کمالوندی

کمالوندی

Minggu, 20 Juni 2021 20:37

Surat al-Zukhruf ayat 63-69

 

وَلَمَّا جَاءَ عِيسَى بِالْبَيِّنَاتِ قَالَ قَدْ جِئْتُكُمْ بِالْحِكْمَةِ وَلِأُبَيِّنَ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي تَخْتَلِفُونَ فِيهِ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ (63) إِنَّ اللَّهَ هُوَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (64)

Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: "Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmat dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada)ku". (43: 63)

Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus. (43: 64)

Sebelumnya telah dijelaskan tentang pandangan keliru orang-orang Kristen terkait Nabi Isa as bahwa beliau adalah anak Tuhan sehingga disembah, dan disucikan. Ayat di atas menunjukkan seruan Nabi Isa, dan menjelaskan, Isa juga seperti nabi-nabi yang lain, menunjukkan mukjizat supaya menjadi dalil bagi kebenarannya, dan kebenaran pengakuan kenabiannya.

Ia mengajak masyarakat kepada hikmah, yaitu keyakinan-keyakinan yang benar berasaskan logika sehingga semua orang paham, dan menerimanya, dan terjaga dari segala bentuk kesesatan akidah, serta pemikiran. Akan tetapi hikmah juga meliputi masalah praktik dan amal, serta membahas upaya menyucikan diri manusia sehingga ia bersih dari berbagai kekotoran akhlak, dan dihiasai keutamaan spiritual.

Hikmah dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat, dan memberikan keputusan serta hukum yang benar dan bisa dibela. Selanjutnya, ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Isa membantah dirinya adalah sesembahan dan berkata, Allah Swt adalah Tuhanku, dan Tuhan kalian semua.

Dengan pernyataan ini, Nabi Isa ingin menjelaskan bahwa dia dan kita sama, dan Tuhan kita satu. Nabi Isa mengatakan, aku seperti kalian, dalam seluruh wujudku membutuhkan Pencipta, dan Pengelola, Dia adalah Pembimbingku. Dia adalah Tuhan semua, hanya kepada-Nya kita menyembah, selain Dia tidak layak disembah. Nabi Isa menambahkan, jalan yang benar, dan lurus tidak lain adalah jalan penghambaan kepada Sang Pencipta, jalan yang di dalamnya tidak ditemukan kesesatan apapun.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Seruan para nabi berasaskan hikmah, dan argumen yang jelas sehingga masyarakat bisa memahami, dan menerima kebenaran dengan akal, dan pemikirannya.

2. Cara penyelesaian permasalahan agama, dan sosial adalah merujuk kepada ajaran para nabi Ilahi, dan menghindari kepentingan pribadi serta kelompok.

3. Pesan utama Nabi Isa adalah menyeru umat manusia kepada penyembahan Tuhan yang Maha Esa. Penyembahan hanya dikhususkan bagi Dia yang mengelola alam semesta, dan menyembah selain-Nya akan menyesatkan manusia. Maka dari itu, selain Tuhan tidak ada yang layak disembah sekalipun ia nabi, dan kelahirannya mukjizat.

فَاخْتَلَفَ الْأَحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْ عَذَابِ يَوْمٍ أَلِيمٍ (65) هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (66) الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ (67)

Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim yakni siksaan hari yang pedih (kiamat). (43: 65)

Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya. (43: 66)

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (43: 67)

Nabi Isa diangkat sebagai nabi dari Bani Israel. Namun sebagian kelompok dari Bani Israel menganggapnya pembohong, dan menolak kenabiannya. Di sisi lain, ada kelompok yang terlalu mengaggungkannya. Mereka menaikkan Nabi Isa hingga ke posisi lebih tinggi dari nabi, dan mencapai posisi Tuhan. Mereka mengira Nabi Isa adalah Tuhan yang turun dari langit ke muka bumi dalam wujud manusia. Sebagian dari mereka menganggap Nabi Isa salah satu dari Trinitas.

Pada akhirnya keyakinan Trinitas, atau tritunggal ini menguasai para penganut agama Kristen dunia, dan sebagaimana kita saksikan hari ini, mayoritas umat Kristen meyakini Trinitas.

Sikap ekstrem terkait Nabi Isa muncul, padahal beliau sendiri mengumumkan dirinya hamba Tuhan, dan mengajak umat manusia hanya menyembah Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, kelanjutan ayat di atas menerangkan, sungguh celaka orang-orang yang berbuat zalim, dan menyimpang dari jalan kebenaran. Mereka berbuat zalim pada posisi kenabian, dan akan dilemparkan ke neraka kelak di Hari Kiamat.

Apa yang mereka harapkan dari sangkaan keliru terhadap Nabi Isa ini ? apakah mereka berharap selain Hari Kiamat yang akan datang tiba-tiba, dan menimpa mereka ? Ya, kematian, dan Kiamat akan begitu mengejutkan manusia sehingga sama sekali tidak akan siap menghadapinya, dan mereka tidak mengira akan menimpanya.

Dalam ayat ini jelas bahwa kejadian sulit, dan mematikan di Hari Kiamat berlangsung dengan dua kekhususan, pertama, terjadi secara tiba-tiba, dan kedua, mengejutkan manusia yang sama sekali tidak siap.

Kelanjutan ayat ini menjelaskan tentang kekhususan Hari Kiamat, di hari itu semua ikatan selain ikatan Ilahi akan terputus. Para sahabat yang berkawan dalam penindasan, kerusakan, dan dosa akan menjadi musuh satu sama lain. Mereka akan saling menyalahkan tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas kesesatan, dan nasib buruk yang menimpanya. Satu dengan yang lainnya berkata, engkau yang menyebabkan aku tersesat, engkau menggambarkan dunia indah di mataku, karena pertemanan, dan persahabatan denganmu, aku harus terjerumus ke dalam nasib buruk ini.

Hanya orang-orang yang berteman atau bermusuhan karena Allah Swt, di dunia ini, yang pertemanan mereka akan berlanjut hingga ke Hari Kiamat, dan tidak akan menjadi sasaran laknat, cemooh, serta permusuhan. Karena pertemanan karena Allah Swt bersandar pada nilai-nilai abadi, maka ikatan ini juga akan abadi. Buah dari pertemanan semacam ini akan lebih tampak di Hari Kiamat.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kiamat akan terjadi secara tiba-tiba. Kapan terjadinya Hari Kiamat tidak diketahui siapapun bahkan oleh para nabi, dan hal itu hanya diketahui Allah Swt.

2. Ikatan-ikatan dunia jika terjalin berdasarkan tolok ukur akhirat, ia tidak akan berubah menjadi permusuhan di Hari Kiamat.

3. Pertemanan dengan orang beriman akan langgeng, dan abadi, tidak seperti pertemanan dengan selain mereka, tidak langgeng, dan tidak bisa dipercaya.

يَا عِبَادِ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ (68) الَّذِينَ آَمَنُوا بِآَيَاتِنَا وَكَانُوا مُسْلِمِينَ (69)

Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (43: 68)

(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. (43: 69)

Di dunia ini terdapat orang-orang bertakwa yang dari sisi keimanan, memiliki iman yang kokoh, dan dari sisi amal berserah diri secara penuh pada perintah Tuhan. Mereka tidak meragukan ayat-ayat Ilahi, dan tidak mengikuti hawa nafsunya.

Allah Swt memberikan kabar gembira untuk orang-orang semacam itu, di Hari Kiamat mereka tidak akan merasa takut sama sekali, mereka tidak akan menyesali masa lalu, dan tidak akan cemas dengan masa depan. Sungguh kabar yang menggembirakan. Pesan langsung dari Tuhan, yang menghilangkan kesedihan masa lalu, dan kecemasan masa depan.

Benar, manusia yang selalu melaksanakan kewajibannya, sekalipun tidak berhasil, ia tidak akan merasa kalah, dan bersedih, takut atau cemas. Ia berharap pada kasih sayang Allah Swt, dan menyerahkan diri kepada-Nya.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Jalan untuk mencapai ketenangan hakiki, dan jaminan terbebas dari rasa takut, serta cemas saat menghadapi peristiwa-peristiwa mengerikan di Hari Kiamat, adalah penghambaan kepada Tuhan, dan berserah diri kepada-Nya.

2. Iman saja tidak cukup, amal juga diperlukan, dan harus tunduk pada perintah Allah Swt.

Minggu, 20 Juni 2021 20:36

Surat al-Zukhruf ayat 57-62

 

وَلَمَّا ضُرِبَ ابْنُ مَرْيَمَ مَثَلًا إِذَا قَوْمُكَ مِنْهُ يَصِدُّونَ (57) وَقَالُوا أَآَلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ (58)

Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamnaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. (43: 57)

Dan mereka berkata: "Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. (43: 58)

Sebagaimana tercatat dalam sejarah, orang-orang musyrik Mekah untuk menjustifikasi penyembahan berhala yang dilakukannya, mereka bersandar pada perbuatan orang-orang Kristen. Kepada Nabi Muhammad Saw mereka berkata, orang-orang Kristen juga menyembah Yesus yang lahir dari seorang perempuan bernama Maryam. Seandainya perbuatan kami salah, maka perbuatan orang-orang Kristen juga salah, dan jika seperti yang Engkau katakan, kami dan sesembahan kami akan berada di dalam api, maka Yesus juga harus masuk ke neraka, karena dia juga sesembahan.

Perbandingan tidak pada tempatnya antara orang-orang Kristen, dan Yesus yang jelas-jelas keliru itu, dilakukan orang-orang musyrik Mekah untuk mendebat Nabi Muhamma Saw. Mereka berusaha membenarkan perbuatan salah mereka, dengan perbuatan salah orang lain, sebuah cara yang dewasa ini dilakukan oleh banyak orang untuk menjustifikasi perbuatan-perbuatan melanggar hukum.

Di antara manusia ada yang dimasukkan ke dalam negara karena mereka ingin disembah, seperti Firaun yang menyuruh masyarakat untuk menyembahnya. Akan tetapi Nabi Isa as tidak pernah sekalipun bersedia untuk disembah, dan sangat membenci perbuatan ini.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sebaiknya kita menggunakan argumen dan logika daripada menghina keyakinan keliru orang lain.

2. Diskusi dan dialog untuk mengenalkan kebenaran dianjurkan oleh Al Quran. Namun berdebat untuk membenarkan perbuatan keliru kita, dan menyerang orang lain, adalah perbuatan tidak patut.

إِنْ هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ وَجَعَلْنَاهُ مَثَلًا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ (59) وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلَائِكَةً فِي الْأَرْضِ يَخْلُفُونَ (60)

Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail. (43: 59)

Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun temurun. (43: 60)

Pada ayat sebelumnya dijelaskan tentang perbandingan antara Nabi Isa dengan berhala yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah. Sementara di ayat ini Allah Swt membela Nabi Isa dan berfirman, dia (Nabi Isa) menganggap dirinya sebagai hamba Allah Swt, dan tidak pernah mau menjadi sesembahan orang Kristen, ia melawan perbuatan semacam ini.

Dia (Nabi Isa) adalah orang yang diberikan nikmat risalah dan kenabian dari sisi Tuhan, untuk membimbing kaum Bani Israel, dan menjadi teladan serta contoh sempurna bagi mereka. Pada kenyataannya, setiap mukjizat Nabi Isa adalah tanda keagungan Tuhan, dan derajat kenabiannya.

Selama hidup di tengah masyarakat, Nabi Isa mengakui posisi penghambaan kepada Tuhan, dan ia mengajak semua orang untuk menyembah-Nya. Namun disayangkan orang-orang Kristen bukannya menyembah Tuhan, tapi Nabi Isa, dan mereka mensucikan beliau.

Kelanjutan ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt kepada orang-orang musyrik berfirman, ketika Allah Swt dan Rasul-Nya menyeru kepada jalan yang benar, bukan berarti bahwa Tuhan membutuhkan keimanan, dan ibadah manusia.

Karena jika Tuhan berkehendak, Dia bisa menggantikan posisi manusia di muka bumi dengan para malaikat, mereka selalu menyembah Tuhan, taat, dan mematuhi perintah-Nya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Penghambaan Tuhan adalah faktor kesempurnaan, dan peningkatan derajat manusia, dan para nabi berhasil mencapai kedudukan tertinggi dalam penghambaan Tuhan.

2. Meski orang-orang Yahudi sepanjang sejarah menentang Nabi Isa, tapi Nabi Isa sendiri berasal dari kaum Bani Israel, dan penolakan atasnya oleh orang-orang Yahudi, didasari permusuhan, dan keras kepala.

3. Allah Swt berkehendak agar manusia beriman atas dasar kesadaran, dan ikhtiarnya sendiri, jika tidak Dia akan menggantikan posisi manusia dengan malaikat di muka bumi, karena malaikat tidak punya ikhtiar atau kehendak pribadi.

وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ فَلَا تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُونِ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (61) وَلَا يَصُدَّنَّكُمُ الشَّيْطَانُ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (62)

Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (43: 61)

Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (43: 62)

Ayat di atas menyinggung karakteristik lain Nabi Isa dan menjelaskan, wujud Nabi Isa sendiri adalah salah satu tanda Hari Kiamat, karena ia dilahirkan dari seorang ibu tanpa suami, dan bukti kekuasaan Tuhan untuk menciptakan kembali manusia di Hari Kiamat.

Selain itu, salah satu mukjizat Nabi Isa adalah menghidupkan orang mati di dunia. Menurut riwayat Islam, dan keyakinan Kristen, di akhir zaman Nabi Isa turun dari langit, dan ini merupakan tanda dekatnya akhir dunia, dan Hari Kiamat.

Kelanjutan ayat ini menegaskan terjadinya Hari Kiamat dan menjelaskan, jangan pernah ragu, karena lalai terhadap Hari Kiamat akan menyebabkan manusia terjebak dalam berbagai kejahatan, dan kesesatan, hingga terjerumus ke dalam neraka.

Ikutilah jalan lurus Ilahi, jalan yang ditunjukkan oleh para nabi, dan menyelematkan manusia dari banyak bahaya yang selalu mengintainya sehingga ia selamat di dunia, dan akhirat.

Selain jalan Tuhan, ada jalan lain, yaitu jalan setan yang ingin menyesatkan manusia dari jalan Tuhan, dan nasibnya di akhirat, dengan bisikan-bisikan, dan tipu dayanya. Akar perbuatan setan ini adalah permusuhan lamanya terhadap manusia karena ia tidak bersedia sujud kepada Bapak umat manusia, Nabi Adam as, dan diusir dari sisi Tuhan.

Saat itu setan bersumpah hingga akhir zaman, ia akan menyesatkan anak-anak Adam. Setelah mengetahui itu semua, lalu mengapa kita diam di hadapan permusuhan sengit ini, dan membiarkan setan menyesatkan kita dengan bisikan, dan tipu dayanya ?

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Keberadaan wali Tuhan, perkataan dan perbuatan mereka, mengingatkan manusia akan Hari Kiamat, dan Maad.

2. Manusia untuk melangkah di jalan yang lurus membutuhkan teladan, contoh dan model. Karena itu, kita harus mengenal jalan yang lurus dari hamba-hamba suci Tuhan. Jika tidak, manusia akan menjadi bulan-bulanan hawa nafsu, dan tipu daya setan, lalu ia mengira tengah melangkah di jalan lurus.

3. Setan selalu mengintai manusia sehingga bisa menembus jiwa dan hatinya dari jalan yang dapat ia masuki, supaya menyesatkan manusia dari jalan kebenaran, dan jalan lurus.

Minggu, 20 Juni 2021 20:35

Surat al-Zukhruf ayat 49-56

 

وَقَالُوا يَا أَيُّهَا السَّاحِرُ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِنْدَكَ إِنَّنَا لَمُهْتَدُونَ (49) فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُمُ الْعَذَابَ إِذَا هُمْ يَنْكُثُونَ (50)

Dan mereka berkata, “Hai ahli sihir, berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang mendapat petunjuk. (43: 49)

Maka tatkala Kami hilangkan azab itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). (43: 50)

Sebelumnya dijelaskan tentang upaya Nabi Musa as menghidayahi Firaun, dan orang-orang dekatnya dengan menunjukkan berbagai mukjizat kepada mereka. Sementara di ayat ini dijelaskan bahwa mereka tidak mempedulikan isi ajakan Nabi Musa kepada Tauhid, dan ketaatan kepada Allah Swt. Akan tetapi saat mendapat kesulitan, dan penderitaan serta bala, mereka meminta Nabi Musa memohon kepada Alla Swt untuk membebaskannya dari penderitaan, dan musibah, lalu berjanji jika terbebas dari semua penderitaan akan beriman, dan menerima seruan Nabi Musa.

Namun yang menarik adalah, meski meminta bantuan kepada Nabi Musa, mereka tetap menyebutnya penyihir. Mereka mengira para nabi serupa penyihir yang melakukan hal-hal luar biasa, dan dikelilingi orang-orang. Hal ini menjadi bukti bahwa janji orang-orang sombong, dan takabur untuk beriman, adalah bohong, dan mereka sebenarnya mencari jalan untuk menyelamatkan diri dari penderitaan, dan bala yang menimpanya, bukan mencari hidayah. Maka dari itu, ayat di atas melanjutkan, ketika para penindas terbebas dari segala kesulitan, dan topan bala sudah mereda, mereka melanggar janjinya, dan tidak beriman kepada Tuhan.

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kebanyakan manusia saat ditimpa kesulitan berlindung kepada wali Allah Swt, agar mendoakan mereka selamat.

2. Saat didera kesulitan, dan merasa terancam, fitrah menemukan Tuhan akan muncul dalam diri manusia, ia teringat akan Tuhan, namun setelah semua kesulitan itu teratasi, ia kembali lalai, dan melupakan Tuhan.

وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلَا تُبْصِرُونَ (51) أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ (52) فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ (53)

Dan Firaun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, “Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)? (43: 51)

Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (43: 52)

Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?” (43: 53)

Firaun dan kaumnya dari satu sisi menyaksikan mukjizat Nabi Musa, di sisi lain selamat dari penderitaan, dan musibah berkat doanya. Hal ini memberikan pengaruh besar pada masyarakat, dan anggapan mereka selama ini terkait Firaun mulai goyah. Pada saat yang sama Firaun, dan orang-orang di sekitarnya tetap tidak bersedia menerima seruan Nabi Musa.

Firaun berusaha sekuat tenaga mencegah agar para pembesar istana, dan kaumnya dari pengaruh perkataan logis, dan mukjizat Nabi Musa. Ia mengolok-olok Nabi Musa, dan membesar-besarkan dirinya.

Di hadapan kaumnya, Firaun berkata, apakah kekuasaan wilayah Mesir yang luas ini bukan milikku ? apakah sungai-sungai mengalir bukan karena perintahku, dan apakah semua sungai itu tidak melewati istana, dan taman-tamanku ? tapi apa yang dimiliki Musa ? ia bahkan tidak lancar berbicara, tidak ada malaikat yang menyertainya, ia tidak seperti para pembesar yang mengenakan berbagai jenis perhiasan, dan pakaian indah, serta memiliki istana megah. Apapun yang kalian inginkan aku memilikinya, tapi Musa tidak punya apapun. Lalu mengapa kita harus mematuhinya, dan menjadi pengikutnya.

Sungai Nil adalah sumber sungai-sungai kecil di Mesir, dan menyebabkan tanah-tanah di sekitarnya menjadi subur. Sungai-sungai yang memenuhi kebutuhan air minum, dan pertanian penduduk Mesir ini, dibagi atas perintah Firaun. Maka dari itu, kehidupan penduduk berada di tangan Firaun, dan ia merasa benar-benar sebagai Tuhan, tidak ada yang melebihi dirinya.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Thagut dan para penguasa lalim tidak pernah menggunakan akal, dan logika mereka, tapi bersandar pada kekuatan, kekayaan, dan kejayaan dirinya, dan menganggap semua itu sebagai dalil kebenaran.

2. Bualan, dan bangga diri serta merendahkan orang lain dikarenakan pakaian, dan tampilan fisik, gaya atau logat bicaranya, adalah perbuatan Firaun.

3. Setiap orang dengan alasan apapun kemudian menganggap diri lebih unggul dari orang lain, berarti memiliki sifat Firaun, meski ia tidak kaya, atau tidak memiliki harta sekalipun.

فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ (54) فَلَمَّا آَسَفُونَا انْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ (55) فَجَعَلْنَاهُمْ سَلَفًا وَمَثَلًا لِلْآَخِرِينَ (56)

Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (43: 54)

Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), (43: 55)

dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian. (43: 56)

Firaun dengan meninggikan diri, dan merendahkan Nabi Musa, kenyataannya telah menyesatkan kaumnya sendiri, dan tidak membiarkan mereka menggunakan akalnya untuk memahami hakikat. Ia telah membodohi kaumnya sendiri, dan membutakan matanya sehingga mereka menjadi remeh di hadapannya, dan mau menuruti semua perintahnya tanpa bertanya lagi.

Cara-cara membodohi masyarakat dilakukan semua penguasa lalim, dan korup untuk melanggengkan penindasan, dan menenggelamkan mereka dalam ketidaktahuan. Para penguasa itu juga mengganti nilai-nilai kebenaran dengan nilai-nilai palsu. Pasalnya, kebangkitan rakyat, dan berkembangnya pemikiran mereka adalah ancaman terbesar bagi kekuasaannya.

Di masa kini, kekuatan-kekuatan arogan melecehkan akal masyarakat melalui jaringan satelit, radio, televisi, internet, dan media komunikasi massa lain, untuk mencuci otak mereka sehingga patuh pada perintahnya. Kekuatan-kekuatan arogan itu tidak membiarkan masyarakat memahami hakikat, agar bisa dengan mudah menguasai mereka.

Di masa Firaun, rakyat bukan tidak terlibat sama sekali dalam kelaliman penguasa kejam itu. Dikarenakan kerusakan moral yang merajalela di tengah mereka kala itu, masyarakat dengan mudah patuh pada nilai-nilai yang dibuat Firaun, dan mereka membuka sendiri pintu kesesatannya. Oleh karena itu, mereka tidak siap menerima seruan Nabi Musa.

Dapat dipastikan orang-orang yang mengikuti Firaun, dan pemerintahan-pemerintahan semacam Firaun, akan menerima akibat yang sama, dan mendapat siksa Tuhan. Tidak diragukan lagi, kisah kehidupan Firaun, dan para pengikutnya, serta nasib mengenaskan yang dialaminya, merupakan pelajaran berharga bagi generasi selanjutnya.

Dari tiga tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Pemerintahan-pemerintahan korup cenderung melecehkan rakyatnya, dan berusaha menjaga agar mereka tetap lemah. Dalam pemerintahan lalim semacam ini, putus asa, dan kemiskinan masyarakat atas identitasnya, menyebabkan mereka tunduk, dan patuh pada penguasa.

2. Masyarakat yang tidak patuh pada Tuhan, pada akhirnya akan patuh pada para penguasa lalim, dan arogan.

3. Terkadang kemarahan, dan murka Allah Swt membinasakan suatu kaum di dunia ini, dan menjadikannya pelajaran bagi kaum lain.

Minggu, 20 Juni 2021 20:34

Surat al-Zukhruf ayat 43-48

 

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ إِنَّكَ عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (43) وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ (44)

Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. (43: 43)

Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab. (43: 44)

Sebelumnya telah dijelaskan tentang permusuhan, dan sikap keras kepala para penentang, dan penolakan atas perkataan Nabi Muhammad Saw. Di ayat ini, Allah Swt kepada Rasul-Nya berfirman, jalan dan programmu benar, tidak ada sedikitpun penyimpangan di dalamnya, dan penolakan para penentang tidak menjadi alasan penyangkalan atas kebenaranmu.

Allah Swt berfirman, lanjutkanlah jalanmu dengan sungguh-sungguh berdasarkan firman-Ku, dan apa yang sudah diwahyukan kepadamu, dan peganglah erat-erat itu, engkau berada di jalan yang lurus, dan benar.

Pada kenyataannya, tujuan diturunkannya Al Quran adalah untuk menyadarkan manusia, dan mengenalkan mereka pada kewajibannya. Oleh karena itu umat Nabi Muhammad Saw harus berpegang pada Al Quran, mempelajari isinya, serta mempraktikkan ajarannya. Karena Al Quran mengingatkan tentang segala sesuatu yang sejalan dengan akal, dan fitrah manusia, dan menyelamatkan manusia dari kelalaian.

Salah satu hal yang kerap dilalaikan manusia adalah pengadilan di Hari Kiamat. Di sana setiap manusia akan ditanyai, dan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang dilakukan, dan perhatian, serta pengamalannya terhadap ajaran Al Quran di dunia.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Berpegang pada Al Quran, dan ajaran luhurnya adalah satu-satunya jalan keselamatan yang terpercaya, tidak ada keraguan di dalamnya, dan dijamin Allah Swt.

2. Di samping Al Quran, sunnah, dan teladan Nabi adalah hujjah, dan Allah Swt menegaskan kebenaran jalan yang ditempuh Nabi.

3. Umat Islam di Hari Kiamat akan ditanyai, dan dimintai pertanggungjawaban tentang Al Quran, dan seberapa erat ia memegang kitab suci ini.

وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آَلِهَةً يُعْبَدُونَ (45)

Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, “Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?” (43: 45)

Orang-orang musyrik Mekah menganggap dirinya keturunan Nabi Ibrahim, dan Nabi Ismail as. Mereka setiap tahun melaksanakan sejumlah ritual peribadatan seperti haji, mereka menghormati Baitullah, namun pada saat yang sama menyembah berhala. Maka dari itu Allah Swt dalam ayat ini untuk membantah penyembahan berhala, dan menggugurkan keyakinan orang musyrik, kepada Rasulullah Saw bersabda, bertanyalah kepada para pengikut nabi-nabi terdahulu, apakah para nabi itu berkata kepada masyarakat, sembahlah selain Tuhan Maha Pengasih.

Ayat ini berkata kepada umat Islam tanyalah kepada para pengikut nabi-nabi terdahulu, apakah memang benar Tuhan memerintahkan untuk menyembah selain diri-Nya ? jika Tuhan memang berfirman seperti itu, maka kita tidak akan menentangnya, dan akan mematuhinya.

Dengan mengajukan pertanyaan ini, sebenarnya ayat di atas menyinggung poin penting bahwa semua nabi Tuhan menyeru seluruh umat manusia kepada Tauhid, dan semua nabi mengecam syirik, dan penyembahan berhala secara tegas. Nabi Muhammad Saw dalam melawan penyembahan berhala, dan menyeru umat manusia kepada Tauhid, tidak melakukan hal khusus, beliau menghidupkan sunnah para nabi terdahulu.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Poros agama-agama Ilahi, dan titik kesamaan semua agama ini adalah Tauhid, dan Al Quran serta Nabi Muhammad Saw menegaskan hal ini.

2. Penyembahan terhadap sesuatu atau seseorang selain Allah Swt atau mensejajarkannya dengan Allah Swt, tidak diperbolehkan. Penyembahan hanya dikhususkan untuk Allah Swt Maha Pengasih.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآَيَاتِنَا إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَقَالَ إِنِّي رَسُولُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (46) فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِآَيَاتِنَا إِذَا هُمْ مِنْهَا يَضْحَكُونَ (47)

Dan sesunguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata, “Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam.” (43: 46)

Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya. (43: 47)

Kedua ayat di atas menceritakan sebuah fragmen kehidupan Nabi Musa as dan mengatakan, salah satu kewajiban Nabi Musa selain menyelamatkan kaum Bani Israel, juga mendatangi Firaun, dan mengajaknya kepada Tuhan. Di saat itulah Nabi Musa menunjukkan mukjizat-mukjizat yang diberikan Allah Swt, di hadapan Firaun, dan para pembesar istana untuk menjadi argumen kebenaran risalahnya. Risalah yang berasal dari Tuhan Pencipta makhluk hidup, berbeda dari klaim Firaun yang mengaku sebagai Tuhan, dan pengelola urusan masyarakat, sehingga semua orang harus menyembahnya.

Saat mendatangani istana Firaun untuk membimbingnya ke jalan yang benar, Nabi Musa mengenakan pakaian sederhana berbahan wol. Kepada Firaun dan pembesar istana, Nabi Musa bersabda, aku diutus Tuhan untuk membimbingmu ke jalan yang benar. Namun mereka malah mentertawakan, dan mengolok-oloknya. Pasalnya, mereka juga seperti penduduk Mekah, mengira jika Tuhan ingin memilih utusan, pastilah ia berasal dari salah satu pembesar, ningrat, dan orang kaya dari kaum mereka, bukan orang yang sama sekali tidak memiliki gelar, status sosial dan jabatan, dan suatu hari pernah menjadi anak angkat Firaun. Sekarang orang semacam ini mengaku bermaksud membimbing Firaun, dan kaumnya.   

Cara-cara semacam ini selalu digunakan oleh para penguasa untuk mengolok-olok seruan para pemimpin agama Tuhan.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Para nabi selain membimbing umat, juga mendatangi para penguasa, karena masyarakat tidak akan bisa diperbaiki tanpa memperbaiki para penguasanya.

2. Para nabi selain memiliki kesempurnaan pribadi dan keutamaan-keutamaan akhlak, juga dibekali mukjizat untuk membuktikan kebenaran seruannya, sehingga menutup semua kemungkinan keraguan.

3. Cara-cara yang dilakukan para penentang adalah menghina, melecehkan, dan mentertawakan para nabi. Mereka tidak menggunakan logika, dan argumen.

وَمَا نُرِيهِمْ مِنْ آَيَةٍ إِلَّا هِيَ أَكْبَرُ مِنْ أُخْتِهَا وَأَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (48)

Dan tidaklah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat yang sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (ke jalan yang benar). (43: 48)

Dalam ayat ini Allah Swt berfirman, karena Firaun-firaun tidak punya alasan, maka Kami menunjukkan kepada mereka banyak mukjizat yang masing-masing lebih jelas, dan lebih penting dari sebelumnya, supaya mereka turun dari kesombongan, dan kecongkakkannya, dan supaya mereka mengenal kebenaran. Namun semakin banyak mukjizat ditunjukkan, permusuhan, dan pembangkangan mereka malah bertambah, bahkan sampai Kami turunkan bala seperti kelaparan, dan kekeringan serta yang lainnya kepada mereka sehingga mungkin mereka akan sadar, dan kembali ke jalan yang benar.

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Allah Swt untuk menyempurnakan hujjah-Nya terhadap umat manusia tidak hanya menggunakan satu dalil, dan argumen, sebelum hujjah-Nya sempurna, Allah Swt akan menunjukkan mukjizat, dan argumen. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah Swt terhadap umat manusia.

2. Setelah hujjah sempurna, maka tiba giliran hukuman, dan siksa di dunia, supaya mungkin dengan diberi peringatan, dan teguran, manusia akan kembali ke jalan Tuhannya.

Minggu, 20 Juni 2021 20:34

Surat al-Zukhruf ayat 36-42

 

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ (36) وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ (37)

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (43: 36)

Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (43: 37)

Di pembahasan sebelumnya kita telah mengkaji bersama tentang mereka yang menjadikan hal-hal materi sebagai tolok ukur segala sesuatu dan mengejar kekayaan dan kemegahan duniawi, sementara orang mukmin sejati senantiasa berpikir tentang akhirat dan hatinya tidak terikat pada hal-hal duniawi.

Ayat ini menyatakan, di antara dampak merusak tenggelam dalam kemewahan materi dan sangat bergantung pada hal-hal duniawi adalah keterasingan manusia dengan Tuhan dan lalai terhadap-Nya. Akibat kelalaian ini, setan akan menguasainya dan membawanya ke manapun yang disukai setan. Ini adalah hasil alami dari melupakan Tuhan.

Dengan kata lain, hati manusia ditempati Tuhan atau setan. Melupakan Tuhan dan cinta duniawi serta tercemar beragam dosa membuat manusia dikuasai setan. Di kondisi seperti ini, setan menjadi teman manusia dan tidak ada tempat bagi Tuhan di hati manusia. Setan dan pemikiran setan dari sisi manapun menguasai manusia seperti ini dan mencegah mereka meniti jalan Ilahi.

Kapan pun orang-orang seperti ini ingin kembali ke jalan kebenaran, setan lansung menghalanginya dan mereka tidak mampu kembali ke jalan yang lurus. Setan menghiasai kesesatan di mata manusia seperti ini dan membuat mata serta telinga mereka buta dan tuli atas kebenaran. Orang seperti ini menyangka perbuatannya telah benar dan mereka telah mendapat petunjuk. Orang ini menilai orang lain keliru. Wajar jika perbuatan manusia sampai pada tahap ini, mereka tidak melihat kesalahan dirinya, sehingga berusaha untuk memperbaikinya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Siapa pun yang berpaling dari Tuhan, meski ia seorang muslim yang bukan ahli shalat dan membaca al-Quran, sejatinya telah melupakan Tuhan dan membuka peluang bagi setan untuk menguasai dirinya.

2. Hati manusia bukan tempat yang kosong, itu adalah tempat Tuhan atau setan. Jika bukan Tuhan, maka yang menempatinya pasti setan.

3. Yang lebih buruk dari melakukan kesalahan adalah manusia yang tidak melihat kesalahan dirinya sendiri dan menganggap telah menempuh jalan yang benar.

حَتَّى إِذَا جَاءَنَا قَالَ يَا لَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ (38) وَلَنْ يَنْفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ (39)

Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada kami (di hari kiamat) dia berkata, “Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyrik dan maghrib, maka syaitan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia).” (43: 38)

(Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena kamu telah menganiaya (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu. (43: 39)

Ayat ini mengisyaratkan nasib orang yang melalaikan Tuhan dan menyatakan, lalai terhadap Tuhan ini terus berlanjut sehingga manusia meninggal dan dibangkitkan di Hari Kiamat. Di sana mata kebenaran dibuka baginya, ia menyadari bahwa betapa setan telah menyesatkannya dan ia berharap andaikata ia menolak menjadi teman setan di dunia serta tidak menjadi sahabatnya. Ia berkata, andaikata antara diriku dan kamu (setan) terpisah seperti timur dan barat! Kamu adalah seburuk-buruknya teman! Kamu memperindah keburukan dan menunjukkan jalan sesat kepadaku serta mencegahku berjalan di jalan yang lurus.

Jelas harapan mereka untuk berpisah dari setan untuk selamanya berubah menjadi rasa putus asa dan penyesalan tidak ada gunanya. Nasib orang ini seperti setan, yakni mendapat azab di neraka dan mereka di sana juga menjadi teman sependeritaan seperti mereka menjadi teman di dunia. Benar Kiamat adalah cerminan dunia dan teman di dunia juga teman di akhirat.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Di dunia kita harus waspada dalam memilih teman, sehingga kita tidak menyesal kelak di Hari Kiamat.

2. Neraka bagi manusia dan setan dan ahli neraka serumah dengan setan.

3. Kezaliman bukan hanya kepada orang lain. Lalai terhadap Tuhan merupakan kezaliman terbesar pada diri sendiri, karena menyeret manusia pada kesesatan dan membawanya ke neraka di akhirat.

أَفَأَنْتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ أَوْ تَهْدِي الْعُمْيَ وَمَنْ كَانَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (40) فَإِمَّا نَذْهَبَنَّ بِكَ فَإِنَّا مِنْهُمْ مُنْتَقِمُونَ (41) أَوْ نُرِيَنَّكَ الَّذِي وَعَدْنَاهُمْ فَإِنَّا عَلَيْهِمْ مُقْتَدِرُونَ (42)

Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata? (43: 40)

Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan) maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat). (43: 41)

Atau Kami memperlihatkan kepadamu (azab) yang telah Kami ancamkan kepada mereka. Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka. (43: 42)

Ayat ini berbicara kepada Rasulullah Saw dan mengatakan, mereka yang menolak menyaksikan dan mendengar kebenaran, meski mata dan telinga zahir mereka sehat, namun mata dan telinga batinnya tertutup. Oleh karena itu, ucapannya tidak sampai ke telinga mereka atau menunjukkan kebenaran kepada mereka serta kamu tidak dapat menyelamatkan mereka dari kesesatan dan memberinya petunjuk.

Ada perbedaan antara mereka yang berpura-pura tidur dan orang yang benar-benar tiduk. Yang pertama tidak akan menunjukkan respon meski kamu memanggilnya, namun yang kedua akan bangun dengan beberapa panggilan.

Sebagian manusia yang sangat tenggelam dalam dosa, bahkan mereka benci saat mendengar naba Tuhan dan nabi-Nya. Mereka kebingungan saat menghadapi ajaran agama dan hal maknawi. Wajar jika orang seperti ini tidak menyisakan bagi dirinya jalan kembali dan petunjuk. Bahkan jika penyeru tersebut adalah para nabi yang memiliki metode terbaik dan tindakannya menjadi bukti terbaik kejujurannya.

Penentangan dan penolakan tehadap kebenaran seperti ini hanya menciptakan kemurkaan Tuhan di dunia dan akhirat, baik di zaman kehidupan Rasulullah atau setelah beliau meninggal. Bagaimana pun juga mereka tidak punya jalan untuk melarikan diri. Karena Tuhan menguasai dunia dan tidak ada yang dapat membebaskan diri dari kekuatan tak terbatas diri-Nya.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Jika tidak ada persiapan untuk menerima kebenaran, bahkan ucapan manusia paling suci, yakni para Nabi, juga tidak akan efektif.

2. Jika manusia dikuasai setan, hati dan ruhnya buta serta tuli dari mendengar dan melihat kebenaran.

3. Orang musyrik jangan mengira bahwa selama nabi hidup mereka tidak akan diazab, atau jika rasul meninggal, maka azab dihapus.

Minggu, 20 Juni 2021 20:32

Surat al-Zukhruf ayat 29-35

 

بَلْ مَتَّعْتُ هَؤُلَاءِ وَآَبَاءَهُمْ حَتَّى جَاءَهُمُ الْحَقُّ وَرَسُولٌ مُبِينٌ (29) وَلَمَّا جَاءَهُمُ الْحَقُّ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ وَإِنَّا بِهِ كَافِرُونَ (30)

Tetapi Aku telah memberikan kenikmatan hidup kepada mereka dan bapak-bapak mereka sehingga datanglah kepada mereka kebenaran (Al Quran) dan seorang rasul yang memberi penjelasan. (43: 29)

Dan tatkala kebenaran (Al Quran) itu datang kepada mereka, mereka berkata, “Ini adalah sihir dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingkarinya.” (30)

Sunnah Ilahi dalam menghadapi manusia adalah kesempurnaan hujjah dan dalil. Selama ajaran kebenaran belum sampai kepada masyarakat, maka Allah Swt tidak meminta pertanggung jawaban mereka dan juga tidak mengazabnya. Allah Swt mengutus seorang nabi di tengah umat Arab dan dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka memahami ucapannya dan menyadari kebenaran dari ucapannya tersebut.

Namun demikian mayoritas umat, ketika kebenaran mendatangi mereka, mayoritas dari mereka menentangnya. Tak hanya menolak kebenaran, mereka malah menyebut nabi tersebut sebagai penyihir dan menolak beriman kepadanya. Meski demikian, Allah tidak mencabut nikmat materi dari mereka dan memberi mereka kesempatan, mungkin mereka menyadari kesalahannya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Apa yang datang dari Tuhan, sepenuhnya kebenaran. Jika manusia menetapkan hukum dan undang-undang yang bertentangan dengan ajaran Ilahi, maka sepenuhnya batil, meski hukum tersebut diikuti mayoritas masyarakat.

2. Seseorang yang memiliki nikmat kekayaan besar bukan alasan kebenaran mereka. Apalagi jika hal tersebut sebagai kesempatan dan ujian Tuhan bagi masyarakat.

3. Ketika manusia menyadari kebenaran maka hujjah telah sempurna bagi dirinya dan segala bentuk alasan untuk lari dari kebenaran adalah tanda kekufuran dan menolak kebenaran.

وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ هَذَا الْقُرْءانُ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ (31) أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (32)

Dan mereka berkata, “Mengapa Al Quran ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?” (43: 31)

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (43: 32)

Ayat ini mengisyaratkan alasan musyrik Mekkah yang mengatakan, jika seharusnya ada seorang nabi yang diutus dari kalangan kami, maka ia harus sari salah satu pemuka kota Mekah atau kabilah, bukan seorang anak yatim yang dibesarkan oleh kakeknya dan tidak memiliki kekayaan duniawi.

Mereka menganggap seorang nabi tidak berbeda dengan pemimpin kabilah yang harus dipegang oleh sosok yang kuat,  memiliki kekayaan besar dan posisi tinggi di tengah masyarakat. Selain itu, seluruh anggota kabilah harus tunduk terhadap perintahnya. Padahal seorang yang layak mencapai derajat kenabian adalah mereka yang telah mencapai kesempurnaan manusiawi, suci, benar perilakunya dan jujur; mereka yang memiliki karakteristik seperti pengetahuan, martabat dan keberanian serta menyadari penderitaan orang tertindas, sepanjang sejarah para nabi adalah orang-orang seperti ini.

Kelanjutan ayat ini menyatakan, “Memangnya wewenang kenabian berada di tangan manusia, sehingga apa yang mereka inginkan, lantas Tuhan memberi kenabian dan jika ada yang menentangnya maka Tuhan tidak memberikan posisi ini kepadanya? Allah Swt Maha Mengetahui segala hal batin hamba-Nya dan Ia lebih mengetahui dari yang lain siapa yang layak atas tanggung jawab ini dan siapa yang tidak layak.”

Di urusan duniawi, perbedaan yang tampak di antara masyarakat seluruhnya berdasarkan hikmah. Sejatinya jika seluruh dari sisi kecerdasan, potensi dan kemampuan fisik serta mental berada di level yang sama, maka sistem dan aturan sosial bakal hancur. Allah Swt menciptakan manusia berbeda dari sisi kemampuan berpikir dan fisik, sehingga siapa saja yang berminat dan mampu melakukan sesuatu hal, ia akan melayani yang lain dan orang lain pun memberi bantuan atas hal-hal yang dibutuhkannya. Karena mengelola kehidupan dan menjalaninya tidak mungkin dilakukan tanpa saling membantu.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Di mata kebanyakan manusia, kebesaran dan keagungan dinilai berdasarkan kekayaan, kekuatan dan popularitas. Padahal menurut Tuhan, tolok ukur ini tidak berharga.

2. Nikmat materi dan maknawi tanda rahmat Ilahi terhadap manusia dan keduanya anugerah Tuhan. Ketika mata pencaharian manusia dibagi berdasarkan hikmah Ilahi, lantas bagaimana dengan kenabian yang merupakan hal-hal maknawi diserahkan kepada mereka (manusia)?

3. Keberadaan dan keselamatan masyarakat tergantung pada kerja sama timbal balik anggotanya dan memanfaatkan kemampuan beragam pemikiran serta fiksi para anggotanya. Dengan demikian perbedaan fisik dan berpikir anggota sosial dimaksudkan untuk menciptakan spirit saling membantu dan memenuhi kebutuhan yang lain. Bukan untuk berbangga dan melecehkan yang lain.

وَلَوْلَا أَنْ يَكُونَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً لَجَعَلْنَا لِمَنْ يَكْفُرُ بِالرَّحْمَنِ لِبُيُوتِهِمْ سُقُفًا مِنْ فَضَّةٍ وَمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُونَ (33) وَلِبُيُوتِهِمْ أَبْوَابًا وَسُرُرًا عَلَيْهَا يَتَّكِئُونَ (34) وَزُخْرُفًا وَإِنْ كُلُّ ذَلِكَ لَمَّا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةُ عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِينَ (35)

Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. (43: 33)

Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya. (43: 34)

Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (43: 35)

Emas dan perak serta perhiasan yang membuat manusia terpesona dan kemudian berlomba-lomba mengejarnya, tidak bernilai di sisi Tuhan. Jika kepemilikan orang kafir atas beragam nikmat materi tidak akan membuat orang yang cinta dunia condong kepada kekufuran, maka Tuhan akan menjadikan peralatan rumah orang kafir dari emas dan perak. Rumah dengan atap perak, bertingkat dan memiliki tangga, istana megah dengan berbagai pintu serta tempat duduk indah. Selain itu, Allah telah menyediakan bagi mereka beragam alat dan perhiasan dengan lukisan indah sehingga kehidupan materi mereka sempurna dari sisi manapun.

Jika Tuhan melakukan hal ini, maka itu supaya mereka sibuk dengan hal-hal buruk materi dan mengakhiri kehidupan fananya serta semua orang harus menyadari bahwa tolok ukur nilai dan kepribadian manusia bukan perhiasan dan bermegah-megahan di kehidupan duniawi.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Manusia awam akalnya seperti matanya, jika menyaksikan kehidupan orang kafir penuh kenikmatan dan bermegah-megahan, mereka menyangka jalan orang kafir tersebut benar dan mereka mengikutinya.

2. Nilai manusia terletak pada dirinya sendiri, bukan rumah, mobil dan perhiasan duniawi. Dengan kata lain, nilai setiap orang adalah kesempurnaan moral dan kemanusiaan, bukan hal-hal zahir dan diluar.

3. Jika di dunia kita bertakwa dan berbuat benar, maka kelak di Kiamat Tuhan akan membalasnya. Lebih baik dari yang dimiliki orang kaya di dunia, di akhirat kita akan memiliki hal yang lebih baik dan tidak dapat disamakan dengan di dunia.

Minggu, 20 Juni 2021 20:31

Surat al-Zukhruf ayat 23-28

 

وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (23)

Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” (43: 23)

Di pertemuan sebelumnya telah dijelaskan bahwa alasan musyrikin Mekah menyembah berhala dan mensyirikkan Tuhan adalah taklid kepada leluhur. Ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Apa yang dikatakan musyrikin Mekah tidak hanya terbatas kepadamu, para nabi sebelum Kamu ketika menghadapi umatnya yang syirik dan menyembah berhala, kaum tersebut tidak ingin berpikir dan merenungkan tindakan mereka, malah berkata, Kami ingin mengikuti jejak leluhur kami dan tidak akan meninggalkan ajaran mereka.”

Poin penting yang diisyaratkan ayat ini adalah peran pemimpin dan tetua kaum dan orang kaya serta congkak dalam melawan para nabi. Para pemimpin penentang nabi mayoritasnya adalah penguasan dan orang kaya serta sombong yang mendapat posisi di tengah masyarakat karena kekuasaan, kekayaan dan ketenarannya. Sementara masyarakat mengikuti mereka karena takut atau rakus. Orang-orang ini menyadari bahwa kekuasaan dan hegemoni mereka di tengah masyarakat akan hilang dengan diutusnya para nabi serta orang-orang yang mereka tindas akan bebas.

Saat ini di dunia, para pemegang kekuasaan dan kekayaan, melalui beragam sarana media dan propaganda yang mereka miliki, aktif menipu masyarakat. Padahal mayoritas kerusakan dan kejahatan di dunia muncul dari orang zalim ini. Jika ada yang bergerak melawan keinginan dan kepentingan mereka, maka orang tersebut ditumpas sehingga jalannya dapat dicegah.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Ajaran dan pemikiran serta peradaban kaum terdahulu jangan sampai menghalangi cara berpikir generasi sekarang. Tapi ajaran serta ideologi tersebut harus ditinjau ulang. Apalagi jika mereka tersesat dan taklid buta kepada mereka membuat kita menderita.

2. Sebuah masyarakat membutuhkan sosok yang pintar dan bijak, yang menyadari setiap bahaya dan memperingatkan masyarakatnya. Meski mayoritas masyarakat tidak mengindahkan mereka atau bahkan menentangnya.

3. Kekayaan dan kekuasaan jika tidak dikontrol akan membuat manusia menyimpang. Oleh karena itu, pemilik kekuasaan dan kekayaan serta mereka yang terkenal dan memiliki kedudukan di tengah masyarakat, bangkit menentang pengikut kebenaran.

قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آَبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (24) فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (25)

(Rasul itu) berkata, “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (43: 24)

Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. (43: 25)

Saat menjawab mereka yang mengatakan, Kami mempertahankan dan hanya mengikuti ajaran leluhur kami, para nabi berkata, jika kami membawa ajaran yang lebih baik dari ajaran leluhur kalian, dan memberikan kalian kebahagiaan dan keselamatan, kalian tetap menolaknya? Apakah kalian tidak ingin kebahagiaan? Oleh karena itu, kalian harus menerima ajaran yang lebih terjamin membawa kalian kepada kebahagiaan.

Namun kebodohan, keras kepala dan fanatisme buta mereka membuatnya bersikeras mengikuti ajaran leluruh, tanpa bersedia mengkaji dan memikirkan usulan para Rasul Ilahi dan berkata, “Jangan khawatir kami tidak akan beriman kepadamu. Oleh karena itu, jangan repot-repot kalian menasihati kami dan jangan kamu siksa kami dengan ucapanmu.”

Uniknya para nabi meski menyadari kebenaran mereka dan yakin atas kebatilan ajaran orang musyrik tidak berkata kepada mereka, mengapa kalian berjalan di atas kebatilan dan menolak jalan kebenaran kami? Tapi para nabi ini sebagai sosok yang netral berkata, mari kita bandingkan ajaran kami dengan ajaran kalian, lihatlah dan mana yang menurut kalian lebih dekat kepada kebenaran dan petunjuk, kemudian pilihlah jalan kalian.

Metode al-Quran ini mengajarkan kita cara untuk berdiskusi dan berdialog dengan orang-orang keras kepala dan congkak serta menunjukkan bahwa orang beriman ketika berdialog dengan orang kafir harus adil dan menjaga sopan santun. Mereka harus berbicara dengan argumentasi dan rasional ketimbang menyebut pihak lain batil dan salah. Mereka meminta pihak seberang untuk berpikir dan memilih yang benar.

Ayat selanjutnya mengatakan, sikap congkak dan menentang kebenaran ini membuat kaum tersebut menentang dan menyimpang serta kemurkaan Ilahi turun kepada mereka. Al-Quran di berbagai ayat yang lain mengisyaratkan nasib umat seperti ini, misalnya sejumlah dari mereka dihancurkan dengan badai topan, sebagian lain dengan gempa bumi dan sebagian lainnya hancur dengan angin kencang dan petir.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Salah satu metode untuk mengenalkan Islam dan mengajak masyarakat memeluk agama samawi ini adalah membandingkan ajaran Islam dengan agama serta aliran lainnya. Perbandingan dengan didasarkan pada akal.

2. Dalam memilih jalan kehidupan, kita harus mendahulukan akal dan wahyu dari pada ajaran leluhur.

3. Segala bentuk fanatisme yang tidak tepat akan berujung pada penentangan dan sikap keras kepala, membuat manusia kehilangan kekuatan nalar dan mencegahnya sampai pada kebenaran.

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (26) إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (27) وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (28)

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, (43: 26)

tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.” (43: 27)

Dan (lbrahim as) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (43: 28)

Ayat ini secara singkat mengisyaratkan kisah Nabi Ibrahim as, dan al-Quran kepada kaum musyrik Mekah mengatakan, kalian yang mengakui Ibrahim sebagai leluhur besar, jika kalian tetap ingin mengikuti ajaran leluhur, lantas mengata kalian tidak mengikuti ajaran Ibrahim?

Ibrahim yang menyaksikan orang yang telah membesarkan dirinya, Azar serta kaumnya mengikuti jalan syirik, ia menghindari ajaran kaum tersebut dan menyatakan, Aku hanya menyembah penciptaku, Tuhan Yang Maha Esa. Aku berharap Ia membimbingku ke jalan kebenaran dan Aku yakin Ia tidak akan meninggalkanku sendirian.

Ibrahim berusaha keras membuat ajaranTauhid tetap eksis selamanya di dunia. Oleh karena itu, perjuangannya melawan kesyirikan dan penyembahan berhala serta seruannya kepada Tauhid sebuah sunnah yang ditinggalkan Ibrahim. Para nabi setelahnya juga meneruskan jalan ini dan membuatnya semakin kokoh.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Ketergantungan etnis dan kabilah jangan sampai meninggalkan dampak negatif bagi pemilihan akidah dan jalan kehidupan bagi kita, sehingga kita mampu mengenal kebenaran dan mengikutinya.

2. Akal menyatakan bahwa Tuhan yang menciptakan manusia tidak akan meninggalkannya, tapi mempersiapkan petunjuk melalui akal dan wahyu.

3. Usahakan kita meninggalkan warisan dan jalan kebenaran dengan menciptakan sunnah yang baik dan terpuji di keluarga dan masyarakat.

Minggu, 20 Juni 2021 20:31

Surat al-Zukhruf ayat 23-28

 

وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (23)

Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” (43: 23)

Di pertemuan sebelumnya telah dijelaskan bahwa alasan musyrikin Mekah menyembah berhala dan mensyirikkan Tuhan adalah taklid kepada leluhur. Ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Apa yang dikatakan musyrikin Mekah tidak hanya terbatas kepadamu, para nabi sebelum Kamu ketika menghadapi umatnya yang syirik dan menyembah berhala, kaum tersebut tidak ingin berpikir dan merenungkan tindakan mereka, malah berkata, Kami ingin mengikuti jejak leluhur kami dan tidak akan meninggalkan ajaran mereka.”

Poin penting yang diisyaratkan ayat ini adalah peran pemimpin dan tetua kaum dan orang kaya serta congkak dalam melawan para nabi. Para pemimpin penentang nabi mayoritasnya adalah penguasan dan orang kaya serta sombong yang mendapat posisi di tengah masyarakat karena kekuasaan, kekayaan dan ketenarannya. Sementara masyarakat mengikuti mereka karena takut atau rakus. Orang-orang ini menyadari bahwa kekuasaan dan hegemoni mereka di tengah masyarakat akan hilang dengan diutusnya para nabi serta orang-orang yang mereka tindas akan bebas.

Saat ini di dunia, para pemegang kekuasaan dan kekayaan, melalui beragam sarana media dan propaganda yang mereka miliki, aktif menipu masyarakat. Padahal mayoritas kerusakan dan kejahatan di dunia muncul dari orang zalim ini. Jika ada yang bergerak melawan keinginan dan kepentingan mereka, maka orang tersebut ditumpas sehingga jalannya dapat dicegah.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Ajaran dan pemikiran serta peradaban kaum terdahulu jangan sampai menghalangi cara berpikir generasi sekarang. Tapi ajaran serta ideologi tersebut harus ditinjau ulang. Apalagi jika mereka tersesat dan taklid buta kepada mereka membuat kita menderita.

2. Sebuah masyarakat membutuhkan sosok yang pintar dan bijak, yang menyadari setiap bahaya dan memperingatkan masyarakatnya. Meski mayoritas masyarakat tidak mengindahkan mereka atau bahkan menentangnya.

3. Kekayaan dan kekuasaan jika tidak dikontrol akan membuat manusia menyimpang. Oleh karena itu, pemilik kekuasaan dan kekayaan serta mereka yang terkenal dan memiliki kedudukan di tengah masyarakat, bangkit menentang pengikut kebenaran.

قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آَبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (24) فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (25)

(Rasul itu) berkata, “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (43: 24)

Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. (43: 25)

Saat menjawab mereka yang mengatakan, Kami mempertahankan dan hanya mengikuti ajaran leluhur kami, para nabi berkata, jika kami membawa ajaran yang lebih baik dari ajaran leluhur kalian, dan memberikan kalian kebahagiaan dan keselamatan, kalian tetap menolaknya? Apakah kalian tidak ingin kebahagiaan? Oleh karena itu, kalian harus menerima ajaran yang lebih terjamin membawa kalian kepada kebahagiaan.

Namun kebodohan, keras kepala dan fanatisme buta mereka membuatnya bersikeras mengikuti ajaran leluruh, tanpa bersedia mengkaji dan memikirkan usulan para Rasul Ilahi dan berkata, “Jangan khawatir kami tidak akan beriman kepadamu. Oleh karena itu, jangan repot-repot kalian menasihati kami dan jangan kamu siksa kami dengan ucapanmu.”

Uniknya para nabi meski menyadari kebenaran mereka dan yakin atas kebatilan ajaran orang musyrik tidak berkata kepada mereka, mengapa kalian berjalan di atas kebatilan dan menolak jalan kebenaran kami? Tapi para nabi ini sebagai sosok yang netral berkata, mari kita bandingkan ajaran kami dengan ajaran kalian, lihatlah dan mana yang menurut kalian lebih dekat kepada kebenaran dan petunjuk, kemudian pilihlah jalan kalian.

Metode al-Quran ini mengajarkan kita cara untuk berdiskusi dan berdialog dengan orang-orang keras kepala dan congkak serta menunjukkan bahwa orang beriman ketika berdialog dengan orang kafir harus adil dan menjaga sopan santun. Mereka harus berbicara dengan argumentasi dan rasional ketimbang menyebut pihak lain batil dan salah. Mereka meminta pihak seberang untuk berpikir dan memilih yang benar.

Ayat selanjutnya mengatakan, sikap congkak dan menentang kebenaran ini membuat kaum tersebut menentang dan menyimpang serta kemurkaan Ilahi turun kepada mereka. Al-Quran di berbagai ayat yang lain mengisyaratkan nasib umat seperti ini, misalnya sejumlah dari mereka dihancurkan dengan badai topan, sebagian lain dengan gempa bumi dan sebagian lainnya hancur dengan angin kencang dan petir.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Salah satu metode untuk mengenalkan Islam dan mengajak masyarakat memeluk agama samawi ini adalah membandingkan ajaran Islam dengan agama serta aliran lainnya. Perbandingan dengan didasarkan pada akal.

2. Dalam memilih jalan kehidupan, kita harus mendahulukan akal dan wahyu dari pada ajaran leluhur.

3. Segala bentuk fanatisme yang tidak tepat akan berujung pada penentangan dan sikap keras kepala, membuat manusia kehilangan kekuatan nalar dan mencegahnya sampai pada kebenaran.

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (26) إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (27) وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (28)

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, (43: 26)

tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.” (43: 27)

Dan (lbrahim as) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (43: 28)

Ayat ini secara singkat mengisyaratkan kisah Nabi Ibrahim as, dan al-Quran kepada kaum musyrik Mekah mengatakan, kalian yang mengakui Ibrahim sebagai leluhur besar, jika kalian tetap ingin mengikuti ajaran leluhur, lantas mengata kalian tidak mengikuti ajaran Ibrahim?

Ibrahim yang menyaksikan orang yang telah membesarkan dirinya, Azar serta kaumnya mengikuti jalan syirik, ia menghindari ajaran kaum tersebut dan menyatakan, Aku hanya menyembah penciptaku, Tuhan Yang Maha Esa. Aku berharap Ia membimbingku ke jalan kebenaran dan Aku yakin Ia tidak akan meninggalkanku sendirian.

Ibrahim berusaha keras membuat ajaranTauhid tetap eksis selamanya di dunia. Oleh karena itu, perjuangannya melawan kesyirikan dan penyembahan berhala serta seruannya kepada Tauhid sebuah sunnah yang ditinggalkan Ibrahim. Para nabi setelahnya juga meneruskan jalan ini dan membuatnya semakin kokoh.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Ketergantungan etnis dan kabilah jangan sampai meninggalkan dampak negatif bagi pemilihan akidah dan jalan kehidupan bagi kita, sehingga kita mampu mengenal kebenaran dan mengikutinya.

2. Akal menyatakan bahwa Tuhan yang menciptakan manusia tidak akan meninggalkannya, tapi mempersiapkan petunjuk melalui akal dan wahyu.

3. Usahakan kita meninggalkan warisan dan jalan kebenaran dengan menciptakan sunnah yang baik dan terpuji di keluarga dan masyarakat.

Minggu, 20 Juni 2021 20:31

Surat al-Zukhruf ayat 16-22

 

أَمِ اتَّخَذَ مِمَّا يَخْلُقُ بَنَاتٍ وَأَصْفَاكُمْ بِالْبَنِينَ (16) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ لِلرَّحْمَنِ مَثَلًا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (17) أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ (18)

Patutkah Dia mengambil anak perempuan dari yang diciptakan-Nya dan Dia mengkhususkan buat kamu anak laki-laki. (43: 16)

Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih. (43: 17)

Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. (43: 18)

Ayat ini mengisyaratkan keyakinan dan hal-hak khurafat di mayoritas kaum dan umat manusia sepanjang sejarah, di mana menurut keyakinan ini laki-laki lebih unggul dari perempuan dan mereka menganggap anak perempuan sebagai hal memalukan. Oleh karena itu, ayat ini menyatakan, bagaimana kalian menganggap anak laki-laki lebih unggul dari anak perempuan serta ketika anak laki-laki lahir, kalian gembira dan sebaliknya ketika yang lahir adalah anak perempuan, wajah kalian gelap dan sedih?

Lebih buruknya kalian menisbatkan anak laki-laki kepada diri kalian dan membanggakannya. Sementara kalian menisbatkan anak perempuan kepada Tuhan bahwa Ia menciptakan anak perempuan dan kalian mengatakan tidak menghendakinya. Kalian menganggap anak laki-laki dari kalian karena mereka menjadi tangan kanan kalian di perdagangan dan penyambung keturunan, serta menjadi kekuatan kalian saat perang, tapi anak perempuan yang tinggal di rumah dan besar sebagai hiasan serta lemah saat terjadi pertengkaran, kalian nisbatkan kepada Tuhan?

Jelas bahwa anak perempuan dan laki-laki keduanya ciptaan Tuhan dan keniscayaan keberadaan serta eksistensi manusia adalah adanya dua jenis ini. Di sisi Tuhan, salah satu di antaranya tidak unggul dari yang lain. Perempuan dan laki-laki masing-masing memiliki peran tersendiri dan memiliki karekteristik fisik dan mental yang berbeda. Salah satu perbedaannya adalah perempuan lebih unggul di bidang perasaan dan emosi di ucapan serta perilaku. Sejatinya mengingat peran vital perempuan di kehidupan, yakni peran ibu, Tuhan menetapkan karakteristik ini pada mereka dan dalam hal ini, mereka dikecualikan untuk hadir di medan perang.

Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Membedakan anak perempuan dan laki-laki memiliki akar di pemikiran khurafat dan keliru yang ditolak keras oleh al-Quran.

2. Cinta perhiasan bagi seorang anak perempuan dan wanita adalah hal wajar dan dapat diterima.

3. Medan keras pertempuran bukan tempat perempuan, karena hal ini tidak selaras dengan tabiat dan kondisi mereka.

وَجَعَلُوا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ (19) وَقَالُوا لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ مَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ (20)

Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban. (43: 19)

Dan mereka berkata, “Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat).” Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka. (43: 20)

Salah satu pemikiran keliru dan tahayul orang musyrik adalah mereka menganggap malaikat anak perempuan Tuhan dan mereka sangat menekankan keyakinan tahayulnya ini seakan-akan mereka menyaksikan sendiri pencitaan malaikat dan bahwa Tuhan melahirkan anak perempuan!

Lebih buruk lagi, mereka menyembah malaikat dan meyakini malaikat terlibat serta berpartisipasi dalam merencanakan urusan duniawi. Padahal keyakinan seperti ini muncul dari tebakan dan perkiraan tanpa dasar serta tidak ada pembenaran dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, al-Quran mengatakan, klaim tak berdasar dan keliru mereka ini akan dipertanyakan di hari Kiamat, diinterogasi serta mereka tidak memiliki jawaban.

Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Malaikat makhluk Tuhan, bukan anak-Nya. Malaikat berbeda dengan manusia, mereka tidak memiliki gender.

2. Penyembahan terhadap makhluk Tuhan baik itu malaikat atau manusia seperti Nabi Isa as, akan dipertanyakan di hari Kiamat.

3. Jangan mengira bahwa apa yang kita katakan dan apa yang keluar dari mulut kita akan terhapus. Tapi apa yang kita katakan tercatat dan suatu hari kita harus bertanggung jawab atas perkataan dan klaim kita.

4. Jangan menjustifikasi perilaku keliru kita dengan menisbatkannya kepada Tuhan. Karena Ia yang telah mengirim kitab suci, nabi dan petunjuk bagi umat manusia, tidak pernah meminta kita untuk menempuh jalan keliru.

أَمْ آَتَيْنَاهُمْ كِتَابًا مِنْ قَبْلِهِ فَهُمْ بِهِ مُسْتَمْسِكُونَ (21) بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ (22)

Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelum Al Quran, lalu mereka berpegang dengan kitab itu? (43: 21)

Bahkan mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.” (43: 22)

Melanjutkan ayat sebelumnya tentang keyakinan tahayul orang musyrik, ayat kali ini mengisyaratkan akar dari keyakinan tersebut dan mengatakan, “Mereka tidak menyandarkan keyakinan tahayulnya kepada ajaran nabi dan kitab samawi, karena tidak ada nabi yang mengajarkan keyakinan tahuyul seperti ini kepada masyarakat. Tapi mereka mengikuti keyakinan tayahul para pendahulu mereka. Leluhur mereka yang bodoh telah menisbatkan hal-hal tak masuk akal dan aneh kepada Tuhan.”

Dengan kata lain, keyakinan khurafat dan tahayul ini tidak memiliki bukti sains dan pengetahuan serta akal, dan juga tidak ada argumentasi riwayat serta ayat dari kitab samawi yang dibawa para nabi terdahulu. Ini hanya taklid buta kepada kakek dan leluhur terdahulu sehingga keyakinan ini diterima di tengah masyarakat. Padahal tidak ada manusia yang berakal yang menetapkan pemikiran dan keyakinannya berdasarkan taklid, apalagi taklid orang bodoh kepada orang bodoh lainnya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Ideologi dan keyakinan harus didasarkan pada akal atau wahyu. Apa yang tidak selaras dengan akal dan wahyu adalah syirik dan khurafat meski hal tersebut diakui oleh adat istiadat dan budaya sebuah masyarakat.

2. Hati-hati jangan sampai kita menyebarkan sunnah dan adat keliru di tengah masyarakat dengan alasan menjaga warisan leluhur.

3. Segala bentuk fanatisme etnis, nasional dan bahasa yang berujung pada taklid buta dan perilaku tak masuk akal, ditolak oleh al-Quran.

Minggu, 20 Juni 2021 20:29

Surat al-Zukhruf ayat 11-15

 

وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُونَ (11) وَالَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالْأَنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ (12)

Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur). (43: 11)

Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (43: 12)

Ayat sebelumnya menyinggung tanda-tanda Tauhid di alam semesta, dan di ayat ini dijelaskan bahwa hidupnya bumi, tumbuhan, dan manusia tergantung pada hujan, jika di suatu tempat tidak turun hujan, maka kekeringan akan membuat manusia kelaparan, dan kehausan.

Pertanyaannya adalah, apakah cahaya matahari yang menyinari laut, dan samudra, serta menguapnya air laut, dilakukan oleh manusia, dan apakah manusia ikut terlibat dalam proses turunnya hujan ? begitu juga apakah awan, dan tiupan angin yang menggerakan awan ke arah tanah-tanah yang tandus, adalah pekerjaan manusia ?

Tanah-tanah kering, dan tandus yang menyembunyikan benih-benih tumbuhan di dalam dirinya, seiring dengan turunnya hujan mulai bergerak, dan berbagai jenis tumbuhan mulai tumbuh. Pertumbuhan tanaman, mekarnya beraneka warna bunga, dan lahan pertanian subur, adalah karena turunnya hujan. Sebagaimana tanah-tanah tandus hidup lagi karena hujan, manusia juga akan dihidupkan lagi setelah mati. Turunnya hujan, dan menghidupkan tanah yang mati adalah bukti ilmu, dan kekuasaan Tuhan, dan tidak ada keraguan apapun tentang hari kiamat, dan dihidupkannya kembali semua yang mati. Kenyatannya, ini adalah contoh kebangkitan manusia yang dijelaskan Al Quran.

Selanjutnya ayat di atas membahas tentang hidup berpasangan. Semua makhluk hidup patuh pada hukum berpasangan, dan untuk melanjutkan generasi, mereka tergantung pada hidup berpasangan, tidak mungkin melanggarnya kecuali atas kehendak Tuhan.

Di ayat ini juga disinggung tentang tunggangan-tunggangan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk melalui jalan darat maupun laut, dan ini kenyataannya adalah kemurahan dan kasih sayang Tuhan kepada umat manusia.

Sejak dahulu kala manusia sudah menggunakan laut sebagai jalur pelayaran kapal-kapalnya untuk mengangkut barang, dan memindahkan manusia. Hal yang menarik adalah, kapal-kapal dengan kemegahan, dan bobotnya yang berat, mematuhi hukum fisika di air, sehingga tidak tenggelam. Tidak diragukan, aturan dan hukum ini tidak diciptakan kecuali oleh Tuhan.

Di masa kini, berbagai tunggangan khususnya alat transportasi cepat seperti mobil, kereta cepat, dan pesawat telah memperluas aktivitas manusia, dan telah mengubah kehidupannya. Semua ini adalah bentuk kemurahan Tuhan, karena semua alat transportasi cepat ini mematuhi hukum Tuhan dalam gerak.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sistem penciptaan mematuhi hukum yang jelas. Tuhan telah menetapkan hukum itu bagi setiap sesuatu.

2. Tuhan melakukan pekerjaan berdasarkan hukum sebab-akibat, sebagaimana hujan menjadi sebab hidupnya tanah, dan semua yang hidup di dalamnya.

3. Berbagai industri yang diciptakan manusia mengikuti hukum yang dibuat Tuhan di dunia. Manusia hanya menemukan hukum itu, dan memanfaatkannya.

لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ (13) وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ (14)

Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan, “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, (43: 13)

dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (43: 14)

Dalam ayat ini dijelaskan, kapanpun manusia menunggangi tunggangannya, baik itu yang diproduksi mesin, dan buatan manusia semacam kapal, pesawat, mobil, dan kereta, ataupun tunggangan alami seperti kuda, unta, dan bagal, jangan lupa bahwa Tuhanlah yang menjinakkan tunggangan ini untuk manusia.

Tuhan juga menjinakkan sebagian binatang lain untuk manusia, meskipun mereka lebih kuat dari manusia, dan secara alami tidak mungkin bisa dijinakkan. Jika tidak ada kemurahan Tuhan, manusia tidak akan memiliki kemampuan untuk menjinakkan binatang-binatang ini. Oleh karena itu manusia harus bersyukur, dan berterimakasih kepada Tuhan.

Di akhir ayat, disinggung kembalinya manusia kepada Tuhan. Jangan sampai bersikap angkuh saat menunggangi tunggangannya, dan tenggelam dalam kenikmatan dunia. Manusia harus selalu mengingat Tuhan dalam setiap keadaan, karena kebanyakan dari mereka menjadikan kendaraan sebagai alat untuk mencari keunggulan diri, dan sombong kepada orang lain.

Kita harus selalu ingat bahwa menunggangi tunggangan yang memindahkan kita dari satu tempat ke tempat lain adalah pemindahan yang besar, yaitu dari dunia ke akhirat. Pasalnya, pada akhirnya kita akan kembali kepada Allah Swt.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Dalam menikmati nikmat-nikmat materi, kita tidak boleh lupa pada Tuhan, dan selalu mensyukuri nikmat-Nya. Hal yang tepat jika kita menyempurnakan syukur kita atas nikmat-nikmat Ilahi dengan selalu bertasbih, dan mensucikan Allah Swt.

2. Di hadapan Tuhan kita tunjukkan kelemahan, dan ketidakmampuan kita. Ini merupakan contoh syukur, bukannya malah sombong, dan menganggap diri lebih baik dari orang lain.

3. Ketika melakukan perjalanan di dunia, kita senantiasa mengingat akhirat yang dimulai dengan kematian.

وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ (15)

Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). (43: 15)

Setelah dijelaskan sebelumnya tentang contoh-contoh Tauhid dalam penciptaan, dan ketuhanan, ayat ini mengecam syirik yang dilakukan sebagian manusia, dan menuturkan, bagaimana mungkin sebagian orang musyrik mengira para malaikat adalah putra-putra Tuhan, dan anak-anak yang lain adalah  bagian dari orang tuanya ?

Tuhan bukan materi sehingga bisa dibagi, atau memiliki kemungkinan terpisah serta keterpisahan bagian-bagiannya. Para malaikat juga layaknya makhluk yang lain, adalah ciptaan Tuhan. Mereka bekerja mengatur alam semesta, bukan bagian dari Tuhan atau anak-Nya.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:

1. Sepanjang sejarah banyak khurafat tentang Tuhan, dan hubungan dengan makhluk-Nya, dan semuanya lahir dari ketidaktahuan manusia atau disingkirkannya ajaran para nabi.

2. Para malaikat adalah makhluk Tuhan, dan patuh pada perintah-Nya, bukan anak Tuhan yang berasal dari jenisnya.

3. Kepercayaan-kepercayaan menyimpang, khurafat, dan syirik menjauhkan kita dari Tuhan, dan menyimpangkan dari jalan kebenaran, dan membuat kita mengingkari nikmat-nikmat-Nya.