کمالوندی

کمالوندی

 

Perwakilan Republik Islam Iran di PBB membantah dugaan laporan tentang peran Iran dalam pembunuhan mantan Presiden AS, Donald Trump, dengan menyatakan bahwa tuduhan ini tidak berdasar dan bias.

Tehran, Parstoday- Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat menjadi sasaran aksi penembakan yang gagal pada hari Sabtu, 13 Juli, saat kampanye pemilu di Butler, Pennsylvania.

Penyerang dibunuh oleh polisi Amerika di lokasi kejadian, dan kemungkinan menginterogasi penyerang serta mengidentifikasi pelaku insiden masih belum selesai.

Setelah pembunuhan Trump, beberapa media Amerika secara aneh menyiapkan laporan bahwa para pejabat Amerika telah memperoleh informasi dalam beberapa pekan terakhir yang mengindikasikan rencana Republik Islam Iran untuk membunuh Donald Trump.

CNN, dengan gaya klisenya, menunjukkan bahwa informasi tentang rencana Iran untuk membunuh Trump diterima oleh pejabat AS dari sumber anonim, dan Dinas Rahasia AS -yang bertanggung jawab melindungi nyawa pejabat senior- telah menjadi alasan untuk memperkuat kondisi keamanan kandidat Partai Republik.

Perwakilan Republik Islam Iran di PBB di New York, dalam pernyataan dan tanggapannya terhadap klaim tersebut membantah klaim palsu dan tanpa dasar tentang peran Iran dalam rencana pembunuhan Trump, dengan mengumumkan bahwa insiden penembakan Trump dapat menjadi simbol lain dari peningkatan kekerasan politik di Amerika Serikat.

Selama beberapa tahun terakhir, terutama setelah penyerangan terhadap Kongres AS oleh pendukung Trump pada 6 Januari 2021, terjadi tren peningkatan signifikan.

"Melihat sejarah Amerika menunjukkan bahwa para pejabat dan pemimpin politik serta aktivis politik dan sosial di negara ini selalu menjadi sasaran kekerasan politik dan teror di negara ini. Contoh nyata dari masalah ini adalah pembunuhan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy di Dallas, Texas, pada bulan November 1963, pembunuhan Robert Kennedy, kandidat Partai Demokrat untuk pemilihan presiden Amerika, pada bulan Juni 1968, di Los Angeles, California, dan pembunuhan Martin Luther King Jr. seorang pemimpin gerakan hak-hak sipil Afrika Amerika di Memphis, Tennessee pada bulan April 1968," kata pernyataan perwakilan Iran untuk PBB.

Perwakilan Republik Islam Iran untuk PBB di New York menekankan, "Dari sudut pandang Republik Islam Iran, Trump adalah penjahat yang harus diadili dan dihukum di pengadilan, karena memerintahkan pembunuhan Letjen Qassem Soleimani, komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam. Selain itu, Iran telah memilih jalur hukum untuk meminta pertanggungjawabannya,".

Letnan Jenderal Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds Korps Garda Revolusi Islam, yang merupakan tokoh utama runtuhnya pemerintahan Daesh, menjadi sasaran teror pasukan agresor Amerika Serikat pada 3 Januari 2020, saat melakukan perjalanan resmi ke Baghdad atas undangan resmi pihak berwenang Irak.

Syahid Soleimani bersama dengan Abu Mahdi Al-Muhandis, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala Al-Hashd Al-Shaabi dan delapan rekannya gugur dalam serangan teroris pasukan AS di dekat bandara internasional Baghdad.

 

Plt Menteri Luar Negeri Iran, dalam wawancara dengan stasiun televisi Amerika Serikat, CNN, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Fareed Zakaria, seputar Iran, Asia Barat, dan dunia.

Ali Bagheri Kani, Plt Menlu Iran, saat diwawancarai Fareed Zakaria, Reporter CNN mengatakan, "Kejahatan-kejahatan yang dilakukan Zionis selama sembilan bulan terakhir di Gaza, sama sekali tidak akan mengubah kondisi jadi menguntungkan mereka."
 
Ia menambahkan, "Semakin besar kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Zionis, maka kondisinya akan semakin merugikan mereka."
 
Saat ditanya seputar aktivitas poros perlawanan, dan cara mereka membalas aksi-aksi Israel, Plt Menlu Iran menjelaskan,
 
Sebelum 7 Oktober, tidak pernah ada ancaman dari Irak atau Yaman, terhadap Israel, tapi setelahnya, ancaman-ancaman itu muncul. Sebelum 7 Oktober tidak pernah ada ancaman langsung dari Republik Islam Iran, ke Rezim Zionis, tapi setelah Zionis menyerang Konsulat Iran, di Damaskus, yang menyebabkan beberapa komandan senior Iran, gugur, rezim itu terpaksa menerima rudal-rudal Iran. Maka dari itu, selama sembilan bulan ini, semakin besar kejahatan Zionis yang dilakukan secara terus menerus, maka ancaman-ancaman terhadap mereka juga semakin nyata.
 
Selanjutnya Ali Bagheri, menyinggung ancaman-ancaman Israel, terhadap Lebanon, dan saat ditanya tentang kemungkinan perluasan perang di kawasan, ia menegaskan bahwa Republik Islam Iran, tidak pernah menyambut peningkatan ketegangan di kawasan, dan perluasan konflik dari Gaza, ke luar wilayah itu.
 
Perluasan konflik dan ketegangan ke wilayah-wilayah lain di level kawasan, adalah sebuah kesalahan strategis yang pasti bukan hanya tidak menguntungkan Zionis, tapi akan menjerumuskan mereka ke dalam bahaya serius.
 
Pandangan Iran, terkait solusi dua negara bagi Palestina, adalah pertanyaan lain Fareed Zakaria, kepada Plt Menlu Iran. Menjawab pertanyaan ini, Ali Bagheri, menekankan bahwa hanya rakyat Palestina, yang berhak menentukan masa depan mereka.
 
Usulan Iran, adalah menggelar sebuah referendum yang diikuti oleh seluruh rakyat Palestina, baik mereka yang sekarang berada di dalam Wilayah pendudukan, maupun yang terpaksa meninggalkan Wilayah pendudukan karena tekanan Zionis. Baik Muslim, Kristen, maupun Yahudi, semuanya ikut dalam referendum ini, dan menentukan masa depan negara serta mekanisme politiknya.
 
Selanjutnya Ali Bagheri, menilai Palestina, sebagai milik para pemilik aslinya, bukan milik orang-orang Yahudi impor.
 
Mengapa harus di New York, Washington, dan Brussels, atau tempat lain untuk mengambil keputusan terkait rakyat Palestina? Siapa yang memberikan hak semacam ini kepada orang lain? Apakah rakyat Palestina, memberikan hak semacam ini kepada mereka yang duduk di New York, supaya mengambil keputusan untuk mereka? Mengapa kita tidak membiarkan rakyat Palestina, sendiri yang menentukan masa depannya? Ini menurut pendapat Iran, adalah solusi yang paling logis, demokratis, dan stabil.
 
Plt Menlu Iran, dalam wawancara ini juga menjawab pertanyaan terkait tuduhan keterlibatan Iran, dalam teror Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat, dan kaitannya dengan aksi teror AS yang menyebabkan Jenderal Qassem Soleimani, gugur.
 
Republik Islam Iran, hanya menggunakan mekanisme-mekanisme hukum dan yudisial dalam negeri, dan internasional untuk merebut hak-haknya, begitu juga dalam menyeret orang-orang yang memerintahkan, mengeksekusi, dan mengawasi teror Jenderal Soleimani.
 
Kesepakatan nuklir JCPOA, dan aktivitas nuklir damai Iran, merupakan tema lain yang ditanyakan Fareed Zakaria, kepada Ali Bagheri.
 
Dalam wawancara ini, Plt Menlu Iran, juga menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dimulainya kembali perundingan nuklir, dan keinginan AS untuk mencapai kesepakatan baru dengan Iran. Ali Bagheri menegaskan bahwa Iran, tidak pernah mencari kesepakatan baru dengan AS.
 
Rencana Aksi Komprehensif Bersama, JCPOA dirampungkan atas kesepakatan Iran dan Kelompok 5+1, tapi Amerika Serikat, menyingkirkan kesepakatan ini sehingga merusaknya.
 
Plt Menlu Iran, menegaskan bahwa Iran, sampai sekarang masih menjadi anggota Rencana Aksi Komprehensif Bersama, JCPOA, dan menuturkan,
 
Amerika Serikat, sampai sekarang tidak berhasil kembali ke JCPOA, maka dari itu target yang kami kejar adalah menghidupkan kesepakatan tahun 2015.
 
Fatwa Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Imam Khamenei, terkait haramnya memproduksi dan menggunakan senjata nuklir, merupakan tema pembahasan lain dalam wawancara CNN dan Plt Menlu Iran.
 
Ali Bagheri, terkait masalah ini menegaskan bahwa Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, adalah sumber rujukan agama tertinggi, dan pemerintahan di Iran.
 
Perintah dan fatwa yang beliau keluarkan, wajib dilaksanakan oleh seluruh elemen pemerintahan Iran, dan tidak ada seorang pun yang bisa melanggarnya.
 
Plt Menlu Iran, juga ditanya tentang hubungan Iran dan Arab Saudi, serta persetujuan Putra Mahkota Saudi, untuk melakukan kunjungan resmi ke Iran.
 
Pembicaraan-pembicaraan kedua belah pihak terkait kunjungan pemimpin dua negara ke Tehran dan Riyadh, sudah dilakukan, dan masalah ini menjadi agenda kerja Kemlu dua negara

 

Wakil Tetap Republik Islam Iran untuk PBB mengumumkan bahwa Iran siap bekerja sama dalam kerangka Organisasi Kerja Sama Shanghai dan PBB untuk menghadapi tantangan mendesak dan mendorong perdamaian dan keamanan di kawasan.

Tehran, Parstoday- Amir Saeed Iravani, Duta Besar dan Wakil Tetap Republik Islam Iran untuk PBB pada pertemuan Dewan Keamanan badan internasional ini untuk membahas kerja sama PBB dengan organisasi regional dan sub-regional dalam menjaga perdamaian dan keamanan hari Jumat (19/7/2024) menegaskan peran organisasi perjanjian keamanan kolektif, negara-negara independen yang memiliki kepentingan bersama dan Organisasi Kerja Sama Shanghai dalam menghadapi ancaman terorisme.

"Mengingat tantangan Afghanistan, Iran percaya bahwa penguatan kerja sama antara lembaga-lembaga ini memiliki kapasitas yang signifikan untuk memperkuat stabilitas dan pembangunan di Afghanistan," ujar Iravani.

"Dalam lingkungan global yang lebih kompleks, menjaga perdamaian dan keamanan internasional memerlukan tanggapan terkoordinasi di tingkat nasional, regional, dan internasional, dan memperkuat kerja sama antara PBB dan lembaga-lembaga regional menjadi hal yang lebih penting dari sebelumnya," tegasnya.

Duta Besar dan Wakil Tetap Iran untuk PBB juga mengungkapkan bahwa Republik Islam Iran menghargai peran organisasi perjanjian keamanan kolektif, Organisasi Kerja Sama Shanghai dan negara-negara independen yang memiliki kepentingan bersama dalam memperkuat perdamaian dan stabilitas di kawasan dan mendukung kerja sama yang konstruktif antara organisasi-organisasi ini.

"Multilateralisme memainkan peran signifikan dalam menghadapi ancaman dan tantangan global," papar Wakil tetap Iran untuk PBB.

Iravani memandang pemberantasan perdagangan narkoba dan bentuk kejahatan terorganisir transnasional lainnya sebagai keprihatinan bersama berbagai negara, yang juga dapat memberikan peluang interaksi praktis antara PBB dan Organisasi Kerja Sama Shanghai.

"Organisasi Kerja Sama Shanghai, dengan struktur multilateralnya, dapat secara aktif berkontribusi pada upaya internasional dengan mengembangkan kapasitas regional dan membantu pemerintah nasional dalam memerangi terorisme dan ekstremisme," pungkasnya.

 

Surat kabar Rezim Zionis Israel, Maariv, dalam salah satu laporannya menyebut Israel, sebagai sebuah rezim yang sedang runtuh.

Koran Israel, Maariv melaporkan, 46.000 bisnis di Israel, terpaksa tutup akibat perang Gaza, dan dampak-dampak destrukstifnya terhadap ekonomi Israel.

Yoel Amir, Direktur Eksekutif CofaceBdi, perusahaan bisnis informasi Israel, mengatakan, 77 persen bisnis yang tutup di awal perang perang, sekitar 35.000 di antaranya yang unit usaha kecil dengan karyawan paling banyak lima orang adalah yang paling besar menanggung kerugian dalam ekonomi Israel.

Direktur Eksekutif CofaceBdi, memperkirakan bahwa perusahaan Israel, yang tutup pada akhir tahun 2024 jumlahnya akan mencapai 60.000 unit.

Menurut keterangan sumber Israel, berbagai sektor usaha di Israel, termasuk industri, pariwisata, pertanian, dan jasa, telah menderita kerugian besar. Israel, berada dalam kondisi yang hampir bisa dikatakan tidak didatangani satu pun wisatawan.

Sejumlah data rahasia Israel, yang bocor ke media menyebutkan, perusahaan-perusahaan Israel, berhadapan dengan tantangan-tantangan yang sangat sulit, dan ini menunjukkan kelangkaan tenaga kerja, penurunan tingkat penjualan, suku bunga tinggi, kesulitan transportasi, dan logistik, kelangkaan bahan baku, dan tidak adanya akses ke lahan pertanian di wilayah perang, dan naiknya biaya usaha.

Pada kondisi seperti ini, berdasarkan keterangan sumber Israel, serangan-serangan Hizbullah Lebanon, ke utara Israel, sangat mempengaruhi perdagangan di wilayah itu. Puluhan ribu pemukim Zionis terpaksa mengosongkan distrik-distrik mereka.

Sekjen Hizbullah Lebanon, Sayid Hassan Nasrullah, pada 10 Juli 2024 mengumumkan, "Target kami untuk membuat perekonomian musuh kering, sudah tercapai."

Seperti yang dijelaskan oleh surat kabar Israel, Maariv, pada bulan-bulan di akhir tahun 2023, Produksi Domestik Bruto, PDB, Israel, mengalami penurunan sebesar 20 persen.

Ancaman terkait kemungkinan semakin tegangnya konflik dengan Hizbullah, telah muncul di Israel, yang memperkirakan segala bentuk perang total dengan perlawanan Lebanon, akan meruntuhkan perekonomian Israel, jauh lebih dalam.

Hizbullah Lebanon melalui peringatan-peringatan yang disebarkan lewa video baru-baru ini menunjukkan bahwa ia mampu menyerang infrastruktur-infrastruktur Israel, seperti kilang minyak dan tangka-tangki gas.

Operasi-operasi laut yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Yaman, juga turut memberikan pengaruh pada keruntuhan perekonomian Israel. Sumber Israel, mengabarkan, pendapatan dari pelabuhan-pelabuhan penting Israel, seperti pelabuhan selatan Eilat, turun secara signifikan.

Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan penuh negara-negara Barat, rezim Israel melancarkan pembantaian besar-besaran baru di Jalur Gaza dan Tepi Barat Sungai Jordan terhadap rakyat Palestina yang tidak berdaya dan tertindas.

Menurut laporan terbaru, lebih dari 38.000 warga Palestina gugur, dan lebih dari 87.000 orang terluka dalam serangan rezim Zionis di Gaza.

Rezim Israel didirikan pada tahun 1917 dengan rancangan kolonialisme Inggris dan melalui imigrasi orang-orang Yahudi dari berbagai negara ke tanah Palestina, dan keberadaannya diumumkan pada tahun 1948. Sejak itu, berbagai rencana pembunuhan massal dilakukan untuk melakukan genosida terhadap rakyat Palestina dan mengambil alih seluruh tanah mereka.

Sejumlah negara, dipimpin oleh Republik Islam Iran, merupakan pendukung serius pembubaran rezim kolonial Israel dan kembalinya kaum Yahudi ke negara asalnya.

 

Hasan Badie, jurnalis dan analis politik Mesir mengatakan, ancaman Israel, terhadap Iran, membuktikan bahwa para pejabat Rezim Zionis, berpikir untuk bunuh diri, dan merasa sudah dekat dengan akhir hidupnya.

Ancaman Israel, atas Iran, dan analisa yang tepat terkait ancaman ini sangat penting. Oleh karena itu Hasan Badie, merespons statemen mantan Menteri Perang Israel Avigdor Lieberman, yang mengancam Iran.
 
Badie menuturkan, "Ancaman Lieberman, untuk melancarkan serangan nuklir ke Iran, menunjukkan sedemikian dalamnya Israel, terjerumus di dalam krisis, dan meski didukung Amerika Serikat dan NATO, Israel, sudah sampai ke titik keruntuhan."
 
Hasan Badie menjelaskan,
 
Statemen histeris Lieberman, yang mengancam untuk menyerang Iran, berarti bahwa Tel Aviv, takut pada Iran, dan khawatir dengan kemenangan beruntun poros perlawanan terutama setelah serangan rudal Iran, ke Israel.
 
Ia menambahkan, serangan rudal ini, dan hancurnya dua pangkalan udara Israel, adalah pelajaran berharga bagi Tel Aviv, yang menegaskan "jangan main api dengan Iran, dan poros perlawanan."
 
Israel, mengancam Iran, di saat media-media rezim ini mengabarkan tentang Angkatan Bersenjata Israel, yang kekurangan tentara, dan sebagian banyak tentara mengalami gangguan psikologis.
 
Mengutip salah satu tentara di Brigade Golani, media Israel melaporkan, pasukan Israel, merasa kelelahan dalam perang tanpa hasil di Jalur Gaza, dan di front utara melawan Hizbullah Lebanon.
 
Pasukan Israel, saat ini tidak siap untuk terjun ke dalam pertempuran melawan Lebanon, dan berlanjutnya perang akan semakin memukul psikis para tentara Israel.
 
Sebelumnya, media-media Rezim Zionis, mengungkap fakta bahwa Israel, untuk menemukan tentara baru, melakukan propaganda di media sosial, terutama Facebook.
 
Hal ini disebabkan karena sebagian besar tentara yang bertempur di Gaza, tidak bisa melanjutkan perang, dan sebagian besar orang yang memenuhi persyaratan menjadi tentara, tidak bersedia bergabung, dan melarikan diri.
 
Pada saat yang sama, selain mengancam Iran, Israel, melanjutkan genosida, dan berupaya meneror para komandan kelompok perlawanan Palestina, di Jalur Gaza, dan tidak pernah berhenti melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina.
 
Abdul Bari Atwan, analis masalah strategi kawasan di salah satu artikelnya di surat kabar Rai Al Youm, menulis, "Setelah berlangsung sembilan bulan genosida dan pembersihan etnis di Jalur Gaza, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, terus berusaha dengan cara apa pun untuk meneror salah satu komandan sayap militer Brigade Al Qassam, termasuk Yahya Sinwar, atau salah satu perwakilan dan penasihatnya, tapi gagal, dan ini menambah catatan panjang kekalahan Netanyahu."
 
Israel, mengklaim serangan brutal baru-baru ini ke wilayah Al Mawasi, di barat kota Khan Younis, telah menewaskan Mohammed Deif, Komandan Brigade Al Qassam, dan Rafa Salama, Komanan Batalion Khan Younis.
 
"Akan tetapi pesta kemenangan ini tidak berlangsung lama, dan dinas-dinas intelijen Israel, yang diklaim Netanyahu, punya kemampuan tinggi, untuk keseribu kalinya secara berturut-turut kembali kalah dari pasukan perlawanan, dan suara genderang terungkapnya kebohongan mereka terdengar di mana-mana," papar Abdul Bari Atwan.
 
Pakar masalah regional ini juga mengatakan bahwa para komandan kelompok perlawanan tetap berada di ruang-ruang komando mereka di bawah tanah untuk mengendalikan perang melawan Israel, perang yang paling panjang dan paling menguras biaya ini.
 
"Kejahatan-kejahatan ini bagi Israel, sangat memakan biaya, dan para pelakunya termasuk para pemimpin politik atau militer, akan menerima akibat dari perilakunya, dan hukuman mereka akan lebih berat dari orang-orang sejenis mereka di NAZI Jerman, atau para penjahat internasional lainnya," pungkas Atwan.

 

Otoritas olahraga Palestina melaporkan pembunuhan besar-besaran atlet Palestina oleh rezim Zionis.

Tehran, Parstoday-Ketika para atlet dan pecinta olahraga di seluruh dunia tidak sabar menunggu dimulainya Olimpiade Musim Panas di Paris pada tanggal 26 Juli, rezim Zionis membantai atlet-atlet Palestina di Gaza dalam gelombang kekejaman terbarunya.

Jabriel Al-Rajab, Ketua Komite Olimpiade Nasional Palestina mengumumkan bahwa 400 atlet, pelatih, dan pejabat olahraga Palestina gugur dan terluka sejak dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023.

Majid Abu Merahil, seorang pelari maraton Palestina yang berkompetisi di Olimpiade Atlanta, meninggal pada bulan Juni. Ia menderita gagal ginjal hingga akhirnya meninggal akibat hancurnya rumah sakit di Gaza dan kurangnya pelayanan medis.

Federasi Sepak Bola Palestina juga mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa Ahmad Abul-Atta", seorang pesepakbola Palestina, dan keluarganya gugur dalam serangan udara Israel di rumah mereka pada bulan Juni. Dalam penyerangan ini, Abul-Atta yang bermain untuk tim Al-Ahli di Gaza bersama istrinya yang merupakan seorang dokter spesialis dan kedua anaknya gugur.

Selain itu, Hani Mesmeh, wasit internasional Palestina, meninggal pada bulan Juni, satu bulan setelah terluka parah akibat serangan udara Israel.

Kebrutalan Zionis terhadap komunitas olahraga Palestina terjadi ketika Komite Olimpiade Internasional dan federasi olahraga dunia belum mengambil tindakan apa pun untuk mendukung para atlet tersebut.

Sebelumnya, atlet Rusia dilarang mengikuti Olimpiade di bawah bendera Rusia karena perang di Ukraina dan harus mengikuti Olimpiade di bawah bendera Komite Olimpiade.

Sejak 7 Oktober 2023, dengan dukungan penuh negara-negara Barat, rezim Zionis melancarkan pembantaian besar-besaran baru di Jalur Gaza dan Tepi Barat terhadap rakyat Palestina yang tidak berdaya dan tertindas.

Di sisi lain, perlawanan Palestina di Gaza dan kelompok perlawanan lainnya di Lebanon, Irak, Yaman dan Suriah telah mengumumkan bahwa mereka akan membalas kejahatan rezim Zionis tersebut.

Menurut laporan terbaru, lebih dari 38 ribu warga Palestina gugur, dan lebih dari 88 ribu orang terluka sejak dimulainya babak baru serangan rezim Zionis di Gaza pada Oktober 2023.

Struktur rezim Israel didirikan pada tahun 1917 dengan rancangan kolonialisme Inggris dan melalui imigrasi orang-orang Yahudi dari berbagai negara ke tanah Palestina, dan keberadaannya diumumkan pada tahun 1948. Sejak itu, berbagai rencana pembunuhan massal dilakukan dengan tujuan genosida terhadap rakyat Palestina dan perampasan seluruh tanah mereka.

Sejumlah negara, dipimpin oleh Republik Islam Iran menjadi pendukung serius pembubaran rezim kolonial Israel dan kembalinya kaum Yahudi ke negara asalnya.

 

Seiring berlanjutnya perang yang disulut rezim Zionis di Jalur Gaza dan rendahnya capaian militer Israel dalam perang wilayah, kritik di wilayah pendudukan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan kabinetnya semakin intensif dan terus berlanjut yang menyebabkan peluang kemenangan Israel melawan Hizbullah Lebanon tipis.

Krisis Internal Rezim Zionis

Tehran, Parstoday- Para pemukim Zionis melanjutkan protes terhadap kabinet Netanyahu dengan menutup jalan Ayalon di Tel Aviv pada hari Selasa. Dalam aksi protes tersebut, para pengunjuk rasa Zionis menuntut penggulingan kabinet Netanyahu dan segera kembalinya sandera Israel dari Jalur Gaza.

Para penentang Netanyahu menuduhnya mengulur waktu untuk tetap berkuasa demi menghindari persidangan kasus hukum yang menjeratnya.

Selain itu, keluarga para sandera Israel ingin agar rezim Zionis membebaskan para sandera yang ditahan oleh pasukan perlawanan tanpa membuang waktu dan biaya apapun selama perjanjian dengan perlawanan Palestina, dan menghentikan serangan yang tidak berguna di Jalur Gaza. Mereka menilai serangan tentara Israel di Gaza  selain membunuh warga Palestina, juga  membunuh para sandera Israel.

Selain terjadi aksi protes Zionis terhadap kabinet Netanyahu, sumber media Israel memberitakan konflik antara sejumlah ekstremis Yahudi dan tentara  rezim Zionis di wilayah pendudukan.

Surat kabar Zionis Yedioth Ahronoth melaporkan sekelompok Zionis ekstrim yang dikenal sebagai Haredis menyerang dan melukai dua tentara Israel berpangkat tinggi di daerah pendudukan Beni Barak yang terletak di tengah-tengah wilayah pendudukan. 

Selama beberapa pekan lalu, Mahkamah Agung rezim Zionis mengeluarkan perintah dan mengumumkan bahwa Zionis Haredi, seperti Zionis lainnya, harus melakukan wajib militer. Padahal kaum Haredi berkali-kali menyatakan tidak bersedia menjalani wajib militer di tentara Zionis, karena sibuk mempelajari dan mendakwahkan ajaran Taurat.

Selain Zionis yang saling berperang dan saling menyakiti, tentara Zionis secara keliru menembaki sebuah mobil dekat Ramallah yang terletak di Tepi Barat pada Selasa pagi ini. Dalam aksi penembakan tersebut, tiga pemukim Zionis terluka.

Jaringan media berbahasa Ibrahi, KAN melaporkan bahwa tentara rezim Zionis menembaki sebuah mobil di dekat Ramallah, dan kemudian diketahui bahwa orang yang berada di mobil itu adalah penduduk pemukiman Zionis Beit Aya.

Protes Zionis Menggema di Dunia

Menyusul protes global terhadap Israel, kantor berita Palestina Shahab melaporkan bahwa rakyat Korea Selatan kembali berdemonstrasi mendukung Palestina dan mengutuk pendudukan dan genosida massal rezim Zionis di Jalur Gaza yang telah berlangsung sejak 9 bulan lalu.

Protes para pendukung Palestina terhadap rezim Zionis dan kebijakan Gedung Putih yang mendukung rezim pembunuh anak terus berlanjut di Amerika.

Dalam kaitan ini, sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza, sekelompok staf medis di Irlandia juga melancarkan kampanye dan menyerukan diaklhirnya genosida Israel terhadap orang-orang Palestina di Gaza.

Masyarakat di banyak negara di dunia memprotes kejahatan yang dilakukan oleh rezim Zionis di Gaza, tapi hingga kini kejahatan ini terus berlanjut.

Pembunuhan Besar

Dalam salah satu kejahatan paling keji baru-baru ini, tentara pendudukan Israel menargetkan tenda pengungsi Palestina di al-Mawasi, Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, dan melakukan kejahatan yang mengerikan.

Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza mengumumkan bahwa 90 warga Palestina gugur, dan 300 lainnya terluka dalam kejahatan yang dilakukan pasukan pendudukan Zionis di daerah al-Mawasi di Khan Yunis.

Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa mengatakan, "Tragedi di Gaza telah melampaui semua batas dan apa yang terjadi sama sekali tidak dapat diterima,".

Penghancuran Gedung PBB

Badan Bantuan dPBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) juga mengumumkan bahwa rezim Zionis telah menghancurkan lebih dari 190 bangunan dan fasilitas milik PBB.

Inas Hamdan, direktur kantor UNRWA di Jalur Gaza dalam konferensi pers mengatakan, "Sayangnya, tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza, dan para pengungsi tidak dapat menemukan tempat yang aman untuk berlindung di sana."

Statistik Terbaru

Negara-negara dan masyarakat dunia mengkritik genosida rezim Zionis di Gaza, sementara tentara rezim Zionis dengan dukungan Amerika Serikat dan Eropa terus melakukan serangan di Jalur Gaza. 

Jet-jet tempur rezim Zionis menyerang rumah sakit, gedung, menara tempat tinggal. dan rumah-rumah warga Palestina.

Mereka juga mencegah masuknya air, makanan, obat-obatan dan bahan bakar ke wilayah ini.

Akibat genosida Zionis yang dimulai pada Oktober 2023 ini, 38.664 orang gugur dan lebih dari 89.000 orang luka-luka, dan belum ada kabar mengenai nasib lebih dari 10.000 orang lainnya yang masih hilang. Selain itu, lebih dari 1.900.000 penduduk Gaza terpaksa mengungsi dari rumah mereka, dan kehancuran yang meluas serta kelaparan mengancam kehidupan puluhan anak-anak.

Respons Perlawanan terhadap Israel dan Rezim Zionis menghadapi Kekurangan Tank

Melawan kejahatan rezim Zionis yang tak terhitung jumlahnya di Gaza dan Tepi Barat, media tentara rezim Zionis melaporkan babak baru serangan drone dan rudal oleh Hizbullah Lebanon terhadap pemukiman Zionis, termasuk Kiryat Shmona dan wilayah Galilea di utara wilayah pendudukan.

Dalam hal ini, reporter jaringan Al-Mayadeen melaporkan pada Senin malam bahwa lebih dari 50 roket ditembakkan dariLebanon ke arah posisi rezim pendudukan di wilayah Galilea.

Media Ibrani juga melaporkan setidaknya 13 roket ditembakkan ke kota Kiryat Shmona.

Menyusul serangan-serangan ini, surat kabar Amerika Washington Post terbitan kemarin melaporkan, "Rezim Zionis tidak siap berperang dengan Hizbullah Lebanon, dan opini publik Tel Aviv tidak siap menerima ribuan roket yang ditembakkan dari Lebanon."

The Washington Post melanjutkan, "Hizbullah sudah memiliki kekuatan dua kali lebih banyak dari pejuang Hamas, dan persenjataannya empat kali lipat dari Hamas, termasuk rudal pencegat,".

Para pemimpin militer rezim Zionis juga mengatakan bahwa mereka tidak menginginkan perang di Lebanon. Mereka telah kehilangan semua sumber dayanya dalam perang di Jalur Gaza, dan militer sudah lelah dan belum siap untuk perang baru di front utara.

Surat kabar Zionis, Yedioth Aharonoth untuk pertama kalinya mengakui dalam sebuah laporan bahwa tentara Israel menghadapi krisis kekurangan tank setelah tank-tanknya menjadi sasaran luas dalam konflik di Jalur Gaza.

Di sisi lain, menyusul hujan lebat roket yang ditembakkan oleh gerakan Hizbullah Lebanon ke wilayah utara pendudukan, kantor berita Al-Mayadeen melaporkan pada Selasa pagi bahwa media Ibrani mengejek menteri perang kabinet setelah terjadi kebakaran dan meluasnya kerusakan di pemukiman utara yang disebabkan oleh roket-roket Hizbullah.

Media Ibrani mengejek statemen ancaman Menteri Perang Kabinet Yoav Gallant sebelumnya yang mengatakan akan mengembalikan Lebanon ke "Zaman Batu".

 

Sayid Hassan Nasrullah, Sekjen Hizbullah Lebanon mengatakan, kehancuran Rezim Zionis, akan terwujud di tangan generasi hari ini Gaza, dan front-front pendukungnya.

Rezim Zionis, setelah sembilan bulan memerangi Gaza, tidak berhasil meraih satu pun targetnya, dan berputus asa menghadapi perlawanan rakyat Palestina di Gaza.
 
Sayid Hassan Nasrullah, Selasa (16/7/2024) malam di malam Asyura mengatakan, "Kehancuran Rezim Zionis, akan terwujud di tangan generasi hari ini Gaza, dan front-front pendukungnya, dan jika perbatasan-perbatasan dibuka, maka kita akan menyaksikan mereka menjalankan kewajibannya dalam mendukung Gaza."
 
Ia menambahkan, "Salah satu berkah operasi Badai Al Aqsa, dan kerja sama front-front pendukung terutama di Lebanon, Irak, dan Yaman, adalah provokasi-provokasi sektarian yang dilakukan Amerika Serikat, selama bertahun-tahun, telah sampai pada titik terendahnya."
 
Sekjen Hizbullah menegaskan, "Diharapkan setelah kemenangan dalam pertempuran Badai Al Aqsa, provokasi-provokasi sektarian untuk menyandera salah satu hasil penuh berkah operasi ini yaitu persatuan umat Islam, dalam mengahadapi bahaya yang ditimbulkan Israel, dan proyek Zionisme, akan terhenti."
 
Menurut Sayid Hassan Nasrullah, apa yang terjadi di kawasan Asia Barat, sejak tahun 1948 adalah kerusakan besar, dan Rezim Zionis, didukung Barat, telah mempermalukan seluruh bangsa Arab.
 
"Para ilmuwan dan pakar musuh memperkirakan 70 hingga 80 tahun setelah berdirinya rezim ini, kehancuran akan datang, dan indikasi-indikasi alami, sejarah dan sosial menunjukkan bahwa Rezim Zionis, sekarang telah sampai pada fase sensitif," imbuhnya.
 
Nasrullah melanjutkan, "Tuhan, akan menghukum Rezim Israel, melalui tangan orang-orang yang meyakini bahwa rezim ini adalah tumor berbahaya, dan harus dicabut akarnya."
 
Sekjen Hizbullah, menyinggung realitas bahwa Rezim Zionis, sudah sampai pada akhir masa ilegalnya, sementara para pejabat Tel Aviv, untuk lari dari kekalahan perang, menyebarkan berita-berita bohong terkait teror para komandan perlawanan.

 

Para pejabat Rezim Zionis, untuk lari dari kekalahan dalam perang, menyebarluaskan berita-berita bohong tentang teror terhadap para komandan pasukan perlawanan Palestina.

Abdel Bari Atwan, analis Dunia Arab, dalam artikelnya di surat kabar Rai Al Youm, Senin (15/7/2024) menggarisbawahi kebohongan-kebohongan media Israel, terkait gugurnya para komandan perlawanan Palestina, termasuk Mohammed Deif, Komandan Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas.
 
Ia mengatakan, "Kebohongan media-media Rezim Zionis, tidak lebih dari sekadar igauan, dan hal itu dilakukan atas dasar kebangkrutan dan ketidakberdayaan."
 
Atwan menambahkan, "Para komandan perlawanan di Jalur Gaza, yang mendesain dan melaksanakan operasi Badai Al Aqsa, dan sebelumnya melancarkan operasi Pedang Al Quds, untuk membela Masjid Al Aqsa, telah menjadi mimpi buruk bagi PM Israel, dan para ekstremis di sekitarnya. Oleh karena itu selama sembilan bulan perang atas Gaza, mereka melakukan apa pun untuk bisa meneror para komandan perlawanan, dan menyampaikannya kepada publik yang ketakutan, sebagai sebuah prestasi."
 
Ia melanjutkan, "Pasukan Israel, terkejut menyaksikan kuatnya kelompok-kelompok perlawanan di Jalur Gaza, maka dari itu setiap hari bermimpi bisa meneror Mohammed Deif, Marwan Isa, Rafa Salama, dan komandan-komandan perlawanan yang lain, namun sampai sekarang tidak berhasil."
 
Menurut analis Dunia Arab ini, siapa pun yang kalah di medan tempur akan berusaha melancarkan teror. Ia akan melakukan genosida dan menaikkan jumlah korban tewas dari anak-anak lewat kebohongan demi meraih kemenangan bagi pasukan Israel, di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan selatan Lebanon.

 

Film berjudul "From Ground Zero" adalah kompilasi dari 22 film pendek yang dibuat oleh para pembuat film di Jalur Gaza, sepanjang perang.

Rezim Zionis, sejak 7 Oktober 2023, didukung total negara-negara Barat, melancarkan pembunuhan luas baru di Jalur Gaza, dan Tepi Barat, terhadap rakyat tak berdaya dan tertindas Palestina.
 
Menjaga narasi-narasi makro dan mikro dari realitas-realitas yang terjadi ini saat ini jauh sangat penting dari sebelumnya. Oleh karena itu Rashid Masharawi, sutradara Palestina, menceritakan tentang pembuatan 22 film pendek di Gaza.
 
Ia menuturkan, "Ide awalnya adalah memusatkan perhatian pada cerita-cerita pribadi yang tak tersampaikan, dan menyampaikannya dengan metode yang benar dari sisi seni dan teknis. Kami mengajar para pembuat film ini untuk memproduksi cerita-cerita ini, dan mampu tampil di berbagai festival dan acara televisi."
 
Masharawi menambahkan, "Sulit untuk mengeluarkan film-film ini dari Gaza, dan salah satu masalah utama kami adalah mengeluarkan film-film ini dari Gaza, dan melakukan kontak kontinu dengan para pembuat film. Sekalipun hanya lewat internet, media sosial, Facebook, WhatsApp, dan sejenisnya, yang penting kami bisa berbicara satu sama lain. Tapi ketika tidak ada listrik untuk menambah daya ponsel, maka tidak ada satu pun yang Anda miliki."
 
Ia menjelaskan,
 
Terkadang kami bekerja selama 24 jam, tidak tidur, karena di wilayah itu ada listrik, internet aktif, dan kami bisa mengirim hasil-hasil terbaik kami untuk diunggah. Film terakhir kami terkirim dua minggu lalu.
 
Masharawi melanjutkan, "Menggabungkan 22 film dalam satu karya, merupakan tantangan besar dari sisi penyuntingan film, karena tidak ada seorang pun yang pernah melakukan seluruh proses pembuatan film hanya dengan sebuah kamera, dan kualitas suara juga sangat berbeda."
 
Pada saat yang sama, Masharawi, mengingatkan kondisi ini telah menyebabkan salah satu film pendek berjudul "Sorry Cinema" secara khusus, sulit untuk berbicara tentang pembatasan-pembatasan produksi film dalam kondisi seperti ini.
 
Ia menerangkan, "Ini adalah salah satu film yang memiliki ikatan khusus dengan saya, karena dalam hidup Anda pikir sinema adalah prioritas hidup, tapi tiba-tiba Anda menyadari ternyata bukan, tidak seperti itu. Lebih penting dari semua itu apa yang Anda makan, menyelamatkan keluarga Anda, dan Anda menyaksikan bahwa menyelamatkan orang lebih penting dari sinema."
 
Sutradara film Palestina ini mengatakan,
 
Kami membuat film supaya bisa membuat hidup lebih baik, hidup lebih mudah, supaya bisa lebih kita pahami. Supaya kondisi manusia lebih baik. Film ini benar-benar memiliki unsur tersebut, karena sutradara berada dalam kondisi yang harus memilih salah satu, hidup atau sinema, dan ia memilih hidup.
 
Saat ditanya apa peran sinema, Masharawi menjelaskan, "Sinema bagi saya sangat penting. Saya membuat film di dalam Wilayah pendudukan sejak lebih dari 30 tahun lalu. Sinema harus dijaga dari penjajahan Israel. Dunia perfilman bukan sekadar harus menjadi sebuah reaksi tapi juga harus menjadi sebuah langkah. Kami orang-orang Palestina, adalah sebuah bangsa. Kami memiliki bahasa, sejarah, musik, warna, dan makanan yang sama. Kami punya banyak sesuatu milik bersama. Semua ini dapat menjadi sandaran yang kokoh untuk membuat film."
 
Rashid Masharawi, dilahirkan pada tahun 1962 di Gaza, dari keluarga pengungsi Jaffa, dan dibesarkan di kamp pengungsi Shati. Ia tinggal dan bekerja di Tepi Barat, dan pada tahun 1996 mendirikan Pusat Produksi dan Distribusi Sinema, dengan maksud untuk mendukung produksi perfilman lokal.
 
Masharawi juga menjadi donator perfilman melalui telepon seluler sehingga ia dapat menayangkan film-film yang diproduksi di kamp-kamp pengungsi Palestina.
 
Film besutan Masharawi, berjudul "Palestine Stereo", tampil dalam festival film Toronto pada tahun 2013, setelah itu ia membuat film berjudul Letters from Yarmouk pada tahun 2014, dan Writing on Snow, pada tahun 2017.
 
Di antara film-film besutan Rashid Masharawi yang lain adalah Haifa (1996), Waiting (2005), dan Live from Palestine (2002). Pada tahun 2018, Masharawi, ikut serta dalam festival film internasional Fajr ke-36 di Iran.