کمالوندی

کمالوندی

Selasa, 21 Desember 2021 15:04

Allamah Bahraini

 

Sayid Hashim Bahrani, putra Sayid Sulaiman Husaini Bahrani dan dikenal dengan sebutan Allamah Bahrain termasuk ulama besar Syiah dan pakar ilmu hadist serta memiliki karya berharga di cabang ilmu Islam ini.

Allamah Bahrani dilahirkan di Desa Katkan, kota Tubli. Tubli saat itu dikenal sebagai pusat keilmuan dan politik Bahrain. Tidak ada catatan detail dan pasti kelahiran ulama besar ini, tapi sejarawan memprediksikan kelahirannya antara tahun 1030 hingga 1040 H.

Silsilah nasab Allamah Bahrani sampai kepada Imam Musa bin Jakfar as, Imam ketujuh Syiah. Kota Tubli yang menjadi pusat kota dan tempat tinggal para penguasa di zaman itu sangat terkenal karena menjadi pusat politik dan ilmu. Di zaman itu, Sheikh Mohammad bin Majid bin Masud Bahrani menjadi marja’ dan pemimpin spiritual di daerah tersebut.

Sayid Hashim Bahrani menimbal ilmu-ilmu dasar di tanah airnya, Bahrain. Tidak ada catatan detail mengenai kehidupan ilmiah Allamah Bahrani di masa kecilnya tersebut. Namun demikian posisi sosial Allamah di Bahrain sangat penting. Sayid Bahrani setelah menimba ilmu dan mengajar di tempat kelahirannya, akhirnya melanjutkan pelajarannya di kota Najaf, Irak serta belajar dari para ulama terkenal di zaman tersebut. Setelah beberapa tahun, Sayid Bahraini akhirnya lulus menjadi marja besar saat itu.

Makam Ulama Besar Syiah Bahrain, Allamah Bahraini
Meski tidak ada catatan pasti mengenai tahun kedatangan Allamah Bahrani ke kota Najaf, tapi berbagai bukti sejarah menunjukkan bahwa ia menjadi murid Guru besar Najaf, Fakhruddin Turaihi tahuan 1063 H. Setelah beberapa waktu belajar dan mengajar di Hauzah Ilmuah Najaf, Allamah Bahrani kembali ke tanah airnya, Bahrain dan setelah meninggalnya Sheikh Mohammad bin Majid Bahrani, ia menjadi marja dan pemimpin spiritual Syiah. Wilayah marjaiyah Allamah Bahrani tidak terbatas di Bahrain dan ia memiliki pengikut serta muqallid (orang yang bertaklid kepadanya) di berbagai wilayah Islam lainnya.

Selain mengajar, menulis, dan marja’ agama dan fiqih, Allamah Bahrani juga menanggani urusan sosial, termasuk mengadili dan menangani urusan orang miskin dan tertindas. Selain itu, keberanian dan ketangguhannya dalam menghadapi para sultan dan penguasa Bahrain serta kegigihannya dalam amar ma'ruf nahi munkar telah meningkatkan minat dan ketaqwaan masyarakat kepadanya dan menjadikan Allamah dicintai di hati masyarakat Bahrain. Dia adalah salah satu orang saleh yang sangat keras kepada gubernur dan penguasa dan membela hak-hak rakyat dan memberi perlindungan kepada mereka.

Allamah Bahrani mengabdikan hidupnya untuk mengumpulkan, mengoreksi dan menyusun hadits dan tidak pernah berhenti mencari buku-buku hadits dan mengumpulkan salinan buku-buku hadits dan mengoreksi, menyusun dan mengatur hadits untuk memanfaatkan narasi dengan lebih baik. Dia meninggalkan karya-karya berharga tentang berbagai mata pelajaran ilmu-ilmu Islam, termasuk tafsir Al-Qur'an, prinsip-prinsip akidah dan sejarah Islam, yang berjumlah 75 karya.

Karya-karya ulama ini merupakan ensiklopedia yang lengkap dan bermanfaat bagi para pencari kebenaran. Sebagian besar karyanya adalah tentang membuktikan Imamah dan karakteristik dan keutamaan maksum dan hadits mereka.

Allamah Bahrani memiliki metode tersendiri dan khusus dalam menyusun kitab-kitab riwayat dan hadits. Dia menggunakan riwayat Sunni untuk membuktikan Imamah Imam Ali (as) dan Imam maksum lainnya, dan dia telah mengutip hadits Imamah melalui seratus sanad dari ulama Sunni, menyebutkan nama kitab dan bukti mereka. Hadits Imamah adalah hadis terkenal di kalangan ulama Islam di mana Rasulullah Saw memperkenalkan kedudukan Ali (as) di sisinya seperti kedudukan status Harun di sisi Musa, kecuali bahwa tidak ada nabi setelahnya. Syiah percaya bahwa selain dua atribut kenabian dan persaudaraan relatif, atribut lain Harun untuk Musa, Ali juga memilikinya termasuk keharusan untuk ditaati, pelayanan dan dukungan, dan popularitas dan keunggulan atas orang lain.

Keistimewaan lain dari tulisan-tulisan Allamah Bahrani adalah penggunaan beberapa versi dan frase yang berbeda dari sebuah hadits untuk memperjelas arti dari hadits tersebut. Dia juga memberikan perhatian khusus pada sanad hadits dan perawinya dan dengan memeriksa dan meneliti secara mendalam sanad riwayat yang dikutip dalam buku-buku hadits, dia mengidentifikasi kesalahan dalam rangkaian perawi. Misalnya, ia meninjau dan meneliti buku Tahzib Syekh Tusi dan mengidentifikasi banyak kesalahan dalam rijal dan sanad hadist dan menerbitkan hasil penelitiannya dalam sebuah buku berjudul "Tanbihat al-Arib fi rijal al-Tahzib". Para ulama besar dan penulis biografi percaya bahwa karena upaya rajin dari ulama yang kuat ini dalam sejarah Syi'ah, tidak ada yang terlihat seperti diirinya kecuali Allamah Majlisi. Bahkan dalam beberapa kasus, seperti meneliti dokumen hadits dan mengoreksinya, ia memiliki kelebihan yang unik dalam jenisnya.

Salah satu karya penting Allamah Bahrani adalah tafsir Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang disebut "Al-Burhan Fi Tafsir Al-Quran" di mana ia telah mengumpulkan banyak hadits dari Ahlul Bait as dalam penafsiran ayat . Sebelum Allamah Bahrani, metode seperti itu tidak umum dalam penafsiran Al-Qur'an. Dalam pengantar buku, penulis saat menjelaskan tentang motivasinya untuk menulis tafsir ini menyatakan: Semua orang sepakat akan kehormatan dan keagungan Al-Qur’an dan sepakat bahwa keselamatan adalah dengan berpengang teguh kepada kitab suci ini. Belajar, membaca dan merenungkan ayat-ayatnya akan menghidupka hati-hati yang mati dan serta belajar dan mengamalkannya akan membuat manusia terbebas dari berbagai kesulitan. Saya menyaksikan para mufasir dan ulama cenderung kepada pendapat dari selain Ahlul Bait as, padahal kita harus berhenti memahami misteri dan kebenaran Al-Qur'an hingga kita mengetahui takwil dan tafsir dari Ahlul Bait as. Dengan demikian saya mulai mengumpulkan riwayat dan hadist untuk untuk mengetahui dan memahami interpretasi (penafsiran) Al-Qur'an oleh pada Ahlul Bait as.”

Allamah Bahrani saat menjelaskan karakteristik karyanya ini menulis, “Kitab ini mencakup banyak riwayat tafsir dari Ahlul Bait as dan juga mencakup banyak keutamaan mereka serta ayat-ayat yang diturunkan berkenaan dengan kedudukan dan hak mereka. Tak hanya itu, kitab ini juga berisi banyak hukum, kisah para nabi dan ilmu lain yang tidak akan ditemukan di kitab lain.”

Metode penulisan tafsir ini oleh Allamah adalah sebagai berikut. Ia pertama-tama menyebutkan nama surat dan tempat penurunannya, keutamaan surat dan jumlah ayatnya. Kemudian ia menyebutkan ayat yang memiliki riwayat penafsirannya, ia menukil riwayat untuk setiap ayat. Menurut para peneliti, meski sisi ilmiah di kitab ini dijaga ketat, tapi masih ditemukan juga hadist lemah (dhaif). Namun demikian hal ini tidak mengurangi urgensitas karya dan jerih payah Allamah Bahrani. Karya ulama ini juga mempermudah upaya para tafsir para Imam Maksum as. Dengan demikian Al-Burhan termasuk tafsir riwa’i penting Syiah.

Bahrain termasuk negara yang dikenal dengan sebutan Mutiara Teluk Persia dan terletak di tepi selatan Teluk Persia. Negara ini sepanjang sejarah Islam, senantiasa menjadi benteng kuat Muslim, khususnya Syiah dan melahirkan banyak ulama dan pakar fikir. Faktanya setelah Irak dan Iran, Bahrain termasuk Hauzah Ilmiah Syiah ketiga dan terbesar di dunia Islam.

Posisi penting budaya, politik dan geografi Bahrain menggoda para agresor dan kekuatan besar dunia untuk menguasai negara ini. Dengan demikian rakyat wilayah ini telah memberi pengorbanan harta dan nyawa yang besar akibat serangan berulang para agresor. Serangan ini mempersulit kondisi ulama dan mendorong mereka berhijrah ke negara tetangga, khususnya Iran dan Irak.

Anak-anak Allamah Bahrani termasuk mereka yang berhijrah ke Iran akibat serangan musuh. Mereka di Iran tinggal di kota Isfahan. Sayid Muhsen, putra Allamah Bahrani berhasil membawa sebagian besar karya ayahnya ke Iran dan menyelamatkannya dari kehancuran. Namun demikian tidak menutup kemungkinan ada karya ulama besar ini yang hilang atau musnah selama proses tersebut dan kondisi kacau saat itu.

Akhirnya ulama besar Syiah ini, Allamah Sayid Hashim Bahrani menghembuskan nafas terakhir pada tahun 1107 H di Bahrain dan jenazahnya kemudian dikebumikan di Tubli di samping masjid terkenal di zaman itu. Makam Allamah Bahrani saat ini menjadi tempat ziarah umat Islam dan sangat dihormati. Semoga Allah Swt mengumpulkan Allamah dengan para Maksumin as.

Selasa, 21 Desember 2021 15:03

Allamah Muhammad Taqi Majlisi

 

Salah satu ulama besar dan ternama Syiah pada Abad ke-11 Hijriah adalah Muhammad Taqi Majlisi, putra dari Allamah Majlisi.

Seorang ulama yang bukan saja menjadi sumber karya-karya bernilai tinggi yang diciptakan untuk mengagungkan ajaran Ahlul Bait as, bahkan keberadaannya telah menjadi pionir para ulama besar Syiah yang masing-masing layaknya bintang bersinar terang di langit ajaran Ahlul Bait as.
 
Seiring dengan berkuasanya Dinasti Safawiyah di Iran, Syiah menjadi mazhab resmi di kerajaan ini, dengan demikian orang-orang Syiah dapat hidup lebih tenang, dan ulama Syiah memiliki kesempatan yang baik untuk menyebarkan ajaran Ahlul Bait as, dan menggelar kelas-kelas agama secara leluasa. Di masa-masa inilah tepatnya tahun 1003 Hijriah Qamariah, Muhammad Taqi Majlisi dilahirkan di kota Isfahan. Ayahnya Mullah Ali Majlisi saat itu dikenal karena keutamaan akhlaknya, dan beliau meriwayatkan banyak hadis.
 
Mullah Ali menamai anaknya yang baru saja lahir dengan nama Muhammad Taqi karena kecintaannya pada Imam Kesembilan Syiah. Muhammad Taqi sedari kanak-kanak sudah dididik agama dan akidah Syiah, dan ayah Muhammad Taqi selalu membawanya ke majelis-majelis Syiah.
 
Dikarenakan pendidikan berkualitas yang diberikan ayahnya, Muhammad Taqi pada usia belia saat bermain dengan kawan-kawan sebayanya, kerap memberikan nasihat kepada mereka dengan ayat-ayat Al Quran dan hadis. Ia juga sering bercerita tentang surga da neraka serta akibat perbuatan baik, dan buruk kepada teman-temannya.
 
Ayah Muhammad Taqi berhasil mengenalkan jiwa suci anaknya sejak dini untuk mengenal ajaran Ahlul Bait as, dan menciptakan rasa haus serta kecintaan pada kesempurnaan di dalam dirinya. Peran besar ayah yang tertanam di jiwa Muhammad Taqi sejak kecil inilah yang kelak menjadikannya sebagai figur yang menghabiskan usianya untuk mengaggungkan ajaran Ahlul Bait as, dan menjadikannya salah satu ulama terkemuka Syiah.
 
Muhammad Taqi setelah menempuh pendidikan dasar dari ayahnnya, melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sisi para ustadz besar masa itu di Isfahan, dan berkat bimbingan ayahnya, ia menghadiri kelas agama Allamah Maula Abdullah Shushtari, salah satu ulama besar Hauzah Ilmiah Najaf yang pindah ke Isfahan. Muhammad Taqi selama bertahun-tahun mengikuti ustadz ini, dan belajar fikih, hadis, ushul fikih, teologi dan tafsir Al Quran darinya. Setelah ustadz meninggal dunia, Muhammad Taqi mulai mengenal Sheikh Bahai, seorang fakih, ilmuwan dan arif besar, dan ia belajar darinya.
 
Di bawah bimbingan Sheikh Bahai, Muhammad Taqi belajar Irfan, dan perjalanan spiritual. Sejak awal Muhammad Taqi memang sudah menunjukkan minat yang besar terhadap Irfan, dan ilmu-ilmu yang biasa dipelajari di Hauzah Ilmiah, sehingga rasa hausnya terhadap ilmu pengetahuan semakin besar. Setelah mengenal Sheikh Bahai, Muhammad Taqi seolah menemukan sesuatu yang hilang dari dirinya. Selain itu, Muhammad Taqi Majlisi juga menghadiri kelas-kelas ulama lain seperti Mir Fendereski, Qadhi Abu Al Surur, Amir Ishaq Astarabadi, Sheikh Abdullah Ibn Jabir Amili, dan Mullah Muhammad Qassim Amili.
 
kitab karya Mullah Muhammad Taqi Majlisi
 
Muhammad Taqi Majlisi pada tahun 1034 Hijriah Qamariah, ketika usianya menginjak 31 tahun, dan diharapkan mengajar di Hauzah Ilmiah Isfahan, berangkat ke kota Najaf, Irak. Ia memutuskan untuk memulai perjalanan spiritual dalam menyucikan jiwa, dan menempuh derajat kesempurnaan, dengan tinggal di Najaf di dekat Makam Suci Imam Ali as.
 
Muhammad Taqi Majlisi terkait hal ini mengatakan, “Saya memulai jihadu nafs di sekitar Pusara Suci Imam Ali as, di Maqam Imam Mahdi af, dan Allah Swt berkat Maula kita, semoga salam dari Allah Swt selalu tercurah untuknya, membukakan pintu-pintu mukasyafah yang tidak bisa ditampung oleh akal-akal yang lemah, kepada saya.”
 
Akan tetapi di masa perjalanan spiritual ini, Muhammad Taqi Majlisi tidak pernah meninggalkan pelajaran fikih, dan hadis, karena ia percaya perjalanan irfani tanpa bimbingan dan kecintaan Ahlul Bait as, dan keluar dari kerangka hukum agama, tidak akan membawa manusia kepada Allah Swt, justru akan menyimpangkannya dari jalan kebenaran.
 
Mullah Muhammad Taqi Majlisi menulis banyak buku, buku hadis dan riwayat merupakan karya beliau yang paling menonjol. Buku terpenting yang ditulis Mullah Muhammad Taqi Majlisi berjudul Raudhatul Muttaqin, dan Lawami Sahibqarani yang merupakan buku komentar atau penjelasan tentang kitab Man La Yahdhuruhu Al Faqih karya Sheikh Saduq. Man La Yahdhuruhu Al Faqih adalah salah satu kitab hadis Syiah yang empat, dan termasuk sumber rujukan utama hadis.
 
Sejak pertama kali ditulis, kitab hadis ini mendapat perhatian besar dari para ulama Syiah, dan lebih dari 17 kitab komentar dan penjelasan ditulis atas Man La Yahdhuruhu Al Faqih. Raudhatul Muttaqin buku karya Mullah Muhammad Taqi Majlisi merupakan kitab komentar terpenting yang pernah ditulis atas kitab Man La Yahdhuruhu Al Faqih, dan berulangkali dicetak.
 
Fakih besar, Muhammad Taqi Majlisi merupakan salah satu pengajar di Hauzah Ilmiah Isfahan yang setiap hari kelasnya dihadiri banyak pelajar agama, dan di antara muridnya yang sukses adalah Allamah Muhammad Baqir Majlisi, Sayid Ni’matullah Jazairi, dan Mullah Muhammad Salih Mazandarani. Meski mencetak ulama-ulama besar, Muhammad Taqi Majlisi tetap merupakan ulama yang dekat dengan rakyat, dan selalu memperhatikan upaya membimbing serta menghidayahi mereka, dan menegakkan ammar makruf dan nahyi munkar di tengah masyarakat.
 
Rumahnya yang terletak di sebelah Masjid Jami Atiq, selalu didatangi masyarakat, dan di sanalah mereka menyelesaikan permasalahan atau pertikaian. Sebagai Imam Jumat kota Isfahan, Mullah Muhammad Taqi Majlisi selalu menyampaikan nasihat, serta bimbingan untuk masyarakat kota. Buku Hadiqatul Muttaqin, ditulis Mullah Muhammad Taqi Majlisi dalam bahasa Farsi untuk masyarakat, dan mendapat perhatian khusus para ulama serta membantu menyelesaikan berbagai permasalahan hukum syariat masyarakat. 
 
Salah satu sisi menarik dari kehidupan Mullah Muhammad Taqi Majlisi adalah kecintaan khususnya pada kitab Sahifah As Sajjadiyah, dan kecintaan luar biasa untuk mengenalkan kitab ini kepada masyarakat. Ia menuturkan, “Di awal masa remaja ketika mencapai usia baligh, saya melakukan banyak upaya untuk mendapatkan ridha Allah Swt, sehingga suatu malam dalam kondisi antara tidur dan tersadar, saya bertemu Imam Mahdi af. Dalam pertemuan itu saya menyampaikan sejumlah pertanyaan, kemudian saya katakan, saya tidak pernah bisa bertemu dengan Anda Ya Imam, lalu Imam Mahdi mengenalkan sebuah kitab kepada saya yang selalu saya amalkan isinya. Imam berkata, aku sudah memberikan sebuah kitab kepada Muhammad Taj, untuk disampaikan kepadamu. Setelah bertemu Imam Mahdi, saya menemui Muhammad Taj, tidak lama saya mencarinya dan akhirnya menemukannya, dan ia memberikan kitab Sahifah As Sajjadiyah kepada saya. Saya menangis dan mencium kitab tersebut, lalu meletakkan kitab itu di mata saya.”
 
Sahifah As Sajjadiyah adalah sebuah kitab yang berisi 54 doa dan munajat Imam Keempat Syiah, Imam Ali bin Hussein as. Selepas tragedi Karbala, Imam Sajjad as atas izin Allah Swt selamat, dan menjadi Imam Keempat Syiah pengganti Nabi Muhammad Saw.
 
Pemerintahan Dinasti Umayah setelah peristiwa Karbala, dan gugurnya Sayid As Syuhada, Imam Hussein as, dan menawan keluarga Nabi Muhammad Saw, menerapkan aturan keras terhadap para pecinta Ahlul Bait as. Aktivitas Imam Sajjad as dikontrol ketat, kenyataannya beliau berada dalam tahanan rumah, dan masyarakat tidak bisa memanfaatkan keberadaan beliau dengan mudah.
 
Di masa sulit ini, Imam Sajjad memilih bahasa doa untuk menyampaikan ajaran Ilahi, dan munajat-munajat indah dengan kandungan pendidikan, agama, Irfan, sosial dan politik yang tinggi disampaikan dalam bingkai doa. Para ulama Syiah menganggap kitab Sahifah As Sajjadiyah sebagai perbendaharaan hakikat dan ajaran Ilahi terbesar setelah Al Quran dan Nahj Al Balaghah. Oleh karena itu mereka menyebut Sahifah As Sajjadiyah sebagai Injil Ahlul Bait dan Zabur Aali Muhammad.
 
Muhammad Taqi Majlisi menghabiskan sebagian besar usianya untuk belajar, dan tenggelam dalam Sahifah As Sajjadiyah, sehingga karena terus melafalkan doa Sahifah As Sajjadiyah, doanya seringkali mustajab dan dikabulkan Allah Swt. Artinya setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah Swt selalu diterima.
 
Ia juga mengajarkan Sahifah As Sajjadiyah kepada masyarakat, dan sekuat tenaga mengenalkan kitab ini kepada mereka. Kerja kerasnya membuahkan hasil, di masa itu di setiap rumah warga Isfahan bisa ditemukan lebih dari satu kitab Sahifah As Sajjadiyah, dan masyarakat akrab dengan kitab tersebut.
 
Muhammad Taqi Majlisi mengatakan, “Saya tidak bisa menghitung ilmu-ilmu yang diberikan Allah Swt kepada saya, karena Sahifah As Sajjadiyah ini. Hal ini merupakan kebaikan Allah Swt kepada kita, dan kepada masyarakat. Berkat hadiah Imam Zaman ini, Sahifah As Sajjadiyah ada di setiap rumah, dan banyak orang yang membaca doanya, dan doanya terkabul.”
 
Mullah Muhammad Taqi Majlisi mengembuskan nafas terakhir pada 11 Syaban 1070 Hijriah Qamariah di Isfahan, dan jenazahnya dikebumikan di kota ini. Meninggalnya fakih besar ini merupakan kehilangan yang luar biasa di bidang agama, terutama Hauzah Ilmiah Isfahan.
 
Pasalnya Isfahan telah kehilangan guru hadis terbaik. Akan tetapi murid-murid beliau melanjutkan jalannya, dan bekerja keras menyucikan diri serta menghidupkan hadis, terutama  Allamah Muhammad Baqir Majlisi, yang berjasa menjadikan kajian hadis giat dilakukan, dan hadis mendapat perhatian lebih besar.

Selasa, 21 Desember 2021 15:01

Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi Majlisi

 

Di sepanjang sejarah, para ulama besar Syiah – terlepas dari banyak tekanan dan minimnya sarana – telah merawat tunas mazhab Syiah lewat kerja keras dan upaya tak kenal lelah. Mereka telah melestarikan warisan Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya dengan amanah sehingga sampai ke tangan kita.

Di jalan yang sulit ini, jika situasi sosial dan politik relatif lebih menguntungkan masyarakat Syiah, para ulama, fuqaha, dan ilmuwan Syiah memanfaatkan peluang ini untuk mencerahkan umat dan menerangi jalan hakikat selama berabad-abad.

Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi Majlisi (1037-1110 H) atau dikenal dengan Allamah Majlisi atau al-Majlisi al-Tsani, juga menorehkan banyak kesuksesan dalam menyebarkan mazhab Ahlul Bait. Hal ini diraih berkat kerja keras, kecerdasan, dan tentu saja keiklhasannya.

Setelah pemerintah Safawi berkuasa di Iran, Syiah ditetapkan sebagai mazhab resmi Iran untuk pertama kalinya. Selama periode itu, para ulama Syiah menikmati kenyamanan yang relatif untuk mengajar, berdiskusi, dan menulis buku, karena pendekatan baik penguasa terhadap mazhab Ahlul Bait. Mereka juga menemukan peluang yang baik untuk melakukan kegiatan sosial dan politik.

Tidak seperti agama-agama lain di dunia, termasuk Kristen, yang ajarannya lebih fokus pada masalah personal, Islam adalah sebuah ajaran yang komprehensif dan kaya di semua aspek kehidupan manusia, termasuk di bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum. Bahkan bagian penting dari ajaran Islam berfokus pada masalah tersebut.

Dengan demikian, jika tercipta kondisi yang kondusif, para ulama Syiah – dengan kepakarannya – terjun ke dunia politik dan sosial sehingga dapat mengatur urusan masyarakat sesuai dengan ajaran Islam.

Pada era Safawi, Allamah Majlisi termasuk salah satu ulama yang melakukan kegiatan politik dan sosial yang sangat efektif. Posisi ilmiah dan kedudukan mulianya di antara berbagai lapisan masyarakat telah membuat Shah Suleiman Safawi mengangkatnya untuk posisi Syaikhul Islam pada 1098 H.

Syaikhul Islam adalah jabatan tertinggi keagamaan Syiah pada periode pemerintahan Safawi dan setelahnya sampai periode Pahlevi. Syaikhul Islam bertanggung jawab atas urusan agama, peradilan termasuk mengangkat dan memberhentikan hakim, menangani anak-anak yatim, menerima dan membelanjakan khumus dan zakat untuk urusan masyarakat Muslim, dan masalah penting lain.

Syaikhul Islam dihormati oleh pemerintah dan biasanya diajak berkonsultasi tentang masalah-masalah penting. Setelah kematian Shah Suleiman pada 1105 H dan berkuasanya Shah Sultan Hussein, Allamah Majlisi tetap menduduki posisi itu dan melaksanakan tugasnya sampai tahun wafatnya pada 1110 H.

Sultan Hussein naik takhta setelah kematian Shah Suleiman. Sudah menjadi tradisi bagi para tokoh Sufi untuk mengikatkan pedang di pinggang raja pada upacara penobatan. Namun, Sultan Hussein tidak mengizinkan para Sufi untuk mengikatkan pedang di pinggangnya.

Sang raja memanggil Allamah Majlisi dan memintanya untuk memimpin upacara penobatannya. Allamah melakukan upacara itu di sebuah aula kaca di istana raja. Shah menghadap ke arah Allamah sambil berkata, "Apa yang engkau minta untuk pekerjaan ini dan imbalan apa yang engkau inginkan?"

Melihat Shah yang masih muda dan kurang berpengalaman dalam mengatur pemerintah, Allamah Majlisi memintanya untuk memastikan keamanan dan ketentraman negara. Ia berkata kepada Shah, "Saya meminta raja supaya mengeluarkan dekrit yang melarang meminum arak, perang antarsekte, dan kegiatan adu merpati."

Pada masa itu, adu merpati merupakan simbol kepahlawanan dan huru hara generasi muda. Mereka bahkan mengabaikan nilai-nilai moral serta tidak peduli dengan urusan penting kehidupan individu dan sosial.

Shah Sultan Hussein menerima usulan Allamah Majlisi dengan lapang dada dan mengeluarkan dektrit sesuai dengan permintaannya. Dengan demikian, Allamah telah mencegah tiga penyakit masyarakat sekaligus. Tiga bentuk kerusakan ini telah menghancurkan bangsa-bangsa besar dan membuat mereka terhina yaitu: kerusakan, perpecahan, dan sikap acuh generasi muda.

Dengan meminta Shah melarang minuman keras, Allamah tidak hanya memintanya melindungi masyarakat dan generasi muda dari perbuatan tercela dan kerusakan, tetapi juga mencegah raja dan para menteri dari melalaikan tugas negara dan bersikap tidak bijak.

Sebab, sebagian besar raja Safawi – terlepas dari kecintaan mereka pada mazhab Syiah – tidak memiliki pendidikan agama yang tepat. Hal ini menyebabkan kerusakan seperti, mabuk-mabukan yang menjadi tren di istana mereka. Sebagai akibat dari perilaku tercela ini, kemampuan mereka untuk memerintah kerajaan dan mengatur urusan negara berkurang.

Dengan usulan bijaknya, Allamah Majlisi telah melindungi masyarakat dari perbuatan tercela itu semaksimal mungkin, tetapi sayangnya, para oportunis yang memanfaatkan kelemahan raja, akhirnya berhasil menyeret Sultan Hussein ke dalam perbuatan tercela ini. Allamah Majlisi sudah memperkirakan kehadiran orang-orang jahat di lingkungan istana. Oleh karena itu, ia menggunakan kekuasaannya semaksimal mungkin untuk mengurangi kemungkaran dan memperbaiki lingkungan internal istana.

Ilmuwan besar ini kemudian menulis sebuah risalah sederhana dalam bahasa Persia dengan judul "Adab Suluk Raja dengan Masyarakat." Risalah ini merupakan terjemahan dan penasfiran atas surat tugas Imam Ali as kepada Malik al-Asytar al-Nakha'i tentang cara menjalankan pemerintahan secara adil dengan tambahan tiga hadis lain.

Allamah Majlisi menjelaskan tujuan dari penulisan kitab itu adalah untuk menyadarkan orang-orang yang lalai dan memperbaiki moral para penguasa. Ia hidup sezaman dengan empat raja Safawi dan punya pengaruh besar pada raja-raja Safawi. Oleh karena itu, nasihat lisan dan pendekatan reformisnya, di samping karya-karya tulisnya, secara efektif telah mengendalikan kerusakan di istana raja dan penindasan terhadap masyarakat Muslim Iran.

Dalam menjaga kemurnian mazhab Ahlul Bait, Allamah Majlisi terpaksa bangkit untuk melawan serangan pemikiran dan budaya dari berbagai kelompok, mulai dari opisisi sampai musuh-musuh Islam dan Syiah. Ia melawan kegiatan anti-budaya yang disebarkan oleh perwakilan lembaga dan perusahaan Barat, penyesatan yang dilakukan kaum Sufi, keraguan yang disebarkan para pendeta istana, konspirasi asing, dan bahkan propaganda beracun yang dilakukan para penyembah berhala, serta membela kebenaran mazhab Syiah.

Sekte lain yang diperangi oleh Allamah Majlisi adalah akidah sesat kaum Sufi. Dalam karya-karyanya, ia mengkritik metode Sufisme dan menunjukkan kontradiksi antara pemikiran, kebiasaan, dan tuntunan mereka dengan ajaran para imam Syiah.

Tentu saja, Allamah Majlisi, sama seperti ulama besar lainnya seperti Syeikh Baha'i dan Mulla Sadra, tidak pernah menentang irfan Islam murni, bahkan ia sendiri termasuk salah satu dari arif besar. Namun, ia mengkritik kaum Sufi dan akidah sesat mereka, termasuk tidak mematuhi ajaran agama, mempopulerkan tradisi di luar ajaran agama seperti, lingkaran zikir dan tarian Sufi, serta menafsirkan makna batin terhadap agama dan teks-teks agama.

Berkat pengaruh Allamah Majlisi terhadap raja-raja Safawi yang sezaman dengannya, maka Iran dan para tetangganya yang Sunni dapat hidup rukun dan jauh dari konflik. Provinsi-provinsi Sunni di Iran bahkan tidak diganggu oleh masyarakat Syiah dan Iran hidup dalam kedamaian.

Meskipun raja muda mulai terjebak dalam konspirasi kaum oportunis dan secara praktis kehilangan kendali atas negara, namun selama Allamah Majlisi masih hidup, Iran tetap memberikan keamanan dan ketenangan kepada rakyatnya dari semua mazhab dan agama.

Hitungan mundur keruntuhan pemerintahan Safawi dimulai setelah wafatnya Allamah Majlisi pada 27 Ramadhan 1111 H. Ia telah menjalani kehidupan yang penuh berkah, mendidik ratusan ulama, menulis banyak kitab, menerjemahkan puluhan buku agama dalam bahasa Arab dan Persia, dan meninggalkan banyak karya untuk masyarakat Syiah.

Allamah Majlisi meninggal dunia di usianya yang ke-73 tahun (sesuai dengan tanggalan Hijriah) pada malam ke-27 bulan suci Ramadhan tahun 1110 H. Agha Jamal Khansari memimpin shalat jenazah untuknya. Sesuai surat wasiatnya, ia dimakamkan di serambi Masjid Jami' Isfahan di sisi makam ayahnya, Allamah Muhammad Taqi bin al-Maqsud Ali al-Majlisi. Sejak wafatnya sampai sekarang.

Selasa, 21 Desember 2021 14:59

Allamah Majlisi

 

Bihar al-Anwar adalah karya besar Allamah Mohammad Baqer Majlesi dan ensiklopedia besar hadis Syiah yang mencakup isu-isu agama seperti sejarah, fiqih, teologi, tafsir al-Quran dan lain-lain. Karya ini mencakup lebih dari 85 ribu hadis dari Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Bait as dan penulisannya memakan waktu lebih dari 30 tahun.

Bihar al-Anwar: al-Jamiah lidurari akhbar al-A'imah al-Athar merupakan karya terpenting Allamah Mohammad Baqir Majlesi dan insklopedia besar Syiah. Selama 30 tahun Allamah dibantu murid-muridnya aktif menulis dan mengumpulkan naskah karya besar ini.

Allamah Majlesi di mukadimah bukunya Bihar al-Anwar menjelaskan masa belajar dan fase ilmiah serta spiritualnya. Ia juga memaparkan motif kecenderungannya terhadap hadis. Merujuk pada kajian ilmu-ilmu resmi pada masanya seperti ilmu sastra, fiqih dan usul fiqih, hikmah dan filsafat, teologi dan matematika serta kelazimannya dalam komunitas ilmiah pada masa itu, ia mengatakan bahwa semangat pencariannya tidak tergenangi oleh ilmu-ilmu konvensional dan kehausannya akan ilmu yang benar dan perenungan tentang manfaat dan hasil ilmu pengetahuan dan tujuan murid-muridnya telah membawanya ke sumber yang jelas dari pengetahuan dan kebijaksanaan yang benar, yaitu firman Tuhan (wahyu) dan hadis para maksumin.

Allamah menilai al-Quran dan hadis yang diriwayatkan dari Nabi serta Ahlu Bait as sebagai sumber terpenting untuk meraih pengetahuan dan ajaran agama serta menyebutnya lebih unggul dari seluruh ilmu-ilmu Islami lainnya. Meski demikian, ahli hadis besar ini tidak menolak kredibilitas akal bahkan meyakini untuk memahami prinsip-prinsip agama diperlukan akal, serta ia juga menggunakan argumentasi logis dan akal saat menganalisa dan menafsirkan sejumlah hadis.

Bihar al-Anwar memiliki posisi tinggi dihadapan para peneliti dan cendikiawan mengingat kitab ini menyebutkan lebih banyak sanad riwayat yang dinukil dari pada Imam Syiah, kategorisasi, syarah dan penjelasan dari berbagai hadis, berabagai penelitian teologi, sejarah, fiqih, tafsir, akhlak, hadis dan bahasa;  Meskipun volumenya besar, banyak manuskrip telah ditulis sejak awal, dan dengan munculnya industri percetakan, semua atau sebagian darinya telah diterbitkan berkali-kali. Bagian paling terkenal dari Bihar al-Anwar adalah terjemahan dari bagian ensiklopedia ini yang didedikasikan untuk subjek Imam Zaman (as) dan telah diterbitkan sebagai buku independen berjudul "Mahdi yang Dijanjikan".

Allamah Majlisi dalam Bihar al-Anwar telah mengkategorikan hadits dengan cara yang logis dan berorientasi pada subjek sehingga pembaca dan sarjana dapat mengambil manfaat maksimal darinya dalam waktu singkat dan dapat melihat secara komprehensif hadis yang ada dalam subjek apa pun. Ulama yang bijaksana ini telah mencoba untuk mengadopsi semua masalah dan isu-isu agama dalam kumpulan besar Bihar al-Anwar dan untuk mengumpulkan hadits yang terkait dengannya. Koleksi ini dimulai dengan topik "al-Aql wa al-Jahl" (akal dan kebodohan) dan berlanjut dengan topik yang berkaitan dengan teologi dan tauhid, keadilan ilahi dan sejarah para nabi.

Salah satu fitur menarik dari Bihar Al-Anwar adalah bahwa Allameh Majlisi telah memulai setiap bab dari koleksi besar ini dengan ayat-ayat yang sesuai dengan subjeknya dan telah mengungkapkan pendapat para penafsir di mana pun ada kebutuhan untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut. Setelah menyebutkan ayat-ayat dan tafsirnya, ia mengutip hadits-hadits yang berkaitan dengan topik itu dan dalam banyak kasus menggambarkan narasi dan menjelaskan kata-kata yang sulit dipahami oleh audiens. Dalam menafsirkan dan menjelaskan hadist dan riwayat, ia telah menggunakan berbagai sumber bahasa, fiqih, tafsir, teologi, sejarah, akhlak/etika, dll. Uraian-uraian ini merupakan salah satu keunggulan kumpulan naratif yang penting ini.

Keistimewaan lain dari Bihar adalah penulis memiliki banyak buku yang beberapa di antaranya telah dihancurkan dan belum sampai kepada kita. Untuk menulis buku ini, Allamah mengirim murid-murid dan para sahabatnya ke negara-negara dan negeri-negeri dekat dan jauh untuk mendapatkan salinan terbaik dan paling otoritatif dari setiap buku. Banyak sumber yang diperoleh Allamah pada waktu itu sekarang telah hilang, dan jika Allamah tidak mengumpulkan riwayat-riwayat yang dikutip di dalamnya dalam satu kumpulan, kami tidak akan memiliki riwayat-riwayat ini sekarang. Selain itu, dalam karya ini, Allamah Majlisi, selain diskusi, terkadang mengutip buku-buku atau risalah singkat yang dianggap efektif dalam memahami subjek. Seperti risalah Imam Hadi (as) dalam menanggapi jabr dan tafwiz, risalah tentang hak-hak Imam Sajjad (as), Tauhid Mofazal dll. Oleh karena itu, Imam Khomeini menyebut karya ini sebagai sebuah perputakaan besar dan penting dengan nama Bihar.

Sebagian ulama menganggap adanya riwayat yang lemah (dhaif) dan tidak kredibel, serta ketidakcukupan beberapa penjelasan Allamah Majlisi sebagai kelemahan kumpulan ini. Menanggapi kritik ini, perlu dicatat bahwa salah satu tujuan terpenting Allamah Majlisi dalam menyusun Bihar al-Anwar adalah mengumpulkan riwayat untuk mencegah kehancurannya, untuk mentransfer warisan riwayat Syiah ke generasi berikutnya dan untuk menjelaskan dan mempelajari hadits-hadits target, itu adalah tujuan yang kedua. Allameh tahu bahwa hidup yang singkat tidak akan memberinya kesempatan untuk mempelajari dan meneliti secara menyeluruh dan akurat menjelaskan semua hadis yang dikumpulkan.

Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengambil langkah pertama dan paling mendasar, yaitu mengumpulkan hadist, memberi penjelasan secara singkat bagian-bagiannya sebanyak yang dia bisa, dan untuk melakukan penelitian dan studi lebih lanjut untuk peluang di kemudian hari atau bahkan untuk generasi mendatang. Untuk itu, ia mengatakan dalam beberapa pernyataan: "Naskah tidak teratur dan membingungkan, tetapi kami mengutipnya sehingga jika versi aslinya ditemukan setelah kami, itu akan dikonfrontasi dan diperbaiki, dan jika tidak, naskah dan versi ini yang terkadang bukannya tidak bermanfaat tidak akan hilang dan namanya akan tetap tercatat."

Juga, beberapa kritikus menganggap pengulangan hadist sebagai kelemahan dari pekerjaan ini. Mencermati perkataan Allamah, dapat dipahami bahwa ia sangat menyadari pengulangan ini, tetapi berbagai faktor, hubungan sebuah hadist dengan dua atau lebih pembahasan yang berbeda dan adanya versi yang berbeda dari sebuah hadist menyebabkan penulis mengulangi karyanya untuk menjadi komprehensif. Ada kemungkinan bahwa sebuah hadist berisi berbagai topik, yang masing-masing harus diperiksa di bawah babnya sendiri, dan pada saat yang sama fragmentasi hadist mempengaruhi pemahamannya, dan oleh karena itu sebuah hadis harus diulang dalam beberapa bab.

Allamah Majlisi memiliki kehidupan yang sangat diberkati. Pada usia 73 tahun, ia menulis lebih dari seratus buku dalam bahasa Persia dan Arab, salah satunya adalah Bihar al-Anwar, yang telah diterbitkan dalam seratus sepuluh jilid. Di antara tulisan-tulisan Allamah, 49 buku dan risalah telah ditulis dalam bahasa Persia dengan tujuan untuk mempromosikan ilmu-ilmu agama di antara orang-orang biasa. Meskipun praktik ini sudah dimulai beberapa waktu sebelum Allamah Majlisi, namun karya-karya Majlisi menjadi lebih terkenal dan disambut oleh banyak penutur bahasa Persia, sehingga di sebagian besar rumah-rumah berbahasa Persia terdapat satu atau lebih buku karya Allamah Majlisi.

Di antara karya penting Allamah Majlisi yang dutujukan untuk penggunaan masyarakat umum berbahasa Persia adalah Hayah al-Qulub tentang sejarah para nabi, Jala'u al-Uyun tenatang kehidupan para maksumin as, Hilyah al-Mutaqiin tentang adab dan tata cara kehidupan serta Haq al-Yaqin tentang akidah.

Selasa, 21 Desember 2021 14:57

Allamah Mohammad Baqir Vahid Behbahani

 

Setelah meninggalnya Allamah Majlesi, pemerintah Safawi mulai menurun dan seiring dengan serangan bangsa Afghanistan ke Iran serta direbutnya ibu kota dinasti ini, yakni Isfahan, era pemerintahan Dinasti Safawi di Iran yang berlangsung hampir 200 tahun berakhir.

Mulai dari tumbangnya Dinasti Safawi hingga naiknya Nader Shah serta munculnya Dinasti Afshariyah, berlangsung selama 13 tahun. Selama tenggat waktu tersebut, Iran mengalami gajolak politik dan sosial karena kehilangan pemerintahan pusat dan invasi asing. Ketenangan yang dialami para ulama di era Safawi akhirnya hancur dan peluang tepat untuk mengajar dan melakukan riset juga musnah. Di kondisi seperti ini, Allamah Vahid Behbahani bangkit di medan ilmu dan fiqih serta meski beragam kesulitan yang ada, beliau mengambil alih bendera Ahlul Bait as dan berjuang dengan gigih.

Allamah Mohammad Baqir Vahid Behbahani adalah cucu dari Allamah Majlesi pertama dan lahir di Isfahan tahun 1117 H. Saat itu, Isfahan secara bertahap kehilangan posisinya sebagai pusat ilmu. Mohammad Baqir bersama keluarganya pindah ke Behbahan. Sebagian meyakini Mohammad Akmal Isfahani, ayah Allamah Behbahani pindah ke Behbahan untuk memerangi aliran Akhbariyah yang saat itu marak di kota Behbahan. Sementara sebagian lainnya meyakini ia pindah ke Behbahan karena kondisi rusuh sosial dan politik di kota Isfahan saat itu, karena saat itu kota Behbahan relatif tenang bagi para ulama.

Mohammad Baqir tumbuh di bawah bimbingan ayahnya dan menyelesaikan pendidikannya di kota Behbahan. Ia dikenal oleh warga dan ulama setempat dengan ketinggian ilmu dan keutamaan akhlaknya. Ia tinggal di kota Behbahan selama 30 tahun dan berusaha keras menyelesaikan pertikaian dan perbedaan di antara warga.

Allamah Behbahani yang mumpuni di sebagain besar ilmu-ilmu keislaman, meninggalkan banyak inovasi baru di bidang fiqih dan usul fiqih serta membangun pijakan dan ufuk baru di bidang ilmu-ilmu Syiah. Inovasi Allamah Vahid Behbahani tidak terbatas di usul fiqih saja, tapi di berbagai ilmu Islam lainnya seperti teologi, rijal (cabang ilmu hadis), hadis.

Mengingat pembahasan fiqih dan usul fiqih banyak penggunaannya oleh para ulama, merupakan kajian lain yang menjadi fokus Allamah Bebahani serta beliau banyak memberi inovasi di cabang ilmu ini serta menciptakan banyak perubahan di dalamnya. Selain itu, Allamah Behbahani juga memiliki banyak inovasi di ilmu rijal dan dirayah hadis.

Di era Allamah Vahid Behbahani, ilmu usul fiqih yang menjadi pijakan di ijtihad mengalami kemunduran dan kurang mendapat perhatian dari ulama serta cendikiawan. Allamah Behbahani bangkit membela dan mendukung cabang ilmu ini dan membangun dari awal ilmu usul fiqih serta menghidupkannya kembali. Usul fiqih adalah ilmu yang membahas kaidah dan prinsip istinbat hukum syar'i yang digunakan para mujtahid.

Oleh karena itu, usul fiqih adalah ilmu alat di mana seorang faqih (ulama fiqih) memanfaatkannya untuk mengistinbat hukum far'i (furu') dari sumber utama yakni al-Quran, sunnah, ijma' dan akal.

Allamah Vahid Behbahani menciptakan kebangkita di mana hasilnya adalah produksi puluhan faqih dan pakar usul di berbagai hauzah ilmiah. Guru Allamah Behbahani, yakni Sayid Sadruddin Razavi Qommi mengatakan, "Di zaman kami tidak ada seorang pun pakar usul fiqih". Namun dalam waktu singkat setelah guru besar ini, dan berkat upaya Allamah Behbahani, terjadi perubahan besar di bidang usul fiqih dan para murid beliau membuat kajian cabang ilmu ini semakin maju.

Allamah Vahid Behbahani dikenal getol melawan aliran Akhbari. Kaum akhbari adalah sekelompok ulama yang meyakini untuk memahami ajaran agama hanya cukup bersandar pada zahir riwayat dan hadis. Mereka meyakini empat kitab utama Syiah seluruhnya sahih dan menganggap siapa saja dapat merujuk pada hadis-hadis di sumber utama empat kitab ini untuk memahami hukum agamanya dan tidak membutuhkan untuk taqlid kepada mujtahid.

Faktanya kelompok Akhbari tidak membolehkan ijtihad dan taqlid kepada seorang mujtahid. Sementara kaum Usuli meyakini bahwa untuk menentukan kebenaran dan keabsahan sebuah hukum agama (syariat), diperlukan keahlian dan spesialiassi ilmiah yang cukup dan seseorang yang menguasai dengan cukup sumber agama dan pemanfaatan metodologi teliti ilimiah dan aqli yang dapat mengistinbatkan hukum agama di berbagai kasus.

Adapun mereka yang tidak memiliki spesialisasi ini harus merujuk kepada pakar dan spesialis. Masalah merujuk orang yang tidak memiliki spesialisasi kepada pakar sebuah kaidah rasional yang diterima di antara orang berakal. Usuli meyakini bahwa kaidah ini juga berlaku di bidang penentuan hukum agama.

Akhbari meyakini seluruh hadis di kutub arbaah (empat kitab rujukan utama Syiah) seluruhnya sahih, yakni apa yang dicantumkan dan diriwayatkan di kitab tersebut benar bersumber dari para maksum, dan siapa saja dapat merujuk secara langsung ke riwayat ini untuk memahami hukum agama. Sementara kaum Usuli meyakini bahwa pertama, seluruh hadis yang sampai kepada kita tidak seluruhnya sahih, tetapi validitas hadis dapat diukur dengan ketelitian khusus, termasuk memeriksa rangkaian perawi hadits tertentu. Selain itu, mereka meyakini kecenderungan terhadap zahir untuk memahami hadis akan menciptakan kekeliruan pada pemahaman agama, dan untuk memahami hadis sahih diperlukan seseorang yang memiliki keahlian ilmiah.

Setelah bertahun-tahun perjuangan ilmiah Allamah Behbahani melawan perkembangan aliran Akhbariyah, akhirnya perkembangan pemikiran ini berhasil dibendung. Allamah pada tahun 1159 H bersama keluarga dan familinya hijrah ke kota Najaf, Irak. Saat itu, beliau tidak menemukan guru yang dapat menambah pengetahuannya di kota Najaf. Akhirnya Allamah pergi ke kota Karbala. Di Karbala, pengaruh pemikiran Akhbariyah juga marak seperti di kota Behbahan.

Allamah menghadiri ceramah dan pelajaran ulama Akhbariyah serta mengkaji dari dekat pemikiran dan argumentasi mereka. Saat itu, Allamah meminta Sheikh Yusuf Bahrani, ulama besar Akbari untuk menyerahkan kelasnya selama tiga hari kepadanya. Sheikh Yusuf, sosok saleh dan berakhlak mulia, menerima permintaan tersebut. Allamah Behbahani selama tiga hari tersebut mengkritik ideologi Akhbari dan membuktikan kebenaran metodologi ijtihad. Pada akhirnya dua pertiga murid Sheikh Yusuf keluar dari Akhbariyah dan condong kepada metodologi usuli.

Salah satu keindahan sejarah ulama Syi'ah terlihat dalam sikap dan tindakan Allamah Vahid Behbahani dan Syekh Yusuf Bahrani, yang mewakili dua pemikiran yang berlawanan pada masanya. Terlepas dari kenyataan bahwa masing-masing ulama besar ini adalah salah satu ulama besar pada masanya dan memiliki banyak murid dan pengikut di antara orang-orang, tetapi karena pendidikan agama yang benar dan kesehatan jiwa, mereka menganggap diri mereka wajib mengikuti kebenaran.

Untuk itu, Sheikh Yusuf dengan mudah memberikan mimbar dan pelajarannya kepada ulama besar yang menjadi lawannya, dan ketika melihat keutamaan dan keilmuan Allamah Behbahani serta mendengar kekuatan argumentasinya, ia membuka jalan bagi orang-orang untuk berpindah ke aliran Usuli. Jika Sheikh Yusuf tidak memiliki jiwa yang sehat dan menghasut para pengikutnya, yang tidak sedikit, melawan pemikiran Usuli, maka konflik antara kaum Usuli dan Akhbari akan memasuki fase berbahaya.

Allamah Behbahani, selain sangat menentang pemikiran Akhbari, juga memiliki kritik yang tepat dan konstruktif terhadap ulama Usuli. Ia juga sangat memahami bidang pemikirannya yang diterima, pemikiran Usuli atau ijtihad dalam agama, dan sadar akan bahaya yang mengancam ijtihad yang benar. Sama seperti dia dengan tajam mengkritik Akhbari, dia juga berurusan dengan kemungkinan penyimpangan di antara kaum Usuli. Hubungannya dengan Saheb al-Madarek (Sayyid Muhammad ibn Ali Mousavi Ameli, 946-1009 H), yang adalah seorang Usuli dan ahli hukum, sangat terkenal. Oleh karena itu, Allamah Behbahani dengan sengaja berusaha mencegah ekstremisme dalam pemikiran Syi'ah dan mencapai kesuksesan besar.

Meskipun pemikiran akhbari, yang merupakan semacam kedangkalan ekstrim tentang hadits dan tidak mampu menjawab dalam masalah agama, namun keberadaan arus ini dan bentrokan intelektual antara mereka dan kaum Usuli, yaitu para pengikut ijtihad, telah menjadi berkah besar untuk Syiah. Kompilasi kumpulan besar narasi seperti "Wasa'il al-Shi'ah" dan "Bihar al-Anwar", kompilasi interpretasi narasi Al-Qur'an seperti interpretasi "Noor al-Thaqalin" dan interpretasi "Al -Burhan fi Tafsir al-Quran" ditulis pada masa dominasi pemikiran Akhbari. Juga, perdebatan dan diskusi antara kedua kelompok ini membantu memperdalam dan memperluas perdebatan yurisprudensi dan Usuli.

Usia Allamah Behbahani mencapai 90 tahun dan di akhir usianya, kelemahan menguasainya dan dia meninggalkan pengajaran dan diskusi dan hanya mengajarkan Syaharah Lum'ah. Dia menyebut Allama Bahr al-Ulum sebagai siswa terkemuka di Najaf Ashraf dan memintanya untuk mengatur pelajaran dan diskusi untuk mengurus urusan Syiah. Ulama besar Syiah ini meninggal di Karbala pada 29 Syawal 205 H setelah perjuangan seumur hidup dan dimakamkan di serambi Imam Husein (AS) di kaki para syuhada. Meski jasadnya disemayamkan seperti jenazah lainnya, tapi nama besarnya bersinar dan sejajar dengan nama tokoh besar. Cahaya yang dia bawa sampai kini masih membimbing para ulama dan pencari kebenaran.

 

Salah satu kendala untuk mewujudkan cita-cita Palestina adalah karena sikap kompromi Arab dengan Amerika Serikat dan rezim Zionis. Kubu pro-kompromi Arab mengetahui bahwa pelaksanaan referendum di Palestina akan berujung pada kehancuran Israel dan kemenangan bagi Palestina dan front perlawanan Islam.

Para penguasa Arab yang pro-kompromi, karena mereka tidak punya basis massa dan merupakan pemerintahan boneka, tidak memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina, mereka memilih melayani kepentingan AS. Kepentingan AS juga menuntut eksistensi Israel sebagai sekutu strategisnya di Asia Barat.

Dalam beberapa tahun terakhir, para panguasa pro-kompromi bahkan telah mengabaikan sikap yang berpura-pura membela hak-hak rakyat Palestina. Masalah normalisasi hubungan dipromosikan secara terbuka tanpa memperhatikan kepentingan rakyat Palestina, dan negara-negara Arab telah melupakan prasyarat sebelumnya untuk normalisasi.

Keputusan Uni Emirat Arab (UEA) menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis dalam konteks Perjanjian Abraham menunjukkan bahwa kubu pro-kompromi di dunia Arab, tidak percaya pada hak-hak rakyat Palestina yang tertindas. Sebelumnya, dan khususnya pada KTT Beirut tahun 2002, kubu pro-kompromi menyatakan siap untuk memulihkan hubungan dengan Israel, asalkan rezim penjajah ini mundur ke perbatasan sebelum tahun 1967.

PM Israel Menachem Begin, Presiden AS Jimmy Carter dan Presiden Mesir Anwar Sadat setelah menandatangani perjanjian kompromi di Camp David.
Namun, kemenangan kelompok perlawanan pada perang 33 hari dan 22 hari membuat para penguasa pro-kompromi berkesimpulan bahwa pada akhirnya kelompok perlawanan-lah yang akan memimpin di wilayah ini. Berangkat dari fakta ini, mereka mulai mengabaikan pertimbangan tradisional dan sikap kepura-puraan, mereka bergerak menuju normalisasi dan peresmian hubungan dengan Israel.

Para penguasa Arab pro-kompromi memiliki keyakinan yang keliru dan mereka percaya bahwa penarikan AS dari Timur Tengah, bermakna bahwa sebuah tatanan yang diimpikan oleh Washington sudah terbentuk dan tatanan baru ini dipimpin oleh Israel. Oleh karena itu, negara-negara Arab sekutu Amerika bergegas untuk mendapatkan tempat dalam tatanan baru ini dan juga bergegas untuk menormalisasi hubungan.

Mereka bahkan mengabaikan prakarsa Iran tentang pelaksanaan referendum nasional sebagai solusi untuk konflik Palestina. Sikap ini diambil karena para penguasa Arab tidak memiliki basis massa di negaranya. Hal ini kembali ke tahun 2011 dan kebangkitan rakyat yang terjadi setelahnya. Aksi protes menentang kediktatoran telah membuat para penguasa Arab mengkhawatirkan keamanannya dan pecahnya pemberontakan di dalam negeri.

Di tengah gejolak ini, dinas keamanan dalam negeri Israel (Shin Bet) dan lembaga lembaga keamanan rezim ini secara diam-diam dikirim ke negara-negara Arab. Mereka datang sebagai perusahaan berbasis pengetahuan yang bergerak di bidang analisis situasi, peringatan dini, dan sejenisnya, untuk memberikan masukan kepada penguasa Arab.

Oleh sebab itu, beberapa pemerintah Arab telah mengesampingkan isu Palestina dengan harapan mendapatkan bantuan dari Israel untuk menumpas protes rakyat.

Perwakilan Gerakan Hamas di Iran, Khaled al-Qaddumi percaya bahwa tidak seorang pun dan tidak ada apa pun yang bernilai bagi penguasa Arab selain kekuasaan dan keamanan. Untuk alasan ini, kita bahkan akan menyaksikan bahwa mereka akan menumpas kelompok-kelompok Palestina. Bagi mereka, rakyat Palestina tidak berharga.

"Prakarsa Iran dan pelaksanaannya di tanah Palestina akan menjadi sebuah model bagi dunia Arab. Masyarakat di negara-negara pro-kompromi juga akan memperjuangkan pemilu dan melarikan diri dari monarki otoriter. Hal ini secara serius mengancam keamanan para penguasa Arab," jelasnya.


Gerakan pro-kompromi adalah sebuah kelompok yang membentuk sebuah pemerintah di bawah Kesepakatan Oslo di Palestina dengan tujuan untuk mengurangi biaya keamanan Israel. Kelompok ini pada dasarnya menentang perlawanan dan menghambat kegiatan perlawanan di Tepi Barat.

Namun, kelompok ini tidak mendapat banyak dukungan dari masyarakat Palestina. Oleh sebab itu, mereka menganggap referendum, yang akan menghapus Israel sebagai entitas politik dan memberikan hak kepada rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya, sebagai aksi bunuh diri yang juga akan mengakhiri karirnya di kancah politik Palestina.

Karena dua alasan tersebut, prakarsa untuk melaksanakan referendum di Palestina tidak didukung oleh kelompok pro-kompromi. Tentu saja, peran negatif Arab Saudi dalam menekan kekuatan perlawanan Palestina sangat dominan dan perlu ditegaskan bahwa negara-negara Arab pimpinan Riyadh yang menentang perlawanan, berada di pihak Israel dan itulah sebabnya, mereka menentang prakarsa Iran.

Dalam rangka menghapus keterkaitan Palestina dengan Islam dan menghancurkan ideologi perlawanan, kekuatan hegemoni dan kelompok Arab pro-kompromi melakukan upaya-upaya, yang berfokus pada dua isu utama yaitu menciptakan perpecahan di antara negara-negara Muslim dan mendistorsi prinsip-prinsip perlawanan.

Mereka mencoba untuk mengubah pandangan dan pendekatan masyarakat Muslim tentang perlawanan dan mendorong mereka untuk melupakan ideologi perlawanan. Pendekatan ini sama seperti yang selama ini diadopsi oleh Barat dan strategi ini akan terus dijalankan.

Para penguasa Arab pro-kompromi dengan Israel.
Gerakan pro-kompromi dan beberapa negara Arab tidak menanggapi prakarsa Iran tentang referendum Palestina, hal ini karena ada perselisihan fundamental antara Iran dan gerakan tersebut.

Hal yang secara praktis ditindaklanjuti oleh rezim penjajah adalah menghalangi berdirinya negara merdeka Palestina. Para penguasa Arab tidak mendukung prakarsa referendum, karena gerakan kompromi di negara-negara Arab tidak menginginkan berdirinya sebuah negara merdeka di Palestina.

Pada dasarnya, para penguasa Arab ingin memuaskan baik rezim Zionis maupun kekuatan hegemoni, dan juga membiarkan rakyat Palestina untuk memperoleh sebagian kecil dari tuntutannya. Dengan demikian, mereka secara praktis menentang prakarsa demokratis pelaksanaan referendum di Palestina.

Rezim kompromi Arab yang diktator, menganggap dirinya harus sejalan dengan pendekatan Barat, ini karena hubungan dan ketergantungan mereka dengan beberapa negara Barat. Meskipun pendekatan itu bertentangan dengan Islam dan perjuangan Palestina, para penguasa Arab tidak dapat menolaknya karena ketergantungan pemerintah mereka. 

 

Inisiatif demokrasi Iran bagi referendum Palesistina digulirkan ketika selama beberapa dekade terakhir, Amerika Serikat menggulirkan beragam prakarsa tak adil bagi isu Palestina.

Prakarsa terbaru AS terkait isu Palestina adalah rencana Kesepakatan Abad. Usulan kesepakatan abad oleh pemerintah Donald Trump yang disusun dengan keterlibatan langsung Israel dan di bawah pengawasan Menantu Trump, Jared Kushner serta dipaksakan kepada negara-negara Arab adalah rencana yang melanggar perjanjian PBB, ketentuan HAM internasional dan cita-cita Hak Asasi Manusia (HAM) karena mengabaikan hak-hak bangsa Palestina.


Sementara pemerintah Amerika selama beberapa tahun lalu, senantiasa mengklaim komitmen terhadap hukum internasional, tapi mengajukan prakarsa yang melanggar seluruh resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Palestina.

Di sisi lain, Republik Islam Iran mengajukan prakarsa referendum nasional di Palestina yang didasari hak dan hukum internasional serta demokrasi. Urgensitas prakarsa Iran ini dari sisi karena menyasar kesadaran publik dunia dan opini publik serta secara praktis membuktikan bahwa klaim pemerintah Amerika terkait dukungan terhadap hak bangsa Palestina di samping Zionis selama bertahun-tahun ini sekedar kebohongan propaganda. Selain itu, klaim kosong Amerika yang mengaku menghormati suara dan pandangan serta hak menentukan nasib bangsa Palestina adalah kebohongan dan Barat tidak berencana menjamin hak rakyat Palestina dan menjalankan hukum internasional di kasus ini.

Rencana kesepakatan abad dibangun di atas pilar palsu ini bahwa Palestina sejak awal dan sebelum pembentukan pemerintah ilegal Israel, sebuah wilayah kosong dan tanpa penghuni.

Rencana kesepakatan abad ini dan pencaplokan Tepi Barat didasarkan pada fakta bahwa Palestina telah menjadi tanah tak bertuan dan tak berpenghuni sejak awal dan sebelum pembentukan negara palsu Israel. Dengan argumen yang salah inilah rezim perampas mengklaim bahwa tanah-tanah ini harus dianeksasi ke Israel. Namun rencana Iran, yang disebut referendum nasional di Palestina dan berfokus pada pemilik utama tanah, meskipun menghadapi tantangan dalam implementasi dan tidak direalisasikan dalam jangka pendek, menimbulkan argumen alternatif yang akan mempertanyakan klaim Israel.

Rencana referendum nasional di Palestina sebenarnya adalah rencana melawan kesepakatan abad yang berupaya memberikan wilayah pendudukan kepada Israel secara sepihak dan ekspansionis. Rencana aksesi Tepi Barat, yang bahkan ditentang keras oleh Uni Eropa, bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional dan resolusi yang disahkan di forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tetapi rencana Republik Islam ini kebetulan didasarkan pada semua aturan dan hukum internasional, jadi itu sangat penting.

Faktanya rencana Iran terkait referendum nasional di Palestina tidak hanya berkaitan dengan sebagian wilayah Palestina. Urgensitas rencana ini di kondisi saat ini ketika isu kesepakatan abad tengah marak digulirkan, semakin besar. Rencana Iran dapat mencegah implementasi prakarsa para pengkhianat ini. Khususnya meski Trump kalah dari Joe Biden, masalah kesepakatan abad masih tetap eksis. Sepertinya pandangan kubu Demokrat AS terkait rencana aneksasi Tepi Barat sangat jelas, dan mereka mengumumkan penentangannya. Demokrat sepertinya menolak isu aneksasi Tepi Barat ke wilayah pendudukan. Sama seperti Uni Eropa yang telah mengumumkan penentangan mereka di bidang ini. Oleh karena itu, rencana Iran dapat menjadi sebuah benteng kokoh dan tidak dapat ditembus dalam melawan rencana Kesepakatan Abad dan perluasan wilayah rezim Zionis serta eskalasi agresi rezim ilegal ini.

Rencana aneksasi Tepi Barat dan Kesepakatan Abad, dua rencana yang ingin direalisasikan kubu arogan dengan poros Barat-Arab-Ibrani.

Republik Islam Iran adalah pencetus perjuangan yang komprehensif tanpa pandangan etnis atau agama yang sempit tentang masalah Palestina. Tidak boleh diabaikan bahwa Imam Khomeini-lah yang dengan inisiatif penamaan Hari Quds Internasional, mengubah masalah Palestina dari masalah Arab murni menjadi masalah internasional dan Islam, dan proses ini diperkuat melalui prakarsa mengadakan referendum nasional di Palestina oleh Ayatullah Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam. Alasan Iran untuk masalah ini adalah kegagalan organisasi internasional untuk mewujudkan hak-hak Palestina.

Amerika Serikat tidak memperhatikan resolusi terkait Palestina dan kejahatan rezim Zionis. Oleh karena itu, Iran telah mengusulkan sebuah rencana berdasarkan hukum internasional untuk menyelesaikan krisis yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini. Alasan untuk ini adalah untuk memverifikasi klaim dunia Barat dan pendukung rezim Israel dan untuk mengekspos standar ganda mereka. Barat tidak pernah percaya pada demokrasi dan referendum - jika tidak melayani kepentingannya. Fakta bahwa dunia Barat menekankan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi komunitas Yahudi dan pada saat yang sama diam tentang hak untuk menentukan nasib sendiri bagi komunitas Palestina adalah tanda dari standar ganda ini.

Republik Islam Iran telah menyajikan rencana yang progresif dan legal berdasarkan prinsip-prinsip yang diterima secara internasional yang tidak dapat ditolak oleh negara manapun; Karena jika suatu negara menolak rencana Republik Islam Iran, maka ia telah menolak prinsip-prinsip demokrasi. Gagasan utama Republik Islam Iran selama tahun-tahun berdirinya adalah untuk merebut kembali wilayah pendudukan dan mencegah perluasan dominasi Zionis atas wilayah Palestina. Itulah sebabnya rencana referendum dirancang untuk mencapai tujuan ini, dan pada kenyataannya, sisi lain dari solusi perlawanan bersenjata, rencana referendum tidak bertentangan dengan solusi dan perlawanan militer. Sebaliknya, itu adalah pelengkap dan telah memperluas alat Front Perlawanan.

Sementara rencana referendum nasional di Palestina didasarkan pada aturan hukum internasional, rencana jahat kesepakatan abad ini bertentangan dengan aturan hukum internasional yang jelas. Pelanggaran resolusi PBB oleh kesepakatan abad ini adalah salah satu poin yang disetujui dan ditekankan oleh Mehdi Shakibaei, seorang ahli masalah Palestina. Dia percaya bahwa "kesepakatan abad ini sebenarnya adalah rencana yang komprehensif dan terpadu untuk situasi di Palestina yang mendukung rezim Zionis. Menurut rencana ini, pihak Palestina akan dihapus dari kesepakatan dan semua rencana sebelumnya terkait dengan krisis Palestina dan bahkan semua resolusi PBB akan dihapus dari kesepakatan. Dengan kata lain, baik rencana untuk membagi Palestina (Resolusi 181) maupun rencana dua negara, yang dalam beberapa hal mendapat dukungan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa, telah diabaikan dalam kesepakatan abad ini.

Dengan demikian, Kesepakatan Abad yang tidak memiliki landasan hukum dan hanya didasarkan pada kekuatan serta unilateralisme, secara praktis merugikan komunitas Palestina dan mengakui secara resmi kedaulatan Israel terhadap seluruh wilayah yang didudukinya serta setiap perlawanan bangsa Palestina akan dicap sebagai tindakan teroris.

Pencantuman Hamas di list kelompok teroris oleh Amerika Serikat dan kemudian oleh Arab Saudi juga dilakukan dalam koridor ini. Selain itu, tangan Israel untuk memantapkan pendudukannya akan semakin terbuka. Tak hanya itu, pengumuman Quds sebagai ibu kota Israel dan relokasi Kedubes AS ke kota ini serta pengakuan Washingtoan atas aneksasi Dataran Tinggi Golan dan aneksasi sebagian wilayah Tepi Barat juga dilakukan dalam koridor kebijakan ini. Namun berdasarkan rencana Iran, untuk menentukan nasib bangsa Palestina setiap langkah yang tidak merujuk pada suara umum dan pengambilan keputusan bangsa Palestina adalah tindakan ilegal.

Jika kesepakatan rencana abad ini dianggap sesuai dengan aturan dan pendekatan hukum dan normatif internasional, maka pendekatan pejabat Amerika dan rezim Zionis tentang Palestina didasarkan pada hukum rimba dan standar realisme agresif. Artinya, penggunaan kekuatan untuk mengembangkan; Pendekatan dan pandangan semacam ini memiliki banyak aspek negatif dan menimbulkan kemarahan dan rasa jijik di dunia Islam dan negara-negara bebas. Namun rencana Republik Islam dalam bentuk keadilan pusat dan hak untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan kerangka prinsip-prinsip demokrasi dan melengkapi pendekatan perlawanan untuk pembebasan Palestina.

 

Setelah jelas sisi kemanusiaan prakarsa referendum nasional Palestina, kali ini kita akan membahas dimensi lain dan refleksi inisiatif referendum ini.

Tampaknya rencana referendum nasional di Palestina hanya akan menjadi sebuah gagasan belaka hingga dihadirkan sebagai tuntutan yang komprehensif dari rakyat Palestina, negara-negara Muslim dan opini publik, dan seharusnya tidak diharapkan berdampak banyak. Tetapi jika itu disajikan sebagai tuntutan yang komprehensif dan terorganisir, buahnya dapat diharapkan dalam persamaan konflik dengan musuh Zionis. Dalam proses ini, peran media dan pusat pemikiran akan sangat penting. Sebagaimana media dan lembaga think tank di Barat bertindak sebagai perpanjangan tangan bagi rencana Barat untuk Palestina dan kawasan dan mengejarnya sebagai tuntutan publik, demikian pula media di dunia Islam, dengan bantuan media global tetangga. dimensi rencana ini di agendakan dan disosialisasikan kepada publik sehingga lambat laun menjadi tuntutan publik di dunia Islam dan internasional.

Inisiatif referendum nasional Palestina, sebuah rencana pembentukan pemerintahan lokal yang tidak diinginkan oleh kubu pro perdamaian di negara-negara Arab. Pemimpin Arab ingin Israel, Yahudi dan kubu arogan puas dan juga menghendaki bangsa Palestina meraih keinginannya. Dengan demikian scara praktis mereka menentang prakarsa ini.

Arus Barat-Arab dengan poros Zionis, di tahap awal membungkam prakarsa ini dan tidak meresponnya. Ketika penjelasan umum oleh Iran mencapai titik yang diinginkan, mereka mencoba mendistorsi konsep dan prinsipnya dan kemudian merusaknya. Jika rencana tersebut menjadi tuntutan publik-global, mereka akan beralih ke opsi berikutnya, menunggangi gelombang dan seolah-olah mendukung rencana tersebut, dan mencoba untuk tidak masuk ke dalam implementasi.

Tapi sekarang ketika rezim Israel menemukan eksistensinya, masalah selain masalah referendum telah menjadi prioritas di media kompromi. Di antaranya adalah apa yang disebut rencana perdamaian Ibrahim, di mana tujuan dari rezim Zionis dan Amerika Serikat adalah untuk menyajikan rencana ini sebagai satu-satunya solusi untuk Arab dan Israel. Sedangkan pihak pencetus hanya bertujuan untuk melegitimasi rezim Zionis yang menduduki Palestina dan menormalkan hubungan negara-negara Islam dengan rezim ekspansionis ini.  

Namun dalam menghadapi apa yang disebut rencana kompromi Ibrahim, rencana untuk mengadakan referendum nasional di Palestina mengungkap konspirasi bersama Barat-Arab. Tidak tepat menunggu rencana ini diterima oleh Israel atau Amerika Serikat. Karena Barat hanya mengklaim demokrasi, dan dalam praktiknya menggunakan demokrasi sebagai kedok untuk mencapai tujuan tidak sahnya. Dalam praktiknya, mereka tidak mencari demokrasi di Palestina yang diduduki, tetapi rencana mereka adalah untuk menstabilkan rezim pendudukan di Yerusalem dan secara bertahap menghilangkan orang-orang Palestina di tanah leluhur mereka. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana referendum nasional Palestina tidak diharapkan dapat dilaksanakan hanya dengan mengadakan konferensi internasional dan membahas masa depan masalah Palestina.

Peluang pertama yang dibawa oleh rencana referendum nasional Palestina bagi perlawanan adalah untuk memperkenalkan kelompok muqawama secara tepat kepada dunia. Para kolonialis dan  Zionis selalu berusaha untuk menggambarkan kelompok muqawama kepada dunia dengan cara yang tidak benar. Contoh nyata dalam hal ini adalah pengenalan gerakan Takfiri dan ISIS kepada dunia, dengan nama "Islamis". Mereka selalu mencoba untuk mengatakan bahwa Islam memiliki pandangan dan pendekatan takfiri ini, dan mereka selalu mencoba untuk menampilkan gerakan perlawanan sebagai gerakan teroris.

Diselenggarakannya referendum nasional di Palestina memberikan kesempatan bagi perlawanan untuk mengatakan kepada dunia bahwa muqawama memiliki pandangan yang begitu manusiawi dan transenden dan tidak semata-mata mencari senjata dan perang; Sebaliknya, dia beralih ke senjata ketika dia tidak punya pilihan selain menggunakan senjata untuk mewujudkan haknya. Peluang kedua ke arah ini adalah untuk arus perlawanan untuk menyatakan kepada dunia bahwa dunia Barat dan Amerika Serikat, yang mengklaim hak asasi manusia dan demokrasi, praktis tidak mau menerima rencana demokrasi ini sampai mereka terpaksa melakukannya karena itu tidak akan dalam kepentingan kolonial mereka.

Mantan menlu AS, Mike Pompeo mengatakan, Amerika akan mendukung Israel dan Jerman, serta tidak akan mengijinkan genosida kembali terulang. Faktanya ia menyebut rencana demokrasi referendum nasional di Palestina oleh Iran sebagai contoh dari genosida.

Usulan Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina memiliki peluang bagi kebijakan luar negeri Iran di kawasan dan di organisasi internasional. Rencana tersebut juga menambah daya tawar diplomatik dan politik para perlawanan (Muqawama) dan pendukung cita-cita Quds. Salah satu peluang terpenting dari proyek ini adalah untuk mempresentasikan dan mendaftarkannya di PBB. Dengan cara ini, ratusan negara dan ribuan diplomat dan organisasi non-pemerintah, hak asasi manusia dan organisasi non-pemerintah, dan, tentu saja, media, mengetahui rencana demokrasi Iran.

Pendaftaran sebuah proyek dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meningkatkan dukungan hukum dari proyek tersebut. Hal ini akan menjadi lebih penting ketika kita mempertimbangkan bahwa Majelis Umum juga telah mengadopsi beberapa resolusi tentang hak rakyat Palestina untuk kembali ke tanah air mereka, serta perlunya memperhatikan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Lebih tepatnya, rencana Iran terdaftar di organisasi internasional terpenting di dunia, yang pasti akan memainkan peran paling penting dalam menyelenggarakan referendum dan proses implementasinya.

Rencana referendum nasional di Palestina atau rencana demokrasi Republik Islam Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina pertama kali diusulkan oleh Ayatollah Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, pada 20 Oktober 2000, dan pada musim dingin 1398 (2019) atas permintaan Yang Mulia dan didaftarkan di PBB oleh parlemen dan Kementerian Luar Negeri Iran. Peluang lain dari rencana ini adalah kemampuan untuk membangun konsensus di dunia Islam untuk mengamankan hak-hak Palestina.

Untuk mencapai rencana referendum nasional di Palestina dan untuk memaksa musuh Zionis dan negara serta pendukung internasionalnya untuk mengadakan referendum dan untuk menghormati kehendak rakyat Palestina, perlawanan bersenjata harus menjadi agenda.

Pada 21 Desember 2020, mayoritas di Majelis Umum PBB memilih mendukung "Resolusi Kedaulatan Permanen Rakyat Palestina di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur" meskipun ada sabotase dari Amerika dan rezim Zionis. 153 negara memberikan suara mendukung resolusi tersebut, lima negara memberikan suara menentangnya dan 17 negara abstain. Suara afirmatif pada resolusi menegaskan hak rakyat Palestina atas sumber daya alam mereka, termasuk tanah, energi dan air, tanpa mengabaikan hak mereka di laut dan hak mereka untuk kompensasi sebagai akibat dari penyalahgunaan sumber daya alam oleh rezim pendudukan Israel.

Pada 23 November 2020, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi dengan suara mayoritas resolusi yang mendukung hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Resolusi tersebut, yang disahkan oleh Komite Ketiga Komisi Urusan Sosial, Manusia dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa, disetujui oleh mayoritas dengan 168 suara mendukung, 5 menentang, dan 10 abstain. Resolusi tersebut menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk hak untuk sebuah negara merdeka, dan menyerukan kepada semua negara, badan dan organisasi yang berafiliasi dengan PBB untuk mendukung dan bekerja dengan rakyat Palestina untuk mencapai hak menentukan nasib sendiri secepat mungkin.

Resolusi, yang diadopsi pada bulan-bulan terakhir tahun 2020, juga memiliki beberapa fitur dari rencana Iran. Termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri; Oleh karena itu, rencana pemerintah Iran di PBB didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional dan resolusinya serta memiliki dasar hukum yang signifikan. Hossein Kanani, seorang ahli terkemuka tentang masalah Palestina di Iran, percaya bahwa proyek untuk menormalkan hubungan, yang sebenarnya harus dilihat sebagai pengungkapan hubungan antara orang-orang Arab dan rezim pendudukan di Yerusalem, telah menghadapi tantangan politik, hukum dan media yang serius. Setiap rencana politik musuh Israel akan menghadapi rencana Iran, dan kelompok perlawanan aktif di bidang militer. Oleh karena itu, rencana ini dapat dianggap sebagai solusi atau roadmap (peta jalan) untuk mengakhiri konflik regional dan lebih menarik perhatian negara-negara.

 

Sebelumnya telah dijelaskan tentang substansi hukum-politik dari referendum nasional di Palestina, dan sekarang akan diulas tentang substansi kemanusiaan program referendum nasional di Palestina yang digagas Iran.

Republik Islam Iran sudah menyampaikan strateginya untuk Palestina dengan nama Referendum Nasional di Palestina. Strategi ini memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah perlawanan dalam menghadapi ekspansionisme, dan kejahatan rezim Zionis Israel, selama eksistensi politik Israel belum berakhir.
 
Bagian kedua adalah penentuan nasib Palestina oleh rakyatnya sendiri. Kenyataannya program referendum adalah penyempurna perlawanan untuk merebut hak bangsa tertindas Palestina yang dirampas. Referendum pada hakikatnya mengandung sebuah konsep luhur di dalamnya. Referendum sebenarnya adalah indikator kemanusiaan yang luhur dan Ketuhanan sebagai kelanjutan dari perlawanan, dan realitasnya akan menyempurkan seluruh proses.  
 
Wakil Hamas di Iran, Khaled Al Qaddoumi menjustifikasi secara penuh program referendum, dan menekankan berlanjutnya perlawanan bersenjata serta perlindungan terhadap penduduk Al Quds. Menurutnya, Iran adalah pendukung terpenting perlawanan Palestina, dan hal ini diketahui oleh semua orang. Program Iran dari sisi moral dan hak kemanusiaan juga dibenarkan oleh Hamas, akan tetapi harus diketahui ia menegaskan prinsip demoksrasi dan hak asasi manusia, tidak hanya sekadar retorika seperti yang dilakukan para pejabat negara-negara Barat.
 
Oleh karena itu, rakyat Palestina bersikeras menggunakan opsi perlawanan sampai kemerdekaan penuh. Pasalnya, perlawanan terhadap penjajahan rezim Zionis adalah hak pasti rakyat Palestina, dan kelompok perlawanan. Di sisi lain perlawanan rakyat Palestina juga memperhatikan dimensi politik, diplomatik, dan media. Alasan dukungan terhadap program yang digagas Iran adalah rekam jejak Republik Islam dalam membela hak legal rakyat tertindas Palestina, dan kelompok-kelompok perlawanan. 
 
Iran percaya, Palestina akan merdeka dengan perlawanan, bukan dengan proyek-proyek politik. Prinsip ideologis dan kenyataan di lapangan menegaskan pandangan Iran ini. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei juga meyakini bahwa perlawanan memiliki akar dalam ajaran agama dan Al Quran.
 
Program referendum sebagai sebuah program hukum-politik dipilih untuk memperkuat perlindungan dan perlawanan sehingga berbagai gerakan konservatif yang lebih mengedepankan perundingan dan penyelesaian politik atas masalah pendudukan Palestina, akan menyadari standar ganda yang digunakan Barat dalam masalah Palestina, dan mereka pada akhirnya memahami bahwa tidak ada jalan lain selain perlawanan.
 
Dari sini program referendum yang digagas Iran diposisikan untuk memperkuat perlawanan, bukan untuk melemahkannya. Proyek Kesepakatan Abraham sepenuhnya membuktikan bahwa Amerika Serikat membuka kesempatan seluas-luasnya bagi Israel untuk melakukan berbagai kejahatan dan pelanggaran terhadap aturan internasional, bahkan resolusi PBB, sehingga rezim Zionis tidak merasa dibatasi di Tepi Barat.
 
Presiden AS Donald Trump, Joe Biden, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah melanggar sekitar 50 resolusi Dewan Keamanan PBB terkait Tepi Barat, sebagai sebuah wilayah pendudukan, dan juga Al Quds Timur. Masalah ini menjelaskan bahwa Barat tidak pernah memegang prinsip kepatuhan pada hukum, tapi kepatuhan pada kekuatan, dan mendukung kejahatan Israel.
 
Substansi kemanusiaan program referendum nasional di Palestina, dan demokrasi, sama sekali tidak bertentangan dengan strategi jihad dan perlawanan bersenjata terhadap penjajah. Alasannya karena strategi mengerikan yang dipakai pihak lawan. Selama 73 tahun sejak berdiri, Israel menjadi rezim paling jahat, paling banyak membunuh anak-anak, dan organisasi yang paling banyak melakukan teror di muka bumi, oleh karena itu perlawanan bersenjata dan perang melawan penjajah secara fisik harus terus dilakukan, dan setiap hari harus diperkuat, karena ide perlawanan sesuai dengan Piagam PBB, dan aturan hukum internasional berbasis pembelaan diri secara legal.
 
Program referendum adalah sebuah gerakan dalam kerangka perlawanan aktif, artinya jawaban terhadap mereka yang tentang perlawanan bersenjata mengatakan, “Siapa pun yang meyakini kemerdekaan Al Quds hanya memegang senjata, dan negara-negara pendukungnya hanya membantu senjata.” Akan tetapi program referendum nasional juga mengandung komponen kekuatan lunak, dan prakarsa hukum serta politik. Iran berdasarkan program ini, bisa menegaskan bahwa semua orang yang ingin kembali ke tanah air aslinya, mendapat dukungan politik dan hukum, dan Tehran memiliki program-program praksis untuk mereka.
 
Wakil Jihad Islam di Iran, Nasser Abu Sharif meyakini bahwa sebab dan alasan prakarsa Iran adalah untuk menguji dunia, yaitu ujian tentang penegakan keadilan dan kebebasan.
 
“Kami percaya prakarsa Rahbar Iran tidak lain adalah prakarsa yang sedang diupayakan oleh rakyat Palestina, dan merupakan prinsip demokrasi. Pasalnya, rezim Israel, menjajah Palestina, dan orang-orang Yahudi dari berbagai wilayah Eropa Timur, dan Barat, menduduki Palestina, dan menginjak-injak hak serta keadilan. Jika penjajah dilibatkan, referendum yang adil tidak akan bisa laksanakan, dan kami tidak akan bisa memiliki sebuah pemerintahan komprehensif, karena masuknya mereka telah merusak keadilan dan kebebasan, dan menghilangkan kebebasan kami. Israel tidak bisa membentuk pemerintahan yang di dalamnya keadilan ditegakan, karena karakteristik penjajah yang dimilikinya. Masa depan Palestina hanya bisa ditentukan oleh partisipasi politik warga asli Palestina. Tumpuan perlawanan bersenjata Palestina adalah Iran, sebagai sebuah pilar aman bagi perlawanan. Kubu perlawanan percaya bahwa tanah air Palestina harus dikembalikan kepada pemiliknya, dan kami akan membangun negara kami dari awal. Karena mustahil pemerintahan bersama antara Zionis dan rakyat Palestina dibangun,” paparnya. 

Salman Razavi, pengamat masalah Palestina asal Iran menekankan substansi kemanusiaan dari program referendum nasional di Palestina, dan meyakini bahwa program ini adalah penyempurna, dan kelanjutan dari perlawanan. Program referendum pada kenyataannya adalah penyempurna perlawanan, dan hakikatnya merupakan strategi perlawanan untuk masa ketika penjajah belum mundur dari posisinya.
 
Kenyataannya, dalam perlawanan tidak dikenal pandangan tentang agresi, dan perlawanan sebagaimana nampak dari namanya adalah membela diri dari musuh zalim yang hanya mengerti bahasa senjata dan pemaksaan, dan selama kita tidak melawannya dengan senjata, mereka tidak akan pernah mengakui hak kita sedikit pun. Sebagaimana kita saksikan selama 73 tahun Israel melakukannya, dan kapan pun bahasa dialog serta perdamaian disampaikan kepada mereka, bukan hanya tidak menjamin hak-hak rakyat Palestina, bahkan langkah demi langkah terus memperkokoh posisinya di daerah pendudukan dengan berbagai skenario dan konspirasi.
 
Maka dari itu, perlawanan satu-satunya strategi untuk memukul mundur musuh. Akan tetapi mungkin saja masyarakat dunia bertanya jika perlawanan bersenjata menghadapi musuh berhasil dimenangkan, pada tahap selanjutnya strategi apa yang akan digunakan terhadap Israel. Jawabannya adalah referendum. Realitasnya, Iran sama sekali tidak memiliki strategi non-kemanusiaan untuk Palestina, tapi dalam rentang waktu sekarang ini, rakyat Palestina harus mengambil keputusan untuk negaranya sendiri.
 
Pengamat masalah Palestina lain asal Iran, Mahdi Shakibaei percaya bahwa Israel telah menjajah wilayah geografis Palestina, dan memaksa rakyatnya mengungsi serta menduduki tanah airnya. Akan tetapi rezim Israel, dan para pendukungnya yaitu negara-negara adidaya dunia, menyebut perlawanan rakyat Palestina sebagai kekerasan dan terorisme. Kekuatan-kekuatan dunia itu menutup mata atas kekerasan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina, dan menggulirkan beraneka program politik dengan tujuan yang diklaim sebagai upaya mengatasi konflik Palestina.
 
Dengan cara ini, negara-negara adidaya dunia itu selain ingin menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa Israel dan para pendukungnya adalah pemain asli demokrasi, juga menyampaikan bahwa Palestina dan Iran sebagai pendukung kekerasan. Program yang digagas Iran pada hakikatnya bertujuan untuk menunjukkan kemunafikan Israel, dan para pendukungnya dengan menyampaikan program yang sepenuhnya memiliki substansi kemanusiaan .

 

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan tentang hubungan prakarsa referendum rakyat Palestina, dengan strategi perlawanan, dan pada pembahasan kali ini akan diulas substansi hukum dan politik prakarsa referendum nasional di Palestina.

Substansi politik masalah Palestina, dan substansi hukum-politik prakarsa Republik Islam Iran terkait penentuan nasib rakyat Palestina oleh mereka sendiri, termasuk poin yang menjadi perhatian para peneliti dan pengamat. Wakil Hamas di Iran, Khaled Al Qaddumi meyakini bahwa masalah Palestina, adalah masalah politik.
 
Sementara pengamat masalah rezim Zionis Israel, Hossein Rouivaran percaya bahwa prakarsa referendum rakyat Palestina merupakan solusi politik untuk menyelesaikan sebuah krisis, dan terkandung dalam kerangka manajemen krisis. Di sisi lain prakarsa Iran, juga memiliki sejumlah karakteristik hukum, karenanya Iran ingin menghadapi pihak lawan berdasarkan aturan internasional, resolusi-resolusi PBB termasuk Resolusi 194, prinsip-prinsip yang tercantum dalam Piagam PBB seperti hak menentukan nasib sendiri, dan prinsip demokrasi seperti referendum, sehingga pada akhirnya Israel akan menghormati pendapat rakyat Palestina.
 
Asumsi Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar adalah, Israel terbentuk sebagai hasil dari keputusan kekuatan-kekuatan imperialis, dan Inggris dalam masalah ini memainkan perang kunci, serta mendorong eksodus sebagian warga Yahudi ke Palestina. Akan tetapi apakah pendirian rezim haram ini mendapat persetujuan dari seluruh warga Yahudi dunia ? Realitasnya ternyata tidak seperti itu. Sejumlah banyak warga Yahudi seperti kaum ortodoks, Naturei Karta atau kelompok Yahudi Haredi yang anti-Zionis, dan orang-orang Samaria menentang keras prinsip, dan asas Zionisme. Oleh karena itu prakarsa Iran merupakan prakarsa hukum sebagai sebuah solusi politik, dan tujuannya adalah untuk menyelesaikan krisis Palestina, secara damai, dan dengan mematuhi prinsip hukum internasional.
 
Usulan Iran berlandaskan pada referendum nasional di Palestina, dan ini merupakan prakarsa hukum, dan bukan semata-mata pandangan media serta politik. Selain itu, prakarsa ini juga merupakan sebuah prakarsa operasional dan praktis yang mungkin dilaksanakan, dan seluruh prakarsa awal berdasarkan pada asumsi bahwa semuanya bisa diimplementasikan. Akan tetapi meski pada kondisi saat ini mungkin belum bisa dilaksanakan, tapi dia tetap punya muatan hukum, dan tendensi-tendensi media serta politik bisa disingkirkan darinya. Indikasi kekuatan politik, dan media dari prakarsa Iran ini akan tampak dari reaksi negara-negara Barat, apakah diam atau menentang. Mantan Duta Besar Iran untuk Lebanon, mendiang Ghazanfar Roknabadi mengatakan, “Selama bertugas di Lebanon saya sudah menyampaikan prakarsa referendum nasional di Palestina, kepada beberapa dubes negara Eropa, dan mereka menyambutnya, serta menganggap prakarsa ini sepenuhnya demokratis.”
 
Akan tetapi, kata Roknabadi, mereka menentang implementasinya, dan mengklaim bahwa prakarsa ini berarti menghapus Israel. Oleh karena itu harus dikatakan bahwa prakarsa ini sepenuhnya memiliki muatan hukum, dan bisa dilaksanakan. Tujuan final dari prakarsa Iran adalah menciptakan sebuah program yang bisa dilaksanakan, dan nyata di lapangan bagi rakyat Palestina. Republik Islam Iran, dengan maksud supaya rakyat Palestina bisa mendapatkan hak-haknya, mengusulkan sebuah program yang bertujuan mengembalikan hak rakyat Palestina, dan memusnahkan rezim Zionis melalui cara-cara demokratis. Pasalnya, di seluruh negara dunia diselenggarakan pemilu berasaskan hak warga negara.
 
Program referendum nasional di Palestina yang digagas oleh Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei adalah sebuah program politik dan hukum yang mendasar. Asas dari program ini adalah hukum internasional. Merujuk kepada suara rakyat untuk menentukan nasib sebuah bangsa adalah hak yang ditekankan oleh Piagam PBB, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa referendum usulan Iran, memiliki landasan hukum, akan tetapi pada realitasnya ia juga merupakan prakarsa politik yang membutuhkan semacam kesepakatan, dan sambutan politik dari negara-negara berpengaruh di PBB.
 
Mosadegh Mosadeghpour, salah satu pengamat Dunia Arab dari Iran, yang menyetujui substansi hukum-politik prakarsa referendum, meyakini bahwa usulan Iran bisa dilaksanakan, dan sesuai dengan aturan yang dibuat oleh Barat, termasuk Piagam PBB. Pasalnya, Inggris tidak berhak menyerahkan wilayah Palestina ke pihak lain tanpa mendapatkan persetujuan rakyatnya. Prakarsa Iran telah mempecundangi para pengklaim pembela HAM, dan mereka harus mematuhi prakarsa ini. Usulan Iran akan membuktikan kepada masyarakat internasional bahwa Barat tidak mematuhi aturan internasional.
 
Prakarsa referendum nasional di Palestina digagas untuk menentukan masa depan Palestina oleh rakyatnya sendiri, berdasarkan prinsip-prinsip yang diatur hukum internasional. Negara-negara besar, dan adidaya yang memainkan peran di arena Palestina, dan konflik rakyat Palestina dengan rezim Zionis, telah menyampaikan prakarsa kepada negara dunia lain untuk mengakhiri konflik ini, di antaranya prakarsa Amerika Serikat yang terbaru yaitu Kesepakatan Abraham, atau prakarsa damai Arab yang diusulkan negara-negara Arab. Iran sebagai salah satu pemain asli dalam masalah Palestina juga mengajukan sebuah prakarsa untuk menyelesaikan masalah Palestina secara damai yang memusatkan perhatian pada peran rakyat Palestina sendiri melalui partisipasi masing-masing penduduk asli Palestina baik Yahudi, Muslim atau Kristen.
 
Prakarsa ini menjadi prakarsa resmi Republik Islam Iran yang tercatat di PBB, dan untuk mengenalkan serta menyebarkluaskannya, Kementerian Luar Negeri Iran sampai sekarang terus melanjutkan upayanya. Sehubungan dengan hal ini pejabat politik Iran di Mesir mengatakan, “Dari sisi hukum, melawan setiap rezim penjajah secara bersenjata atau tanpa senjata, berdasarkan prinsip membela diri, sepenuhnya diterima. Oleh karena itu strategi perlawanan di hadapan rezim semacam ini bukan saja berasaskan pengalaman politik, bahkan dari sisi hukum juga bisa dipertanggungjawabkan. Dengan itu, Iran melalui prakarsa penyelenggaraan referendum, berusaha mempertanyakan logika demokrasi Barat, dan penerimaan suara rakyat."
 
Substansi prakarsa Republik Islam Iran dengan cara tertentu mempertimbangkan sisi keislaman di samping prinsip umum demokrasi. Iran adalah pembawa panji diskursus perlawanan, dan tidak diragukan Palestina sebagai salah satu cita-cita pertama revolusi, tetapi menjadi kebijakan luar negeri utama negara ini. Iran juga penggagas wacana umum perlawanan. Dr. Sayid Reza Sadrolhosseini, pengamat Asia Barat asal Iran, terkait substansi terpenting prakarsa Iran mengatakan, “Jika kita ingin menilai substansi prakarsa ini, maka harus kita katakan bahwa prakarsa ini merupakan sebuah prakarsa kemanusiaan, hukum, politik dan media.”
 
Dimensi prakarsa ini dapat meliputi sejumlah bidang berbeda. Seluruh dimensi ini pada akhirnya akan berujung pada hak pemilik asli Palestina yaitu rakyatnya sendiri. Arahan Rahbar terkait substansi prakarsa referendum nasional di Palestina, sepenuhnya transparan. Ayatullah Khamenei dengan tegas menekankan berlanjutnya dukungan militer dan logistik atas kelompok perlawanan Palestina, di samping upaya politik. Dengan kata lain, Iran di arena perlawanan dan jihad, dan perjuangan bersenjata serta pengetahuan kemiliteran, juga di arena diplomasi, politik dan hukum internasional melalui referendum, tetap menjadi pendukung rakyat Palestina, dan cita-cita pembebasan Al Quds.