کمالوندی

کمالوندی

Jumat, 06 September 2013 20:12

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 94-96

Ayat ke 94-95

Artinya:

Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (7: 94)

 

Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan", maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya. (7: 95)

 

Sebelumnya telah disampaikan tentang pembahasan ayat-ayat al-Quran berkenaan dengan peristiwa sejarah para nabi seperti Nabi Hud, Saleh dan Syu'aib as. Surat al-A'raf ayat ke-94 dan 95 ini menyinggung salah satu Sunnatullah. Yaitu, di samping mengutus para nabi untuk menyeru umat manusia ke jalan Allah,

Dia juga menurunkan berbagai kesulitan agar umat manusia selalu mengingat tentang kematian dan alam akhirat. Selain itu, dengan adanya pengalaman masa lalu yang pahit, manusia dapat memperbaiki masa depannya.

 

Terkadang manusia tersadarkan dari semua kesalahan dan kelalaiannya ketika dia mengalami musibah yang menimpa fisik mereka. Seperti sakit dan kematian atau musibah yang menimpa harta benda mereka, misalnya kedatangan musim paceklik dan masa-masa sulit. Semua musibah tersebut akan mengikis habis kecintaan manusia kepada dunia, sehingga ia akan menjalani kehidupan dengan lebih baik. Sesungguhnya masa-masa sulit tersebut sangat singkat dan Allah akan kembali mendatangkan nikmat-Nya. Namun sayangnya, banyak manusia yang begitu memperoleh kekayaan dan kejayaan kembali lupa daratan. Mereka lupa untuk selalu mengingat Allah Swt dan mengatakan bahwa berbagai peristiwa pahit dan sulit tersebut adalah karena proses alam semata. Hal inilah yang menimbulkan kemurkaan Allah.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sesungguhnya berbagai kesulitan dan problem dapat menjadi sebuah faktor penggugah kesadaran yang konstruktif, agar manusia terbebas dari penyakit lalai atas kekuasaan Allah Swt. Dari sudut pandang ini, berbagai kejelekan dan penyakit tidak selalu merupakan murka Allah, tetapi adakalanya merupakan anugerah dan kasih sayang Allah dalam bentuk musibah demi kebaikan manusia.

2. Bagi sebagian orang yang tidak memiliki iman dan kesadaran, kesejahteraan dan kebahagiaan malah membuatnya menjadi manusia yang arogan dan lalai dari ajaran agama. Dalam situasi seperti ini, kebahagiaan dan kesejahteraan malah menjadi tanda adanya peringatan dari Allah.

 

Ayat ke 96

 

Artinya:

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (7: 96)

 

Ayat yang baru dibacakan tadi menyatakan bahwa Allah Swt dalam menurunkan kesulitan dan musibah untuk manusia bukanlah bertujuan untuk menyiksa, melainkan agar manusia menjadi beriman dan bertakwa. Ketika manusia telah menjalankan berbagai kewajiban mereka dengan benar, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, ataupun sosial kemasyarakatan, Allah Swt tidak pernah menutup pintu berkah-Nya baik di langit maupun di bumi. Namun apa yang hendak dikata, sebagian manusia justru dengan memperoleh berbagai nikmat malah mendustakan Allah dan itulah sebabnya mereka memperoleh kemurkaan Allah Swt.

 

Di sini, barangkali timbul pertanyaan, mengapa dewasa ini kita mendapati kehidupan orang-orang Kafir, terutama di negara-negara Barat, lebih sejahtera daripada kaum Muslimin? Sementara itu, kita menyaksikan pula betapa banyak kaum Muslimin dunia yang hidup miskin dan tertindas. Bukankah ayat tadi menjelaskan bahwa iman dan takwa merupakan syarat utama turunnya nikmat Allah? Bila kita dengan cermat menganalisa kondisi dunia dewasa ini, kita dengan mudah menemukan jawabannya.

 

Pertama, sebagian besar kaum Muslimin dan negara-negara Islam di dunia hanya menjadikan Islam sebagai nama saja. Mereka sebagian besar hanya menjalankan ritual-ritual Islam serta tidak menjalankan ajaran dan pemikiran agama Ilahi ini secara benar. Itulah sebabnya, nikmat yang dijanjikan Allah bagi kaum Muslimin belum juga datang.

 

Kedua, negara-negara kafir pun sesungguhnya menderita berbagai problema besar. Meskipun secara material mereka kaya serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, namun mereka dirundung berbagai kesulitan besar dalam bidang kebudayaan dan sosial. Masalah sosial utama yang dihadapi Barat saat ini adalah keruntuhan nilai-nilai sejati rumah tangga, sehingga lenyaplah perasaan kasih-sayang di antara anggota keluarga. Akibatnya, kebobrokan moral meraja-lela di berbagai sektor kehidupan. Data statistik banyak menunjukkan bertapa banyak kasus bunuh diri dan penyakit jiwa yang terjadi di negara-negara kaum kafir. Padahal, secara material mereka hidup berlebihan dan sejahtera.

 

Al-Quran al-Karim pada ayat-ayatnya yang lain menyinggung jenis nikmat-nikmat yang tidak langgeng dan tidak berkah ini. Dalam surat al-An'am ayat ke-44 Allah berfirman, "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka." Ketika kaum Mukminin memperoleh nikmat, Allah akan menyertainya dengan berkah, sehingga nikmat itu akan memberikan kebahagiaan lahir batin.

 

Sebaliknya, Allah tidak menurunkan berkah itu bagi orang-orang Kafir, sehingga nikmat material yang mereka miliki, seperti kekayaan, kekuasaan, atau ketinggian ilmu tidak membawa mereka kepada kebahagiaan yang hakiki. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa pada akhir zaman, Imam Mahdi af sang juru selamat dunia akan muncul dan kemudian turunlah berkah dari langit dan bumi untuk umat manusia, sehingga segala bentuk kezaliman dan penindasan di muka bumi akan sirna dan digantikan oleh keadilan dan kesejahteraan.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita tidak boleh menyenangi segala bentuk nikmat, namun harus selalu mengharapkan nikmat yang diiringi berkah, sehingga kita tidak perlu iri hati terhadap suatu nikmat yang berada di tangan orang-orang Kafir. Nikmat di tangan orang mukmin adalah pertanda anugerah Allah sedangkan nikmat yang berada di tangan orang kafir adalah pertanda kemurkaan Allah.

2. Agar Allah menurunkan berkahnya di tengah sebuah masyarakat, mayoritas anggota masyarakat itu haruslah beriman dan bertakwa, bukan hanya satu atau dua orang saja.

3. Pembinaan jiwa dan kebudayaan masyarakat penting untuk dilakukan agar sejalan dengan nilai-nilai Ilahi. Hal ini akan berdampak baik pada kemajuan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, sekaligus mencegah timbulnya kerusakan dan kemunduran ekonomi.

Jumat, 06 September 2013 20:10

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 90-93

Ayat ke 90-91

Artinya:

Pemuka-pemuka kaum Syu'aib yang kafir berkata (kepada sesamanya): "Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu'aib, tentu kamu jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang merugi". (7: 90)

 

Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka. (7: 91)

 

Sebelumnya telah disampaikan bahwa penduduk kota Madyan bersama para pembesar dan kepala-kepala suku mereka, selalu berdiri menentang ajakan dan seruan Nabi Syu'aib as. Mereka tidak saja melecehkan dan mengabaikan seruan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, bahkan juga berencana untuk mengusir Nabi Syu'aib dan para pengikutnya. Surat al-A'raf ayat 90 dan 91 ini menyatakan bahwa para pembesar kota Madyan yang kafir selalu memperingatkan masyarakat yang mendengarkan nasehat dan seruan Nabi Syu'aib as, bahkan mereka akan mendapatkan malapetaka dan kerugian.

 

Sudah barang tentu, yang dimaksud dengan kerugian oleh orang-orang Kafir itu adalah kerugian harta dan duniawi. Pesan terpenting Nabi Syu'aib as kepada kaumnya adalah agar mereka menjauhkan dari sikap curang dengan mengurangi takaran dan timbangan dalam berdagang. Bila dilihat dari sudut pandang para pencinta dunia, mengurangi takaran dan timbangan merupakan suatu keuntungan dan sebaliknya, bersikap jujur akan menimbulkan kerugian. Namun, Nabi Syu'aib menyeru umatnya agar takut kepada Tuhan dan berbuat jujur sebagaimana yang diperintahkan Tuhan.

 

Ketika hujjah Allah Swt sudah disampaikan, namun kaum Madyan tetap saja keras kepala dan mengingkari nasehat serta seruan Nabi Syu'aib as, bahkan mendustakannya serta menyakitinya, akhirnya Allah menurunkan azab-Nya. Secara tidak diduga dan tiba-tiba pada malam hari terjadilah gempa bumi dahsyat yang mengguncang bumi Madyan. Kaum Madyan yang kafir itu tidak sempat untuk melarikan diri dan mereka tewas tertimpa rumah mereka yang hancur.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para penentang nabi-nabi utusan Allah kebanyakan dari kalangan bangsawan kaya raya dan arogan,yang acuh tak acuh terhadap urusan masyarakat.

2. Berbagai siksaan Allah biasanya diturunkan pada waktu malam, meskipun Allah Swt juga menurunkan anugerah dan berita gembira kepada para kekasih-Nya dan hamba-hamba yang shaleh pada malam hari.

 

Ayat ke 92

 

Artinya:

(yaitu) orang-orang yang mendustakan Syu'aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang yang mendustakan Syu'aib mereka itulah orang-orang yang merugi. (7: 92)

 

Ayat ini menjelaskan betapa dahsyatnya gempa yang diturunkan Allah Swt. Gempa itu telah mengubur penduduk kota Madyan di dalam puing-puing reruntuhan rumah-rumah mereka. Sampai-sampai orang yang datang kemudian menyangka bahwa kawasan ini tidak berpenghuni dan telah ditinggalkan oleh penduduknya selama bertahun-tahun. Al-Quran al-Karim selanjutnya mengatakan bahwa orang-orang Kafir itu mendapatkan balasan atas kecurangan mereka. Orang-orang Kafir itu suka mengurangi takaran dan timbangan dan akibatnya, perbuatan curang itu menjadi penyebab kehancuran dan kerugian mereka. Orang-orang yang kufur terhadap perintah Allah Swt akan menanggung kerugian yang berat, yaitu kerugian-kerugian yang ditanggungnya di dunia dengan melayangnya harta dan nyawa mereka, serta kerugian di akhirat dengan terlemparnya mereka ke dalam api neraka yang membakar.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Kita harus mengambil hikmah dan pelajaran dari akibat pahit yang ditanggung oleh orang-orang Kafir. Kita tidak bolehmengingkari kebenaran karena hal itu akan mengakibatkan kerugian bagi diri kita sendiri.

2. Kita harus senantiasa bertawakal kepada Allah dan memahami bahwa segala tipu daya kaum bathil senantiasa akan menemui kegagalan. Orang-orang yang berencana untuk mengusir Nabi Syu'aib dan para pengikutnya, justru akhirnya hancur binasa tertimpa reruntuhan rumah-rumah mereka sendiri.

 

Ayat ke 93

 

Artinya:

Maka Syu'aib meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?" (7: 93)

 

Ayat ini menunjukkan kebenaran nasehat utusan Allah ini, sehingga kesyirikan kaumnya mendapatkan balasan siksa yang pedih. Dalam ayat ini, Nabi Syu'aib seolah-olah berbicara dengan orang-orang Kafir yang tewas dan hancur itu, "Wahai kalian semua! Apakah aku tidak cukup memberitahukan kalian akan turunnya azab dan siksaan Allah, apakah aku juga tidak cukup menasehati dan memberi teladan kepada kalian? Kenapa kalian acuh tak acuh dan tidak perduli dengan nasehat dan seruanku demi kebaikan kalian? Kalian malah pergi mematuhi orang-orang yang telah memperbudak kalian demi kepentingan pribadi mereka. Wahai kalian semua! Aku telah menyampaikan hujjah Allah secara sempurna kepada kalian, tetapi kalian tidak menyukainya dan tidak pula menerimanya. Karena itu, buat apa aku bersedih atas nasib buruk yang telah menimpa kalian?"

 

Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam mendakwahkan ajaran Islam, kita harus memiliki komitmen dan niat yang baik. Selain itu, dakwah harus dilakukan dengan bahasa yang penuh persaudaraan dan persahabatan, bukan dengan sikap berkuasa dan sombong.

2. Kita harus melaksanakan tugas kewajiban kita dalam menyampaikan kebenaran sebaik mungkin dan tidak perlu cemas atau bersedih hati bila hasilnya tidak sesuai keinginan kita.

3. Memberi teladan dan nasehat ada batasnya. Sewaktu masyarakat sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk bisa menerima teladan dan seruan, maka harus ada tindakan yang lebih keras.

4. Kemurkaan Allah pasti akan diturunkan setelah hujjah disampaikan dengan sempurna. Selama kebenaran masih belum diterima dan dipahami oleh masyarakat, maka azab dan siksaan Allah tidak akan diturunkan.

Jumat, 06 September 2013 20:07

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 87-89

Ayat ke 87

 

Artinya:

Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (7: 87)

 

Pada pembahasan ayat yang lalu telah disinggung beberapa nasehat dan teladan yang ditunjukkan oleh Nabi Syu'aib kepada kaumnya. Disebutkan pula bahwa penduduk Madyan telah terbiasa menjual barang dagangan dengan mengurangi takaran dan timbangan serta memakan harta orang lain, sehingga kebobrokan ekonomi telah tersebar di tengah-tengah mereka. Karena itu, Nabi Syu'aib as menyeru umatnya agar bertaubat dan kembali ke jalan Allah serta menjaga hak manusia. Tapi mereka bukannya menerima dan mendengarkan seruan Nabi utusan Allah ini dengan cara memperbaiki dan meluruskan penyimpangan imannya, orang-orang Kafir itu malah mengatakan kepada Nabi Syu'aib, "Apabila yang kau katakan itu benar, maka coba turunkanlah azab Allah kepada kami!"

 

Pernyataan kaum Kafir itu mempengaruhi keimanan para pengikut Nabi Syu'aib, sehingga mereka pun berkata, "Wahai Nabi Syu'aib! Apabila kita benar-benar berada dalam kebenaran, mengapa Allah Swt tidak menurunkan siksaan kepada mereka ?" Ayat ke-87 surat al-A'raf ini merupakan jawaban kepada kedua kelompok itu, yaitu umat yang beriman kepada Nabi Syuaib dan umat yang mengingkarinya. Dalam ayat itu Allah berfirman bahwa Allah tidak secepat itu menurunkan azab dan siksaan. Dia masih memberi kesempatan bertaubat kepada orang-orang yang telah melakukan kesalahan dan dosa itu. Artinya, terhadap orang yang telah melakukan dosa, Allah tidak langsung menyiksa mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Rahmat dan kasih sayang Allah merupakan pencegah dari turunnya azab dan siksaan-Nya. Karena itu ketika Allah mengakhirkan azab dan siksaan-Nya tidak seharusnya orang-orang Kafir menjadi sombong, dan tidak seharusnya pula orang-orang Mukmin merasa putus asa dari rahmat Allah.

2. Kita harus menyerahkan pengadilan antara orang-orang Kafir dan Mukmin itu kepada Allah karena hanya Allah-lah yang mengetahui segala perbuatan dan pemikiran manusia dan Dia-lah yang berhak mengadili mereka.

 

Ayat ke 88

 

Artinya:

Pemuka-pemuka dan kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu kembali kepada agama kami". Berkata Syu'aib: "Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?" (7: 88)

 

Ancaman pengusiran dan pengasingan merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh kaum Kafir yang sombong dan penguasa zalim dalam menghadapi para Nabi utusan Allah dan kaum Mukminin. Sebagaimana yang disimak dalam peristiwa Nabi Luth as, orang-orang Kafir yang arogan itu berkata, "Karena kalian orang-orang beriman dan berhati bersih, keluarlah kalian dari kota kami!" Demikian pula yang terjadi pada umat Nabi Syuaib. Para pemuka kaum Kafir penduduk Madyan itu dengan terang-terangan mengatakan kepada kaum Mukmin agar kembali menerima agama jahiliah, jika tidak mereka akan diusir keluar kota Madyan. Nabi Syu'aib as dalam menjawab pernyataan orang-orang Kafir itu mengatakan, " Kami tidak berminat terhadap ajaran kalian, apakah kalian juga akan memaksa kami menerima ajaran kalian?"

 

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sepanjang sejarah, kelompok arogan dan para pemuka kaum pendosa menjadi musuh para nabi. Karena itu sejarah menunjukkan bahwa tidak ada seorang nabi pun yang menjadi pendukung para penguasa dan raja-raja lalim.

2. Cara yang ditempuh para nabi adalah mengetengahkan logika rasionil dan teladan, tetapi cara yang diambil oleh para penentang agama Ilahi ialah ancaman, paksaan, dan kekerasan.

3. Memaksakan keyakinan adalah cara yang digunakan orang kafir dan penentang ajaran Ilahi, sedang kaum Mukminin adalah orang-orang yang tidak mau dipaksa untuk menerima kehendak orang-orang Kafir.

 

Ayat ke 89

 

Artinya:

Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. (7: 89)

 

Dalam menjawab ancaman-ancaman dari kaum Kafir, Nabi Syu'aib as dengan tutur kata yang lembut penuh sopan santun, namun tegas dan kokoh, mengatakan, "Kalian menginginkan kami kembali kepada ajaran kalian, padahal Allah Swt Tuhan kami, telah menyelamatkan kami dari segala penyimpangan dan kebiasaan yang salah, kemudian memberi petunjuk kepada jalan yang benar dan lurus. Karena itu apabila kami kembali kepada jalan kalian, berarti seakan seruan dan ajakan kami ke jalan Allah itu bohong dan tidak berdasar sama sekali. Oleh sebab itulah kami tidak berhak untuk keluar dari jalan Allah, lalu kembali kepada jalan kalian. Apalagi Allah tidak pernah memerintahkan perintah semacam itu kepada kami, karena sudah pasti Tuhan tidak akan mengijinkan hal tersebut."

 

Dengan demikian kami tidak akan bisa berkata bahwa kami beriman kepada Tuhan tetapi pada kenyataannya kami senantiasa bekerjasama dengan kalian. Karena Allah Swt Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu dan tak suatupun yang bisa tersembunyi di mata Allah. Karena itulah kami senantiasa bertawakal dan bersandar diri kepada Allah dalam menghadapi berbagai ancaman kalian. Kami memohon kepada-Nya agar Dia menjadi hakim yang sebaik-baiknya dalam memberikan pengadilan antara kami dan kalian, sehingga terbuka suatu jalan yang menjadi penyelamat bagi kita."

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Keluar dari jalan yang benar dan lurus, serta cita-cita dan norma-norma agama Ilahi merupakan pelanggaran atas perjanjian dengan Allah. Karena itu orang mukmin tidak akan pernah menjual akidah dan keyakinannya kepada orang lain dengan harga murah.

2. Dalam menghadapi tekanan dan berbagai ancaman dari kaum Kafir yang arogan, kita harus melaksanakan tugas kita dengan baik, kemudian bertawakal dengan ilmu dan kekuasaan Allah yang tak bertepi.

Jumat, 06 September 2013 20:06

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 83-86

Ayat ke 83-84

Artinya:

Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). (7: 83)

 

Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (7: 84)

 

Pada pelajaran pekan lalu telah dijelaskan bahwa kaum Luth tidak menerima dengan baik ajaran dan bimbingan Nabi Luth as, bahkan mereka berusaha mengusir utusan Allah ini bersama para para pengikutnya. Sebab Nabi Luth dan orang-orang Mukmin dianggap bersalah karena hidup tidak melakukan kejahatan dan tidak menodai diri dengan dosa. Ayat-ayat tadi menyebutkan, karena kaum Nabi Luth berbuat dosa besar, Allah menurunkan azab-Nya atas mereka. Hanya Nabi Luth as dan para pengikutnya sajalah yang diselamatkan oleh Allah Swt dari azab itu.

 

Yang menarik dalam kisah al-Quran ini adalah nasib istri Nabi Luth. Sekalipun dia tidak melakukan dosa seperti laki-laki di kaum itu, namun karena keengganannya mengikuti ajaran Nabi Luth dan dukungannya kepada kaum pendosa, dia harus menerima azab ilahi dan binasa karenanya.

 

Siksaan dan azab yang diturunkan kepada kaum Nabi Luth ini mirip dengan azab yang turun atas Abrahah dan pasukan gajahnya yang datang ke Mekah untuk menghancurkan Ka'bah. Surat Hud ayat 82 dan 83 mengenai siksaan terhadap kaum Nabi Luth ini menyatakan, "Dan Kami turunkan kepada mereka hujan kerikil yang terbakar". Sementara surat al-Fil menyebutkan azab dan siksaan atas pasukan gajah demikian, "Burung-burung itu melempari mereka dengan kerikil yang terbakar."

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam masalah siksa dan pahala ilahi, hubungan saudara dan keluarga tidak ada gunanya. Istri seorang nabi sekalipun akan mendapatkan siksaan dan azab, sementara para pengikut nabi diselamatkan oleh Allah Swt.

2. Wanita dan laki-laki sama-sama independen dan bebas dalam berbuat sesuatu serta menentukan pemikiran dan keyakinan. Istri Nabi Luth as telah memilih jalan orang-orang kafir durhaka dan mendapat siksa akibat pilihannya. Sedang istri Fir'aun memilih menjadi pengikut Nabi Musa as, sehingga mendapat balasan pahala dan surga.

3. Kemurkaan Allah tidak dikhususkan pada Hari Kiamat, tetapi kadang-kadang juga ditimpakan kepada para pendosa di dunia ini.

 

Ayat ke 85

 

Artinya:

Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (7: 85)

 

Setelah menjelaskan peristiwa kaumnya Nabi Luth as, ayat ini menyinggung peristiwa Nabi Syu'aib dan kaumnya. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt telah mengutus seorang Nabi bernama Syu'aib kepada kaum Madyan yang tinggal di berbagai kawasan yang memiliki banyak simpanan air dan udara yang nyaman. Di sana masyarakat ini menghadapi kejahatan yang luas yaitu pengurangan timbangan dalam berjual beli. Karena itu Nabi Syu'aib as yang hidup bersama mereka ditugaskan untuk mencegah kebiasaan buruk ini. Beliau memperingatkan kaumnya untuk menakar dan menimbang barang dagangan dengan benar dan teliti. Nabi Syuaib as mengatakan, "Mengurangi timbangan merupakan sejenis kejahatan di muka bumi dan perbuatan tersebut tidak bisa seiring dengan iman kepada Allah Swt."

 

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Orang yang tidak beriman kepada Allah mudah terseret untuk melakukan dosa dan kejahatan, seperti penyimpangan akhlak dan kejahatan ekonomi.

2. Agama-agama samawi dan para utusan Allah Swt tidak hanya terkonsentrasi dalam munajat dan menyembah Allah, tetapi juga memperhatikan segala problema masyarakat seperti masalah ekonomi dan lainnya, serta berjuang untuk mengikis segala bentuk penyelewengan yang ada di muka bumi.

3. Orang yang komitmen dengan imannya, senantiasa berusaha memperoleh rezeki dan bekerja yang benar, berbuat adil dan jujur dalam berjual-beli.

 

Ayat ke 86

 

Artinya:

Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (7: 86)

 

Kaum Nabi Syu'aib yang keras kepala dan hanyut dalam kejahatan, selalu mengancam orang-orang Mukminin dan menyiksa mereka dengan berbagai cara. Nabi Syu'aib as berpesan kepada kaum Madyan agar senantiasa menjaga akhlak dan norma-norma sosial. Beliau juga mengingatkan kaum Kafir Madyan untuk tidak menggunakan tipu daya, pembunuhan dan perampokan dalam menggoyahkan keimanan kaum Mukminin. Nabi Syuaib juga menyeru mereka untuk selalu mengingat nikmat-nikmat Allah Swt.

 

Menyelewengkan ajaran Tuhan dan upaya memalingkan orang-orang Mukmin dari kebenaran merupakan tindakan yang biasa dilakukan oleh kaum Madyan. Nabi Syu'aib as memperingatkan perbuatan-perbuatan tersebut dan mengatakan, "Ingatlah kalian semua akan segala nikmat Allah dan jangan melakukan kejahatan dan dosa. Kalian dahulu adalah kelompok kecil yang terancam punah dan hancur, tetapi Allah Swt menganugerahkan kepada kalian kesejahtaraan, keluasan, keturunan yang banyak dan kekuasaan. Karena itu bersyukurlah atas nikmat-nikmat Allah ini. Janganlah kalian melakukan penyimpangan, dan hendaknya kalian mengambil pelajaran dari nasib orang-orang terdahulu yang telah melakukan perbuatan dosa dan kejahatan"

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Musuh-musuh di jalan Allah ada di mana-mana. Mereka selalu memanfaatkan berbagai cara untuk menyimpangkan dan menyelewengkan kaum Mukminin.

2. Salah satu cara untuk mengajak masyarakat kepada kebenaran adalah dengan mengingatkan berbagai nikmat Allah dan mengajak untuk mengambil pelajaran dari nasib kaum-kaum terdahulu.

Jumat, 06 September 2013 20:04

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 77-82

Ayat ke 77-78

 

Artinya:

Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: "Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)". (7: 77)

 

Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka. (7: 78)

 

Sebelumnya telah disebutkan mengenai mukjizat Nabi Saleh as yang ditunjukkan terhadap kaumnya Tsamud, yaitu unta betina yang keluar dari sebuat bukit. Unta tersebut meminum air sumur masyarakat, serta memiliki kemampuan memproduksi susu sedemikian banyak. Allah Swt memerintahkan agar unta tersebut jangan diganggu dan disakiti. Tetapi para pemuka kaum dan tokoh-tokoh masyarakat mereka beranggapan bahwa berimannya masyarakat kepada Nabi Saleh justru suatu hal yang berbahaya. Karena itu, mereka menyuruh agar unta betina tersebut dibunuh saja agar mukjizat itu lenyap, dan Nabi Saleh tidak lagi bisa menunjukkan sesuatu bukti kenabiannya kepada masyarakat.

 

Kemudian, kelompok ini membunuh unta betina itu, lalu dengan congkak dan sombongnya menantang Nabi Saleh as agar membuktikan segala ucapannya terkait turunnya azab Allah. Maka turunlah azab menimpa kaum Tsamud sebagaimana yang dijanjikan tersebut. Sekalipun tidak semua masyarakat memiliki peranan dalam pembunuhan unta tersebut dan hanya orang tertentu saja yang melakukan penyembelihan tersebut, namun diamnya mereka di hadapan perbuatan jahat yang melanggar perintah Allah Swt. Ternyata telah menyebabkan turunnya azab kepada masyarakat secara keseluruhan, azab yang mengakibatkan kehancuran mereka.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sombong dan takabur merupakan merupakan sifat yang berpotensi menyuburkan tindakan-tindakan pembangkangan terhadap berbagai perintah dan larangan Allah Swt.

2. Sikap diam dan rela terhadap sebuah perbuatan jahat dan dosa akan dihitung sebagai bentuk partisipasi dalam melakukan perbuatan dosa dan kejahatan itu dan hal ini juga akan menyebabkan turunnya siksa Allah.

3. Betapa banyak peristiwa alam seperti gempa bumi, tanah longsor dan lain sebagainya, sebenarnya merupakan peringatan dan balasan terhadap dosa dan kelalaian kita.

 

Ayat ke 79

 

Artinya:

Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat". (7: 79)

 

Pernyataan Nabi Saleh as ini bisa terjadi sebelum turunnya azab atau sesudahnya. Jika ucapan tersebut disampaikan sebelum diturunkan azab kepada mereka, maka itu berarti semacam penyempurna hujjah atau argumen. Jika setelah turunnya azab, maka itu bisa dianggap sebagai sejenis ucapan perpisahan kepada kaumnya yang keras kepala itu sebelum mereka dihancurkan. Nabi Saleh mengatakan, "Aku telah melaksanakan tugasku. Bahkan dalam kesempatan yang sangat sedikitpun, aku tidak pernah berputus asa memberikan nasehat secara tulus. Tetapi, sayangnya kalian selalu menunjukkan perbuatan yang tidak patut dan kalianpun tidak menjadikan nasehat dan bimbingku sebagai teladan. Kalian memang tidak suka mendengarkan nasehat dan bimbingan ke arah kebaikan".

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Dalam mengajak dan menyeru masyarakat kepada Allah Swt, para nabi selalu menggunakan cara-cara simpatik penuh ketulusan. Mereka tidak pernah menyampaikan risalah Tuhan, dan mengesankan risalah tersebut seperti surat-surat keputusan dan berbagai peraturan formal yang kering tanpa jiwa.

2. Hendaknya kita menjadi orang yang mau menerima nasehat, serta mencintai orang-orang yang memberi nasehat dan bimbingan. Karena sikap tidak peduli terhadap nasehat dan bimbingan bisa menyebabkan kemarahan Allah.

 

Ayat ke 80-81

 

Artinya:

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (7: 80)

 

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (7: 81)

 

Setelah menyinggung peristiwa Nabi Saleh as dan kaum Tsamud, rangkaian ayat ini juga menceritakan peristiwa yang terjadi pada Nabi Luth as dan kaumnya. Kaum Nabi Luth ini telah jatuh dalam kesesatan. Mereka melakukan perbuatan mesum dan kotor, yaitu perbuatan homoseksual. Perbuatan kotor dan mesum ini merupakan suatu yang biasa dan lumrah di kalangan mereka.

 

Nabi Luth hidup di zaman Nabi Ibrahim as. Beliau diperintah oleh Nabi Ibrahim untuk memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kaum yang biasa melakukan perbuatan jahat dan kotor ini. Kaum Luth yang sudah biasa melakukan berbagai penyimpangan seksual semacam ini menganggap perbuatan tersebut sebagai suatu yang telah lumrah. Menurut ungkapan al-Quran, belum pernah terjadi perbuatan kotor semacam ini di tengah-tengah kaum manapun di dunia ini. Anehnya dewasa ini, di zaman modern dan peradaban yang serba maju ini, perbuatan kotor tersebut juga tersebar dan biasa dilakukan oleh orang-orang di sejumlah negara Barat, dan hal itu dianggap sebagai peilaku yang legal dan sah.

 

Nabi Muhammad Saw berkata, "Siapapun yang melakukan perbuatan seksual sesama jenis, ia akan mendapatkan laknat dan kutukan Allah". Sedang menurut hukum Islam, hukuman atas perbuatan kotor dan menyimpang ini adalah hukuman mati, dan hukum ini berlaku baik terhadap pelaku ataupun objeknya.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Perbuatan homoseksual adalah suatu perbuatan memelanggar fitrah manusia terkait masalah penyaluran syahwat. Perbuatan ini juga dapat dianggap sebagai pelanggaran atas hak asasi laki-laki dan perempuan.

2. Sebuah perbuatan yang kotor dan menyimpang akan jauh lebih berbahaya ketika menjadi tersebar di masyarakat dan dianggap sebagai perbuatan lumrah. Masyarakat seperti itu itu layak untuk menerima berbagai jenis azab dan akibat buruk.

 

Ayat ke 82

Artinya:

Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri". (7: 82)

 

Meskipun pernyataan Nabi Luth as itu sangat argumentatif dan logis, tetapi kaum yang sudah berkubang dalam dosa itu sangat congkak. Mereka terus berinisiatif untuk mengusir Nabi Luth dan para pengikutnya. Mereka bukannya memberikan alasan atau menjustifikasi perbuatan mereka dalam melakukan perbuatan kotor tersebut, tapi dengan sombong berkata, "Bila kalian merasa menjadi orang yang sok suci, maka pergilah dari sini dan biarkan kami tinggal disini".

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pada dasarnya perbuatan dosa dan keji sama sekali tidak bisa dijustifikasi atau dilogikakan. Karena itu, umumnya sikap para pendosa dalam menjawab masalah ini adalah mengusir dan mengasingkan orang-orang yang suci tersebut.

2. Apabila kita membiarkan kejelekan dan perbuatan dosa tersebar di dalam masyarakat, maka berarti kita harus bersiap-siap untuk dikeluarkan dari masyarakat dan pada saat yang sama, para pendosa akan berkuasa di dalam masyarakat.

Jumat, 06 September 2013 20:03

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 72-76

Ayat ke 72

Artinya:

Maka kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan tiadalah mereka orang-orang yang beriman. (7: 72)

 

Sebelumnya telah disebutkan bahwa kaum ‘Aad dengan sikap keras kepala menolak Nabi Hud as, sehingga mereka tidak segan-segan mengatakan kepada Hud as, "Apabila yang anda bicarakan itu benar dan yang dijanjikan pada Hari Kiamat itu akan terlaksana, maka datangkanlah ancaman itu kepada kami, sehingga kami dapat menyaksikannya di dunia ini."

 

Ayat ini mengatakan, Allah Swt menurunkan azab kepada kaum yang keras kepala ini dengan azab yang berat. Selama 7 hari 7 malam angin topan yang dahsyat menerpa mereka, sehingga mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka bagaikan batang-batang pohon kurma yang roboh ke tanah. Saat itu, Nabi Hud as dan orang-orang yang beriman kepadanya diselamatkan dari azab ini dan memperoleh anugerah dan rahmat Allah Swt.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Allah Swt Maha Adil. Dia tidak memperlakukan orang yang baik dan buruk dengan sama. Sewaktu azab dan murka Allah turun, kaum Mukminin yang sebenarnya memperoleh keselamatan.

2. Kita harus mengambil pelajaran dari sejarah, serta tidak menantang Allah dan para wali Allah. Sebab hal itu hanya akan mendatangkan kehancuran.

Ayat ke 73

 

Artinya:

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Saleh. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih". (7: 73)

 

Setelah menjelaskan peristiwa yang menimpa kaum ‘Aad, ayat 73 surat Al-A'raf ini menyinggung kisah kaum Tsamud dan mengatakan, Allah Swt telah memilih Saleh as sebagai Nabi di tengah-tengah mereka. Sebagaimana para nabi lainnya, beliau menyeru masyarakat untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Umat meminta kepada beliau agar menunjukkan mukjizat. Lalu dengan kehendak Allah Swt, seekor unta betina keluar dari dalam gunung, Unta betina itu sedang hamil dan tak lama melahirkan anaknya. Yang sungguh mengherankan adalah unta betina ini bisa memberikan susu sebanyak yang diperlukan oleh kaum Tsamud. Nabi Saleh as meminta kepada masyarakat agar menjaga unta tersebut. Beliau memperingatkan mereka, jika mengganggu unta ini, Allah akan murka dan menurunkan azab-Nya.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Hubungan para nabi dengan masyarakat adalah hubungan persaudaraan. Para nabi tidak memperlakukan umatnya seperti penguasa terhadap rakyatnya. Para nabi mengajak umat kepada Allah Swt dengan pendekatan persaudaraan.

2. Segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah Swt memiliki kesucian, sekalipun berupa seekor unta. Barangsiapa yang tidak menghormatinya akan mendapatkan siksa Allah. Karena itu kita harus selalu menghormati segala bentuk kesucian agama.

 

Ayat ke 74

 

Artinya:

Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. (7: 74)

 

Nabi Saleh as mengingatkan kepada kaum Tsamud agar mengambil pelajaran dari kisah kaum ‘Aad sebelum mereka dihancurkan oleh Allah Swt akibat dikarenakan keras kepala dan penentangan terhadap kebenaran. Nabi Saleh mengatakan, "Kalian sebagai pengganti kaum ‘Aad. Karena itu janganlah mengikuti jejak mereka yang menentang kebenaran. Bersyukurlah atas segala nikmat Allah dan janganlah membuat kerusakan dan kejahatan di muka Bumi. Ketahuilah bahwa Allah Swt telah memberikan kekuatan kepada kalian semua, sehingga kalian bisa tinggal di muka bumi, lalu kalian dapat membangun berbagai bangunan megah sedemikian rupa di atas bukit dan padang pasir.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sejarah orang-orang terdahulu dapat menjadi petunjuk bagi generasi mendatang. Karena itu kita harus rajin menelaah sejarah dan mengambil pelajaran yang bermanfaat.

2. Barangsiapa yang mendapatkan kesejahteraan, ketenangan dan memiliki fasilitas yang lebih, hendaknya lebih banyak mengingat Allah agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan dan membuat kerusakan dan kejahatan.

 

Ayat ke 75-76

 

Artinya:

Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: "Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya". (7: 75)

Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu". (7: 76)

Meski Nabi Saleh as berulang kali memperingati kaumnya, para pemuka Tsamud menganggap bahwa ajaran samawi ini bertentangan dengan kepentingan mereka. karena itu mereka tidak saja menolak seruan Nabi Saleh as bahkan menciptakan keraguan di kalangan kaum Mukminin. Mereka mengatakan, "Dari mana kalian mengetahui bahwa Saleh itu Nabi?! Dari mana pula kalian mengetahui bahwa dia di utus oleh Allah, dan apa yang disampaikannya itu adalah wahyu Allah?"

Akan tetapi apa yang mereka lakukan itu tidak mengubah pendirian dan keyakinan orang-orang yang telah beriman kepada ajaran Nabi Saleh as. Orang-orang beriman itu menegaskan bahwa mereka meyakini dengan mantap segala ajaran yang dibawa oleh Nabi Saleh. Apalagi mereka telah menyaksikan mukjizat Nabi itu dari dekat. Kaum kafir yang menyaksikan kebulatan iman itu, menyatakan bahwa mereka menolak ajaran Nabi Saleh dan akan terus mengingkarinya.

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Sepanjang sejarah ada orang-orang yang selalu mengingkari kebenaran dan ajaran para nabi dan biasanya adalah para pemuka dan penguasa.

2. Kemiskinan dan ketertindasan tidak identik dengan kebenaran sebagaimana kekayaan dan kehormatan tidak selalu identik dengan anti kebenaran. Tolok ukur paling penting adalah iman dan ketakwaan. Ayat ini tidak memuji kaum tertindas tetapi memuji kaum Mukminin yang tertindas.

3. Akar dan pangkal kekafiran adalah kesombongan dan keangkuhan.

Jumat, 06 September 2013 20:02

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 67-71

Ayat ke 67

Artinya:

Hud herkata "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. (7: 67)

 

Sebelumnya telah disebutkan bahwa para pemuka kaum ‘Aad tidak bersedia menerima seruan Nabi Hud as. Mereka yang semestinya mengetengahkan dalil dan alasan penolakan malah menghina dan mencibir Nabi Hud as. Mereka menuduh dan mengatakan bahwa Nabi Hud as bodoh dan tidak mengerti apa-apa. Ayat ini menjelaskan jawaban Nabi Hud as kepada mereka. Nabi Hud as dengan kebesaran jiwa dan kesabaran menolak tuduhan kaumnya tanpa mengotori lisannya dengan hinaan dan cemoohan kepada mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para nabi dalam melaksanakan tugas tablighnya selalu menghadapi kendala dan problem yang sangat sulit. Namun mereka tidak pernah berputus asa.

2. Kita berkewajiban menolak tuduhan yang dialamatkan kepada kita dan tidak boleh melontarkan tuduhan semacam itu kepada orang lain.

3. Berlapang dada merupakan satu syarat keberhasilan dalam mengajak umat manusia kepada kebenaran.

 

Ayat ke 68

 

Artinya:

Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu". (7: 68)

 

Sebelumnya telah dijelaskan sikap dan perlakuan kasar kaum Nabi Hud as terhadap beliau. Kaum ‘Aad bahkan tidak segan menghina seruan utusan Allah ini. Pada ayat 68 disebutkan bahwa Nabi Hud as tidak membalas kejahatan dan kekurangajaran kaumnya, tetapi tetap berharap kebaikan untuk mereka. Beliau sangat komitmen dalam menyampaikan ajaran Allah kepada masyarakat, tidak mengatakan sesuatu dari diri sendiri dan tidak meminta upah apapun dari mereka.

 

Sebetulnya masyarakat telah mengenal dan mengetahui kesucian dan kebaikan para nabi, sebelum mereka diutus oleh Allah. Namun sewaktu mereka diseru untuk mengikuti risalah Allah yang dibawa oleh para nabi, mereka menolak mengikuti ajaran yang bertentangan dengan kepentingannya. Mereka juga tidak segan-segan menjadi penghalang misi kenabian dan melontarkan hinaan dan cemoohan kepada nabi.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para nabi mengerahkan seluruh daya dan upaya dalam menyampaikan ajaran Allah, tanpa mengenal putus asa.

2. Sifat menginginkan kebaikan orang lain dan kejujuran merupakan dua perkara penting yang harus diperhatikan oleh para muballigh Islam. Karena bila hal itu tidak dimiliki oleh para muballigh, maka ajakan dan seruan mereka tidak akan diterima dengan baik oleh masyarakat.

 

Ayat ke 69

 

Artinya:

Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (7: 69)

 

Ayat ini dan ayat-ayat lainnya dalam al-Quran disebutkan bahwa kaum ‘Aad adalah orang-orang yang memiliki fisik yang besar dan kuat. Al-Quran menceritakan bahwa setelah mereka diazab, mayat mereka tampak bagai batang-batang kurma yang tumbang. Ayat ini berbicara kepada mereka dengan mengatakan, Hud as dari kelompok kalian, bukan dari kaum lain, sehingga kalian sedemikian keras menentangnya. Hud berasal dari golongan dan bangsa kalian. Apa yang dilakukannya adalah demi kebaikan kalian. Apa yang diwahyukan kepadanya hanyalah untuk mengingatkan dan menyadarkan kalian.

 

Kami telah menurunkan kepadanya hal-hal yang bisa menjauhkan kalian dari kelalaian, sehingga kalian tidak lupa dan selalu mengingat Allah serta bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya. Kebahagian hidup kalian di dunia sangat bergantung pada keyakinan akan penciptaan dan hari pembalasan. Kalian akan berbahagia dengan senantiasa mengingat Tuhan yang membuat kalian kuat, dan menjadikan kalian sebagai ganti kaum Nabi Nuh as yang dimusnahkan oleh Allah Swt akibat penentangan mereka akan seruan kebenaran. Karena itu, jika kalian mengikuti jalan mereka, maka kalian akan bernasib seperti mereka.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para nabi berasal dari masyarakat, hidup di tengah-tengah masyarakat dan bekerja untuk masyarakat. Nabi tidak merasa lebih baik dari masyarakat.

2. Kekuatan fisik merupakan bagian dari karunia Allah, karena itu ia harus digunakan di jalan yang benar. Jika tidak, hal itu akan mendatangkan kerugian dan kehancuran yang nyata.

 

Ayat ke 70

 

Artinya:

Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (7: 70)

 

Ayat ini menunjukkan puncak irasionalitas, ekstrimisme dan sikap keras kepala orang-orang kafir. Tanpa alasan yang logis mereka menolak seruan para nabi, hanya karena mempertahankan adat dan kebiasaan nenek moyang mereka yang tidak menyembah Allah Swt. Bahkan lebih dari itu, menantang turunnya azab dari Allah.

 

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Taklid buta terhadap tradisi dan agama nenek moyang merupakan perkara yang tidak benar. Semuanya harus didasarkan pada logika akal sehat, bukan karena hubungan persaudaraan dan kekerabatan.

2. Fanatisme dan taklid buta yang tidak pada tempatnya membutakan mata manusia untuk melihat kebenaran, bahkan dapat menyeret manusia kepada penentangan.

3. Dalam menghadapi segala bentuk penyelewengan para nabi dengan keberanian tinggi melawan tradisi.

 

Ayat ke 71

 

Artinya:

Ia berkata: "Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu". Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yamg menunggu bersama kamu". (7: 71)

 

Meski dengan sabar Nabi Hud as menyeru kaum ‘Aad agar menyembah Allah Swt dan sekalipun beliau bersikap lembut dan kasih sayang, namun kaum ini tidak hanya menolak kebenaran, tetapi bahkan menantang datangnya azab. Mereka mengatakan, Apabila Hari Kiamat itu benar dan azab Tuhan itu memang ada, maka di dunia ini juga kami ingin menyaksikannya. Oleh karena itu turunkan azab kepada kami?!

 

Dalam ayat ini Nabi Hud as mengatakan, "Sesuai dengan keinginan kalian yang keras kepala, azab Allah yang kalian nantikan akan segera diturunkan atas kalian di dunia ini, dan aku juga menunggu datangnya azab tersebut. Karena kalian telah menyembah patung dan berhala yang kalian namakan Tuhan, dan kalian tidak mau menyembah Allah yang menciptakan jagat raya ini. Sesembahan kalian itu hanya khayalan kalian. Mereka disebut Tuhan tetapi tidak bisa berbuat apapun. Mereka samasekali tidak memiliki keagungan sebagaimana yang dimiliki oleh Allah Swt. Mereka tidak memiliki kekuasaan, ilmu, rahmat dan kebijaksanaan.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Seharusnya kita menghindari diri dari nama dan istilah yang wah, tapi tidak arinya. Berusahalah untuk mencari kebenaran.

2. Akidah dan keyakinan manusia harus berdasarkan pada dalil dan logika yang benar, bukan melalui taklid buta dan sikap ekstrim.

Jumat, 06 September 2013 20:01

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 63-66

Ayat ke 63

Artinya:

Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan mudah-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat? (7: 63)

 

Sebelumnya telah disinggung mengenai peristiwa pengangkatan Nabi Nuh as dan penghinaan yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaumnya. Dalam ayat ini Nabi Nuh as menjawab berbagai pernyataan mereka dengan mengatakan, apakah Allah Swt ajaran-ajaran Islam yang disampaikan Allah kepada umat manusia ciptaan-Nya lewat seorang hambanya dilakukan dengan cara yang bijaksana, ataukah merupakan suatu perkara yang tidak masuk akal dan mengherankan? Bila semua itu masuk akal, lalu mengapa kalian memperlakukanku seperti ini?

 

Bukankah tugasku hanya sekadar memberi peringatan? Dan apakah aku meminta sesuatu dari kalian, sehingga kalian harus melarikan diri? Apakah kalian tidak ingin mendapatkan rahmat Ilahi? Jika kalian ingin, maka bertakwalah dan jauhkanlah diri kalian dari segala perbuatan jahat dan jelek!

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Tujuan diturunkannya wahyu adalah untuk membimbing umat manusia melalui peringatan dan ancaman.

2. Para nabi meminta kepada masyarakat, bahkan meminta kepada para penguasa dan tokoh-tokoh masyarakat, namun perkara ini tidak bisa diterima oleh mereka.

 

Ayat ke 64

 

Artinya:

Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya). (7: 64)

 

Sekalipun dasar siksaan dan balasan pahala Allah itu pada Hari Kiamat, tetapi dalam sebagian kondisi Allah Swt telah menunjukkan berbagai sisi azab-Nya di dunia kepada orang-orang Kafir. Meskipun dalam ayat ini disebutkan, keras kepala dan acuh tak acuhnya kaum Nabi Nuh as, akhirnya Allah memerintahkan kepada Nabi Nuh as untuk membuat perahu besar. Lalu orang-orang Mukmin tersebut dinaikkan kedalam perahu itu, sehingga mereka bisa terselamatkan dari tenggelam dan topan besar. Di akhir ayat tersebut dikatakan, mereka yang tidak perduli dan acuh tak acuh dalam menyaksikan kebenaran, bahkan tidak ingin samasekali melihat kebenaran, kini mendapat azab yang besar semacam ini, sehingga generasi mereka menjadi terputus.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Iman kepada Allah telah menyebabkan keselamatan, sedang kebohongan merupakan jalan untuk menuju kehancuran.

2. Peristiwa alam seperti topan, banjir dan lain sebagainya itu di tangan Allah Swt. Alangkah banyak peringatan akan kemurkaan Allah yang ditunjukkan kepada umat manusia.

 

Ayat ke 65

 

Artinya:

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (7: 65)

 

Setelah menjelaskan peristiwa Nabi Nuh as, ayat ini menyinggung kisah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Menurut berbagai riwayat kaum ‘Aad tinggal dan hidup di kawasan Yaman, selatan Arab Saudi. Mereka memiliki fisik yang kuat, tetapi disibukkan dengan dekadensi moral dan kehancuran akhlak serta menyembah patung-patung berhala. Karena itulah Nabi Hud as diutus di tengah-tengah mereka, sehingga mereka dapat terbebaskan dari cengkraman penyembahan patung-patung berhala. Nabi Hud as juga mengajak mereka menjadi hamba Allah dan memberi petunjuk bagi kesempurnaan umat manusia. Oleh sebab itu, seruan Nabi Hud terhadap kaumnya adalah mengenalkan kepada Tuhan yang sebenarnya. Tuhan Yang Maha Esa dan tidak ada Tuhan selain Dia. Karena itu bersegeralah menuju kepada Allah Swt. Kemudian jauhkanlah diri kalian dari perbuatan yang menjijikkan ini dan bertakwalah kepada-Nya hingga kalian memperoleh kebahagiaan.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pergaulan para nabi dengan masyarakatnya merupakan pergaulan yang penuh persaudaraan. Mereka adalah para pemimpin dan pembimbing masyarakat yang paling setia dan komitmen.

2. Seruan kepada tauhid dan menjauhkan diri dari perbuatan syirik merupakan inti dari ajaran para nabi utusan sepanjang sejarah.

 

Ayat ke 66

 

Artinya:

Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta". (7: 66)

 

Masyarakat yang semestinya memikirkan dan merenungkan pernyataan Nabi Nuh as malah menghina dan mencaci beliau as. Begitu juga kaum ‘Aad, mereka menyebut Nabi Hud as sebagai orang yang tak berakal dan menilai ajakan beliau sebagai tidak berdasar. Apa saja yang diserukan oleh Nabi Hud as mereka sebut bukan dari sisi Allah, bahkan itu merupakan kebohongan yang diatas namakan kepada Allah.

 

Memang orang-orang Kafir dan Musyrik tidak memiliki logika kecuali tuduhan dan celaan. Mereka tidak pernah menjaga tata krama dan kode etik dalam dialog, bahkan tanpa malu-malu mereka menyebut Nabi Muhammad Saw itu sebagai orang bodoh dan tidak mengerti apa-apa.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Para nabi as senantiasa menemui kesulitan, penentangan dan tuduhan yang tidak pada tempatnya, sekalipun dalam tablignya berusaha menciptakan kondisi yang kondusif. Tapi hal itu tidak membuat mereka putus asa dan meninggalkan risalahnya.

2. Kebodohan dan kepintaran umat manusia didasarkan pada pemahaman mereka terhadap kebodohan itu dan paling dahsyat adalah mereka yang menerima kebohongan.

Jumat, 06 September 2013 19:45

Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 57-62

Ayat ke 57

Artinya:

Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (7: 57)

 

Sebelumnya telah disinggung mengenai pelbagai dimensi kekuasaan Allah Swt dalam menciptakan langit dan bumi. Ayat ini juga menyinggung rahmat Allah melalui turunnya hujan yang menjadi sumber kehidupan bumi dan makhluk-makhluk lainnya. Dalam ayat ini disebutkan bahwa tiupan angin yang berhembus ke seluruh permukaan bumi ini mengindikasikan adanya perintah dan keinginan Allah Swt. Karena itu janganlah kalian menyangka bahwa alam raya ini tidak memiliki perasaan samasekali, misalnya ia bergerak dalam bentuk kebetulan dan tidak diinginkan, sehingga menjadikan angin bergerak dan awan berpindah lalu hujan turun.

 

Allah Swt berdasarkan pengaturan yang sangat bijaksana ini, menjadi perantara dan penyebab perubahan-perubahan alam, seperti maraknya kehidupan di muka bumi, kemudian terkoordinasinya angin dan hujan. Berbagai fenomena alam ini tidak hanya merupakan sebuah dalil atas tauhid dan Kesaan Allah sebagai pencipta jagat raya ini, tetapi ia merupakan pertanda bahwa kiamat akan terjadi setelah kehidupan manusia berakhir dan setelah kematian semua makhluk di jagat raya ini.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Mengenal alam dan menyingkap undang-undang yang ada padanya, tidak boleh menyebabkan seorang manusia lupa terhadap dasar-dasar alam.

2. Kematian bukan berarti musnah dan hancur, tetapi ia merupakan perubahan keadaan, sekalipun bumi mati tetapi bukan berarti bumi tersebut tidak ada.

 

Ayat ke 58

 

Artinya:

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (7: 58)

 

Pada ayat sebelumnya telah disinggung bahwa turunnya hujan merupakan rahmat Allah Swt. Lalu ayat ini menyatakan, kendatipun turunnya hujan itu merupakan sumber kehidupan dan rahmat Allah, namun pemanfaatan air hujan tersebut secara baik akan semakin membantu pada kesuburan bumi. Tanah yang subur akan menjadi resapan air, sehingga akan menumbuhkan tanaman-tanaman hijau yang segar. Tetapi berbeda dengan tanah yang keras dan tandus, maka ia tidak memiliki kemampuan untuk meresap air, ia bahkan akan menjadi tanah tandus dan kering yang akan memberikan bau kurang sedap dan mengganggu orang lain. Memang dengan turunnya air hujan bisa merubah tabiat tanah tersebut, sehingga bunga-bunga tulip pun mulai bertumbuhan dan tanah kering dan tandus itu menjadi subur.

 

Ayat-ayat al-Quran juga merupakan rahmat Ilahi, yang apabila dibacakan pada hati yang telah siap, maka ia akan menumbuhkan kehidupan maknawi manusia. Namun berbeda bila al-Quran itu dibacakan kepada orang-orang yang berhati keras, maka ia semakin menimbulkan keras kepala dan acuh tak acuh dan sedikit pun tidak akan menimbulkan kesadaran terhadap kebenaran.

 

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Untuk memberikan hidayat dan petunjuk kepada manusia, turunnya rahmat tidaklah cukup, namun yang penting kemampuan dan kesiapan hati untuk menerima petunjuk tersebut.

2. Kebersihan hati meluruskan jalan menuju kebahagiaan, sedangkan kekotoran sumber kegelapan dan kesesatan.

 

Ayat ke 59-60

 

Artinya:

Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (7: 59)

 

Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata". (7: 60)

 

Ayat-ayat ini merupakan salah satu contoh dari "lahan atau tanah jelek", yang telah disinggung pada ayat sebelumnya dan juga dijelaskan mengenai peristiwa Nabi Nuh dan kaumnya. Sebuah kaum yang berdasarkan ayat-ayat lainnya dalam al-Quran, sepanjang 950 tahun telah mendengar nasehat dan bimbingan Nabi Nuh as, namun mereka tidak menerima nasehat dan bimbingan tersebut, bahkan mereka bersikap dalam menghadapi beliau as. Pada akhirnya mereka menistakan dan menganiaya Nabi Nuh as, sehingga Allah Swt menurunkan azab kepada mereka. Dua ayat ini mengatakan, Nabi Nuh as mengajak umat manusia agar menyembah Tuhan yang Maha Esa. Bahkan mereka diseru untuk menuju kepada jalan Allah, namun para pembesar kaumnya yang selalu menjadi panutan justru menyebut Nuh as sebagai bodoh dan sesat. Akhirnya masyarakat tidak lagi mendengarkan nasehat dan pernyataan Nuh as. Dengan demikian beliau memperingatkan masyarakat akan azab yang diturunkan Allah di dunia dan di akhirat.

 

Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Pernyataan dan seruan para nabi sepanjang sejarah adalah menyembah Tuhan yang Maha Esa, sejak dari Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad Saw.

2. Sepanjang sejarah para penentang utama para nabi adalah kaum arogan dan berduit yang sombong, dimana harta dan dunia menjadi tujuan utama mereka, sehingga kekayaan dan kekuasaan sebagai alat untuk memperdaya masyarakat.

 

Ayat ke 61-62

 

Artinya:

Nuh menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam". (7: 61)

 

"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu. dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (7: 62)

 

Dalam menjawab berbagai pertanyaan kaum arogan yang sepenuhnya tidak mengindahkan penghormatan yang menyebut Nabi Nuh sebagai sesat dan menyimpang, ternyata Nabi Nuh as tidak terpancing dengan pernyataan yang keji dan jelek tersebut, bahkan beliau tidak terseret kepada kesesatan mereka. Beliau as mengatakan, tidakkah aku sudah menyatakan kepada kalian bahwa aku bukanlah orang yang tersesat, tetapi aku justru adalah utusan Tuhan yang menyampaikan pesan-pesan Allah Swt kepada kalian semua. Allah Swt bukan saja sebagai Tuhan kalian, tapi Dia adalah Tuhan semesta Alam. Aku hanya menginginkan kebaikan kalian, apa yang aku katakan bukanlah tipudaya, tetapi wahyu diturunkan kepadaku.

 

Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Untuk menghadapi segala pelecehan kaum jahiliyah, kita harus bisa sabar dan tegar, tidak boleh kita hadapi dengan balas dendam.

2. Seorang pembimbing dan mubaligh harus mempunyai sifat ingin memperbaiki dan komitmen terhadap masyarakat, mereka harus alim dan mengerti sehingga masyarakat tidak terseret kepada kebatilan.

3. Para nabi harus menguasai berbagai ilmu pengetahuan, sehingga masyarakat juga dapat memanfaatkannya.

Jumat, 06 September 2013 19:42

Obama Dilematis Hadapi Konflik Suriah

Ancaman Amerika Serikat untuk menyerang Suriah dinilai banyak pihak sebagai sebuah upaya untuk menyelamatkan wibawa Washington dan citra negara itu di tengah para sekutu, ketimbang kebutuhan untuk tujuan-tujuan kemanusiaan.

Bahasa ancaman telah menjadi alat komunikasi yang lumrah bagi negara-negara Barat di kancah internasional. Barat tak henti-hentinya mengancam negara lain dengan berbagai tindakan, dan kali ini pemerintahan Presiden Bashar al-Assad diancam dengan serangan militer.

Para pejabat Gedung Putih menganggap penggunaan senjata kimia di Suriah sebagai garis merah AS. Sementara pemerintah Damaskus membantah keras tudingan tersebut dan mengecam penggunaan senjata kimia. Pasukan pemerintah Suriah meraih kemenangan beruntun dalam menumpas teroris selama beberapa bulan terakhir dan tidak ada kebutuhan untuk menggunakan senjata kimia.

Presiden Barack Obama saat ini berada di antara dua pilihan yang sulit. Serangan militer AS ke Suriah meskipun terbatas, akan menghadapi masalah legalitas mengingat tidak ada mandat dari Dewan Keamanan PBB.

Kondisi itu mendorong Obama meminta bantuan Kongres untuk mendapatkan otorisasi sekaligus mengulur waktu untuk membangun koalisi internasional sebelum menyerang Suriah. AS telah kehilangan sekutu dekatnya, Inggris setelah ada penolakan dari parlemen negara itu.

Dari sisi lain, kegagalan AS dalam menyerang Suriah akan ditafsirkan sebagai langkah mundur negara itu dalam percaturan global, di mana citra hegemoni AS akan dipertanyakan.

Yang jelas, klaim-klaim AS tentang dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah tidak akan menciptakan payung hukum untuk menyerang sebuah negara yang berdaulat dan merdeka.

Menurut situs Foreign Policy, AS sama sekali tidak mampu menjustifikasi serangan ke Suriah baik dari segi hukum maupun moral. Utusan Khusus PBB untuk Suriah Lakhdar Brahimi menyatakan bahwa serangan tanpa persetujuan Dewan Keamanan jelas melanggar hukum internasional.

Gagasan bahwa serangan akan menegakkan norma-norma internasional atau aturan hukum adalah tidak rasional.

Sementara itu, mantan anggota Kongres Ron Paul mengatakan, AS harus menarik diri dari perang sipil Suriah karena AS akan berada di jalan untuk membantu Al Qaeda jika terus mendukung pemberontakan oposisi.

Paul menentang rencana AS untuk menyerang Suriah dan percaya bahwa siapa pun yang terlibat dalam perang sipil akan menghadapi risiko besar. Perang selalu melebar karena konsekuensi yang tidak disengaja.