کمالوندی
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 160-162
Ayat ke 160
Artinya:
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu!". Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): "Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu". Mereka tidak menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri. (7: 160)
Kata "Israil" dalam bahasa Ibrani sama dengan "Abdullah" dalam bahasa Arab, yakni hamba Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan hamba Allah itu adalah Nabi Ya'qub as. Dengan demikian Bani Israil ialah anak-anak dan keturunan Nabi Ya'qub yang berjumlah 12 orang, dimana masing-masing mereka merupakan sumber keturunan kaum Bani Israil.
Allah Swt dalam ayat 160 surah al-A'raf ini mengatakan bahwa salah satu mukjizat Nabi Musa as ialah sebuah tongkat yang ketika beliau pukulkan ke sungai Nil, maka sungai itu membelah, sehingga Bani Israel dapat menyeberang lewat dasar sungai yang membentuk jalan yang kering. Dengan tongkat itu pula Nabi Musa as memukul batu cadas, lalu keluar dari batu tersebut mata air berjumlah 12, sesuai dengan jumlah kaum Bani Israil hidup dalam kebingungan dan ketersesatan di padang tandus, berkali-kali awan tebal berada di atas mereka menaungi mereka dari terik panas matahari. Allah Swt juga mengirimkan burung-burung yang halal dan lezat dagingnya untuk memenuhi keperluan pangan mereka.
Akan tetapi sayangnya, setelah memperoleh berbagai nikmat dan menyaksikan mukjizat yang luar biasa semacam ini, sebagian besar Bani Israil justru tidak mau berterima kasih. Mereka tidak menghargai nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan kepada mereka melalui Nabi Musa as, bahkan mereka menunjukkan keingkaran kepada Musa as. Akhir Ayat ini mengatakan, "Jangan sekali-kali mereka menyangka bahwa keingkaran mereka akan mendatangkan kerugian bagi Allah Swt. Akan tetapi dengan mengingkari ajaran Allah, sebenarnya mereka telah menganiaya diri sendiri, dan mereka telah merugikan diri sendiri.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Terbaginya suatu masyarakat kepada beberapa kelompok suku dan etnis, bukanlah sesuatu yang sesuatu yang negatif, selama mereka menjaga persatuan mencapai tujuan. Bahkan yang demikian itu kadang diperlukan untuk pembagian kerja dan kemudahan pengurusan sosial.
2. Bertawasul kepada para nabi untuk mengatasi berbagai kesulitan dan problema, tidak bertentangan dan tidak berlawanan dengan ajaran Tauhid. Bahkan hal itu akan lebih mempercepat dikabulkannya permintaan atau usaha.
3. Allah Swt menyedikan berbagai makanan halal yang baik bagi manusia, laiu meminta kepada manusia ini untuk tidak mencari makanan-makanan yang haram.Makanan-makanan yang halal lebih mudah kita dapatkan daripada makanan yang haram. Lalu mengapa kita mesti melanggar perintah Allah dalam hal ini?
Ayat ke 161-162
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil): "Diamlah di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki". Dan katakanlah: "Bebaskanlah kami dari dosa kami dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu". Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik. (7: 161)
Maka orang-orang yang zalim di antara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan kepada mereka azab dari langit disebabkan kezaliman mereka. (7: 162)
Setelah menjalani kehidupan serba susah di padang sahara, Bani Israil mendapatkan ijin untuk memasuki Baitul Maqdis dan tinggal di sana. Namun mereka diminta sewaktu memasuki kawasan itu (Baitul Maqdis) hendaknya mereka mengucapkan istighfar, dikarenakan ketidak patuhan dan berbagai perbuatan mereka yang menyakiti Nabi Musa as. Mereka juga diperintah untuk memohon ampun kepada Allah Swt dengan bersujud meletakkan dahi mereka di atas tanah, seraya berserah diri kepada kepada-Nya. Semua perbuatan itu adalah sebagai jalan ampunan bagi mereka yang berdosa, sedangkan mereka yang tak berdosa akan mendapatkan pahala yang berlipat.
Akan tetapi kaum yang keras kepala ini, mempermainkan perintah Allah ini. Ketika mereka dimana mengucapkan kata "hittoh" yang berarti istighfar, mereka memplesetkan kata tersebut menjadi " hinthoh" yang berarti gandum. Jadi, mereka itu bukannya meminta ampun, tapi meminta gandum. Oleh karena itulah al-Quran kemudian mengatakan bahwa Allah menurunkan azab kepada mereka, gara-gara kezaliman mereka terhadap diri sendiri dan mempermainkan agama Allah.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Istighfar dan permohanan ampunan juga merupakan cara bagi manusia untuk memperoleh nikmat-nikmat materi.
2. Sesungguhnya Allah Swt telah menyediakan segala keperluan materi manusia. Akan tetapi dosa-dosa manusia menyebabkan turunnya azab dan musnahnya nikmat-nikmat tersebut. Akan tetapi dengan istighfar, maka semua nikmat itu dapat diperoleh kembali.
3. Memasuki tempat-tempat suci, seperti masjid dan sebagainya memiliki tatacara dan sopan santun yang harus diperhatikan.
4. Tidak hanya setelah Nabi Musa as, bahkan pada zaman beliau pun sebagian Ayat Allah telah disimpangkan dan diubah-ubah.
5. Semua balasan dan siksa tidak diberikan di Hari Kiamat saja. Sebagian dosa akan diberikan siksa dan balasannya di dunia ini.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 157-159
Ayat ke 157
Artinya:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (7: 157)
Ayat 157 ini mengatakan, di tengah- tengah kaum Yahudi dan Ahlul Kitab pada zaman Nabi Muhammad Saw, terdapat orang-orang yang termasuk mendapatkan rahmat Allah yaitu orang-orang yang selalu mengikuti nabi yang tanda-tandanya ada di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada pada mereka.
Nabi terakhir adalah nabi yang menyeru manusia kepada kebaikan, dan menjauhkan mereka dari segala kejelekan dan keburukan, menyelamatkan mereka dari segala khurafat, pemikiran, akidah dan sikap-sikap batil yang selama ini telah membelenggu mereka. Nabi Muhammad Saw telah dibangkitkan di tengah bangsa Arab yang jauh dari peradaban. Sama seperti kaumnya, beliau tidak pernah berguru kepada siapapun. Akan tetapi, beliau membawa ajaran yang terbaik, dan menyeru umat kepada jalan yang lurus yang menjanjikan keselamatan. Hal ini adalah sebaik-baik bukti bahwa apa yang beliau bawa adalah ajaran dari Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para nabi terdahulu telah menjanjikan berita gembira akan kedatangan seorang nabi yang nama dan tanda-tandanya tertulis dalam kitab Taurat dan Injil. Sebagaimana tertulis dalam kitab Kejadian pasal 17, dan Injil Johanes ayat 14.
2. Adat istiadat yang keliru dan berbagai khurafat merupakan belenggu bagi masyarakat. Para nabi diutus untuk membebaskan umatnya dari keterikatan belenggu tersebut.
3. Iman kepada nabi tidaklah cukup, karena umat juga harus menghormati nabi tersebut, memuliakan dan mendukungnya.
Ayat ke 158
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (7: 158)
Ayat ini menunjukkan keuniversalan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Ayat ini mengatakan, Nabi Muhammad Saw diutus kepada semua umat manusia, bukan hanya kepada bangsa Arab atau ras dan kabilah tertentu saja. Sebagaimana para nabi sebelumnya, beliau datang dari sisi Allah Tuhan Pencipta jagat raya ini yang kehidupan dan kematian manusia ada ditangan-Nya. Karena itu sebelum segala sesuatunya beliau telah beriman kepada Allah Swt. Keselamatan dan kebahagian umat manusia adalah dengan mengikuti ajaran nabi.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dengan datangnya agama Islam, maka seluruh pengikut agama-agama lain diwajibkan beriman dan mengikuti agama samawi terakhir ini.
2. Mengikuti al-Quran seiring dengan keimanan kepada Rasul adalah jalan menuju hidayah. Dan al-Quran tanpa mengikuti Nabi dan keluargannya tidak akan membawa kita kepada cahaya petunjuk.
Ayat ke 159
Artinya:
Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak itulah mereka menjalankan keadilan. (7: 159)
Al-Quran pada ayat ini memuji satu kelompok dari Bani Israil dan orang-orang Yahudi yang berbeda dengan orang-orang yang lain. Mereka inilah pengikut kebenaran dan keadilan dan mereka juga senantiasa menyeru manusia kepada jalan Allah. Kelompok ini juga ada pada zaman Nabi Musa as yang biasanya bertindak keras kepala dan membangkang. Mereka taat dan berserah diri di hadapan perintah dan ajaran Taurat. Di zaman Nabi Muhammad Saw, kelompok tersebut menyambut seruan Nabi terakhir ini dan beriman kepadanya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menyikapi para penentang ajaran samawi, kita harus bersikap adil.Kita tidak selayaknya menutup mata dari kebaikan dan pengorbanan mereka. Al-Quran juga saat berbicara mengenai Bani Israil, menjelaskan kelompok yang baik dan yang buruk dari kaum ini.
2. Menyeru masyarakat kepada kebenaran dan keadilan tidaklah cukup.Tetapi kita juga mesti menjadi orang yang mengamalkan keadilan dan kebenaran.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 154-156
Ayat ke 154
Artinya:
Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. (7: 154)
Dalam ayat-ayat sebelumnya, telah disinggung ketika Musa as kembali dari bukit Thur, beliau menyaksikan kaumnya sedang sibuk melakukan penyembahan patung anak sapi. Saking marahnya menyaksikan perbuatan mereka, beliau melemparkan lempengan-lempengan Taurat yang diterimanya dari Tuhan, lalu mencela perbuatan mereka. Ayat ini menyebutkan, Nabi Musa as menenangkan diri, dan sewaktu beliau berhasil meredakan amarahnya, beliau segera mengambil kembali lempengan-lempengan Taurat itu, dan pergi menuju kaumnya. Beliau kemudian menjelaskan hukum-hukum dan pengetahuan yang ada padanya kepada masyarakat. Sebab, sama seperti kitab-kitab samawi lainnya, Taurat adalah sumber petunjuk dan rahmat. Hanya mereka yang beriman kepada Allah dan tidak menentangnya, yang dapat memanfaatkan kitab petunjuk dan rahmat ini.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Takut kepada Allah dapat membuka pintu-pintu rahmat bagi manusia.
2. Tidak ada yang harus ditakuti dan diagungkan selain dari Allah Swt.
Ayat ke 155
Artinya:
Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya". (7: 155)
Dengan semua mukjizat yang ditunjukkan Nabi Musa as kepada umatnya, tapi kebanyakan mereka justru malah meminta agar dapat melihat Allah atau mendengar suara Tuhan. Karena itu Nabi Musa as memilih 70 orang di antara umatnya dan mengajak mereka naik bukit Thur untuk menyaksikan kemuliaan Allah di bukit itu. Setelah mendengar suara panggilan dari Tuhan, mereka meminta kepada Nabi Musa supaya beliau memohon kepada Allah Swt agar menampakkan diri. Maka saat itu bukit tersebut langsung bergetar dan mereka semua mati karena dicekam ketakutan.
Peristiwa ini amat menyakitkan bagi Nabi Musa as. Beliau termenung memikirkan apa yang mesti dikatakannya ketika kembali kepada kaumnya, saat mereka menyaksikan bahwa 70 pemuka Bani Israil yang pergi ke bukit Thur bersama Musa, semuanya telah binasa. Karena itu dengan kekuasaan-Nya, Allah menghidupkan mereka kembali, sehingga mereka dapat kembali kepada Bani Israil. Peristiwa ini terjadi setelah para pemuka bani Israil itu menyampaikan permohonan yang tidak pada tempatnya, yaitu keinginan melihat Allah. Peristiwa ini sekaligus menjadi cobaan Ilahi, yang karenanya satu kelompok akan mendapat petunjuk dan kelompok yang akan tersesat.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para Nabi Ilahi memperlakukan kaumnya layaknya manusia biasa tanpa menyertakan ilmu gaib. Karena itu orang-orang yang dipilih oleh Musa as ternyata orang-orang yang tidak sepantasnya mendapat kehormatan miqat di bukit Thur.
2. Berbagai ujian, musibah dan becana, merupakan ujian Allah untuk memisahkan orang-orang yang baik dari yang tidak baik.
Ayat ke 156
Artinya:
Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". (7: 156)
Pada pelajaran yang lalu, kami telah singgung kemarahan Nabi Musa as terhadap beberapa orang dari kaumnya, yang menyampaikan permintaan yang tidak wajar yaitu melihat Allah. Akibatnya mereka ditimpa kemurkaan Allah. Nabi Musa lalu memohon ampunan bagi mereka. Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, dimana Nabi Musa as berdoa kepada Allah agar mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Dalam menjawab permohonan Nabi Musa untuk mengampuni orang-orang yang berdosa itu, Allah Swt berfirman, rahmat Allah mencakup dan meliputi segala sesuatu. Namun syarat untuk mendapatkannya haruslah dengan iman dan ketakwaan, serta memperhatikan orang-orang lemah dan fakir miskin. Karena itu, apabila sifat-sifat tersebut tidak dimiliki oleh seseorang, maka dia akan dijauhkan dari rahmat Allah, dan akan mendapatkan azab dan siksa-Nya.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa sewaktu ayat ini turun, setan merasa senang dan mengatakan, "Aku juga termasuk yang mendapatkan rahmat Allah, karena Allah mengatakan bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuatu." Padahal sebenarnya untuk mendapatkan rahmat Allah yang luas ini ada syaratnya, yaitu; iman dan ketakwaan, sementara setan dan para pengikutnya tidak memiliki iman dan ketawaan tersebut.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Selayaknya kita meneladani para nabi dalam berdoa. Para nabi dalam doa mereka memohon kebaikan dunia dan akhirat, serta tidak merasa cukup dengan kebaikan salah satunya.
2. Rahmat Allah melampaui kemurkaan-Nya. Karena itu para pendosa akan mendapatkan ampunan Allah bila mereka taubat dan kembali kepada Allah, sehingga mereka terbebas dari azab Ilahi karena dapat jangkauan rahmat Allah.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 150-153
Ayat ke 150
Artinya:
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim" (7: 150)
Pada pembahasan ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa Bani Israil berpaling dari ajaran Ilahi dikarenakan selama empat puluh hari ditinggal nabi mereka Musa as bermunajat dan melakukan miqat (pertemuan) dengan Tuhan. Mereka menyembah patung anak sapi yang dibuat oleh Samiri. Mereka tidak menggubris nasehat dan peringatan yang diberikan Nabi Harun as yang oleh Musa ditunjuk untuk memimpin umat menggantikan beliau.
Ayat ini menyebutkan bahwa setelah tiba kembali di tengah kaumnya dan menyaksikan penyelewengan dan penyembahan patung anak sapi oleh Bani Israil, Nabi Musa marah besar dan sangat menyesalkan ketipisan iman kaumnya. Kepada kaumnya, Musa mengatakan, "Hai kaumku, alangkah buruk perbuatan penyelewengan yang kalian lakukan. Mengapa kalian tidak bersabar menungguku yang kini datang dengan membawa petunjuk dan hukum-hukum dari Tuhan."
Sebagai bentuk memuncaknya amarah Musa, Nabi pilihan Allah itu terkesan menyalahkan saudaranya, Harun. Harun dalam membela diri menyatakan bahwa umat tidak mengindahkan nasehatnya dan menganggapnya sebagai orang lemah yang tidak perlu digubris kata-kata dan nasehatnya. Lebih dari itu, mereka juga mencoba membunuh Harun as.
Ungkapan yang disampaikan Nabi Harun as dalam ayat ini juga pernah diucapkan oleh Imam Ali as. Setelah menyaksikan bahwa umat tidak mempedulikan imamah dan kepemimpinan yang oleh Rasul telah ditetapkan untuk Imam Ali as, di pusara Rasulullah Saw, beliau mengulang kata-kata Nabi Harun, "Sesungguhnya kaum ini menganggapku lemah dan hampir membunuhku,"
Dari ayat tadi terdapat dua belas poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam menghadapi penyelewengan pemikiran, kita harus menunjukkan sikap tegas seperti yang ditunjukkan Nabi Musa menyaksikan penyelewengan umat.
2. Kemurkaan para wali Allah adalah karena kasih sayang mereka yang dalam kepada umat.
3. Problema yang dihadapi oleh setiap revolusi dan gerakan reformasi adalah penyelewengan dan pengkhianatan.
4. Dalam tatanan sebuah masyarakat yang buruk dan rusak, terkadang upaya para nabi tidak membuahkan hasil. Seperti upaya pencegahan yang dilakukan oleh Nabi Harun as.
5. Dalam setiap urusan kita tidak boleh mendahului keputusan dan titah Ilahi.
6. Setiap kali prinsip-prinsip agama terancam bahaya, cabang-cabang agama harus ditinggalkan. Ketika Nabi Musa as menyaksikan syirik dan penyembahan patung anak sapi, beliau menyampakkan lempengan berisi taurat, lalu terjun langsung menangani masalah pokok agama yang tak lain adalah tauhid.
7. Untuk menciptakan kejutan di tengah kaum yang menyeleweng, harus ada tindakan yang mendasar. Dalam hal ini, Nabi Musa menarik kepala saudaranya, Harun as untuk menciptakan kejutan tersebut.
8. Dalam menghadapi orang yang sedang marah kita harus bersikap lemah lembut. Kepada Nabi Musa, Harun menyebutnya dengan kata-kata, "Wahai anak ibuku."
9. Bani Israil yang tertindas di bawah kekuasaan Fir'aun, setelah terbebas malah menindas salah satu pemimpin mereka.
10. Dekandensi moral, penyimpangan dan kecintaan kepada dunia dapat menyeret manusia kepada perbuatan dosa yang sangat besar seperti membunuh para nabi.
11. Dalam menasehati jangan sampai merendahkan seseorang, sehingga musuh bisa menyalahgunakan.
12. Sikap bungkam terhadap penyimpangan dapat membuat manusia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbuat zalim. Dengan kata-katanya Nabi Harun menegaskan bahwa beliau tidak bungkam menghadapi penyimpangan karena itu beliau tidak termasuk ke dalam golongan kaum zalim.
Ayat ke 151
Artinya:
Musa berdoa: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang". (7: 151)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa setelah kemarahan Musa as reda, beliau memohon ampunan untuk dirinya dan saudaranya. Tindakan Nabi Musa ini adalah sebagai balasan atas sikap lemah lembut yang ditunjukkan Harun dengan menyebutnya sebagai "anak Ibuku."
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sudah sewajarnya kita saling mendoakan saudara-saudara seiman dan teman-teman kita.
2. Di tengah badai penyelewengan dan penyimpangan, para pemuka agama lebih memerlukan doa dan kemurahan Ilahi dibanding orang-orang lain.
3. Sikap memaafkan merupakan awal bagi tercurahnya rahmat Allah kepada hamba-Nya.
4. Setiap kali berdoa hendaknya kita memuji Tuhan dengan sifat-sifat mulia-Nya. Dalam ayat ini Nabi Musa menyebut Allah "Arhamur Rahimin" atau yang paling penyayang dari semua penyayang.
Ayat ke 152
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (7: 152)
Meski Nabi Musa as telah kembali dari Bukit Thur dan mencela umatnya yang telah meninggalkan ajarannya, namun masih ada sekelompok orang yang tetap menyembah patung anak sapi tersebut. Dalam ayat ini Allah Swt berfirman bahwa kelompok ini telah mendapat murka, sehingga mereka hidup terhina. Hal itu telah disebabkan karena mereka meski menyaksikan hakikat dan kebenaran, tetapi tetap membohongkannnya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kemurkaan wali Allah merupakan implikasi dari kemurkaan Allah. Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan kemarahan Nabi Musa as, sedang dalam ayat ini disebutkan kemurkaan Allah Swt.
2. Meninggalkan ajaran nabi dan wali Allah dan menggantinya dengan ajaran selain mereka, hanya akan menghadiahkan kehinaan di dunia dan kerugian yang nyata.
Ayat ke 153
Artinya:
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (7: 153)
Ayat ini berhubungan dengan orang-orang yang telah menyimpang dan menyembah patung anak sapi. Namun setelah kemarahan Nabi Musa as dan celaan beliau atas perbuatan itu, mereka sadar lalu menyesali perbuatan mereka. Sekaitan dengan golongan ini, Allah Swt mengatakan, apabila kalian melakukan taubat, kemudian menghentikan perbuatan syirik dan kembali menjadi ahli iman, maka Allah Swt akan menerima taubat kalian dan memberi rahmat kepada kalian.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pintu dan jalan bertaubat senantiasa terbuka dan tidak ada batas waktu tertentu.
2. Kita tidak boleh berputus asa terhadap ampunan dan rahmat Allah, karena Allah Swt mengampuni dosa-dosa yang besar sekalipun.
3. Allah Swt selain memberi ampunan kepada orang yang berbuat dosa, juga meliputinya dengan rahmat-Nya yang luas.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 143-146
Ayat ke 143
Artinya:
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (7: 143)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Allah Swt telah memerintahkan kepada Nabi Musa as agar pergi ke sebuah miqat (tempat pertemuan) yang terletak di bukit Thur untuk bermunajat kepada-Nya selama 40 hari, guna memperoleh kitab suci Taurat. Ayat ini menceritakan saat-saat ketika Musa as telah tiba di miqat dan berbicara dengan Tuhannya. Salah satu permintaan Bani Israil kepada Nabi Musa adalah melihat Tuhan dengan mata mereka. Karena itu Nabi Musa as menyampaikan permintaan kaumnya ini kepada Tuhan dengan mengatakan, "Ya Allah, tunjukkanlah diri-Mu kepadaku, sehingga aku dapat melihat-Mu dengan kedua mataku, dan akupun akan dapat mengatakan kepada kaumku bahwa aku telah melihat Tuhanku."
Kemudian terdengar jawaban, "Wahai Musa! Engkau tidak akan bisa melihat-Ku, karena Aku bukanlah Zat yang bisa dilihat dengan mata kasar, namun Aku tetap bisa kalian saksikan melalui sifat kekuasaan dan keagungan-Ku. Karena itu lihatlah gunung ini bagaimana ia hancur bertantakan dengan kehendak-Ku." Kejadian itu sedemikian dahsyatnya, sehingga Nabi Musa as pun terjatuh dan tak sadarkan diri. Sewaktu beliau sadar kembali, Nabi Musa as berkata, "Ya Allah, Ya Tuhanku! Aku adalah orang pertama yang menyaksikan kekuasaan, kedahsyatan dan kebesaran-Mu, karena itu aku mohon ampun atas permintaanku yang tidak pada tempatnya itu. Engkau Sungguh Maha Suci dari segala pandangan mata."
Imam Ali bin Abi Thalib suatu hari ditanya oleh seseorang, "Apakah engkau melihat Tuhan sehingga kau beribadah sedemikian tekun dan khusyuk kepada-Nya?"
Imam Ali as menjawab, "Aku tidak akan menjadi hamba dari Tuhan yang tidak bisa aku lihat, namun bukan Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala, akan tetapi Tuhan yang dapat dirasakan dengan mata hati." Dilain kesempatan Imam Ali as juga mengatakan, "Aku tidak pernah melihat sesuatupun kecuali sebelum dan sesudahnya, senantiasa bersama Tuhan."
Dalam al-Quran al-Karim surat al-An'am ayat 103 dengan tegas disebutkan artinya, "Semua mata tidak akan bisa menyaksikan Dia, akan tetapi Dia bisa melihat semua mata makhluk-Nya."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Guna mengenal Allah Swt, kita harus memperhatikan berbagai segala ciptaan dan makhluk yang di alam semesta ini. Karena segala sesuatu di alam merupakan manifestasi dari perwujudan dan keagungan Allah Swt.
2. Segala bentuk pemikiran atau permohonan yang tidak pada tempatnya harus ditebus dengan taubat. Karena itu, ketika manusia memiliki segala bentuk keraguan yang batil dan tidak pada proporsinya terhadap Tuhan Pencipta alam semesta, maka dia harus bertaubat.
Ayat ke 144-145
Artinya:
Allah berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (7: 144)
Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (7: 145)
Ketika Nabi Musa as telah melewati waktu 40 hari bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt di bukit Thur, Allah menurunkan kitab suci Taurat dalam bentuk lempengan-lempengan batu kepada Nabi Musa as. Lalu Tuhan meminta kepada Musa agar hukum-hukum yang terdapat pada kitab itu dilaksanakan dengan tegas, kemudian menyeru kaum Bani Israil agar melaksanakan ajaran kitab suci ini.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setelah hancurnya system pemerintahan Fir'aun yang tiran dan terbentuknya pemerintahan Ilahiah yang adil, maka undang-undang dan hukum-hukum Allah harus dilaksanakan secara penuh.
2. Diturunkannya kitab suci dari Allah kepada manusia merupakan sebuah nikmat besar yang harus disyukuri oleh umat manusia. Syukur terhadap berbagai nikmat Allah merupakan perintah Ilahi, bukan hanya sekedar nasihat dan pesan moral.
Ayat ke 146
Artinya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya. (7: 146)
Setelah dalam ayat sebelumnya menekankan mengenai pentingnya berpegang teguh pada hukum-hukum Allah dan melaksanakan segala perintah Tuhan dengan penuh inisiatif dan sungguh-sungguh, ayat 146 tadi mengatakan, orang-orang yang tidak mau tunduk di hadapan hukum Allah, sombong, berbesar diri, tidak mau menerima kebenaran, meskipun mereka telah memahami berbagai ayat dan jalan lurus yang diajarkan oleh nabi utusan Allah, sesungguhnya mereka sedang berjalan semakin jauh dari kebenaran dan tengah menuju jalan kesesatan.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sombong dan arogan adalah akar utama keingkaran terhadap ayat-ayat Allah serta kekufuran kepada Allah Swt.
2. Berbesar diri dan arogan di hadapan Allah adalah penyebab utama terjauhnya seseorang dari petunjuk Allah, sedang Allah Swt tidak akan menarik anugerah-Nya dari seseorang tanpa ada alasan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 141-142
Ayat ke 141
Artinya:
Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu". (7: 141)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa setelah selamat dari cengkeraman dan kejaran Fir'aun dan kaumnya, dalam perjalannya, Bani Israil berjalan melalui sebuah kaum yang menyembah berhala. Saat itu mereka meminta Nabi Musa untuk membuatkan Tuhan yang bisa mereka raba, seperti berhala.
Ayat ini mengingatkan bani Israil apakah secepat itu mereka melupakan Tuhan, lalu mencari Tuhan dari kayu atau batu lantaran menyaksikan sekelompok orang yang menyembahnya? Apakah kalian lupa bahwa Tuhan Musa-lah yang menyelamatkan kalian dari cengkeraman dan kezaliman Fir'aun lalu menjadikan kalian sebagai kaum yang terhormat? Lupakah kalian akan apa yang diperbuat Fir'aun terhadap anak-anak kalian? Lupakah kalian bahwa Firaun dengan berbagai macam alasan membunuh laki-laki dari kalian dan membiarkan perempuan-perempuan kalian hidup untuk diperbudak? Di akhir ayat ini, Allah Swt mengingatkan bahwa meskipun pedih, tetapi penyiksaan yang dilakukan Fir'aun terhadap kalian adalah sebuah cobaan besar dari Tuhan untuk kalian.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Lalai akan nikmat dan karunia Tuhan adalah penyebab munculnya penyelewengan di tengah masyarakat. Para nabi dan wali Allah selalu mengingatkan umat akan nikmat Tuhan demi mencegah mereka dari kekafiran dan keingkaran.
2. Peristiwa pahit yang ada dalam kehidupan adalah bagian dari cobaan dan ujian Tuhan, demikian juga kenikmatan dan kenyamanan hidup.
Ayat ke 142
Artinya:
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (7: 142)
Musa telah berhasil menyelesaikan tugas pertamanya yaitu menyelamatkan Bani Israil dari cengkeraman Fir'aun, meski untuk itu, Bani Israil harus melalui berbagai kesulitan yang besar. Selanjutnya setelah berhasil lepas dari Fir'aun, Bani Israel memerlukan adanya aturan-aturan untuk kehidupan individu dan sosial bangsa ini. Karena itu, Allah memanggil Musa as untuk menerima Taurat yang berisi aturan-aturan tersebut yang bisa menyejahterakan Bani Israil di dunia dan akhirat. Untuk itu, Musa harus pergi meninggalkan kaumnya selama empat puluh hari. Selama kepergiannya, Harun, saudara Musa menjadi penggantinya dalam memimpin umat.
Mungkin penekanan al-Quran pada kata malam, bukan hari, disebabkan karena malam adalah waktu yang paling baik untuk bermunajat, menerima kemurahan dan rahmat khusus dari Allah. Di dalam kitab keluaran yang merupakan bagian dari kitab Perjanjian Lama disebutkan bahwa Musa berada di gunung Thur selama empat puluh hari, empat puluh malam untuk menerima Taurat. Nabi Muhammad Saw juga meninggalkan istri dan keluarganya selama empat puluh hari dan tinggal di gua Hira untuk melakukan ibadah dan meraih rahmat khusus ilahi.
Ada satu hal menarik dalam ayat ini yang mengusik pernyataan kita. Musa as saat berpisah hanya untuk masa empat puluh hari menunjuk Harun untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas umat. Masuk akalkah jika Nabi Muhammad yang meninggalkan umat untuk selamanya tidak menunjuk seseorang untuk menggantikan posisi kepemimpinan beliau atas umat, tetapi menyerahkan kepada umat untuk memilih sendiri pemimpin mereka?
Ketika memimpin sebuah pasukan besar menuju Tabuk, Nabi Muhammad Saw menunjuk Ali bin Abi Thalib as untuk menggantikan posisi beliau di Madinah. Beliau Saw bersabda, "Wahai Ali, kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku."
Nabi Musa ketika hendak meninggalkan kaumnya berpesan kepada Harun untuk mengawasi gerak-gerik orang-orang yang berbuat kerusakan dan tidak membiarkan mereka memegang kendali atas umat. Musa juga berpesan agar Harun tidak mengikuti jalan mereka. Sepeninggal Musa, Bani Israil meninggalkan Harun dan tidak mempedulikannya. Mereka berpaling kepada seorang bernama Samiri. Samiri membuat patung anak sapi dari emas dan menyebutnya sebagai tuhan Musa.
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ibadah dan munajat pada malam hari merupakan penopang dan penguat seseorang dalam memikul tanggung besar. Aktifitas seseorang di tengah masyarakat tidak semestinya menjadi penghalang dalam menjalankan ibadah.
2. Sebuah masyarakat memerlukan adanya pemimpin. Ketika Musa mendapat perintah untuk pergi ke gunung Thur, dia menunjuk saudaranya untuk menggantikan posisi kepemimpinannya atas bani Israil.
3. Tugas utama para nabi dan wali adalah memperbaiki masyarakat dan mengikis kerusakan.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 136-140
Ayat ke 136
Artinya:
Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. (7: 136)
Pada pembahasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa Nabi Musa as dengan mengetengahkan berbagai Mukjizat, Fir'aun dan para pengikutnya tetap tidak mau menerima seruan dan nasehat Nabi Musa, bahkan pengikut Nabi Musa as menjadi sasaran tuduhan dan ancaman. Al-Quran al-Karim pada ayat ini menyatakan, dikarenakan sikap keras kepala dan acuh tak acuh, akhirnya di dunia inipun mereka merasakan siksaan. Yaitu sewaktu mereka hendak melewati sungai Nil, mereka semua ditenggelamkan oleh Allah Swt dalam air sungai itu. Sementara bagi Nabi Musa as dan pengikutnya, dengan perintah Allah air sungai tersebut terbelah menjadi jalan, sehingga mereka bisa lewat dengan aman disungai tersebut.
Memang demikianlah balasan Allah kepada orang-orang kafir, dan itu tidak lain merupakan suatu balasan dan siksaan Allah Swt. Karena itu dendam kusumat yang merupakan sumber kejelekan dan balas dendam yang dilakukan oleh ummat manusia, tidak terdapat didalam kamus Allah Swt. Oleh sebab itu pada kelanjutan ayat tadi disebutkan bahwa perkara ini merupakan balasan dan siksa atas pendustaan, acuh tak acuh mereka terhadap hakikat yang sebenarnya telah mereka pahami dengan baik, namun mereka mengabaikan dan tidak memperdulikannya.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sesungguhnya Allah Swt sangat kasih sayang, namun disisi lain Dia juga Zat yang memberi sangsi dan balasan yang sangat pedih, rahmat-Nya tetap tidak menghilangkan kemurkaan-Nya.
2. Nasib umat manusia dan berbagai kaum tetap di tangan mereka sendiri. Akan tetapi kehancuran dan kebinasaan mereka disebabkan oleh kekufuran dan dan kezaliman yang mereka lakukan.
Ayat ke 137
Artinya:
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka. (7: 137)
Setelah dijelaskan balasan dan siksaan terhadap kaum Fir'aun, lalu Allah Swt juga menjelaskan pahala dan ganjaran Bani Israil yang dengan sabar dan komitmen mengikuti Nabi Musa as dengan mengatakan, "Negeri Palestina dan Syam merupakan sebuah kawasan yang subur dan hijau, penuh berkah Kami berikan kepada mereka, dan mereka Kami jadikan sebagai pewaris dan penguasa ditanah dan negeri tersebut. Meski orang-orang tersebut sebelumnya telah menjadi sasaran eksploitasi kaum Fir'aun, sehingga mereka menjadi lemah dan terhina, tetapi sekembalinya mereka dari sungai Nil dan memasuki tanah Palestina, mereka memiliki kemampuan dan berkuasa menjalankan pemerintahan
Lanjutan dari ayat tadi menyebutkan, tidak hanya Fir'aun dan bala tentaranya yang Kami tenggelamkan kedalam air. Tetapi juga istana dan taman-taman kebanggaan mereka Kami hancurkan. Tanah kekuasaan mereka begitu luas, sebagaimana yang telah disebutksan oleh al-Quran, "Kami telah berikan belahan bumi bagian Timur dan Barat kepada Bani Israil."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pemerintahan para Nabi as merupakan pemerintahan kaum Mustadhafin, yakni bukan pemerintahan adidaya dan arogan, namun justru dibawah naungan ajaran para Nabi utusan Allah Swt kaum Mustadhafin telah diselamatkan dari cengkeraman kaum Arogan dan Mustakbirin, lalu menghantarkan mereka pada kekuasaan dan pemerintahan adil dan jujur.
2. Berdasarkan janji Allah Swt yang pasti, orang-orang Mukmin yang telah menanggung kesabaran dan komitmen akan mendapatkan kemenangan.
Ayat 138-140
Artinya:
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". (7: 138)
Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. (7: 139)
Musa menjawab: "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat. (7: 140)
Telah disinggung sebelumnya bahwa Allah Swt dengan anugerah-Nya yang luas telah menyelamatkan Bani Israil dari cengkraman Fir'aun, kemudian mereka dihantarkan kekawasan Syam untuk mengendalikan tampuk pemerintahan. Nabi Musa as yang telah menyiapkan kondisi sedemikian rupa buat kaum ini, namun pikiran mereka mengalami perubahan sedemikian jauh. Di antaranya mereka mengembangkan pemikiran dan keyakinan kaum ini mengenai penyembahan terhadap patung-patung berhala, karena itu mereka selalu memberi hormat terhadap berhala-berhala itu.
Oleh sebab itulah masyarakat awam dan sederhana Bani Israil meminta kepada Nabi Musa as agar diijinkan untuk membikin patung-patung peribadatan yang terbuat dari batu atau dari kayu. Mereka seperti kaum ini melakukan penyembahan terhadap patung-patung arca, sehingga mereka dapat melakukan munajat dan ibadat dalam upacara harian atau mingguan dihadapan arca berhala itu, bahkan dapat mengirimkan nazar dan kurban bagi mereka.
Di sinilah teriakan Nabi Musa as mulai menggema, permintaan apa dan tidak layak ini!? Apakah dengan secepat itu kalian telah melupakan anugerah Allah Swt yang luas ini ? Dan dengan melihat beberapa buah arca berhala ini kalian telah menjadi pengikut tuhan-tuhan bikinan kalian sendiri ini? Tidakkah kalian mengerti bahwa patung-patung berhala itu adalah benda yang fana dan hancur?! Apakah betul Allah Swt yang telah menganugerahkan berbagai kemenangan dan kelebihan kepada kalian, lalu kalian lupakan begitu saja! Kemudian kalian mencari tuhan-tuhan berhala yang tidak abadi lainnya? Betapa bodoh dan jahilnya permohonan ini!?
Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Beberapa lingkungan yang rusak dan menyimpang dalam masyarakat dapat memberi pengaruh yang negatif. Sehingga mengakibatkan kita tidak bisa meresapi iman dan keyakinan. Karena itu kita harus menjauhkan diri dari lingkungan dan kebudayaan-kebudayaan yang rusak ini.
2. Kadang-kadang teman dan pengikut yang tidak mengerti apa-apa itu lebih tahu dari para musuh, mereka menganggu dan menyiksa para pemimpin dan para nabi Ilahi.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 132-135
Ayat ke 132
Artinya:
Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu". (7: 132)
Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya di dalam al-Quran menunjukkan bahwa penyebab keingkaran kaum Kafir bukan terbatas pada ketidaktahuan mereka akan kebenaran dan hakikat, tetapi juga kecongkakan dan ketakaburan. Dengan kata lain, banyak orang yang mengetahui kebenaran tetapi tidak bersedia mengikutinya karena kesombongan yang menguasai diri mereka. Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa kaum Kafir dengan congkak mengatakan kepada Nabi Musa as, "Hai Musa, apapun juga bukti kenabian dan kebenaran yang engkau tunjukkan, tidak akan bisa membuat kami beriman kepadamu.
Namun tidak sedikit pula orang-orang yang memiliki pandangan yang berseberangan dengan kelompok yang congkak tadi. Mereka umumnya meminta didatangkannya bukti untuk bisa membuat mereka beriman. Contoh kelompok kedua ini adalah para penyihir istana Fir'aun. Ketika dengan mata kepala sendiri menyaksikan mukjizat Musa as yang bukan termasuk kategori sihir dan sulap, mereka langsung bersimpuh dan menyatakan menerima ajakan Musa. Sementara Fir'aun dan orang-orangnya tetap menuduh Musa sebagai penyihir dan mengatakan tidak akan beriman meski Musa mendatangkan sihir sehebat apapun juga.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tuduhan sihir adalah tuduhan yang paling sering sering dilontarkan oleh umat kepada nabi mereka. Tetapi tuduhan itu tidak melemahkan semangat para nabi untuk terus menyampaikan amanat ilahy dan mengajak umat kepada kebenaran.
2. Penyakit spiritual seperti kesombongan dan kecongkakanlah penghalang utama untuk bisa menerima kebenaran.
Ayat ke 133
Artinya:
Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (7: 133)
Sikap keras kepala dan penentangan kaum Kafir terhadap ajakan kebenaran telah menyebabkan turunnya berbagai bencana kepada mereka. Akibatnya mereka yang umumnya bertani menghadapi kesulitan besar. Sebagai bentuk peringatan kepada mereka Allah menurunkan banjir yang menghancurkan sebagain ladang pertanian mereka. Allah juga mengirimkan belalang dalam jumlah besar yang menyerang hasil tanaman mereka. Air yang mereka gunakan untuk minum dan mencuci pakaian dan badan mereka berubah menjadi darah. Semua itu karena keangkuhan mereka yang tidak bersedia tunduk kepada ajakan Nabi Musa as.
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Binatang-binatang adalah utusan Allah. Terkadang mereka datang membawa rahmat dan tak jarang membawa petaka.
2. Dosa dan sikap congkak membuka jalan bagi keingkaran terhadap kebenaran.
Ayat ke 134-135
Artinya:
Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: "Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu". (7: 134)
Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya. (7: 135)
Bencana yang turun atas Fir'aun dan kelompoknya bukanlah bencana yang alami. Semua itu turun sebagai peringatan kepada mereka untuk sadar dan tunduk kepada ajakan Nabi Musa as. Ketika merasa tidak mampu lagi bertahan dengan kondisi yang ada, mereka mendatangi Musa dan memintanya untuk menyingkirkan semua bencana tersebut. Mereka bahkan berjanji akan beriman dan membebaskan Bani Israil jika Allah menyingkirkan azab dari mereka.
Sebelum itu, Nabi Musa telah mengingatkan kepada Fir'aun dan kaumnya bahwa Allah akan menurunkan berbagai macam azab akibat keingkaran mereka. Musa bahkan memberitahu mereka kapan bencana itu akan berakhir. Semua itu menunjukkan bahwa apa yang dialami oleh Fir'aun dan kaumnya ada di tangan Musa dan Tuhannya, bukan murni bencana yang ditimbulkan oleh alam.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Tawasul dengan para wali allah dan orang-orang yang dikasihi Tuhan dapat menghilangkan bencana dan kesusahan. Kaum Kafir meminta Nabi Musa as untuk memohon supaya Allah menyingkirkan azab dari mereka.
2. Peristiwa pahit dan manis dalam kehidupan tidak terjadi secara kebetulan. Tetapi mengikuti kaedah tertentu yang telah diterangkan dalam al-Quran al-Karim.
3. Salah satu tujuan kenabian adalah membebaskan umat manusia dari cengkeraman kekuasan taghut dan penguasa zalim.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 129-131
Ayat ke 129
Artinya:
Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. (7: 129)
Bani Israil berharap, setelah kebangkitan Nabi Musa as dan kemenangan beliau atas para penyihir, mereka akan terbebas dari belenggu kekuasaan Fir'aun, lalu hidup dengan damai dan sejahtera. Akan tetapi sebaliknya, para pendukung Fir'aun kian meningkatkan aksi mereka, sehingga Bani Israel mengatakan kepada Nabi Musa as, bahwa kebangkitanmu tidak ada gunanya. Sebab, sebelum dan sesudah engkau bangkit melakukan perlawanan kami tetap teraniaya.
Nabi Musa as dalam menjawab pernyataan mereka mengatakan, "Kemenangan terhadap musuh tidak akan bisa diperoleh dengan singkat dan tanpa pengorbanan. Tetapi apabila kalian bangkit melakukan perlawanan, kami berharap Allah akan menghancurkan musuh-musuh kalian dan memberikan kekuasaan mereka kepada kalian. Tentunya, kalian juga tidak bebas melakukan apa saja yang kalian inginkan setelah kalian berhasil merebut kekuasaan. Ketahuilah bahwa Allah selalu mengawasi kalian, apakah kalian akan meniru perbuatan Fir'aun ataukah kalian akan berbuat demi tegaknya keadilan."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.Ambisi untuk mencari kesenangan merupakan bencana yang mengganjal para pengikut agama Ilahi untuk bisa sampai kepada kedudukan mulia. Loyalitas kepada agama penuh dengan pengorbanan. Mereka yang hanya mengharapkan kesenangan tidak akan sanggup melaksanakan perintah agama.
2.Kekuasaan dan kekuatan merupakan ujian dan cobaan dari Allah, bukan merupakan kesempatan untuk berlomba memuaskan nafsu.
Ayat ke 130-131
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (7: 130)
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (7: 131)
Allah Swt dalam dua ayat ini menjelaskan bahwa bukan hanya Bani Israil saja yang ditimpa kesulitan dan kemalangan, sementara kelompok Fir'aun selalu berada dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Ayat ini mengungkapkan bahwa Fir'uan dan pengikutnya juga mengalami kesulitan dan paceklik, yang menjadi peringatan bahwa semua hal tidak berada dalam kekuasaan mereka, dan mereka bukanlah Tuhan di muka bumi. Akan tetapi kesulitan itu tidak menyadarkan mereka. Mereka menyebut Musa dan para pengikutnya sebagai biang kesialan dan kemalangan. Mereka menyebut Bani Israil sebagai bangsa pembawa sial dan petaka.
Kesombongan dan keangkuhan Fir'aun dan kelompoknya sedemikian besar sehingga mereka menyebut diri mereka sebagai sumber segala kebaikan dan merekalah yang memang berhak untuk mendapatkan segala kebaikan ini. Dalam menjawab mereka, Allah Swt berfirman, "Bani Israil bukanlah sumber keburukan dan kaum Fir'aun juga bukan sumber segala kebaikan. Semua itu ada di tangan Allah, tetapi mereka tidak mengetahui."
Dari dua ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.Tatanan alam berjalan atas kehendak Allah. Karena itu jangan sampai kita menisbatkan segala sesuatu kepada Alam. Sebab mungkin saja munculnya kesulitan seperti paceklik adalah karena hukuman yang Allah timpakan atau sebuah peringatan bagi kita.
2.Jangan sampai kita keliru dalam menafsirkan peristiwa alam baik yang kita sukai atau tidak. Untuk itu, tidak selayaknya kita mencari kambing hitam jika terjadi peristiwa yang tidak kita kehendaki. Siapa tahu peristiwa itu terjadi karena kesalahan kita.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Araf Ayat 124-128
Ayat ke 124
Artinya:
Demi, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kamu semuanya". (7: 124)
Ahli-ahli sihir itu menjawab: "Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali. (7: 125)
Telah disinggung sebelumnya bahwa sewaktu para tukang sihir dari berbagai kota di Mesir datang menyaksikan mukjizat Nabi Musa as, mereka memahami bahwa pekerjaan Nabi Musa bukanlah sihir atau sulap. Akhirnya, para tukang sihir itu menyatakan beriman kepada Allah dan menerima Musa as sebagai utusan Tuhan semesta alam. Hal ini membuat Fir'aun marah besar dan menuduh tukang-tukang sihir itu telah bersekongkol dengan Musa dan melakukan konspirasi terhadap dirinya.
Ayat 124 dan 125 ini menyatakan bahwa selain Fir'aun melemparkan berbagai tuduhan terhadap para tukang sihir itu, raja zalim ini juga memberi ancaman serius kepada mereka dengan mengatakan, "Aku akan memberikan sangsi yang paling berat kepada kalian, aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan cara silang; tangan kanan dan kaki kiri, atau sebaliknya, tangan kiri dan kaki tangan kalian akan aku potong, kemudian setelah itu kalian akan kusalib di pintu gerbang, sehingga menjadi pelajaran bagi orang-orang lain."
Tetapi para tukang sihir yang telah mengenal dan memahami kebenaran ajaran Nabi Musa as, tidak gentar terhadap ancaman-ancaman semacam ini, bahkan mereka mencibir Fir'aun dan mengatakan, "Apabila engkau melakukan pekerjaan itu, dan engkau benar-benar menyalib kita di atas pintu gerbang itu, maka kami akan gugur di jalan Tuhan, dan berarti kami gugur syahid di jalan Tuhan. Apakah engkau akan menakut-nakuti kami dengan syahadah, padahal syahadah bagi orang-orang Mukmin merupakan suatu kebahagiaan."
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Cara yang dipakai oleh para penguasa yang zalim adalah penyiksaan, pelecehan, dan pembunuhan. Mereka lupa bahwa orang-orang Mukmin akan senantiasa menantikan kesempatan untuk mati syahid dan menemui Tuhannya.
2. Manusia bukan diciptakan untuk menjalani hukuman para penguasa zalim dan berada di lingkungan yang rusak. Karena itu, manusia akan mampu melawan semua kejahatan dan kekejian itu dengan berbekal iman kepada Allah Swt serta kehendak dan upaya yang keras
3. Kita tidak boleh membanggakan dan menyombongkan iman kita dan kita juga tidak boleh berputus asa untuk mengajak orang-orang Kafir agar beriman. Para tukang sihir kafir yang dalam waktu singkat berubah keyakinan dan menjadi mukmin yang teguh, merupakan bukti bahwa kita tak boleh putus asa dalam mendakwahkan ajaran tauhid.
Ayat ke 126
Artinya:
Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (7: 126)
Untuk membalas dan menutupi kekalahannya di hadapan Musa a.s., Fir'aun malah menuduh Nabi Musa as dan para tukang sihirnya melakukan konspirasi untuk merebut kekuasaan raja zalim itu. Pada ayat ini, para tukang sihir menjawab tuduhan Fir'aun itu dengan menyatakan, "Wahai Fir'aun engkau sendiri telah mengetahui, bahwa kami tidak bermaksud seperti itu dan apabila saat ini engkau berpikir untuk membunuh dan menyiksa kami serta menuntut balas terhadap kami, itu tak lain karena kami menyatakan beriman kepada Tuhannya Musa." Lalu para penyihir itu berdoa kepada Tuhan, "Yaa Allah! Berilah kesabaran dan ketegaran kepada kami, sehingga kami dapat menghadapi segala tuduhan dan ancaman ini, lalu kami dapat pergi dari dunia ini dengan membawa iman."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Hanya menyatakan iman kepada Tuhan tidaklah cukup, tetapi juga harus dibuktikan dengan tetap kukuh berdiri di jalan Allah dalam menghadapi ancaman dan rintangan.
2. Orang-orang Mukmin selain harus berusaha dan berupaya, juga harus berdoa dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt. Melakukan salah satunya saja, yaitu berusaha saja atau berdoa saja, tidaklah cukup.
Ayat ke 127
Artinya:
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Fir'aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka". (7: 127)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Fir'aun memberikan ancaman hukuman kepada para tukang sihir yang telah beriman kepada Allah, namun mereka tetap teguh pada iman mereka dan tidak takut pada ancaman Fir'aun. Dalam ayat ke 127 ini, disebutkan bahwa pendukung Fir'aun melihat Nabi Musa as sebagai sebab utama dari berpalingnya para tukang sihir itu. Para pembesar di istana Fir'aun menganggap Musa as akan mengancam kepentingan mereka. Oleh karena itulah mereka berkata kepada Fir'aun, "Apabila engkau membiarkan Musa bebas melakukan segala kehendaknya, akan timbul semangat pemberontakan di kalangan Bani Israil sehingga negeri ini akan kacau balau."
Fir'aun yang menyaksikan Nabi Musa as telah mendapatkan kedudukan yang terhormat di tengah masyarakat, berfikir bahwa bila ia membunuh Musa as, pastilah akan menimbulkan dampak yang sangat berat bagi kerajaan Fir'aun. Karena itu, Fir'aun tidak langsung menyerang Nabi Musa melainkan berencana untuk melakukan penyiksaan yang sangat berat terhadap para pengikut Musa. Firaun berkata, "Siapapun dari kalangan pemuda Bani Israil yang tetap gigih menentang kami, kami akan bunuh mereka, sedang para anak perempuan dan wanita mereka akan kami biarkan hidup dan kami jadikan sebagai tawanan dan pelayan-pelayan kerajaan. Kami akan melakukan hal itu karena kamilah yang berkuasa atas mereka sepenuhnya."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Para penguasa zalim selalu menyebut para pembaharu dan pencerah seperti para nabi atau pejuang kebenaran, sebagai orang yang merusak, padahal sesungguhnya justru merekalah sumber kesesatan, kejahatan, dan kerusakan.
2. Menghancurkan generasi muda dan menawan kaum perempuan merupakan sebuah politik Fir'aun yang dewasa ini pun masih terus dilakukan oleh para penguasa zalim di muka bumi. Para pemimpin negara-negara adidaya dalam rangka menghancurkan kaum Muslimin telah menggiring para pemuda dan pemudi muslim untuk bersikap bebas tanpa batas, menjadi pencandu narkotika, dan menjadi pelaku kejahatan.
Ayat ke 128
Artinya:
Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa". (7: 128)
Sebelumnya telah disinggung bahwa sesudah kemenangan Nabi Musa as atas para penyihir raja zalim itu, akhirnya Fir'aun memutuskan untuk melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap para pengikut Musa as. Tujuannya agar jumlah mereka semakin berkurang dan orang-orang lain akan takut untuk mengikuti ajaran Musa. Kerena itu Fir'aun memerintahkan untuk membunuh para pemuda Bani Israil dan menawan wanita mereka.
Menghadapi tindakan Fir'aun ini, Nabi Musa as menyeru umatnya agar bersabar dan tabah menghadapi berbagai kesulitan akibat perbuatan Fir'aun. Musa mengatakan, "Wahai umatku! Bumi adalah kepunyaan Allah dan Dia-lah penguasa mutlak di muka bumi. Apabila kalian tegar menghadapi Fir'aun dan hanya meminta pertolongan kepada Allah, maka Dia berjanji akan menjadikan kalian sebagai pewaris bumi ini. Hari ini Fir'aun dengan congkaknya mengaku sebagai tuhan di atas bumi. Jika kalian bangkit berjuang di jalan Allah, kalian pasti akan memperoleh kemenangan. Kalian akan memperoleh akhir yang baik jika kalian bertakwa."
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.Untuk memperoleh kemenangan terhadap penguasa zalim, ada tiga hal yang perlu kita perhatikan; kesabaran dan ketabahan, tawakal dan istiqamah, serta ketakwaan dan kesucian.
2.Orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan akhir yang baik, di dunia dan di akhirat.



























