کمالوندی

کمالوندی

 

Seorang pejabat tinggi Amerika Serikat mengatakan, Washington dan Tel Aviv punya pandangan yang dekat tentang progam nuklir Iran.

Pejabat pemerintahan Biden, yang tidak ingin disebutkan namanya, berkata kepada Reuters bahwa kami tidak punya banyak waktu dalam masalah program nuklir Iran dan kegiatannya di kawasan.

"AS dan Israel sepenuhnya sepakat bahwa Iran tidak boleh memperoleh senjata nuklir," ujarnya pada hari Senin (21/12/2021).

Oleh karena itu, katanya, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan bersama Direktur Dewan Keamanan Nasional AS untuk Timur Tengah, Brett McGurk dan para pejabat lain, berkunjung ke Tel Aviv untuk berdiskusi tentang Iran.

"Sullivan akan berbicara panjang lebar dengan Perdana Menteri rezim Zionis Naftali Bennett mengenai program nuklir Iran," tambahnya.

Pekan lalu, Iran dan kelompok 4+1 telah menyelesaikan putaran ketujuh perundingan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir di Wina. Jadwal perundingan berikutnya belum diumumkan, namun mayoritas peserta berharap itu akan dimulai kembali sebelum akhir Desember.

Sejak awal perundingan, delegasi Iran menekankan tekadnya untuk mencapai kesepakatan dengan Barat. Namun, Tehran menegaskan tidak akan menerima kesepakatan di bawah tekanan atau ancaman. 

Senin, 20 Desember 2021 16:35

Manifestasi Syukur

 

Dalam suatu hadits Amirul Mukminin Ali as bersabda: “Ketika sudut-sudut nikmat sampai kepadamu janganlah engkau memutuskannya dengan sedikit bersyukur” (Nahjul Balagah, Hikmah 13).

Dalam hikmah ini Amirul Mukminin menjelaskan bahwa syarat langgeng dan lestarinya nikmat Tuhan -baik itu nikmat maknawi maupun nikmat materi- adalah memperbanyak syukur kepada Allah Swt atas nikmat yang diberikan-Nya. Pandangan ini senada dengan firman Tuhan: “Jika kamu bersyukur niscaya Aku tambahkan padamu (nikmat-Ku), dan jika kamu kufur (tidak bersyukur), niscaya azab-Ku sangatlah pedih” (Al-Qur’an: Surah Ibrahim, ayat 7).

Berasaskan hal ini jelaslah bahwasanya salah satu penghalang turunnya rahmat dan nikmat Ilahi adalah kufraan nikmat (kebalikan dari syukur nikmat), yakni hamba tidak berterima kasih dan bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya. Namun disamping itu sebagaimana yang dijelaskan dalam berbagai riwayat, penghalang lain turunnya rahmat dan nikmat Tuhan adalah dosa dan maksiat yang dilakukan manusia. Imam Shadiq as berkata: Seorang mukmin melakukan dosa, dan karena dosanya itu maka ia tidak dapat bagian dari rezki (Bihar, jld 73, hal 349). Dalam do’a Kumail (Imam Ali as mengajarkan do’a kepada sahabatnya Kumail) terdapat ungkapan munajat seperti ini: “Ya Allah! Aku memohon ampun pada-Mu atas dosa-dosa yang mengubah nikmat-nikmat. Ya Allah! Aku memohon ampun pada-Mu atas dosa-dosa yang menahan terkabulnya do’a. Ya Allah! Aku memohon ampun pada-Mu atas dosa-dosa yang menurunkan bala dan bencana (Kutipan Do’a Kumail).

Tingkatan-tingkatan Syukur
Seorang hamba dalam merepleksikan syukurnya terhadap limpahan nikmat dari Tuhan, dapat dilakukannya dalam tiga bentuk:

1. Syukur Lisan:
Memuji Tuhan dan bertasbih dengan lidah. Apa saja bentuknya dan dalam keadaan apapun, dzikir memuji Tuhan dengan lidah disebut juga dzikir lisan. Membiasakan lidah mngucapkan syukur ketika mendapatkan nikmat atas nikmat-nikmat terdahulu merupakan kebiasaan terpuji dengan syarat muncul dari hati yang paling dalam dan bukan sekedar ucapan-ucapan bibir dan lidah saja.

2. Syukur Qalbu:
Memperhatikan nikmat-nikmat Ilahi dan memutuskan untuk melakukan syukur kepada Tuhan yang disebut dengan syukur qalbu dan pikiran. Adapun pikiran yang tidak memperhatikan pemberian-pemberian Tuhan dan melewatinya dengan lalai maka disebut qalbu dan pikiran yang kufur atas nikmat Tuhan. Syukur jenis ini lebih tinggi derajatnya dari syukur lisan, sebab dalam syukur ini manusia diajak untuk khusyu’ tentang keesaan dan kebesaran Tuhan.

3. Syukur Anggota Badan (Jawaarih)

Tingkatan ini biasa disebut syukur perbuatan, yakni anggota badan berbuat dan berprilaku sesuai dengan kehendak dan keinginan Tuhan. Seperti melihat apa yang dianjurkan-Nya, melihat alam sebagai tanda-tanda keagungan-Nya, melihat dan mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, melihat Ka’bah, melihat wajah ulama Rabbani, melihat kedua orang tua dengan penuh cinta dan kasih, mendengar ibrah dan nasehat ulama, dll, semua ini termasuk syukur kepada Tuhan, begitu pula menahan pandangan untuk tidak melihat yang diharamkan Tuhan, menahan pendengaran, lisan, tangan, dan kaki dari yang diharamkan-Nya. Jadi seluruh anggota badan yang merupakan nikmat-nikmat Ilahi jikalau digunakan sesuai dengan hukum dan perintah agama maka termasuk syukur amali atau perbuatan, dan orang yang merepleksikannya termasuk orang-orang yang bersyukur kepada Allah Swt.

Senin, 20 Desember 2021 16:33

Tawassul dalam Ajaran Islam

 

Tawassul adalah salah satu cara yang ditempuh warga Nahdliyin dalam berdoa atau memohon kepada kepada Allah SWT. Tawassul dilakukan dengan suatu wasilah atau segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sebab atau perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah agar suatu permohonan dapat dikabulkan.
Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah, dan  carilah jalan (wasilah/perantara). (QS al-Maidah: 35)

Tawassul  bisa dilakukan dengan wasilah amal dan wasilah orang-orang yang dekat dengan Allah. Wasilah dengan amal (al-Tawassul bi al-‘Amal al-Salih) di antaranya ialah dengan iman. Imam sebagai wasilah yang menjadikan menusia dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal kebajikan juga dapat menjadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar ma’ruf dan nahi mungkar juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena itu, berdo’a dengan memakai wasilah yang pertama ini direkomendasikan oleh para ulama.

Tawassul yang kedua dilakukan dengan wasilah orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, para rasul, keluarga Rasulullah SAW, para sahabat, para tabi’in, para shuhada, para ulama’ dan para wali. Semua doa dan permintaan tetap ditujukan kepada Allah. Bertawassul dengan wasilah orang-orang yang dekat kepada Allah maksudnya adalah berdoa dan meminta kepada Allah SWT di sisi orang yang dicintai oleh Allah, atau menghadap orang-orang yang mendapatkan tempat terhormat di sisi Allah.

Bertawassul kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah dapat dilakukan pada saat mereka masih hidup (al-Tawassul bi al-Ahya’) atau sudah meninggal dunia (al-Tawassul bi al-Amwat. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa manusia yang telah meninggal dunia masih aktif berkomunikasi dengan yang masih hidup. Rasulullah SAW dan para ahli kubur lainnya dapat menjawab salam saudara-saudara mereka yang mengucap salam. Rasulullah SAW bersabda:

Siapa pun yang mengucapkan salam kepadaku, Allah akan mengembalikan ruhku untuk menjawab salam itu. (HR Abu Dawud)

Bertawassul dengan orang-orang yang dekat dengan Allah SWT dimaksudkan agar mereka ikut memohon atas apa yang diminta kepada Allah. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT seperti para nabi, para rasul dan para salihin, pada hakekatnya tidak bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka  yang shalih. Karenanya, bertawassul itu tidak dengan orang-orang yang ahli ma’siat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawassul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain.

Tidak ada perbedaan antara bertawassul kepada orang-orang yang dicintai oleh Allah pada saat mereka masih hidup atau sudah meniggal dunia. Tujuan bertawassul adalah mengharap berkah dari orang-orang yang dicintai oleh Allah sementara semua pemberian dan kemanfaatan hanyalah kepunyaan Allah. Allahlah yang akan mengabulkan semua keinginan hamba-Nya yang berdoa.

Orang-orang yang telah meninggal akan rusak dan hancur badannya atau jasadnya saja, sedang rohnya tetap hidup dan tidak mati. Mereka berada di alam barzah. Suatu riwayat menyebutkan bahwa di alam barzah Nabi Muhammad SAW menyaksikan perilaku umatnya di dunia. Jika umatnya berbuat baik maka beliau mengucap hamdalah, jika mereka berbuat kejelekan maka nabi memintakan ampun kepada mereka.

Penjelasan hadits di atas juga didukung oleh riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW selalu menyampaikan salam setiap melewati kubur. Ini menunjukkan bahwa ahli kubur pun menjawab salam yang diucapkan oleh orang yang masih hidup. Rasulullah SAW menyampaikan salam:

“Keselamatan atas engkau wahai ahli kubur, mudah-mudahan Allah mengampuni kami dan mengampuni kalian, kalian pendahulu kami dan kami mengikuti jejak kalian.”Bertawassul dengan ahli kubur bertujuan agar ahli kubur bersama-sama dengan pendo’a memohon kepada Allah.

Dalam beberapa hadits, Rasulullah juga menjawab salam orang yang menyampaikan salam kepadanya. Artinya, di dalam kubur mereka juga mendo’akan Rasulullah dan para pemberi salam atau yang bertawassul. (A. Khoirul Anam)

Senin, 20 Desember 2021 16:31

Dahsyatnya Akibat dari Mengikuti Hawa Nafsu

 

Salah satu sifat dari hawa nafsu adalah “Tidak Pernah Terpuaskan”. Disaat kita menuruti satu keinginannya, nafsu itu akan menuntut hal yang lain. Terus begitu hingga tak ada habisnya. Mempunyai satu gunung emas pun masih tak cukup. Ia masih ingin yang lebih.

Karena itu, Allah tidak hanya Menciptakan nafsu. Dia juga Menciptakan akal sebagai alat untuk mengontrolnya.

Kenapa hawa nafsu diciptakan?

Karena manusia tidak dapat hidup tanpa hawa nafsu. Mereka tak bisa hidup jika tidak ada “keinginan” untuk makan, mencari harta dan keinginan lainnya. Nafsu itu termasuk hal yang paling penting dalam hidup manusia. Tapi jika tidak dikontrol akal, keinginan itu akan terus meledak dan akibatnya sangat berbahaya.

Apa gambaran Al-Qur’an tentang bahaya mengikuti hawa nafsu? Allah swt Berfirman,

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ

“Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya.” (QS.Al-Mukminun:71)

Ya, menuruti hawa nafsu tanpa kontrol akal akan memberikan dampak yang sangat berbahaya. Bahkan Al-Qur’an menggambarkan akibatnya dengan “pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya.”

Coba perhatikan, kehancuran di muka bumi ini terjadi karena hawa nafsu manusia yang tak terkontrol. Manusia tidak memikirkan dampak atau akibatnya, yang ada dalam pikirannya hanyalah keuntungan dan kenikmatan. Lihatlah hutan yang gundul, tambang yang merusak alam, bangunan-bangunan yang mengganggu, penyakit yang berkembang, semua itu karena nafsu manusia yang tak pernah puas.

Dan pada akhirnya dunia ini akan semakin dekat pada kehancuran karena ketamakan manusia. Mari kita jaga diri dan lingkungan sekitar dengan mengontrol hawa nafsu. Jadikan “keinginan-keinginan” itu sebagai jalan untuk mendekatkan kepada-Nya. Dan jangan jadikan itu semua sebagai media untuk merusak kehidupan dunia dan akhirat kita.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا*وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams : 9-10)

 

Sejak kecil kita sering diajarkan doa Nabi

Musa as dalam Al-Qur’an yang berbunyi,

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي – وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي – وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي –

يَفْقَهُوا قَوْلِي

Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhan-ku,

lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku

urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari

lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.”

(QS.Thaha:25-28)

Doa yang sangat indah, khususnya disaat kita

harus berbicara dan menghadapi sesuatu. Namun

ada satu pertanyaan, tahukah kita apa arti

lapang dada? Apakah kita selama ini berdoa

tanpa tau maksud dari doa kita sendiri?

Pada awalnya, Nabi Musa diperintahkan oleh

Allah untuk mendatangi Fir’aun, Raja yang

terkenal sangat kejam. Tapi anehnya, Nabi

Musa tidak meminta bekal senjata, pasukan

ataupun bantuan disaat itu. Beliau hanya

berdoa dan meminta agar Allah Melapangkan

dadanya, Mempermudah urusannya dan

Melancarkan bicaranya.

Dari semua doa itu, yang pertama diminta

adalah lapang dada. Karena ini adalah bekal

yang paling penting untuk memikul tanggung

jawab dan menghadapi segala rintangan.

Khususnya ketika menyampaikan kebenaran.

Lapang dada adalah perpaduan antara ikhlas,

sabar dan tawakal. Apapun yang terjadi tidak

akan membuat hatinya sempit dan menyesal.

Jika kita perhatikan, Nabi Musa meminta

kepada Allah untuk dilapangkan dadanya.

Sementara Baginda Nabi Muhammad saw telah

diberi kelapangan dada sebelum beliau

meminta. Itulah kemuliaan Rasulullah diatas

nabi-nabi yang lain.

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

“Bukankah Kami telah Melapangkan dadamu

(Muhammad)?” (QS.as-Syarh:1)

Karena itu, kehidupan Rasulullah saw selalu

dipenuhi kesabaran ketika dihadapkan dengan

berbagai rintangan dan masalah. Bahkan dengan

lapang dada Rasulullah saw mendoakan umat

yang memusuhi dan memerangi beliau,

“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku,

sesungguhnya mereka belum mengetahui”

 

Gambaran lapang dada yang dimiliki Rasulullah

juga terlihat ketika Fathu Mekah. Disaat

Rasulullah telah menguasai mekah, beliau

berhadapan dengan orang-orang yang memusuhi

bahkan berusaha membunuh beliau selama

bertahun-tahun.

Namun beliau tidak membalas perbuatan keji

mereka, dengan lapang dada Rasulullah saw

melepaskan dan membebaskan musuh-musuhnya.

Beliau bersabda,

“Pergilah, sungguh kalian adalah orang-orang

yang dibebaskan !”

 

Kemudian beliau membaca ayat yang dibaca oleh

Nabi Yusuf as ketika memaafkan saudara-

saudaranya,

قَالَ لاَ تَثْرَيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

Dia (Yusuf ) berkata, “Pada hari ini tidak

ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan

Allah Mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang

di antara para penyayang.” (QS.Yusuf:92)

Semoga kita mendapatkan taufik untuk memiliki

hati yang lapang dalam menghadapi segala

masalah dalam hidup.

 

Al-Qur’an sering mengingatkan kita untuk berdzikir dan mengingat Allah swt. Bahkan bukan hanya mengingat sesekali saja tapi selalu mengingat-Nya sepanjang waktu. Seperti Firman Allah swt,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً – وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingat-lah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS.al-Ahzab:41)

Kita semua tau bahwa Allah adalah Sang Pencipta yang paling Mengetahui kebutuhan ciptaan-Nya. Dia tidak akan Memerintahkan sesuatu kecuali karena hamba-Nya sangat membutuhkan hal itu. Dan Dia tidak Membutuhkan apapun dari ibadah dan amalan kita.

Perintah untuk banyak berdzikir dan mengingat-Nya di pagi dan sore hari adalah isyarat agar kita selalu mengingat-Nya dalam kondisi apapun. Lalu apa manfaat dari selalu ingat Allah?

Dengan mengingat-Nya kita akan selalu dalam kondisi sadar. Sadar bahwa kita adalah seorang hamba, sadar bahwa kita begitu lemah, sadar bahwa segala sesuatu tak akan terjadi tanpa Kehendak-Nya. Maka dengan kesadaran itu hati kita akan merendah, khusyuk dan selalu tenang. Karena kita tidak bergantung kepada siapapun selain Allah swt.

Selain itu, dengan selalu mengingat Allah akan menjaga hubungan kita dengan lingkungan sekitar. Karena setiap kesalahan itu muncul karena kita sedang melupakan-Nya.

Tapi ingat, dzikir dan mengingat Allah bukan hanya kerja lisan saja. Makna dzikir yang sebenarnya adalah hadirnya hati yang selalu berhubungan dengan Allah swt. Allah swt Berfirman,

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا

“Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami Lalaikan dari mengingat Kami.” (QS.al-Kahf:28)

Dzikir dengan lisan tidak bisa menjadi jaminan. Karena dalam ayat ini Allah Menekankan bahwa yang berdzikir dan yang lalai adalah hati, bukan lisan. Seorang yang lisannya berdzikir belum tentu hatinya mengingat Allah swt. Bisa sa saja lisannya tidak bergerak tapi hatinya selalu sadar dan ingat kepada-Nya.

Lisan hanyalah pembantu agar hati dapat fokus untuk mengingat-Nya. Maka beruntunglah siapa yang sering mengingat Allah swt, karena Dia telah Berjanji dalam Firman-Nya,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan Ingat kepadamu.” (QS.al-Baqarah:152)

Lalu siapa yang lebih beruntung dari seorang hamba yang selalu diingat oleh Tuannya. Apalagi disaat kesulitan di dunia, kesendirian di alam kubur dan ketakutan di Hari Kiamat. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mengingat-Nya.

 

Salah satu sifat buruk manusia adalah suka menunda. “Nanti saja saya kerjakan, esok saja saya lakukan.” Padahal tidak seorang pun yang tau kapan waktunya habis. Tidak ada yang mengerti kapan ajalnya akan tiba. Tak menunggu datangnya penyakit atau umur yang tua. Sewaktu-waktu kematian bisa datang menjemputnya.

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ

“Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS.Luqman:34)

Itulah kenapa sebenarnya kita tak punya waktu lagi untuk menunda amal baik. Belum tentu esok masih ada waktu, belum tentu nanti masih ada kesempatan.

Ingat, sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan hari ini akan diterima oleh Allah swt lalu akan kita dapatkan hasilnya.

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS.Al-Zalzalah:7)

Dan ingatlah ! Sebesar apapun yang akan kita berikan nanti (setelah kematian), tidak akan berarti sedikitpun.

فَالْيَوْمَ لَا يُؤْخَذُ مِنكُمْ فِدْيَةٌ وَلَا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مَأْوَاكُمُ النَّارُ هِيَ مَوْلَاكُمْ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Maka pada hari ini tidak akan diterima tebusan dari kamu maupun dari orang-orang kafir. Tempat kamu di neraka. Itulah tempat berlindungmu, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS.Al-Hadid:15) 

Mahkamah akhirat tidak seperti pengadilan di dunia yang bisa main sogok atau menebus dengan harta. Sebesar apapun tebusan yang akan diberikan untuk meringankan adzab tidak akan diterima. Allah Berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَمَاتُواْ وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ الأرْضِ ذَهَباً وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُوْلَـئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ

“Sungguh, orang -orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang- orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong.” (QS.Ali Imran:91)

Bahkan Al-Qur’an pernah menceritakan bahwa para pendosa ingin menebus kesalahannya di dunia dengan anak, istri dan orang-orang yang dicintainya namun semua itu tidak akan merubah apapun jua.

يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ – وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ – وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْويهِ – وَمَن فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ يُنجِيهِ –

كَلَّا إِنَّهَا لَظَى – نَزَّاعَةً لِّلشَّوَى

Pada hari itu, orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab dengan anak-anaknya, dan istrinya dan saudaranya, dan keluarga yang melindunginya (di dunia), dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya.

Sama sekali tidak! Sungguh, neraka itu api yang bergejolak,yang mengelupaskan kulit kepala. (QS.Al-Ma’arij: 11-16)

Imam Ali bin Abi tholib pernah berkata,

“Hari ini waktunya beramal dan besok adalah hari perhitungan.”

Sayangnya, manusia sering lalai dan lupa. Seakan ia masih punya waktu yang panjang dan akan hidup selamanya. Dan disaat ajalnya sudah dekat, ia baru sadar dan merintih kepada tuhannya,

حَتَّى إِذَا جَاء أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ – للَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhan-ku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sungguh itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan (QS.Al-Mukminun:99-100)

Tapi apa yang dapat dilakukan? Waktu beramal telah habis, pintu taubat telah tertutup. Sekarang adalah waktunya untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan ditemani dengan tabungan amal yang selama ini ditabung. Mari perbanyak tabungan kita hari ini. Jangan tunda lagi karena hari ini waktunya beramal dan esok adalah waktu perhitungan.

Senin, 20 Desember 2021 16:27

Sadarlah, Kalian Tak Memiliki Apapun !

 

Sesuatu yang paling sering dilupakan manusia adalah bahwa sebenarnya ia tidak memiliki apapun. Bahkan manusia bergantung total dan selalu membutuhkan bantuan Allah swt. Bayangkan, untuk mengendalikan detak jantungnya saja ia tidak mampu?

Untuk menyadarkan kelalaian ini, Allah Berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاء إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji.” (QS.Fathir:15)

Disaat Allah Memanggil manusia “Wahai manusia…”, bukan berarti Allah Membutuhkan mereka. Tapi sebenarnya manusia yang sangat membutuhkan bantuan-Nya. Panggilan ini adalah salah satu cara untuk menyadarkan mereka dari hayalan kesombongan dan bangga diri. Agar mereka segera sadar dengan kelemahan, kebodohan serta kebutuhannya kepada Sang Pemilik langit dan bumi.

Adapun pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah :

1. Semua makhluk secara keseluruhan butuh kepada Allah Yang Maha Kaya. “Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah.”

2. Seluruh keberadaan ini sebenarnya faqir (butuh kepada Allah), namun karena manusia itu mudah tergoda dan tertipu maka ayat ini ditujukan langsung kepada manusia. “Wahai manusia!..”

3. Memang segala sesuatu membutuhkan sebab dan perantara untuk dapat terjadi, namun semua sebab itu seluruhnya butuh kepada Allah swt. “Dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu).”

4. Sang Maha Kaya yang hakiki, yang sempurna dan tidak memerlukan apapun hanyalah Allah swt. “Dia-lah Yang Maha Kaya.”

5. Orang-orang kaya biasanya tidak disukai. Ia hidup dalam rasa takut karena banyak yang mengincar hartanya. Dan tak sedikit pula yang menyimpan iri dan dengki kepadanya. Namun tidak dengan Allah swt, Dia lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. “Dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya, Maha Terpuji.”

6. Allah Menjadikan Kekayaan-Nya untuk memenuhi kebutuhan ciptaan-Nya, karena itulah Dia selalu terpuji. “Dia-lah Yang Maha Kaya, Maha Terpuji.”

Semoga kita selalu sadar bahwa tidak ada daya dan upaya kecuali miliki Allah swt. Sehingga tidak ada lagi sifat sombong dan bangga diri, karena untuk bernafas pun kita masih bergantung kepada udara pemberian Allah swt.

Senin, 20 Desember 2021 16:25

Pintu yang Tak Pernah Tertutup

 

Sejauh apapun kita pergi, Allah masih tetap membuka jalan untuk kembali. Sebanyak apapun kesalahan yang kita perbuat, pintu taubat selalu menanti. Allah swt Berfirman,

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى

“Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS.Thaha:82)

Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah :

1. Pintu taubat terbuka walaupun kepada orang yang telah diliputi murka Allah swt. “Barangsiapa ditimpa kemurkaan-Ku, maka sungguh, binasalah dia (81) Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat…”

2. Ketika manusia benar-benar kembali kepada Allah, maka ia akan memperoleh ampunan-Nya. Dan ampunan ini memiliki pengaruh yang sangat besar di sisi-Nya. “Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat…”

3. Taubat akan diterima dengan beberapa syarat :

♦ Kembali kepada Allah. “Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat”

♦ Iman. “beriman…”

♦ Amal Shaleh “dan berbuat kebajikan..”

♦ Hidayah. “kemudian tetap dalam petunjuk..”

 4. Menjadi seorang mukmin itu penting namun yang lebih penting adalah bertahan untuk selalu menjadi seorang yang beriman. “kemudian tetap dalam petunjuk…”

Semoga kita mendapatkan taufik untuk bertaubat serta tetap menjaga iman kita sampai Hari Pertemuan dengan Allah swt.

Senin, 20 Desember 2021 16:24

Bahaya Merasa Cukup dengan Ilmu

 

Kali ini kita akan mengkaji perintah Allah kepada

Baginda Nabi Muhammad saw yang berbunyi

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu

kepadaku” (QS.Thaha:114)

Ayat ini begitu singkat, padat dan mengandung

berbagai macam pesan berharga. Dan pelajaran yang

dapat kita ambil adalah :

1. Ayat ini mengajarkan kita untuk jangan berhenti

menambah pengetahuan. Al-Qur’an diawali dengan

Iqro’ (bacalah). Baca dan terus belajar. Jangan

pernah merasa cukup dengan ilmu yang kita miliki.

2. Dalam ayat Al-Qur’an dan riwayat dari Nabi

menekankan mengenai pentingnya ilmu serta peran

para ulama’. Dan Al-Qur’an juga menyebutkan

kedudukan tinggi yang diraih oleh para ulama yang

mengamalkan ilmunya.

Rasulullah saw bersabda,

“Siapa yang ingin sukses didunia maka raihlah dengan

ilmu.

Siapa yang ingin sukses di akhirat maka raihlah

dengan ilmu.

Siapa yang ingin sukses di keduanya maka raihlah

dengan ilmu.”

3. Ilmu itu tak terbatas dan begitu luas. Sehingga

tidak ada seorang pun yang layak mengatakan “’ilmuku

sudah cukup”. Setiap hari harus ada pengetahuan dan

ilmu yang bertambah, apapun pengetahuan tersebut.

4. Rasulullah saw telah diberikan oleh Allah segala

macam ilmu yang begitu luas. Ilmu yang telah lalu dan

yang akan datang hingga hari kiamat.

وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَ.يْكَ عَظِيمًا
“Dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum

kamu ketahui[6]. Karunia Allah yang dilimpahkan

kepadamu itu sangat besar.” (QS.An-Nisa’:113)

Namun beliau tetap diperintahkan untuk selalu berdoa

untuk menambah ilmu pengetahuan.

Jika Rasul yang telah memiliki semua ilmu masih

diperintahkan untuk menambah ilmu. Lalu siapakah

kita? Alangkah sombongnya orang yang mengatakan

“aku sudah pandai, ilmuku sudah cukup” karena orang

semacam ini secara tidak langsung mengatakan bahwa

“aku lebih dari Rasulullah saw” karena Rasul saja ingin

menambah ilmu sementara dia sudah merasa

mengetahui segalanya.

5. Ayat ( اقْرَأْ ) di di pembukaan Al-Qur’an dan ( رَبِّ

زِدْنِي عِلْمًا ) ini menunjukkan bahwa Islam selalu

mengajak kita untuk terus menimba ilmu. Apapun ilmu

itu tanpa membeda-bedakan antara satu ilmu dengan

yang lainnya.

Apapun ilmunya, pelajari ! Tidak harus ilmu agama

(walaupun itu menjadi prioritas), tapi pelajari semua

ilmu. Mulai dari sains, teknologi dan sebagainya.

Karena Al-Qur’an mengatakan “bacalah semua ilmu

akan tetapi tetap bismi robbik.”

Pelajari semua ilmu tapi tetaplah dijalan Tuhanmu.

Pelajari ilmu yang dapat menjadikan kemakmuran di

bumi Allah, menambah ketentraman dan kedamaian

diantara manusia.

Rasulullah saw bersabda, “Apabila satu hari aku tidak

menambah ilmu maka bagiku hari itu adalah hari yang

paling sial”

Maka jangan ada lagi rasa sombong dan merasa

cukup. Jangan seperti kaum yahudi di zaman

Rasulullah yang perkataan mereka direkam dalam

Al-Qur’an

و قَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ
Dan mereka berkata, “Hati kami tertutup.” (QS.al-

Baqarah:88)

Mereka merasa cukup dengan apa yang mereka miliki.

Seakan ingin berkata, “hati kami telah penuh dengan

ilmu, tidak perlu lagi dari engkau wahai Muhammad”

Maka cobalah mendengar pendapat yang lain. Cobalah

membuka hati dengan pengetahuan yang baru. Karena

seorang mukmin adalah mereka yang menampung

semua ilmu dan memilih yang terbaik darinya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang terus merasa

haus dengan ilmu pengetahuan dan tidak pernah

merasa cukup dengan ilmu yang kita miliki.