengucapkan salam kepadaku. Setelah itu beliau bertanya, ‘Mengapa gerangan engkau datang ke sini?’

Aku menjawab, ‘Demi memohon berkah.’

Beliau menimpali,

«أَخْبَرَنِيْ أَبِيْ وَ هُوَ ذَا هُوَ أَنَّهُ مَنْ سَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَيَّ ثَلاثَةَ أَيَّام أَوْجَبَ اللهَ لَهُ الْجَنَّةَ».

‘Ayahku pernah memberitahukan kepadaku bahwa barang siapa mengucapkan salam kepadanya dan kepadaku selama tiga hari, maka Allah akan mewajibkan surga atasnya.’

Aku bertanya, ‘Pada waktu beliau dan Anda masih hidup?’

Beliau menjawab, ‘Iya, dan juga setelah kami meninggal dunia.’”[107]

Salam atas Para Imam

قَالَ أَبُوْ جَعْفَرٍ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) وَ نَظَرَ النَّاسَ فِي الطَّوَافِ قَالَ: «أُمِرُوْا أَنْ يَطُوْفُوْا بِهَذَا ثُمَّ يَأْتُوْنَا فَيُعَرِّفُوْنَا مَوَدَّتَهُمْ ثُمَّ يَعْرِضُوْا عَلَيْنَا نَصْرَهُمْ».

Imam Abu Ja‘far al-Bâqir as—ketika sedang melihat orang-orang sedang melakukan tawaf—berkata, “Mereka telah diperintahkan untuk bertawaf di sekeliling rumah ini. Kemudian, hendaknya mereka mendatangi kami untuk menyatakan kecintaan kepada kami dan mengikrarkan kesiapan mereka untuk menolong kami.”[108]

Mengirimkan Salam Kepada Para Syahid

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «إِنَّ فَاطِمَةَ (عَلَيْهَا السَّلاَمُ) كَانَتْ تَأْتِيْ قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ فِيْ كُلِّ غَدَاةِ سَبْتٍ فَتَأْتِيْ قَبْرَ حَمْزَةَ وَ تَتَرَحَّمُ عَلَيْهِ وَ تَسْتَغْفِرُ لَهُ».

Imam Abu Abdillah ash-Shâdiq as berkata, “Sayidah Fathimah selalu mendatangi kuburan para syahid pada setiap pagi hari Sabtu. Ia mendatangi kuburan Hamzah seraya memohonkan rahmat dan ampunan baginya.”[109]

Berziarah Kepada Para Imam

قَالَ الرِّضَا (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «إِنَّ لِكُلِّ إِمَامٍ عَهْدًا فيْ عُنُقِ أَولِيَائِهِ وَ شِيْعَتِهِ وَ إِنَّ مِنْ تَمَامِ الوَفَاءِ بالْعَهْدِ وَ حُسْنِ الْأَدَاءِ زِيَارَةُ قُبُوْرِهِمْ، فَمَنْ زَارَهُم رَغْبَةً فِيْ زِيَارَتِهِمْ و تَصْدِيْقًا بِمَا رَغِبُوْا فِيْهِ كَانَ أَئِمَّتُهُم شُفَعائَهُمْ يَوْمَ القِيامَةِ».

Imam ar-Ridhâ as berkata, “Sesungguhnya setiap imam memiliki sebuah janji di atas pundak seluruh pencinta dan pengikutnya dan menepati janji itu secara sempurna adalah dengan menziarahi kuburan mereka. Oleh karena itu, barang siapa menziarahi kuburan mereka dengan didorong oleh rasa kecintaan terhadap ziarah kepada mereka dan membenarkan rasa cinta tersebut, maka para imam itu akan memberikan syafaat kepadanya pada hari kiamat.”[110]

Mengerjakan Salah di Masjid Qubâ

قَالَ رَسُوْلُ اللهُ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ): «الصَّلاَةُ فِيْ مَسْجِدِ قُبَاءَ كَعُمْرَةٍ».

Rasulullah saw bersabda, “(Pahala) mengerjakan salat di masjid Qubâ adalah seperti (pahala) umrah.”[111]

Mengadakan Hubungan Baik Dengan Muslimin dari Negara Lain

زَيْدٌ الشَّحَّامُ عَنِ الصّادِق (عَلَيْهِ السَّلاَمُ)، أَنَّهُ قَالَ: «يَا زَيْدُ خَالِقُوا النَّاسَ بِأَخْلاَقِهِمْ، صَلُّوْا فِيْ مَسَاجِدِهِمْ وَ عُوْدُوْا مَرْضَاهُمْ وَ اشْهَدُوْا جَنَائِزَهُمْ وَ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَكُوْنُوا الْأَئِمَّةَ وَ الْمُؤَذِّنِيْنَ فَافْعَلُوْا، فَإِنَّكُمْ إِذَا فَعَلْتُمْ ذَلِكَ قَالُوْا هَؤُلاَءِ الْجَعْفَرِيَّةُ، رَحِمَ اللهَ جَعْفَرًا مَا كَانَ أَحْسَنَ مَا يُؤَدِّبُ أَصْحَابَهُ وَ إِذَا تَرَكْتُمْ ذَلِكَ قَالُوْا هَؤُلاَءِ الْجَعْفَرِيَّةُ، فَعَلَ اللهَ بِجَعْفَر مَا كَانَ أَسْوَأَ مَا يُؤَدِّبُ أَصْحَابَهُ».

Zaid asy-Syahhâm meriwayatkan dari Imam ash-Shâdiq as bahwa beliau berkata, “Wahai Zaid, bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang bagus, kerjakanlah salat di masjid-masjid mereka, jenguklah orang-orang yang sakit di kalangan mereka, dan hantarkanlah jenazah-jenazah mereka. Jika memungkinkan bagimu, jadilah imam salat jamaah dan muazin mereka. Jika kamu melakukan hal ini, niscaya mereka akan berkata, ‘Mereka adalah pengikut mazhab Ja‘fariah. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas Ja‘far. Alangkah baiknya ia mendidik para pengikutnya.’ Jika kamu tidak bertindak demikian, mereka akan berkata, ‘Mereka adalah pengikut mazhab Ja‘fariah. Semoga Allah memperlakukan Ja‘far seburuk-buruknya. Alangkah buruknya ia mendidik para pengikutnya.’”[112]

Menyambut Orang-Orang yang Telah Melakukan Ibadah Haji

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) قَالَ: «كَانَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ) يَقُوْلُ: يَا مَعْشَرَ مَنْ لَمْ يَحُجَّ اسْتَبْشِرُوا بِالْحَاجِّ وَ صَافِحُوْهُمْ وَعَظِّمُوْهُمْ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَجِبُ عَلَيْكُمْ، تُشَارِكُوْهُمْ فِي الْأَجْرِ».

Imam ash-Shâdiq as berkata, “Ali bin Husain as selalu berpesan, ‘Hai orang-orang yang belum melaksanakan ibadah haji, sambutlah orang yang telah melaksanakan ibadah haji dengan penuh bahagia, berjabatan tanganlah dengannya, dan agungkanlah dia. Karena hal ini adalah suatu kewajiban atasmu. Dengan demikian, kamu akan memiliki pahala seperti pahalanya.’”[113]

Pahala Membantu Keluarga Orang yang Berangkat Haji

قَالَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): «مَنْ خَلَفَ حَاجًّا فِيْ أَهْلِهِ وَ مَالِهِ كَانَ لَهُ كَأَجْرِهِ حَتَّى كَأَنَّهُ يَسْتَلِمُ الْأَحْجَارَ».

Imam Ali bin Husain as berkata, “Barang siapa membantu mengurusi keluarga dan harta orang yang berangkat haji, ia akan memiliki pahala seperti pahalanya, dan sampai-sampai ia seperti telah mengusap batu-batu (Ka‘bah).”[114]

Selamat Atas Anda

عَنْ يَحْيَى بْنِ يَسَارٍ قَالَ: حَجَجْنَا فَمَرَرْنَا بِأَبِيْ عَبْدِ اللهِ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ) فَقَالَ: «حَاجُّ بَيْتِ اللهِ وَ زُوَّارُ قَبْرِ نَبِيِّهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ) وَ شِيعَةُ آلِ مُحَمَّد هَنِيْئًا لَكُمْ».

Yahya bin Yasâr berkata, “Kami telah melakukan ibadah haji. Tiba-tiba kami berjumpa dengan Imam ash-Shâdiq as. Beliau berkata, ‘Orang yang telah melakukan haji ke rumah Allah, para penziarah kuburan Rasulullah saw, dan para pengikut keluarga Muhammad, selamat atas kamu.’”[115]

 


[1] Nahjul Balâghah, pidato ke-1.

[2] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 15; Nahjul Balâghah, pidato ke-1.

[3] Nahjul Balâghah, pidato ke-1.

[4] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 15; Nahjul Balâghah, pidato ke-1.

[5] Nahjul Balâghah, pidato ke-1.

[6] Bihâr al-Anwâr, jilid 75, hal. 183.

[7] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 8, hal. 18; al-Mahajjah al-Baidhâ’, jilid 2, hal. 145.

[8] Al-Mahajjah al-Baidhâ’, jilid 2, hal. 145.

[9] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 103; ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 411.

[10] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 110; Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 23.

[11] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 620, hadis ke-3214.

[12] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 109; Tsawâb al-A‘mâl, jilid 2, hal. 70.

[13] Sunan at-Tirmidzî, jilid 3, hal. 175, hadis ke-8190.

[14] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 262, hadis ke-2.

[15] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 235, hadis ke-287.

[16] Amâlî ash-Shadûq, hal. 301, hadis ke-342; Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 8, hal. 39.

[17] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 4, hal. 116; Tuhaf al-‘Uqûl, hal. 123.

[18] Al-Khishâl, hal. 127; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 14, hal. 586.

[19] Sunan an-Nasa’î, jilid 5, hal. 114.

[20] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 9, hal. 44, hadis ke-8336.

[21] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 325, hadis ke-325.

[22] Al-Kâfî, jilid 2, hal. 510, hadis ke-6.

[23] Musnad Imam Zaid, hal. 197.

[24] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 257, hadis ke-718.

[25] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 252, hadis ke-2.

[26] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 252, hadis ke-1.

[27] Al-Amâlî, karya Syaikh Shadûq, hal. 442; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 145.

[28] Bihâr al-Anwâr, jilid 93, hal. 120.

[29] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 286, hadis ke-2.

[30] Sunan ad-Dâruquthnî, jilid 2, hal. 284.

[31] Tsawâb al-A‘mâl, jilid 74, hal. 16.

[32] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 21, hadis ke-59.

[33] Târîkh Baghdad, jilid 10, hal. 296; Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 244, hadis ke-672.

[34] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 286, hadis ke-3.

[35] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 547, hadis ke-34.

[36] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 23, hadis ke-68.

[37] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 22.

[38] ‘Uyûn Akhbâr ar-Ridhâ, jilid 2, hal. 258; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 12, hal. 314.

[39] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 337, hadis ke-3.

[40] Sunan Ibn Mâjah, jilid 2, hal. 975, hadis ke-2921.

[41] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 9, hal. 177; Sunan ad-Dârimî, jilid 1, hal. 462, hadis ke-1755.

[42] ‘Awâlî al-La’âlî, jilid 2, hal. 84, hadis ke-227.

[43] QS. Ali ‘Imran [3]:96.

[44] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 226, hadis ke-1.

[45] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 586, hadis ke-1.

[46] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 401.

[47] Al-Amâlî, karya Syaikh ath-Thûsî, hal. 369; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 5, hal. 282.

[48] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 524, hadis ke-1.

[49] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 527.

[50] Al-Wâfî, jilid 2, hal. 182.

[51] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 190; ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, hal. 396 dan 398.

[52] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-4.

[53] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-5.

[54] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-3.

[55] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 240, hadis ke-2.

[56] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 271, hadis ke-4.

[57] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 229.

[58] Qurb al-Isnâd, hal. 139, hadis ke-496.

[59] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 520; al-Ghaibah, karya Syaikh ath-Thûsî, hal. 363

[60] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 102, hadis ke-185.

[61] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 103, hadis ke-33.

[62] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 427, hadis ke-1.

[63] Kanz al-‘Ummâl, jilid 5, hal. 54, hadis ke-12024.

[64] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 409, hadis ke-17.

[65] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 405, hadis ke-7.

[66] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 326, hadis ke-2580.

[67] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 9, hal. 376; Târîkh Baghdad, jilid 5, hal. 369.

[68] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 202, hadis ke-2138.

[69] Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 5, hal. 256, hadis ke-15423.

[70] Sunan Abi Daud, jilid 2, hal. 179, hal. 188.

[71] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 428, hadis ke-8.

[72] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 241, hadis ke-1.

[73] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 20, hadis ke-57; Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 202.

[74] Târîkh Dimasyq, jilid 41, hal. 380.

[75] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 545, hadis ke-26.

[76] Al-Mahâsin, jilid 2, hal. 399, hadis ke-2395; al-Kâfî, jilid 6, hal. 387.

[77] Al-Mahâsin, jilid 2, hal. 399, hadis ke-2394.

[78] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 210, hadis ke-14.

[79] Al-Haj wa al-‘Umrah fî Al-Qur’an wa al-Hadîts, hal. 107, hadis ke-199.

[80] Ilal asy-Syarâ’i‘,hal. 400.

[81] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 11, hal. 254, hadis ke-11873.

[82] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 9, hal. 323; Tafsir al-Qomî, jilid 1, hal. 62.

[83] Ahkbâr Makkah, driwayatkan dari Riqqî, jilid 1, hal. 338.

[84] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 434, hadis ke-3.

[85] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 208, hadis ke-2168.

[86] ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 432; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 13, hal. 450.

[87] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 417, hadis ke-2854.

[88] Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 692, hadis ke-7111.

[89] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 11, hal. 45, hadis ke-11021.

[90] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 262, hadis ke-42.

[91] ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 437; Kanz al-Fawâ’id, jilid 2, hal. 82.

[92] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 14, hal. 166.

[93] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 243. hadis ke-823.

[94] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 10, hal. 166.

[95] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 5, hal. 468. hadis ke-1640.

[96] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 530, hadis ke-1.

[97] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 10, hal. 165.

[98] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 255, hadis ke-11.

[99] Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 2, hal. 141, hadis ke-64.

[100] ‘Ilal asy-Syarâ’i‘, jilid 1, hal. 459.

[101] Al-Mu‘jam al-Awsath, karya ath-Thabarânî, jilid 3, hal. 351, hadis ke-3376.

[102] Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 14, hal. 335; Kâmil az-Ziyârât, hal. 47.

[103] Al-Mu‘jam al-Kabîr, karya ath-Thabarânî, jilid 12, hal. 225, hadis ke-13149.

[104] Kanz al-‘Ummâl, jilid 12, hal. 256, hadis ke-34929.

[105] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 556, hadis ke-11; Tsawâb al-A‘mâl, jilid 1, hal. 50.

[106] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 554, hadis ke-3.

[107] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 6, hal. 9, hadis ke-18.

[108] Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 10, hal. 189.

[109] Tahdzîb al-Ahkâm, jilid 1, hal. 465, hadis ke-168.

[110] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 567.

[111] Sunan at-Tirmidzî, jilid 2, hal. 145, hadis ke-324.

[112] Al-Wâfî, jilid 2, hal. 182; Man Lâ Yahdhuruh al-Faqîh, jilid 1, hal. 383.

[113] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 264, hadis ke-48.

[114] Al-Mahâsin, jilid 1, hal. 147, hadis ke-206; Wasâ’il asy-Syi‘ah, jilid 11, hal. 430.

[115] Al-Kâfî, jilid 4, hal. 549.

Sabtu, 09 Februari 2013 06:45

Haji Dalam Al-Qur'an

بسم الله الرحمن الرحيم

سوره بقره

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْناً وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ 125 وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ 126 وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 127 رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ 128

125. Kami telah memberikan tempat yang suci (Ka’aba) sebagai tumpuan tempat petunjuk bagi manusia, dan juga aman dan suci. Kamu bolehlah mengunakan makam Ibrahim sabagai tempat sembahyang. Kami telah perintahkan Ibrahim dan Ismail; "Kamu mesti sucikan rumahKu untuk sesiapa yang menziarahinya, sesiapa yang tinggal disana, dan juga bagi mereka yang ruku’ dan sujud."

126. Ibrahim berdoa: "Tuhan kami, jadikanlah tempat ini aman sentosa, dan bekalkanlah mereka dengan buah buahan. Dan berkatilah untuk mereka yang mempercayakan Allah dan Hari Perhitungan."(Allah) bersabda, "Aku juga akan bekalkan untuk orang orang yang ingkar. Aku akan biarkan mereka menikmatinya, untuk sementara waktu, dan akan Aku masukkan mereka yang ingkar itu kedalam Neraka, dan destini yang azab."

127. Sementara Ibrahim membina asas pada tempat suci, bersama Ismail (mereka berdo’a) "Tuhan kami, terimalah ini dari kami. Engkaulah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

128. " Tuhan kami , jadikanlah kami orang yang menyerahkan diri kami dengan sepenuh penyerahan kepadaMu, dan dari keturunan kami supaya ada kaum yang menyerahkan dengan sepenuh penuh penyerahan diri kepadaMu. Ajarkanlah kami cara adat agama kami, dan ampunilah kami, Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ 158

158. Diatara penghujung Shafa dengan Marwah,itu adalah sebahagian dari syiar Allah. Sesiapa yang melakukan ibadah Haji atau Umrah tidak membuat kesalahan dengan menyeberangi jarak diantara keduanya. Jika siapa melakukan tambahan kebajikan dengan suka rela, sesungguhnya Allah sangat Pembalas Budi lagi Maha Mengetahui.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 189

189. Mereka menanyakan kepada kamu berkenaan perjalanan bulan! Katakan, "Ia memberikan perjalanan masa untuk manusia, dan memberi waktu yang tepat untuk mengerjakan Ibadah Haji."Tidaklah mendapat kebaikan jika kamu memasuki rumah dari belakang (kekata bidalan).* Kebaikan itu apabila kamu memegang kuat dengan perintahNya dan bersifat berani untuk berterus terang. Kamu mestilah takut kepada Allah, supaya kamu mendapat kejayaan

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاء الْكَافِرِينَ 191

191. Kamu bolehlah membunuh orang orang yang merancangkan peperangan untuk melawanmu, lantas kamu boleh menghalau mereka sebagaimana mereka menghalau kamu. Penindasan lebih jahat dari pembunuhan. Jangan kamu melawan mereka diMasjid Suci, melainkan mereka menyerangmu dahulu disana. Jika mereka menyerangmu, maka barulah kamu boleh membunuh mereka. Ini adalah hukuman yang adil bagi orang orang yang ingkar.

وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ 196 الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ 197 لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُواْ فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُواْ اللّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ 198 ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 199 فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ 200 وِمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 201 أُولَـئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ 202 وَاذْكُرُواْ اللّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ 203

197. Ibadah Haji mestilah ditunaikan pada bulan bulan yang telah ditetapkan.* Sesiapa yang telah bersedia untuk menunaikan Ibadah Haji mestilah menjauhkan diri dari mengadakan persetubuhan, buruk akhlak, suka bertengkar sepanjang menjalankan Ibadah Haji. Apa sahaja kebajikan yang kamu lakukan, Allah amat sangat mengetahuiNya. Dimasa kamu menyediakan bekalan untuk perjalanan kamu, adapun sebaik baik bekalan adalah ketakwahan. Kamu mestilah takuti Aku, wahai orang orang yang mempunyai kecerdasan


198. Kamu tidaklah melakukan kesalahan untuk mencari rezeki dari Tuhan kamu (melalui perniagaan). Apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafaat, kamu mestilah mengingati Allah dekat Tempat Suci (Muzadalifah). Kamu mestilah mengingatiNya kerana telah membimbing kamu; sesungguhnya sebelum ini kamu adalah dikalangan orang orang yang sesat.

199. Kamu mestilah berkumpulan bersama sama dengan orang orang yang berkumpul,dan mintalah pengampunan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

200. Setelah sempurna beribadah Haji, mestilah kamu berterusan mengingati Allah sebagaimana kamu mengingati ibu bapa ibu bapa kamu, bahkan lebih baik dari itu. Setengah dari mereka akan berkata,"Tuhan kami, berilah kepada kami kebaikan didunia ini," sementara tidak ada bahagian bagi mereka diAkhirat.

201. Yang lainnya akan berkata, "Tuhan kami, berilah kebaikan didunia ini,dan kebaikan diAkhirat, dan lindungilah kami dari ‘azab api Neraka.

202. Tiap tiap diantara mereka akan mendapat bahagian dari amalan mereka. Sesungguhnya Allah amat cekap apabila membuat perhitungan.

203. Kamu mesti mengingati Allah beberapa hari (di Mina); barangsiapa melakukan hanya dua hari, tidaklah berdosa, dan sesiapa yang ingin tinggal lebih lama pun tidak melakukan dosa, dan berkekalanlah dengan melakukan kebaikan. Kamu mestilah mengingati Allah, dan ketahuilah yang Dia akan kumpulkan kamu sekelian.

سوره آل عمران

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ 96 فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ 97

96. Makam yang terpenting yang didirikan untuk manusia adalah diBecca;* cahaya yang diberkati untuk sekelian manusia

97. Didalamnya mempunyai tanda tanda yang terang: tempat perhentian Ibrahim. Sesiapa yang memasukinya akan mendapat perjalanan yang selamat. Manusia berhutang kepada Allah maka mereka mesti menunaikan Haji dimakam ini, apabila mereka berkemampuan untuk melaksanakannya. Bagi sesiapa yang ingkar, Allah tidak memerlukan sesiapa juapun. 98. Katakan, "Wahai pengikut pengikut kitab, kenapa kamu mengingkari revelasi revelasi dari Allah, sedangkan Allah menyaksikan apa apa yang kamu lakukan?"

سوره نساء

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَوْفُواْ بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الأَنْعَامِ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ 1 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحِلُّواْ شَعَآئِرَ اللّهِ وَلاَ الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلاَ الْهَدْيَ وَلاَ الْقَلآئِدَ وَلا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُواْ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُواْ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ 2

1. Wahai Manusia, ingatlah akan Tuhan kamu; Dialah yang Esa yang menciptakan kamu dari seorang, dan menciptakan darinya pasangan, dan membiakkannya menjadi ramai lelaki dan perempuan. Kamu mesti mengambil berat terhadap Allah, yang mana kamu telah berikrar dengannya, dan mengambil berat terhadap ibu bapa ibu bapa kamu. Kerana Allah sentiasa Memerhatikan kamu.*

2. Kamu mestilah mengembalikan harta benda anak anak yatim dengan jujur. Jangan kamu gantikan yang baik dengan yang tidak baik, dan janganlah kamu memakan harta mereka dengan mencampurkannya dengan kepunyaan kamu. Ini adalah kezaliman yang besar.

سوره مائده

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاء مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَو عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللّهُ عَمَّا سَلَف وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللّهُ مِنْهُ وَاللّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ 95 أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِيَ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ 96 جَعَلَ اللّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِّلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلاَئِدَ ذَلِكَ لِتَعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ 97

95. Wahai orang orang yang percaya, janganlah kamu pertarungan dengan membunuh dalam sebarang permainan dimasa menjalani Ibadah Haji. Sesiapa dengan sengajanya membunuh didalam permainan, dendanya mestilah dengan seekor binatang ternakan yang bersamaandengan binatang yang dibunuh. Penghakimnya mestilah dari dua orang yang yang adil diantarakamu. Mereka mesti betul betul yakin yang kurbannya itu sampai diKa’bah. Kalau tidak, diamesti menggantikannya dengan memberikan makan kepada orang miskin, ataupun dia mesti berpuasa seimbang untuk menebuskan kesalahannya. Allah telah mengampuni dosa dosa yang lalu. Jika sesiapa yang kembali semula dengan kesalahan yang sama, Allah akan membalasnya. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa lagi Maha Penuntut bela.

 

96. Semua ikan ikan dilaut adalah halal untuk kamu memakannya. Semasa menunaikan Ibadah Haji, ini adalah persedian untuk kamu dimasa perjalanan. Kamu tidak semestinya berburu dimasa mengerjakan Ibadah Haji. Kamu mestilah menghormati Allah, kerana kesemuanya kamu kelak akan dikumpulkan.

 

97. Allah telah menjadikan Ka’bah, dan Masjid Suci,* untuk dijadikan tempat yang suci bagi sekelian manusia, dan begitu juga dengan bulan-bulan yang Suci, persembahan (diMasjid Suci) dan kalungan yang ditandakan kepada binatang-binatang untuk persembahan. Kamu mestilah mengetahui bahawa Alah tahu segala apa yang berada disekelian cekrawala dan dibumi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.

سوره انفال

وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ 35

35. Sembahyang (Salat) mereka ditempat suci (Ka’bah) itu tidak lebih dari ejekan dan dengan niat untuk membuat manusia (penuh sesak). Dari itu rasalah hukuman yang menyakitkan oleh kerana keingkaran kamu.

سوره توبه

بَرَاءةٌ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ 1 فَسِيحُواْ فِي الأَرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللّهِ وَأَنَّ اللّهَ مُخْزِي الْكَافِرِينَ 2 وَأَذَانٌ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأَكْبَرِ أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللّهِ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ 3 إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُواْ عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّواْ إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ 4 فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 5 وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَعْلَمُونَ 6 كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِندَ اللّهِ وَعِندَ رَسُولِهِ إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدتُّمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَمَا اسْتَقَامُواْ لَكُمْ فَاسْتَقِيمُواْ لَهُمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ 7

1. Allah dan rasulNya telah memberikan kata putus kepada orang orang ingkar yang mengadakan perjanjian dengan kamu.

2. Dari itu, jelajahlah dimuka bumi ini dengan bebasnya selama empat bulan, dan ketahuilah yang kamu tidak akan dapat terlepas dari Allah, kerana Allah yang menghina orang orang yang ingkar.

3. Pengumuman dari Allah dan rasulNya telah diisukan disini kepada semua manusia untuk menunaikan ibadah haji dihari yang besar, yang mana Allah tidak akan menerima orang orang yang menyekutukan (Allah), dan begitu juga dengan rasulNya. Lantas, jikalau kamu bertaubat itu adalah baik bagi kamu. Tetapi jika kamu berpaling, dan ketahuilah yang kamu tidak akan dapat terlepas dari Allah. Dijanjikan kepada orang orang yang ingkar itu, hukuman yang sangat menyakitkan.

4. Jika orang orang yang menyekutukan (Allah) itu menyain perjanjian damai kepada kamu, dan tidak mencabulinya, dan tidak juga bersepakat dengan yang lainnya untuk menentang kamu, maka bolehlah kamu memenuhi perjanjian mereka, sehingga tamat tempuhnya. Allah mencintai orang orang yang benar.

5. Selepas saja bulan bulan suci telah berlalu (dan mereka menolak untuk berdamai) maka bolehlah kamu membunuh orang orang yang menyekutukan itu bila saja kamu bertemu mereka, hukumlah mereka, dan tentanglah tiap tiap pergerakkan mereka. Jika mereka telah bertaubat dan Mengerjakan Sembahyang (Salat) dan memberikan derma yang diwajibkan (Zakat), maka kamu mestilah membiarkan mereka pergi. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

6. Jika salah satu dari orang orang yang menyekutukan (Allah) itu meminta perlindungan dengan kamu, kamu mestilah memberikan perlindungan, supaya dia akan dapat mendengar perkataan Allah, lalu hantarlah dianya pulang ditempat keselamatannya. Itu kerana mereka adalah orang orang yang tidak faham.

7. Masakan boleh orang orang yang menyekutukan itu menuntut supaya diberikan sebarang jaminan oleh Allah dan juga dari rasulNya? Dikecualikan hanyalah orang orang yang telah sain perjanjian damai dengan kamu diMasjid Suci. Jika mereka menghormati dan memegang perjanjian demikian, kamu juga mestilah memegangnya. Allah cinta kepada orang orang yang benar.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُواْ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَـذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ إِن شَاء إِنَّ اللّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ 28

28. Wahai orang orang yang percaya, penyekutu penyekutu (Allah) itu telah tercemar; mereka tidak boleh dibiarkan berada diMasjid Suci selepas tahun ini. Jika kamu khuatir akan kehilangan pendapatan, Allah akan mencucuri rezekiNya kepada kamu, dengan mengikut kehendakNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ 36 إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِّيُوَاطِؤُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ 37

36. Perkiraan pada bulan bulan, bagi Allah adalah dua belas.* Ini telah dijadikan undang undang Allah, sejak pada hari yang Dia telah menciptakan sekelian cekrawala dan bumi. Empat daripadanya adalah suci. Ini adalah agama yang cukup sempurna; janganlah kamu menzalimi roh roh kamu (dengan berperang) pada Bulan Bulan Suci. Bagaimana pun, kamu bolehlah mengisytiharkan peperangan habis habisan untuk menentang orang orang yang ingkar (walaupun dimasa Bulan Bulan Suci), apabila mereka cuba untuk berperang habis habisan terhadap kamu, dan ketahuilah yang Allah akan bersama sama dengan orang orang yang benar.

37. Merubahkan Bulan Bulan Suci adalah satu tanda keingkaran yang keterlaluan; ini akan menambahkan kesesatan kepada orang orang yang sememangnya sesat. Mereka berselang selikan bulan bulan Suci itu dengan bulan bulan biasa, sementara mengekalkan beberapa bulan bulan yang telah diabdikan oleh Allah. Dengan demikian mereka telah melanggar apa yang Allah telah tetapkan. Segala kerja kerja jahat mereka itu telah dihiaskan baik pada mata mata mereka. Allah tidak akan membimbing orang orang yang ingkar.

سوره ابراهيم

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ 35 رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ فَمَن تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 36 رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ 37

35.Ingatlah semasa Ibrahim berkata, "Tuhanku jadikanlah tempat ini aman sentosa, dan lindungilah aku dan anak anakku dari menyembah pujaan pujaan.

36."Tuhanku, mereka telah mengelirukan terlalu banyak manusia. Bagi sesiapa yang mengikutiku, mereka itu dipihakku. Bagi sesiapa yang mengingkariku, sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

37."Tuhan kami, aku telah tempatkan sebahagian dari keluargaku dilembah yang tidak berpokok, ini dekat dengan Rumah SuciMu. Tuhan kami mereka mestilah Mengerjakan Sembahyang (Salat), supaya berpusu pusu manusia datang tertumpu keatas mereka, dan adakanlah untuk mereka berbagai bagai rupa buah buahan, supaya mereka dapat mensyukurinya.

سوره حج

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِي جَعَلْنَاهُ لِلنَّاسِ سَوَاء الْعَاكِفُ فِيهِ وَالْبَادِ وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ 25 وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَن لَّا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ 26 وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ 27 لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ 27 ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ 29 ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ 30 حُنَفَاء لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاء فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ 31 ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ 32 لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ 33 وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ 34 الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ 35 وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 36 لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ 37

25. Tentu sekali, orang orang yang ingkar dan memanggil yang lainnya berpaling dari jalan Allah, dan dari Masjid Suci yang telah kami cipta reka untuk seluruh manusia - sama ada penduduk penduduk asal atau pelawat pelawat - dan untuk mencari jalan supaya mencemarkannya dan mengkorupnya, kami akan kenakan mereka itu dengan hukuman yang menyakitkan.

26. Kami melantik Ibrahim untuk mendirikan Tempat Suci: "Janganlah kau memuja sebarang tuhan yang lain disampingKu, dan sucikan Tempat SuciKu ini untuk orang orang yang melawatnya, orang orang yang tinggal berdekatan dengannya, dan orang orang yang ruku' dan sujud.

27. "Dan umumkanlah yang manusia itu mestilah menunaikan Haji.* Mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki ataupun menunggang bermacam sumber dengan kepayahan (berbagai cara pengangkutan). Mereka akan datang dari daerah daerah yang amat jauh." 28Mereka bolehlah menjalankan perniagaan, dan mereka mestilah memuji muji nama Allah pada hari hari yang ditentukan kerana mengadakan binatang ternakan sebagai peruntukkan untuk mereka. "Makanlah darinya dan berilah makan kepada yang tidak berupaya dan yang miskin."

29. Mereka mestilah memenuhi kewajipan mereka, memenuhi nazar nazar mereka dan menziarahi makam purba itu.

30. Orang orang yang menghormati upacara upacara yang telah didekrikan oleh Allah memang sepatutnya menerima anugerah yang baik disisi Tuhan mereka. Semua binatang telah dijadikan halal untuk makanan kamu, melainkan apa yang telah ditentukan haram untuk kamu. Kamu mestilah jauhi dari menyembah pujaan pujaan yang menjijikkan, dan jauhilah dari menjadi saksi yang palsu.

31. Kamu mestilah memelihara pengabdianmu hanyalah kepada Allah sahaja. Sesiapa yang mengada adakan sebarang pujaan disamping Allah adalah seumpama seorang yang jatuh dari langit, dan disambar oleh burung burung hering, ataupun diterbangkan oleh angin kedalam gaung yang dalam.

32. Sesungguhnya, orang orang yang menghormati upacara upacara yang telah didekrikan oleh Allah menunjukkan ketakwahan dihati hati mereka.

33. (Binatang ternakan) memberikan kamu banyak manfaatnya buat beberapa waktu, sebelum didermakan kemakam purba.

34. Bagi setiap penghimpunan kami telah mendekrikan upacara upacara dimana dengannya mereka memuji muji nama Allah kerana mengadakan untuk mereka binatang ternakan. Tuhan kamu adalah satu dan tuhan yang sama; kamu semua mestilah menyerahkan diri diri kamu kepadaNya. Berikanlah berita berita baik kepada orang orang yang patuh.

35. Orang orang itulah yang hati hati mereka menggeletar apabila saja menyebut Allah, mereka sabar dan tabah semasa didalam kesukaran, mereka Mengerjakan Sembahyang (Salat), dan dari rezeki kami untuk mereka, mereka memberi derma.

36. Binatang yang dikurbankan adalah diantara upacara upacara yang didekrikan oleh Allah untuk kebaikan kamu.* Kamu mestilah menyebut nama Allah keatas mereka sedang mereka berbaris. Selepas saja ianya dikurbankan, kamu bolehlah memakan darinya dan berikanlah makan kepada simiskin dan orang orang yang memerlukan. Itulah sebabnya kami tundukkan mereka untuk kamu, supaya dapat kamu menunjukkan kesyukuran kamu.

37. Tidaklah dagingnya ataupun darahnya yang sampai kepada Allah. Apa yang sampai kepadaNya hanyalah ketakwahan kamu. Dia telah menundukkan mereka kepada kamu, supaya dapat kamu menunjukkan kesyukuran dengan mengagungkan Allah kerana telah membimbing kamu. Sampaikanlah berita berita baik kepada para penderma.

سوره نمل

إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ 91

91. Aku hanyalah diperintahkan untuk menyembah Tuhan kepada bandar ini - Dia telah menjadikan ianya tempat suci yang selamat - dan Dialah yang mempunyai segala galanya. Aku telah diperintahkan supaya menjadi orang orang yang menyerahkan diriku hanya (kepada Allah).

سوره قصص

وَقَالُوا إِن نَّتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّن لَّهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِن لَّدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ 57

57. Mereka berkata, "Jika kami mengikuti petunjukmu, kami akan menerima penyiksaan."Tidak-kah kami telah memantapkan untuk mereka Tempat Suci, dimana berbagai bagai rupa buah buahan telah diberikan, sebagai peruntukkan dari kami? Sesungguhnya, kebanyakan dari mereka itu tidak mengetahuinya.

سوره عنكبوت

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ 67

67. Tidakkah mereka dapat melihat yang kami telah memantapkan sebuah Tempat Suci yang kami jadikan ianya terjamin, sementara semua disekelilingnya manusia yang sentiasa didalam keadaan bahaya? Masih mahukah mereka juga percaya dengan kepalsuan, dan menolak rahmat dari Allah?

سوره فتح

وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُم بِبَطْنِ مَكَّةَ مِن بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا 24 هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَن يَبْلُغَ مَحِلَّهُ وَلَوْلَا رِجَالٌ مُّؤْمِنُونَ وَنِسَاء مُّؤْمِنَاتٌ لَّمْ تَعْلَمُوهُمْ أَن تَطَؤُوهُمْ فَتُصِيبَكُم مِّنْهُم مَّعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَن يَشَاء لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا 25 إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا 26 لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاء اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِن دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا 27

24. Dia Sahajalah yang menahan tangan tangan mereka dari mengkasari kamu dan menahankan tangan tangan kamu dari mengkasari mereka dilembah Mekkah, setelah Dia memberikan kamu kemenangan keatas mereka. Sesungguhnya, Allah sahajalah yang Maha Melihat akan segala apa yang telah kamu lakukan.

25. Mereka itulah yang mengingkarkan dan menyekat kamu dari Masjid Suci, dan juga menghalang persembahan dari kamu untuk sampai kedestinasi mereka. Disana ada orang orang yang percaya lelaki dan perempuan (didalam kem musuh) dimana kamu tidak mengetahui, dan kamu hampir melukakan mereka, tanpa disedari. Lantas Allah memasukkan belas kasihNya kepada sesiapa saja yang Dia kehendaki. Jika mereka berterusan, Dia akan membalas orang orang diantara mereka yang ingkar dengan hukuman yang menyakitkan.

26. Sedang orang orang yang ingkar didalam kemarahan, dan hati hati mereka telah dipenuhi dengan kesombongan dimasa masa kejahilan, Allah merahmati rasulNya dan orang orang yang percaya dengan rasa aman dan puas hati, dan mengarahkan mereka supaya mendukung perkataan yang benar. Ini adalah kebaikan yang mereka sepatutnya terima. Sesungguhnya, Allah amat sedar akan segala sesuatu.

27. Allah telah memenuhi kebenaran visi rasulNya: "Kamu akan memasuki Masjid Suci, dengan kehendak Allah (Insha Allah), penuh keselamatan, dan kau akan memotong rambutmu ataupun memendekkannya (sementara kau menunaikan rukun haji) disana. Kamu tidak akan merasa sebarang ketakutan. Kerana Dia tahu apa yang kamu tidak ketahui, Dia telah gandakan ini dengan kemenangan yang disegerakan."

سوره منافقون

يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ 8

8. Mereka berkata, "Jika kami pulang kembali kebandar, yang berkuasa didalamnya akan mengusirkan yang lemah (dan kami akan menjadi mangsa)." (Mereka sepatutnya ketahui yang) semua maruah kepunyaan Allah dan rasulNya, dan orang orang yang percaya. Bagaimana pun, orang orang hypokrit tidak mengetahuinya.

سوره بلد

لَا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ 1 وَأَنتَ حِلٌّ بِهَذَا الْبَلَدِ 2

1. Aku bersumpah dengan seriusnya demi bagi bandar ini.

2. Bandar yang mana kau tinggal.

سوره تين

وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ 3

3. Dan bandar (Mekkah)* yang mulia ini.

Sekjen Hizbullah Lebanon Sayyid Hassan Nasrullah dalam peringatan sembilan tahun bebasnya wilayah Lebanon Selatan dari pendudukan rezim Zionis Israel menegaskan bahwa Moqawamah Islam akan membalas dengan sangat telak jika Israel melakukan serangan lagi ke Lebanon.

Berbicara di depan puluhan ribu massa yang memadati lapangan Al-Rayah pinggiran selatan Beirut, Nasrullah menyebut hari pembebasan Lebanon selatan 25 Mei 2000 sebagai hari besar bagi seluruh rakyat Lebanon. Kemenangan besar ini menurutnya tidak didapat dengan mudah, tetapi diperoleh secara bertahap. Dijelaskannya, dulu tentara Zionis Israel telah memasuki dan menduduki Beirut. Namun berkat perlawanan gigih para pejuang moqawamah Islam Lebanon, rezim zionis dipaksa keluar dari ibukota Lebanon itu dan terus dipukul mundur hingga pada akhirnya tanggal 25 Mei 2000 tentara zionis dan tentara bayarannya melarikan diri dari Lebanon selatan.

Nasrullah lebih lanjut membicarakan soal konstelasi politik yang ada di Lebanon. Diakuinya bahwa saat ini di Lebanon ada dua kelompok yang berseberangan, yaitu kelompok 14 Maret yang kini memerintah dan kubu 8 Maret yang menjadi oposisi. Dijelaskannya bahwa Hizbullah pada mulanya tidak ingin terlibat dalam percaturan politik di dalam negeri, namun karena berbagai faktor di lapangan yang erat kaitannya dengan misi perjuangan moqawamah, Hizbullah masuk ke gelanggang politik dengan menggaet sejumlah kubu politik.

Sekjen Hizbullah membeberkan proses perundingan marathon Hizbullah dengan kubu-kubu politik untuk membentuk koalisi, termasuk dengan kubu Druz dari Partai Nasional Sosial Lebanon dan kubu Al-Mustaqbal (Masa Depan) pimpinan Rafik Hariri (sebelum mantan Perdana Menteri Lebanon itu tewas dalam insiden teror) hingga akhirnya berkoalisi dengan Gerakan Amal dan Kubu Kristen Kebebasan Nasional pimpinan Michel Aoun.

Ditambahkannya, bahwa kondisi di panggung politik Lebanon cukup kondusif dan hubungan Hizbullah dengan Partai Nasional Sosialis Lebanon yang memang memiliki akar sejarah sangat baik sampai salah seorang tokoh partai tersebut mengeluarkan pernyataan yang mendesak perlucutan senjata Hizbullah dan moqawamah. Sejak saat itulah hubungan Hizbullah dengan partai Druz pimpinan Walid Jumblat itu semakin memburuk dan puncaknya adalah peristiwa berdarah yang terjadi Mei 2008.

Nasrullah mempersoalkan tindakan kubu pemerintah yang melakukan investigasi dan berusaha memutuskam jaringan telekomunikasi Hizbullah. Katanya lagi, “Warga Beirut perlu bertanya kepada Fouad Siniora, kubu partai Al-Mustaqbal dan para menteri kabinet Siniora, siapakah yang diuntungkan dengan keputusan itu?” Hizbullah mengecam keputusan itu dengan melakukan aksi pembangkangan umum bukan dengan melakukan tindakan bersenjata. Namun kubu-kubu tertentu dengan mengerahkan milisi bersenjata melakukan serangan dan menyulut konflik berdarah. “Kami telah memutuskan untuk membalas serangan bersenjata dengan kekuatan penuh untuk segera meredam tindakan yang dapat memicu perang itu,” jelasnya.

Meski tak menafikan dalamnya luka dan perihnya duka akibat peristiwa berdarah dan kontak senjata di sejumlah wilayah Lebanon antara kubu pro pemerintah melawan kubu moqawamah, namun Nasrullah menyebut peristiwa itu sebagai peristiwa yang sangat kecil dibanding agenda yang ingin membakar Lebanon secara keseluruhan di dalam api perang saudara. “Saya punya data akurat dan lengkap bahwa mereka merencanakan kekacauan dan konflik yang jauh lebih besar,” tegasnya.

Nasrullah menyinggung laporan majalah Der Spiegel yang menyebut Hizbullah terlibat dalam pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri, Februari 2004. Ditegaskannya bahwa Hizbullah menilai laporan Der Spiegel sebagai laporan zionis dan akan memperlakukannya seperti memperlakukan agenda zionis. “Hanya beberapa jam setelah terbitnya laporan Der Spiegel, para petinggi Zionis mengumbar pernyataan untuk menangkap Sekjen Hizbullah,” tambahnya.

Nasrullah menyebut tuduhan terhadap Hizbullah itu sebagai satu lagi agenda AS-Zionis untuk menciptakan permusuhan terhadap Hizbullah. Di tingkat dunia, AS dan Zionis berusaha membenturkan Dunia Arab dengan Iran yang menjadin pendukung utama moqawamah. “Apa yang dituduhkan Der Spiegel sangat berbahaya. Ini bukan laporan jurnalistik sehingga tidak perlu dikomentari, tetapi agenda Zionis yang sangat berbahaya,” katanya menjelaskan.

Sekjen Hizbullah membenarkan pernyataan Walid Junblat yang menyebut tulisan Der Spiegel sebagai isu untuk menciptakan fitnah yang lebih besar dari apa yang terjadi tahun 1975.

Menyusul terbitnya laporan Der Spiegel, Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman mendesak untuk menangkap Sayyid Hassan Nasrullah. “Jika pemerintah Lebanon tidak mau menyerahkannya, Nasrullah harus ditangkap dengan paksa,” kata Lieberman.

Nasrullah menambahkan, pernyataan Ehud Barak lebih berbahaya dibanding pernyataan Lieberman. Usai menuduh Hizbullah sebagai pelaku teror terhadap Rafik Hariri, Barak mengatakan, “Ini bukti bahwa Hizbullah bukan hanya memerangi kami (Israel) tetapi juga memerangi elit Lebanon.” Menurut Sekjen Hizbullah pernyataan para petinggi zionis yang sejalan dengan laporan majalah Jerman itu, menunjukkan bahwa tuduhan Der Spiegel adalah agenda zionis. Tujuannya adalah untuk mencegah kemenangan kubu moqawamah pada pemilu mendatang.

Sekjen Hizbullah lebih lanjut menyinggung soal pemilu legislatif mendatang di Lebanon dan mengatakan, “Saya menyeru kepada semua warga Lebanon untuk mendatangi kotak-kotak pemungutan suara dan memberikan suara mereka.”

Nasrullah mengajak semua pihak agar bersama-sama bergandengan tangan usai pelaksanaan pemilu untuk membentuk pemerintahan kolektif yang melibatkan semua elemen bangsa. “Tak mungkin membangun negara jika ada permusuhan dan perpecahan,” tegasnya.

Hizbullah, menurutnya, tidak memiliki kepentingan untuk duduk di kursi kekuasaan dan tidak pula berambisi mengeruk kekayaan. Tapi Hizbullah akan selalu berbuat untuk menyelamatkan Lebanon dari guncangan dan ancaman.

Nasrullah menyinggung adanya skenario mengadu domba antara Syiah dan Sunni, khususnya di Lebanon. “Kalian tak akan pernah mendengar dari saya pribadi maupun dari rekan-rekan di Hizbullah pernyataan yang berbau fanatisme madzhab, karena kita meyakininya sebagai hal yang haram” jelasnya. Nasrullah menegaskan kembali bahwa Hizbullah dalam perangnya melawan Israel tidak membedakan antara wilayah Sunni dan Syiah. “Kami berperang untuk membela semua,” imbuhnya.

Sekjen Hizbullah mengatakan, “Saya tegaskan kepada kalian semua, para pimpinan berbagai kelompok madzhab dan golongan, atas nama darah anak-anak kita yang tercinta, saya katakan bahwa daging kalian adalah daging kami, darah kalian adalah darah kami, nyawa kalian adalah nyawa kami dan nasib kalian adalah nasib kami juga.”

Nasrullah mengapresiasi pernyataan Presiden Michel Sleiman tentang manuver militer rezim zionis Israel. Menurutnya ajakan Presiden Sleimen kepada semua pihak untuk bertemu dan membicarakan manuver militer Israel perlu disambut hangat.

“Saya jamin, Israel tidak akan berani menyerang untuk saat ini. Namun demikian, para pejuang Hizbullah tetap bersiaga dengan penuh kekuatan tanpa ada seorangpun yang melihat senjata mereka. Kami siap melayangkan pukulan yang sangat telak terhadap Israel jika berani menyerang,” tegas Nasrullah penuh semangat.

Tanggal 25 Mei 2000 tentara Zionis dan pasukan bayarannya pimpinan Jenderal Antoine Lahd lari meninggalkan pangkalan militer mereka di Lebanon selatan. Keputusan itu diambil setelah Israel dan pasukan bayarannya tak mampu melawan gempuran terus menerus yang dilakukan Hizbulllah. Saat ini Israel masih menduduki sebagian ladang subur Shebaa di selatan Lebanon.

Sabtu, 09 Februari 2013 06:39

Peran Wanita Di Karbala

Peristiwa pembantaian di padang pasir Karbala adalah sebuah pertarungan antara kebenaran dan kebatilan. Dalam peristiwa itu, Imam Husein as dengan rombongannya berhasil mendemonstrasikan secara sempurna simbol-simbol asli agama. Dengan indah sebuah ketaatan terhadap pemimpin diperankan oleh sahabat-sahabat, kaum kerabat, wanita dan anak-anak. Kesabaran menjadi tulang punggung pertunjukkan kebenaran. Amar makruf dan nahi mungkar tidak pernah lepas dari sikap dan tindakan.

 

Setiap variabel yang ada saling mendukung sehingga berhasil memunculkan sebuah adegan paling dramatik dalam sejarah kehidupan manusia. Ali Asghar bayi yang masih menyusui dengan indah memainkan perannya sehingga siapa saja yang mendengar kisah itu bakal tersentuh hatinya. Ada anak-anak seperti Abdullah yang akhirnya merenggut cawan kesahidan berdampingan dengan Imam Husein as. Ada seorang anak remaja yang bernama Qasim. Seorang remaja tampan yang wajah dan perilakunya paling mirip Nabi Muhammad saw. Setiap sahabat yang merindukan Nabi, pasti akan mencarinya untuk memuaskan kerinduannya. Pemuda, wanita dan orang-orang tua semuanya memainkan perannya dengan sempurna.

 

Ketika setiap pribadi yang hadir di Karbala memainkan perannya dengan sempurna, maka yang menjadi pertanyaan adalah apa peran para wanita di Karbala. Mungkinkah kita dapat mencari hubungan antara sikap dan tindakan wanita dengan pemimpinnya (Imamah)? Dalam kondisi bingung karena perang yang berkecamuk, bagaimana mereka memainkan perannya sebagai istri yang melihat jasad suaminya dibantai? Pada saat yang bersamaan mereka juga harus bersikap sebagai seorang ibu dan saudara. Peran yang sangat sulit dibebankan kepada mereka. Namun, itulah Karbala. Para wanita yang lemah dari sisi fisik, mampu membalik keadaan. Kekalahan fisik yang dialami oleh rombongan Asyura dibalik menjadi kemenangan. Mereka menggantikan kekerasan dengan cinta. Mereka menggantikan materi dengan maknawiyah. Keserakahan dengan pengorbanan.

 

Prolog

 

Memahami peran wanita di Karbala tidak sesulit yang dibayangkan. Peran itu akan terungkap dengan memulainya dari beberapa pertanyaan. Apa sebenarnya tujuan keberangkatan Husein ke Karbala? Pendekatan apa yang dipakai oleh Imam Husein as untuk menggolkan tujuannya? Seperti apa usaha Imam Husein as untuk memobilisasi orang-orang untuk mendukung idenya? Media seperti apa yang dimilikinya untuk memublikasikan perjuangannya? Ini merupakan sejumlah pertanyaan yang dapat menyingkap peran wanita dalam peristiwa Karbala.

 

Sejarah mencatat bahwa alat publikasi hanya dimiliki oleh penguasa. Imam Husein as dengan tangan kosong memasuki kawasan Karbala. Bisa dibayangkan bahwa bila dalam peperangan di Karbala Imam Husein as menang, itu tidak dapat berbuat banyak dalam mengubah keadaan. Karena media dipegang oleh penguasa dan dengan mudah mereka akan meniup isu baru untuk melenyapkan kabar kemenangan itu. Atau dengan jumlah yang lebih besar, Yazid akan mengirim pasukan untuk membasmi Imam Husein as. Apa lagi bila Imam Husein as mengalami kekalahan. Padahal pesan Karbala harus sampai kepada setiap manusia merdeka. Kawasan padang pasir Karbala tidak boleh menjadi kuburan perjuangan Imam Husein as. Padang Karbala harus menjadi titik tolak penyebaran pesan Karbala. Untuk itu, diperlukan media yang dapat mengantarkan pesan Asyura ke setiap penjuru dunia.

 

Imam Husein as memerlukan media untuk menyampaikan pesannya bahwa kepergiannya bukan untuk kepentingan pribadi. Ia menuju Kufah untuk menegakkan agama kakeknya. Amar makruf dan nahi mungkar menjadi landasan revolusi Husein.

 

Di sisi lain, masyarakat hanya mengetahui bahwa penguasa adalah lambang kebenaran. Karena mereka telah menggagahi konsep khalifatullah untuk kepentingan mereka. Setiap yang menjadi khalifah adalah wakil Tuhan di bumi. Dan pada saat yang sama, dengan memakai topeng khalifah mereka hendak menghancurkan agama.

 

Untuk melakukan pencerahan, perlu cara yang tepat. Imam Husein as dengan cerdik membaca semua itu dan memikirkan cara terbaik untuk melawan penguasa yang tidak saja korup tapi juga berkeinginan untuk menghapus agama. Di sini konsep Imamah menjadi penting. Dalam sejarah kecerdikan setiap Imam dalam merespons dan menyikapi masyarakat dan kondisi yang dihadapinya membuat agama selamat sampai ke tangan kita. Wilayah menjadi rahasia besar mengapa agama tidak dapat dipisahkan dari politik.

 

Itulah salah satu alasan mengapa Imam Husein as membawa besertanya anak-anak dan wanita. Anak-anak dan wanita merupakan pelanjut dan media untuk menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi. Sejarah mencatat hanya dalam jangka waktu yang tidak lama. Dimulai dari Karbala hingga sampai di istana Yazid, berapa banyak orang yang tersadarkan dengan ucapan-ucapan anak-anak. Bagaimana di tengah kerumunan orang, Zainab al-Kubra as saudara Imam Husein as bangkit dengan lantang berpidato yang membuat orang-orang tercengang bahwa apa yang selama ini terjadi hanya permainan media penguasa. Itulah mengapa disebutkan bahwa Husein sebagai yang memulai revolusi Karbala, tapi Zainab yang mengekalkannya hingga hari ini.

 

Disain Asyura

 

Untuk menghadapi musuh, Imam Husein as memanfaatkan semua kemampuan dan potensi yang ada. Tanpa diragukan salah satunya adalah wanita.

 

Islam muncul dan memberikan cara pandang baru kepada manusia tentang wanita. Pada zaman Nabi, wanita bersikap aktif, berperan dan ikut andil dalam perjalanan sejarah Islam. Di zaman Yazid, wanita mulai dikembalikan perannya seperti zaman jahiliah. Saat itu wanita dianggap sebagai ongkos dan bukan modal. Wanita hanya dilihat sebagai alat dan bukan makhluk yang berpikir dan memiliki loyalitas. Wanita balik kembali menjadi alat tanpa kehendak dan bukan manusia yang independen. Mampu mengambil sikap sendiri. Imam Husein as membawa besertanya para wanita untuk sekali mengembalikan nilai-nilai wanita yang diperjuangkan oleh kakeknya.

 

Kembali pada masalah Karbala. Setiap revolusi memiliki dua sisi. Filsafat yang mendasarinya dan metode yang dipakai untuk melakukan revolusi. Ketika mendisain Karbala, Imam Husein as juga telah memikirkannya. Imam membagi dua; syahadah dan atau tertawan. Wanita memainkan perannya pada edisi kedua Karbala, menjadi tawanan.

 

Tepat sore harinya ketika Imam Husein as menemui syahadah, Zainab menerima tongkat estafet pesan risalah Karbala. Pesan yang harus disampaikannya kepada dunia. Dengan mantap dan tanpa ada keraguan sedikit pun, Zainab mulai melakukan tugasnya. Ia senantiasa mengajukan pertanyaan dan membongkar apa yang sesungguhnya terjadi di Karbala. Pasukan Yazid yang menawan Zainab dan para wanita dan anak-anak, terpaksa hanya bisa menjawab dengan terbata-bata. Mereka lemah dihadapkan Zainab. Rombongan Imam Husein as memang lemah dari sisi jumlah, namun kekuatan Zainab sang public relation Karbala mampu membalikkan keadaan. Yazid dan antek-antek terpaksa tidak dapat berbuat banyak di bawah sorotan mata rakyat yang meminta penjelasan dan pertanggung jawabannya. Pada akhirnya, Yazid malah menyalahkan komandan pasukannya di Karbala.

 

Zainab al-Kubra dengan diplomasi cerdas mampu membalikkan keadaan. Ia berhasil membuat penguasa mati kutu dan hanya bisa menjawab dan memberikan pertanggungan jawab di hadapan khalayak ramai. Rakyat juga akhirnya mengetahui bahwa Yazid dan antek-anteknya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa ini.

 

Tiga hal yang menjadi tugas Zainab al-Kubra. Dan ketiga-tiganya dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Tugasnya adalah:

 

1. Memperkenalkan siapa pemimpin yang sebenarnya dengan jalan menyiapkan informasi lebih lanjut kepada masyarakat.

 

2. Mengevaluasi perilaku Yazid dan antek-anteknya sebelum dan sesudah peristiwa Karbala.

 

3. Mencerahkan rakyat dengan menjelaskan kebijakan dan niat buruk penguasa.

 

Wanita dan Karbala

 

1. Pembelaan sebelum terjadi peristiwa Karbala.

Sejarah Karbala sebuah sejarah yang memiliki kekhususannya sendiri. Sejarah yang penuh dengan cinta, ubudiah dan pengorbanan. Para wanita memainkan peran yang sangat penting. Mariah, seorang wanita dari kabilah Abdul Qais. Rumahnya di Kufah biasa dipakai sebagai tempat kumpul, orang-orang yang mencintai Ahli Bait as. Ketika mendapat kabar bahwa Imam Husein as telah sampai di Karbala, ia memerintahkan kepada laki-laki yang biasa hadir di rumahnya untuk membantu Imam Husein as.(1)

 

Mereka yang berani menolong utusan Imam Husein as, Muslim bin Aqil hanyalah wanita. Thau'ah ibu dari Walad, istri dari Asid al-Hadhrami yang memberikan tempat berlindung.(2)

 

Dulham binti Amr, istri dari Zuhair bin Qain, memarahi suaminya yang menolak bertemu dengan Imam Husein as ketika didatangi oleh utusannya. Mendengar itu, istrinya langsung memaksanya untuk menemui Imam Husein as. "Mengapa engkau menolak diajak oleh anak Rasulllah? Pergi dan dengarkan apa katanya! Begitu yang diucapkan oleh istrinya.(3) Setelah menemui Imam Husein as ia menceritakan apa yang terjadi. Ia akan bergabung dengan pasukan Imam Husein as. Istrinya sangat bahagia mendengar keputusannya itu.

 

2. Pembelaan di Karbala.

Peristiwa yang paling menggiriskan hai adalah ketika di Karbala. Padang pasir Karbala pada tanggal 10, mulai dari pagi hingga sore hari, menyaksikan pembantaian cucu Nabi. Para wanita juga melakukan tugasnya dengan baik.

 

Pada malam harinya tanggal 9 Muharam, Imam Husein as mengumpulkan sahbat-sahbatnya. Beliau mempersilahkan para sahabatnya untuk pergi meninggalkannya seorang diri. Karena musuh hanya mencarinya saja. Namun, mereka satu-satu menunjukkan sikap ksatrianya dan tidak bergeming dari niat sebelumnya, bersama cucu Rasulullah hingga titik darah penghabisan. Karena mereka bertahan, Imam Husein as meminta kepada mereka yang ikut bersama istrinya untuk membawa istrinya ke tempat yang aman. Sementara keluarga Imam Husein as tetap bersamanya di Karbala. Di sini, Imam Husein as tidak membawa anak-anak dan wanita dari keluarganya ke tempat aman. Karena mereka adalah pembawa pesan Karbala.

 

Salah seorang sahabat bernama Ali bin Mazhahir kembali ke kemahnya, ia disapa oleh istrinya. "Apa yang dibicarakan oleh Imam Husein as?" tanyanya.

 

Ali menyampaikan apa yang dikatakan oleh Imam Husein as. Seketika ia menangis tersedu-sedu. Ia berkata, "Wahai anak Mazhahir! Engkau tidak bersikap adil terhadapku. Engkau ingin masuk surga seorang diri tanpaku."

 

Ali tidak tahan mendengar ucapan istrinya. Ia menemui Imam Husein as dan menyampaikan apa yang terjadi. Ia berkata, "Wahai Ibn Rasulullah! Istriku tidak bersedia dibawa ke tempat aman."

 

Sebelum Imam menjawab, tiba-tiba terdengar suara tangisan keras di balik kemah. Ia berkata, "Wahai anak Fathimah! Apakah kami tidak layak untuk membantu anak-anak dan saudara-saudaramu?"(4)

 

3. Pembelaan setelah peristiwa Karbala.

Topi Imam Husein as, pengalas topi perangnya, berasal dari kulit. Seseorang mengambilnya dan dibawa pulang. Topi itu dicuci karena terkena darah Imam Husein as. Istrinya, Ummu Abdillah, berkata, "Mengapa engkau mencuri pakaian cucu Rasullah dari anak perempuannya dan mencucinya di rumahku? Pergi! Keluar dari rumah ini!(5)

 

Salah satu dari anggota pasukan Umar bin Saad bernama Khuli bin Yazid, membawa pulang kepala Imam Husein as ke rumahnya. Hal itu dilakukan karena pintu istana Ubaidillah tertutup ia terpaksa membawanya ke rumahnya. Ia meletakkan kepala Imam Husein as di rumah istri keduanya. Setelah meletakkan kepala Imam Husein as, ia mendekati istri keduanya, Nawwar dari kabilah Asad Hadhrami. Ketika ditanya oleh istrinya, ia menjawab bahwa ia membawa kejutan. Aku membawa kepala Husein dan kepala itu ada di rumahmu. Seketika istrinya berteriak dan menyuruhnya keluar dari rumah. Celakalah engkau yang telah membawa kepala cucu Rasulullah! Demi Allah! Aku tidak sudi bersamamu dalam satu atap. Ia berdiri dan keluar dari rumah sembari mengajak istri pertama.(6)

 

4. Pembelaan di Istana Yazid.

Ketika tawanan sampai di Syam, para tawanan dipersilahkan masuk ke dalam istana Yazid. Terlebih dahulu di sana telah ditancapkan kepala Imam Husein as di atas tombak. Zainab al-Kubra ketika memasuki ruangan dan melihat kepala saudaranya di ujung tombak, secara tiba-tiba langsung berteriak "Ya Husainaa.., Wahai kecintaan Allah! Wahai putra Mekah dan Mina! Wahai putra Fathimah az-Sahra penghulu para wanita! Wahai putra dari anak wanita Musthafa!(7)

 

Mendengar ratapan Zainab yang memilukan hati, semua yang hadir menangis tersedu-sedu. Yazid dan antek-anteknya hanya terdiam bungkam seribu bahasa. Zainab dengan cerdas memilih kata-kata yang memang pernah didengar oleh sebagin besar yang hadir. Hanya dengan beberapa ucapan, Zainab berhasil menguasai keadaan dan mengubahnya dari kebencian terhadap Husein menjadi kecintaan.

 

Epilog

 

Keberadaan wanita dalam menyukseskan misi Karbala memainkan peran yang sangat penting. Tidak memperhitungkan keberadaan mereka sama artinya dengan menafikan kesinambungan pesan Asyura. Pesan untuk umat manusia. Dan itu hanya dapat dilakukan oleh wanita.

 

Catatan:

1. Abu Mikhnaf, Maqtal al-Husein, hal 18.

2. Ibid.

3. Ibid.

4. Muhammad Washif, Enghelab Mughaddas Husein as, 1386, hal 153.

5. Syaikh Abbas Qummi, Nafas al-Mahmum, Beirut, 1992, hal 132.

6. Ibid, hal 207.

7. Ibid, hal 13.