کمالوندی
Surah al-Haaqqa 38-52
Surah al-Haaqqa 38-52
فَلَا أُقْسِمُ بِمَا تُبْصِرُونَ (38) وَمَا لَا تُبْصِرُونَ (39) إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (40) وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ (41) وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ (42) تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (43)
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. (69: 38)
Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. (69: 39)
Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, (69: 40)
dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. (69: 41)
Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. (69: 42)
Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. (69: 43)
Ayat ini saat menjawab mereka yang menuding Rasulullah Saw sebagai dukun atau penyair menekankan penurunan al-Qur'an oleh Allah Swt. Dalam al-Quran sumpah dengan mengatasnamakan fenomena alam (penciptaan Tuhan) adalah hal yang normal. Namun begitu dalam ayat ini sumpah dengan hal-hal yang dapat dilihat dan tidak dapat dilihat, yang sejatinya mencakup seluruh alam. Hal ini karena makhluk di alam ini ada yang dapat dilihat dan ada yang tidak dapat dilihat seperti jin dan malaikat.
Karena ayat-ayat Al-Qur'an mempunyai semacam susunan kata dan ungkapan, maka kaum musyrik mengatakan bahwa Rasulullah adalah seorang penyair dan untuk menarik perhatian orang, beliau mengungkapkan perkataannya dalam bentuk puisi. Selain itu, karena beberapa ayat Al-Qur'an memberikan informasi tentang peristiwa masa lalu dan masa depan yang tidak tersedia bagi manusia, maka ia dianggap sebagai dukun dan peramal, karena pada saat itu, para dukun menubuatkan beberapa hal gaib melalui komunikasi dengan jin dan setan.
Menanggapi penisbatan yang tidak benar ini, perlu diperhatikan bahwa meskipun ayat-ayat al-Qur'an mempunyai keteraturan tertentu, namun ayat-ayat tersebut bukanlah puisi, karena puisi adalah hasil imajinasi penyair serta perasaan dan emosinya, sedangkan ayat-ayat al-Qur'an mengindikasikan pengetahuan dan kebenaran yang jelas dan tidak selaras dengan imajinasi puitis.
Selain itu, riwayat hidup Rasulullah menunjukkan bahwa ucapan dan tingkah lakunya tidak ada kemiripan dengan para dukun dan tidak ada kaitannya dengan setan. Bahkan nada dan gaya yang disampaikan Nabi Saw kepada umat dengan nama wahyu sepenuhnya berbeda dengan nada dan gaya ucapannya yang diriwayatkan sebagai hadits beliau.
Dari lima ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dunia tidak terbatas pada hal-hal materi. Di dunia ini banyak sekali makhluk gaib dan immateri yang tidak dapat dipahami oleh panca indera kita.
2. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan sabda Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah orang yang beriman dan jujur dalam menjalankan misinya, dan beliau tidak menambahkan atau mengurangi apapun pada al-Qur'an.
3. Dalam perjalanan sejarah, banyak sekali penyair dan dukun yang datang dan pergi, namun tidak satupun dari mereka yang meninggalkan ajaran agung seperti dalam Al-Qur'an. Jika Nabi Muhammad Saw adalah seorang penyair atau dukun, dia pasti akan hilang dalam sejarah seperti orang-orang lainnya, sementara saat ini kita melihat banyak sekali orang di dunia yang menganut agamanya.
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (46) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ (47)
Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, (69: 44)
niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. (69: 45)
Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. (69: 46)
Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. (69: 47)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya, ayat-ayat ini menekankan keterpercayaan Rasulullah Saw dalam menyampaikan wahyu Ilahi dan mengatakan: Jika dia mengaitkan kepada kami sesuatu yang tidak kami ucapkan saat menjalankan misinya, kami akan memotong urat nadinya dan hukuman berat akan dijatuhkan padanya. Hukuman yang tidak akan ada yang membantu menyelamatkannya dan juga tidak ada yang dapat melindunginya.
Ini adalah ancaman serius terhadap penegasan keaslian al-Quran, yang ayat-ayatnya bukanlah sabda Nabi, melainkan kalimat Tuhan yang sama yang diwahyukan ke dalam hati Nabi dan beliau membacakannya kepada manusia secara penuh tanpa kekurangan apapun.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Al-Qur'an bukan hanya ucapan seorang penyair atau penyihir, bahkan bukan pula perkataan Nabi yang setelah diutus memperkenalkan perkataannya atas nama kalamullah (firman Allah) kepada manusia.
2. Al-Quran sepenuhnya terjaga, karena Allah Swt sendiri yang menjaga al-Quran dari segala bentuk kekurangan atau kelebihan. Oleh karena itu, sejak awal penurunan al-Quran hingga hari ini, kitab suci ini tetap terjaga dari segala bentuk tahrif.
3. Tidak ada yang mampu melawan murka ilahi, bahkan para nabi sekalipun.
وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ (48) وَإِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُكَذِّبِينَ (49) وَإِنَّهُ لَحَسْرَةٌ عَلَى الْكَافِرِينَ (50) وَإِنَّهُ لَحَقُّ الْيَقِينِ (51) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (52)
Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (69: 48)
Dan sesungguhnya Kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kamu ada orang yang mendustakan(nya). (69: 49)
Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar menjadi penyesalan bagi orang-orang kafir (di akhirat). (69: 50)
Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar kebenaran yang diyakini. (69: 51)
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar. (69: 52)
Manusia terbagi menjadi dua kelompok di hadapan Kitab Suci dan ayat-ayat Ilahi: satu kelompok menerimanya dan menerapkan petunjuknya serta mencapai kesucian dan ketakwaan. Ada pula kelompok yang mengingkarinya dan menjadikan dirinya tidak mendapat manfaat dari ayat-ayatnya. Tentu saja kelompok ini akan sangat menyesal di hari kiamat karena mengingkari kebenaran dan memilih jalan kekafiran.
Tentu saja kekafiran orang-orang kafir dan ingkar tidak mengurangi kebenaran al-Qur'an sedikitpun, karena al-Qur'an merupakan firman yang benar dan pasti benar. Kata terakhirnya adalah orang-orang yang beriman, mengingat kebesaran Tuhan, menganggap Dia suci dan terhindar dari segala jenis cacat dan kekurangan.
Dari lima ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Diperlukan jiwa yang bersih dan bertakwa untuk menerima kebenaran, jika tidak maka orang yang tidak bertakwa akan condong untuk menentang kebenaran.
2. Kebalikan dari orang kafir, orang beriman dengan mengingat keagungan Tuhan, mengindari untuk menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada Tuhan.
Surah al-Haaqqa 25-37
Surah al-Haaqqa 25-37
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ (25) وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ (26) يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ (27) مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ (28) هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ (29)
Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). (69: 25)
Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. (69: 26)
Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. (69: 27)
Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. (69: 28)
Telah hilang kekuasaanku daripadaku". (69: 29)
Dalam episode sebelumnya dibahas mengenai mereka yang menerima catatan amal perbuatannya dan gembira serta menunjukkannya kepada orang lain dengan bangga. Mereka adalah orang-orang yang diberkati yang masuk surga dengan catatan amal seperti itu.
Ayat-ayat ini merujuk pada kelompok kebalikan dari mereka, yang catatan perbuatannya akan diberikan ke tangan kiri dan mereka akan digiring ke neraka. Orang yang catatan amal perbuatannya diberikan di tangan kirinya, menyesal dan malu ketika melihat catatan buruk perbuatannya; Dia berharap mereka tidak memberikannya kepadaku dan aku tidak mengetahui isinya. Saya berharap saya mati sekarang dan tidak menghadapi situasi mengerikan ini. Di dunia, saya berpikir bahwa saya adalah orang yang bahagia dengan kekayaan, kedudukan dan kekuasaan, tetapi hari ini saya melihat bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak berguna bagi saya di sini dan tangan saya benar-benar kosong.
Anehnya orang-orang ini saat di dunia takut mati dan lari darinya, tapi saat hari kiamat mereka malah mengharapkan kematian dan meminta Tuhan mematikan mereka.
Dari lima ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Pengetahuan manusia akan hasil perbuatannya di hari Kiamat, akan membatunya untuk memilih jalan yang benar di dunia dan mengambil keputusanyang benar.
2. Hari kiamat bukan tempat taubat manusia yang berbuat buruk. Hanya kerugian dan penyesalan yang menanti mereka.
3. Kekayaan dan kekuasaan tidak bermanfaat di hari kiamat, dan akan menyebabkan kerugian dan penyesalan manusia yang berbuat buruk di akhirat kelak.
خُذُوهُ فَغُلُّوهُ (30) ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ (31) ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ (32) إِنّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ (33) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (34)
(Allah berfirman): "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. (69: 30)
Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. (69: 31)
Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. (69: 32)
Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. (69: 33)
Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. (69: 34)
Di sana, penyesalan dan kesedihan tidak ada gunanya bagi para pendosa; Malaikat penyiksa merantai tangan dan kaki mereka dan melemparkannya ke neraka. Di neraka, bersama dengan penghuni neraka lainnya, mereka terikat pada rantai yang diikatkan pada kelompok lain. Penafsiran Al-Qur'an seperti ini merupakan tanda dari dua hal: yang pertama adalah kehinaan dan pencabutan kesombongan orang-orang berdosa/ dan yang lainnya adalah berat dan pedihnya siksa neraka.
Namun hal yang penting adalah alasan dari hukuman yang berat ini, yang diisyaratkan dalam ayat berikutnya, dan menyatakan: Meskipun para nabi telah menyeru dan kebenaran telah jelas bagi mereka, mereka tetap tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tetap dalam kekafiran dan penolakan sepanjang hidup mereka. Mereka tidak peduli terhadap orang-orang yang membutuhkan dan terpinggirkan dalam masyarakat; Mereka tidak membantu atau mendorong orang lain untuk melakukan hal tersebut.
Dari lima ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Tangan-tangan yang terbuka terhadap segala bentuk penindasan dan pelanggaran di dunia ini serta pelit dalam memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan dan lapar akan dibelenggu dengan rantai pada hari kiamat.
2. Kekafiran dan keserakahan jika berkumpul akan mendatangkan keburukan bagi manusia. Di sisi lain, orang yang tidak beriman bisa saja menerima kemurahan dan pengampunan Tuhan dengan bersikap baik dan membantu orang yang membutuhkan.
3. Seseorang tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap orang yang membutuhkan, ia harus menginfakkan sebagai dari hartanya, atau ia harus mendorong orang lain untuk melakukannya.
فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَاهُنَا حَمِيمٌ (35) وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِينٍ (36) لَا يَأْكُلُهُ إِلَّا الْخَاطِئُونَ (37)
Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. (69: 35)
Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. (69: 36)
Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa. (69: 37)
Di dunia ini, kadang-kadang pada saat dibutuhkan, sahabat datang untuk membantu dan membebaskannya dari masalah, namun pada hari kiamat, hubungan antarmanusia terputus dan tidak seorang pun dapat memperoleh bantuan dari orang lain, baik saudara maupun teman.
Seseorang yang di dunia ini hanya berpikir untuk memberi makan perutnya dan memuaskan hawa nafsunya, dan tidak memikirkan untuk memberi makan kepada orang-orang miskin dan lapar, maka ia hanya akan mendapat nanah dan darah untuk dimakan pada hari kiamat. Dalam ayat-ayat al-Qur'an yang lain, sifat makanan neraka yang pahit, berbau dan terbakar juga disebutkan untuk memperingatkan manusia agar berhati-hati terhadap orang-orang yang kekurangan dan lapar serta berusaha menyediakan makanan untuk mereka. Tentu saja hukuman ini berat bagi mereka yang berdiri di hadapan Tuhan karena keras kepala dan mengambil jalan para pendosa dan pemberontak.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Kita harus berhati-hati memilih teman, jangan sampai mereka membawa kita ke neraka, karena teman seperti ini tidak dapat membantu kita di sana dan menyelamatkan kita dari neraka.
2. Mengabaikan orang-orang yang kelaparan dan membutuhkan adalah sebuah kesalahan yang tak termaafkan, dan akan berujung pada azab yang pedih.
Surah al-Haaqq 13-24
Surah al-Haaqq 13-24
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ (13) وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً (14) فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (15) وَانْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ (16)
Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup (69: 13)
dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (69: 14)
Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, (69: 15)
dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. (69: 16)
Sebagaimana kami katakan, surat ini berada pada posisi menggambarkan peristiwa-peristiwa akhir dunia dan pendahuluan dari ditetapkannya kebangkitan dan hari kiamat. Menurut ayat-ayat ini, dunia saat ini akan berakhir dengan sebuah ledakan dan suara yang sangat besar dan mengerikan, dan bumi serta gunung-gunungnya akan runtuh dan hancur serta musnah akibat ledakan besar tersebut. Seluruh manusia dan makhluk hidup di bumi akan mati dan dunia akan siap menghadapi peristiwa besar itu. Suatu peristiwa yang tidak hanya menghancurkan bumi, tetapi juga menghancurkan langit yang megah, mengganggu sistem dunia yang ada, dan mengeluarkan bintang-bintang dan planet-planet dari orbitnya.
Menurut ayat al-Qur'an, tiupan terompet yang diiringi dengan bunyi yang nyaring, dimainkan dua kali: satu kali pada hari kiamat yang mengakibatkan matinya seluruh penduduk bumi, dan sekali lagi menyebakan kebangkitan orang mati adalah permulaan kebangkitan, supaya orang mati bangkit dan menghadapi pengadilan ilahi.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dunia ini bersifat fana dan kapanpun Tuhan menghendakinya, ia akan runtuh oleh tiupan terompet dengan suara yang sangat besar dan menggelegar.
2. Pendahuluan hari kiamat adalah hancurnya sistem yang ada di dunia dan langit, serta kematian dan kehancuran seluruh penghuni bumi.
3. Peristiwa hari Kiamat adalah peristiwa besar dan penting di alam ini, dan peristiwa lain adalah kecil dan tidak penting di banding dengannya.
وَالْمَلَكُ عَلَى أَرْجَائِهَا وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ (17) يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ (18)
Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka. (69: 17)
Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah). (69: 18)
Namun tiupan terompet atau sangkakala kedua menunjukkan terjadinya hari kiamat dan kebangkitan manusia serta kehadiran mereka di hadapan Tuhan. Setelah sangkakala yang kedua ditiup, maka pengelolaan sistem dunia yang diserahkan kepada para malaikat – sebagai pelaku dan pelaksana perintah Allah – diubah dan menurut riwayat Rasulullah ditingkatkan dari empat individu, atau empat golongan malaikat, menjadi delapan individu, atau delapan golongan.
Meskipun perkataan ayat ini menunjukkan adanya singgasana raksasa yang dapat dibawa atau dipindahkan oleh delapan orang, namun kita mengetahui berdasarkan dalil aqli yang kuat bahwa Tuhan bukanlah tubuh sehingga memerlukan singgasana. Oleh karena itu, kita harus merujuk ayat-ayat tersebut, yang digolongkan sebagai ayat mutasyabih dari sudut pandang lafadh, dengan ayat-ayat al-Qur'an yang muhkam dan jelas; Ayat yang menunjukkan pengingkaran tubuh dari Tuhan
Oleh karena itu, maksud dari singgasana tersebut adalah pusat pengelolaan urusan duniawi yang mana Tuhan memerintahkan para malaikat untuk mengurusnya.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Meski di hari kiamat sistem yang ada hancur dan digantikan dengan sistem baru, namun di sana seperti di dunia, para malaikat masih menjadi pelaksana perintah Tuhan.
2. Di dunia saat ini, penampilan manusia terlihat dan perkataannya didengar, namun pada Hari Kiamat, seluruh dimensi tersembunyi dari kepribadian manusia akan terungkap dan tidak ada yang tersembunyi; Pikiran, motif, tindakan dan perilaku seseorang, bahkan kekurangan dan kesempurnaannya terungkap.
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ (19) إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ (20) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (21) فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ (22) قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ (23) كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ (24)
Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". (69: 19)
Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. (69: 20)
Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, (69: 21)
dalam surga yang tinggi, (69: 22)
buah-buahannya dekat, (69: 23)
(kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu". (69: 24)
Setelah melewati pengadilan Tuhan dan memperjelas kewajiban manusia, golongan yang dengan bangga menyelesaikan penghitungan (hisab) ilahi menerima berkas amalnya dan tidak menyembunyikan kebahagiaan di balik kulitnya. Mereka berteriak kegirangan agar kamu datang dan membaca catatan perbuatanku.
Rahasia penting agar selamat dari neraka dan masuk surga rahmat Ilahi adalah meskipun seseorang tidak memiliki keyakinan yang penuh tentang kebangkitan (kiamat), namun memiliki kecurigaan terhadap terjadinya hari kiamat, hal ini sudah cukup untuk menjauhkan seseorang dari melakukan banyak perbuatan tidak pantas, sebagaimana firman Allah dalam surat Mutaffifin: Tidaklah orang-orang itu (orang yang berbuat curang dalam perdagangan) menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam??
Peristiwa kebangkitan, neraka dan surga begitu penting dan menentukan sehingga kemungkinan terjadinya cukup menjadi alasan akal untuk mendikte, hati-hati, jangan melakukan apa pun yang akan menyeretmu ke neraka. Sebagaimana kehidupan kekal dan nikmat kekal dari surga sedemikian rupa sehingga akal menentukan meskipun Anda tidak yakin akan hal itu; Kecurigaan akan mendapatkan pahala seperti itu hendaknya menuntunmu untuk beramal saleh, agar pada saat hari kiamat nanti, kamu tidak termasuk orang yang tidak mendapat nikmat abadi tersebut.
Dari enam ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Hari Kiamat terjadi berdasarkan perhitungan yang adil terhadap amal perbuatan manusia. Di sana catatan amal perbuatan setiap orang akan diberikan kepada mereka yang nantinya menjadi dasar perhitungan.
2. Bukan hanya keyakinan terhadap hari kiamat, bahkan prasangka akan terjadinya hari kiamat pun dapat menjauhkan manusia dari neraka, dan menuntun mereka ke surga.
3. Menghindari kesenangan duniawi yang terlarang dan sementara serta menanggung hal-hal haram di jalan ini akan diimbangi dengan kehidupan kekal manusia di surga dan mendapatkan manfaat dari banyak kesenangan dan berkahnya.
Surah al-Haaqqa 1-12
Surah al-Haaqqa 1-12
سورة الحاقة
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَاقَّةُ (1) مَا الْحَاقَّةُ (2) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ (3) كَذَّبَتْ ثَمُودُ وَعَادٌ بِالْقَارِعَةِ (4) فَأَمَّا ثَمُودُ فَأُهْلِكُوا بِالطَّاغِيَةِ (5)
Hari kiamat, (69: 1)
apakah hari kiamat itu? (69: 2)
Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu? (69: 3)
Kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat. (69: 4)
Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa. (69: 5)
Surat al-Haqqa terdiri dari 52 ayat dan diturunkan di Mekah. Dalam surat ini disebutkan tiga nama dari nama hari kiamat. Selain itu, surat ini juga membahas nasib buruk di dunia kaum terdahulu, terjadinya hari kiamat, dan kondisi ahli surga dan neraka.
"Haqqa" adalah salah satu nama hari kiamat yang menekankan kepastian terjadinya hari tersebut, seperti 'Waqiah" yang juga menegaskan kepastian terjadinya hari kiamat. Namun pengulangan kata "Haqqa" di ayat selanjutnya menunjukkan kebesaran hari kiamat, bahkan rasul pun tidak memahami kebesarannya.
Karena sebagian orang beranggapan bahwa hukuman bagi pelaku kejahatan hanya di akhirat saja dan Allah telah meninggalkan para penindas dan orang-orang yang zalim sendirian di dunia ini, maka ayat-ayat berikut telah menyebutkan hukuman bagi dua kaum 'Aad dan Tsamud. Mengenai kaum Tsamud, ayat ini menyatakan, “Bangsa ini dihancurkan dengan azab yang kejam dan menghancurkan; Siksaan yang turun atas mereka dari bumi dan langit serta disertai gempa bumi yang hebat, kilat dan jeritan dari langit, merobohkan dan menghancurkan rumah-rumah dan penghuninya."
Kaum Tsamud adalah orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan di utara Jazirah Arab, dan Nabi Saleh as ditugaskan oleh Tuhan untuk membimbing mereka, namun mereka bukan saja tidak beriman, tetapi mereka berkata kepadanya: Jika kamu berkata benar, maka turunkanlah siksa yang telah kamu janjikan kepada kami.
Dari lima ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Kiamat adalah hari yang agung dan mengerikan.
2. Azab ilahi di dunia dan akhirat adalah kebenaran, dan pasti terjadi. Oleh karena itu, kita harus mentaati perintah Tuhan dan jangan membangkang.
3. Jangan kita lalai akan azab Tuhan di dunia, dan jangan menganggap bahwa seluruh azab akan terjadi di hari Kiamat.
وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ (6) سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ (7) فَهَلْ تَرَى لَهُمْ مِنْ بَاقِيَةٍ (8)
Adapun kaum 'Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, (69: 6)
yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). (69: 7)
Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka. (69: 8)
Ayat-ayat ini membahas tentang nasib kaum 'Aad. Suatu kaum yang tinggal di daerah beriklim nyaman di Jazirah Arab, kaum yang tinggi dan kuat dengan pertanian dan ladang yang subur dan makmur; Namun kaum ini mengingkari nabi mereka, Nabi Hud as dan mengambil jalan permusuhan dan berperang melawannya.
Dengan mengirimkan angin dingin dan merusak selama tujuh malam delapan hari, Tuhan memutarbalikkan gulungan kehidupan mereka, sedemikian rupa sehingga tidak ada seorang pun yang tersisa dari kaum pemberontak itu dan tubuh mereka terjatuh ke tanah seperti batang pohon palem yang panjang.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1.Fenomena alam seperti angin dan hujan yang dalam kondisi normal dianggap berkah Tuhan dan bermanfaat bagi umat manusia; Jika Tuhan menghendaki, hal itu akan menjadi sarana kehancuran umat manusia dan akan berubah menjadi banjir dan badai yang merusak.
2.Jangan kita sombong dengan kekuatan dan keperkasaan jasmani kita sehingga kalau kita bertubuh tegap seperti pohon palem, kita akan tersungkur ke tanah dihadapan murka Tuhan.
وَجَاءَ فِرْعَوْنُ وَمَنْ قَبْلَهُ وَالْمُؤْتَفِكَاتُ بِالْخَاطِئَةِ (9) فَعَصَوْا رَسُولَ رَبِّهِمْ فَأَخَذَهُمْ أَخْذَةً رَابِيَةً (10) إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ (11) لِنَجْعَلَهَا لَكُمْ تَذْكِرَةً وَتَعِيَهَا أُذُنٌ وَاعِيَةٌ (12)
Dan telah datang Fir'aun dan orang-orang yang sebelumnya dan (penduduk) negeri-negeri yang dijungkir balikkan karena kesalahan yang besar. (69: 9)
Maka (masing-masing) mereka mendurhakai rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras. (69: 10)
Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu, ke dalam bahtera, (69: 11)
agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (69: 12)
Ayat-ayat ini mengacu pada nasib orang-orang berdosa dan membangkang seperti Firaun dan Namrud dan suku-suku seperti kaum Luth dan kaum Nuh, serta mengatakan: Perlakuan orang-orang atau suku-suku itu dengan para nabi ilahi sedemikian rupa sehingga Allah membuat mereka menderita hukuman berat.
Tentu saja, setiap kelompok pendosa dan pembangkan ini terjebak dalam semacam siksaan. Firaun dan pasukannya tenggelam di Sungai Nil, kaum Nuh binasa diterpa badai dan banjir besar, serta kaum Luth binasa akibat gempa bumi dan bebatuan dari langit.
Sementara itu, badai dan banjir pada masa Nabi Nuh begitu meluas sehingga hanya orang-orang yang beriman kepadanya, yang ikut naik kapal bersamanya dan selamat; Oleh karena itu, Tuhan kepada penduduk Jazirah Arab mengatakan: Kami membawamu dengan kapal itu ketika air mendidih dari bumi dan langit dan menenggelamkan segala sesuatu yang ada di dalamnya.
Pada bagian akhir ditegaskan bahwa penjelasan jenis-jenis azab adalah untuk mengingatkan kalian, orang-orang yang beriman, jika kalian memiliki hati yang bersedia mengambil pelajaran dan telinga yang mendengarkan serta belajar dari sejarah generasi sebelumnya, maka kalian akan diselamatkan.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Menentang perintah para utusan Tuhan, sama halnya dengan menentang perintah Tuhan serta mengakibatkan azab yang pedih.
2. Allah Swt mengutus para nabi berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan-Nya, dan berdasarkan kedilannya Ia tidak akan mengazab suatu kaum hingga Ia mengutus nabi-Nya serta menjelaskan kebenaran.
3. Mempelajari sejarah umat terdahulu dan mengambil pelajaran darinya untuk kehidupan saat ini akan menjadi faktor keselamatan dan kebahagiaan manusia.
Surah al-Qalam 48-52
Surah al-Qalam 48-52
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌ (48)
Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). (68: 48)
Dalam episode sebelumnya disebutkan mengenai sikap keras kepala orang musyrik Mekah terhadap Rasulullah Saw, suatu hal yang bisa berujung pada laknat Rasulullah pada mereka. Oleh karena itu, Allah bersabda kepada Nabi-Nya: Bersabarlah terhadap penganiayaan orang-orang musyrik dan tunggulah sampai datangnya perintah Tuhanmu dan Allah memberikan jalan bagi kemenanganmu atas mereka.
Lanjutan ayat tersebut merujuk pada kisah Nabi Yunus, dan menyatakan: Janganlah kamu seperti dia yang memohon kepada Allah untuk mempercepat azab umatnya, namun dia sendiri yang terjebak dalam azab Allah. Hukuman yang menyebabkan dia dipenjarakan di dalam perut ikan paus dan saat itu dia berseru kepada Tuhan bahwa aku telah menganiaya diriku sendiri dan Engkau suci dari menganiaya hamba-Mu.
Dalam ayat 87 dan 88 Surat al-Anbiya dan ayat 139 hingga 148 Surat Saffat, juga disinggung cerita Nabi Yunus as. Menurut ayat Al-Qur'an, Nabi Yunus setelah bertahun-tahun berdakwah dan tabligh di kalangan umatnya, akhirnya kecewa untuk membimbing mereka. Dia berpisah dari rakyatnya dan melarikan diri ke kapal yang penuh muatan dan penumpang. Saat kapal bergerak, laut menjadi bergejolak dan penuh badai.
Para penumpang kapal memutuskan untuk membuang sebagian penumpang ke laut, dan untuk itu mereka beberapa kali mengundi, dan setiap kali undian jatuh pada nama Yunus. Mereka melemparkannya ke laut. Saat itu, seekor ikan besar menelannya di mulutnya; Namun atas kehendak Tuhan, dia selamat di dalam perut ikan.
Yunus segera menyadari kesalahannya dalam kegelapan di dalam perut ikan; Dengan sepenuh hati, dia menghadap Tuhan dan bertobat serta memohon ampun kepada-Nya. Allah pun menerima taubatnya dan menyelamatkannya hingga ia keluar dari perut ikan di tepi pantai.
Dari satu ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1.Membimbing orang membutuhkan banyak kesabaran dan ketekunan. Oleh karena itu, para dai tidak boleh berkecil hati dan kecewa dalam membimbing umat dan berhenti berusaha dengan cara tersebut dalam keadaan apapun.
2.Para nabi ilahi senantiasa berada di bawah bimbingan dan pengawasan Tuhan, dan jika diperlukan mereka juga akan diingatkan dan diberi pelajaran.
لَوْلَا أَنْ تَدَارَكَهُ نِعْمَةٌ مِنْ رَبِّهِ لَنُبِذَ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ مَذْمُومٌ (49) فَاجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (50)
Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. (68: 49)
Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh. (68: 50)
Ayat-ayat ini merujuk pada turunnya nikmat Allah kepada Nabi Yunus, setelah beliau mengakui kesalahannya dan memohon ampun kepada Allah, dan mengatakan: Yunus patut ditegur karena mengabaikan misi dan tanggung jawabnya; Namun kasih karunia dan kemurahan Tuhan menyertai dia dan dia terbebas dari perut ikan. Setelah itu, Tuhan sekali lagi memilih dia untuk membimbing umatnya dan dia mendatangi mereka untuk memberi bimbingan dan arahan.
Ayat-ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa Allah tidak menerima sedikit pun kekurangan dan kelalaian para nabi dan rasul-Nya dalam cara memberi petunjuk kepada manusia dan menghukum mereka dengan berat, seperti pada ayat 44 sampai 47 Surat Haqqa, Allah mengancam nabi-Nya bahwa jika ia mengaitkan pernyataan tak benar apa pun kepada Tuhan, dia akan memotong garis hidupnya dan tidak ada yang bisa mencegah kehendak ilahi.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1.Dengan berdoa, memohon dan bertaubat, kita dapat menangkal hukuman Tuhan dan menarik rahmat dan kemurahan Tuhan.
2.Janganlah kita menolak orang-orang zalim yang mengakui kesalahannya; Sebaliknya, kita harus mempersiapkan landasan bagi mereka untuk kembali ke masyarakat dan jika mereka memiliki kompetensi yang diperlukan, kita harus mempercayakan tanggung jawab kepada mereka.
وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ (51) وَمَا هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ (52)
Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila". (68: 51)
Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat. (68: 52)
Surah ini dimulai dengan fitnah keji kaum musyrik terhadap Rasulullah, termasuk fitnah bahwa beliau gila. Ayat-ayat ini, yang merupakan akhir dari Surat al-Qalam, kembali ke topik itu sekali lagi, ditujukan kepada Rasulullah dan menyatakan: Ketika musuhmu mendengar ayat-ayat Al-Qur'an, mereka menjadi sangat marah dan kesal hingga ingin melemparkanmu ke tanah dengan mata marah dan menghancurkanmu. Sungguh tak tertahankan bagi mereka melihat kamu melantunkan ayat-ayat yang menakjubkan kepada masyarakat dan menarik mereka kepadamu. Dari sudut pandang mereka sendiri, mereka mengira kamu adalah orang gila yang berada di bawah pengaruh jin dan mengucapkan kata-kata yang tidak biasa seperti penyair.
Namun sebenarnya ayat-ayat Al-Qur'an bukanlah perkataan Rasulullah yang dituduh sebagai penyair dan berkomunikasi dengan jin; Sebaliknya, ayat-ayat ini adalah firman Tuhan, yang diturunkan ke dalam hati Nabi untuk memberi petunjuk kepada manusia dan menyadarkan mereka, dan beliau membacakannya kepada manusia.
Selain itu, dalam ayat tersebut juga disebutkan masalah sakit mata, yang mana dalam hadis dianjurkan untuk mencari pertolongan dengan doa. Dampak melihat dengan kebaikan dan cinta berbeda dengan kebencian dan iri hati. Kekuatan melihat mempengaruhi pihak lain dan ini merupakan masalah yang tidak dapat disangkal; Seperti halnya kata-kata penuh cinta dan kebencian, ketika terucap dari mulut, akan berdampak pada pihak lain dan menimbulkan rasa damai atau takut dan cemas.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajarna penting yang dapat dipetik.
1. Musuh-musuh Islam berusaha menghancurkan karakter Rasulullah dan kapan pun mereka menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada beliau.
2. Musuh menyerang Al-Qur'an dan Rasulullah dengan propaganda untuk menimbulkan keraguan terhadap keyakinan umat Islam.
3. Al-Qur'an adalah kitab universal dan dimaksudkan untuk mengingatkan dan menyadarkan semua umat manusia dan bangsa. Tidak dapat dipungkiri, permasalahan umat Islam saat ini disebabkan oleh kelalaian dan kelupaan terhadap isi ayat-ayat Al-Qur'an; Padahal mereka mempunyai minat khusus dalam melantunkan ayat dan menghafalkannya.
Surah al-Qalam 42-47
Surah al-Qalam 42-47
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلَا يَسْتَطِيعُونَ (42) خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ (43)
Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (68: 42)
(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera. (68: 43)
Ayat ini mengisyaratkan kondisi orang-orang musyrik di hari Kiamat, dan menyatakan, rasa takut dan teror begitu menguasai orang musyrik sehingga menurut pepatah arab, kakinya seolah-olah tersingkap, maksudnya pisau sudah sampai ke tulangnya dan pekerjaannya menjadi berat. Dalam keadaan demikian, orang-orang musyrik akan merasa malu dan menyesal hingga mata mereka tertunduk dan seluruh diri mereka terhina.
Dalam kondisi yang sulit dan mengerikan itu, orang-orang beriman bersujud di hadapan kebesaran Tuhan; Namun orang-orang musyrik dan kafir tidak boleh sujud, karena di dunia ini dalam keadaan sehat dan sejahtera, ketika dipanggil shalat dan sujud di hadapan Allah, mereka belum siap sujud di hadapan Tuhan semesta alam karena kesombongan dan ketidaktaatan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Orang-orang yang melawan dan durhaka kepada Allah dan perintah-perintah-Nya di dunia ini serta menganggap diri mereka berkuasa dan menguasai segala urusan, akan sangat terhina di Hari Kebangkitan sehingga mereka bahkan tidak bisa mengangkat kepala dan melihat ke depan.
2. Kiamat adalah hari perwujudan perbuatan manusia di dunia. Seseorang yang tidak siap bersujud di hadapan Tuhan di dunia ini tidak akan mampu bersujud di hadapan Tuhan dan mengungkapkan ketundukan dan kerendahan hati.
3. Selama kita sehat dan sejahtera, marilah kita menjaga kesehatan dan rajin mengabdi dan menaati Tuhan Yang Maha Esa.
فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ (44) وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ (45)
Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, (68: 44)
dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh. (68: 45)
Ayat-ayat ini menggambarkan cara Allah menghadapi orang-orang yang durhaka dan sombong dan mengatakan: Sebagian orang mengingkari risalah Rasulullah dan kebenaran Al-Qur'an dan ayat-ayat Ilahi karena keras kepala. Pada saat yang sama, Tuhan tidak menjebak mereka dengan kemarahan dan siksaan-Nya di dunia, namun terus melimpahkan nikmat-Nya. Orang-orang yang mengingkari ini tidak boleh berpikir bahwa Tuhan telah melupakan mereka atau bahwa mereka layak mendapatkan manfaat dari nikmat ini. Ini sebetulnya semacam azab Ilahi di dunia ini, yaitu Allah membiarkan orang-orang tersebut mabuk total dengan kesenangan duniawi dan memperbesar cakupan kesalahan dan kejahatan mereka. Dalam hal ini, tanpa mereka sadari, dia mendekatkan mereka ke jurang kejatuhan selangkah demi selangkah, lalu tiba-tiba dia mengambil berkah dari mereka, dan mereka terbakar dalam penyesalan karena kehilangan nikmat dan dihukum.
Imam Shadiq as bersabda, "Jika suatu dosa dilakukan dan orang yang berdosa itu masih dalam keadaan sejahtera dan berkah, ini adalah tanda istidraj ilahi dalam azab."
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Al-Qur'an adalah firman Tuhan, dan siapa pun yang mengingkarinya, lawannya adalah Tuhan, dan Tuhan telah merencanakan hukuman yang berat bagi orang-orang tersebut.
2. Memberkati orang-orang yang berbuat jahat dan mengingkari kebenaran belum tentu berarti kemurahan Tuhan kepada mereka, namun terkadang karena Tuhan memberikan kelonggaran kepada para penjahat dan pendosa.
3. Mengabaikan Tuhan dan wahyu-wahyu-Nya menyebabkan manusia tergiur dan termabukkan oleh nikmat-nikmat duniawi dan kenikmatan-kenikmatan sesaat, dan akibatnya, ia terjerumus dalam azab yang tidak diharapkannya.
أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُمْ مِنْ مَغْرَمٍ مُثْقَلُونَ (46) أَمْ عِنْدَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُونَ (47)
Apakah kamu meminta upah kepada mereka, lalu mereka diberati dengan hutang? (68: 46)
Ataukah ada pada mereka ilmu tentang yang ghaib lalu mereka menulis (padanya apa yang mereka tetapkan)? (68: 47)
Ayat-ayat ini menimbulkan dua pertanyaan dalam bentuk interogasi:
Salah satunya adalah apakah kaum musyrik mengingkari Rasulullah dan Al-Qur'an karena Rasulullah meminta uang untuk dakwahnya, yang mana memberatkan mereka untuk membayarnya?!
Meskipun pekerjaan para nabi ibarat guru dan pembimbing masyarakat; Namun tidak ada nabi yang meminta uang dari manusia untuk bimbingan dan petunjuk sehingga memberikan alasan kepada para penentang.
Pertanyaan kedua, apakah kaum musyrik mendapatkan akses terhadap hal-hal ghaib melalui para dukun dan apakah mereka sendiri yang menuliskan wahyu Ilahi dan rahasia-rahasia ghaib, sehingga mereka menganggap diri mereka tidak membutuhkan Al-Qur'an?
Jelas bahwa jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut adalah negatif dan tidak ada alasan bagi kaum musyrik untuk menentang kitab Tuhan.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Mereka yang mengajarkan ajaran ilahi kepada masyarakat, harus seperti Rasulullah, tidak menginginkan bayaran. Namun jika masyarakat sendiri yang ingin memberi hadiah kepadanya, maka diperbolehkan untuk menerimanya.
2. Satu-satunya cara yang pasti untuk memahami hal-hal gaib dan akses terhadap apa yang tersembunyi dari pengetahuan dan pengalaman manusia adalah wahyu ilahi melalui para nabi dan kitab-kitab surgawi yang otentik, bukan perkataan para peramal dan pendeta atau mimpi-mimpi orang yang berbeda.
Surah al-Qalam 34-41
Surah al-Qalam 34-41
إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ (34) أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ (35) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (36)
Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya. (68: 34)
Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? (68: 35)
Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (68: 36)
Dalam episode sebelumnya dibahas nasib buruk pemilik kebun yang merampas hak orang-orang miskin dari hasil kebun. Ayat ini membandingkan orang baik dan buruk, serta menyatakan, mereka yang bersih dalam kehidupan duniawinya, Tuhan di hari Kiamat akan memberi mereka kebun yan luas, dan memiliki hasil dan nikmat yang melimpah.
Orang yang mempunyai kebun di dunia, karena ia merampas hak orang-orang yang membutuhkan dari hasil kebunnya, maka kebunnya terbakar dan menjadi abu, tetapi orang yang tidak mempunyai kebun di dunia ini, karena amal saleh dan keutamaannya, akan mendapat kebun indah dan penuh keberkahan di akhirat yang tiada tandingannya. Menariknya, berbeda dengan kebun-kebun dunia yang panennya kadang tertimpa musibah, taman surga yang indah penuh dengan berkah yang tidak pernah dirugikan atau ditimpa musibah.
Lanjutan ayat tersebut menunjukkan khayalan palsu dari sebagian orang kaya, penjahat dan orang-orang yang berbuat jahat, dan mengatakan: Mereka mengira bahwa hari kiamat itu seperti dunia; Di sana, seperti di dunia, mereka akan menikmati segala macam nikmat, dan seperti orang-orang beriman yang masuk surga, mereka juga akan mendapat tempat di surga.
Menanggapi anggapan salah ini, Tuhan berfirman: Bagaimana mungkin hamba yang jujur bisa seperti orang yang memberontak dan jahat?! Bagaimana mereka bisa membuat penilaian yang salah dan memiliki ekspektasi yang salah tempat?
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Baik seseorang mempunyai kebun dan hidup sejahtera, atau miskin dan melarat dan tidak berdaya, bagaimana pun yang penting adalah hendaknya ia bertaqwa, jujur, dan tekun agar ia bernasib baik di dunia dan di akhirat.
2. Hukuman dan pahala ilahi berdasarkan keadilan, dan orang baik dan buruk tidak sama di sisi Tuhan.
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ (37) إِنَّ لَكُمْ فِيهِ لَمَا تَخَيَّرُونَ (38) أَمْ لَكُمْ أَيْمَانٌ عَلَيْنَا بَالِغَةٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ (39) سَلْهُمْ أَيُّهُمْ بِذَلِكَ زَعِيمٌ (40) أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ فَلْيَأْتُوا بِشُرَكَائِهِمْ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ (41)
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?, (68: 37)
bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu. (68: 38)
Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)? (68: 39)
Tanyakanlah kepada mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu?" (68: 40)
Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar. (68: 41)
Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan penilaian keliru sekelompok manusia terkait diri mereka, dan ayat ini menyatakan, "Mereka yang menganggap dirinya ahli surga dan meyakini memiliki posisi di sisi Tuhan dan juga mendapat pahala, apakah mereka memiliki argumentasi dari keyakinannya tersebut? Ataukah mereka memiliki bukti dari kitab samawi atas anggapannya tersebut bahwa di hari Kiamat mereka akan satu level dengan orang-orang beriman dan bertakwa? Ataukah mereka memiliki perjanjanjian dengan Tuhan, di mana berdasarkan perjanjian tersebut apa yang mereka inginkan akan dikabulkan oleh Tuhan? Siapa yang memberi jaminan kepada mereka?
Poin terakhir adalah hal-hal yang mereka sembah sebagai sekutu Tuhan dan berlindung kepada mereka dalam kehidupan, akankah mereka menjadi perantara di hari kiamat dan membawa mereka kepada keinginan mereka?
Bahkan, ayat-ayat ini bernada bertanya-tanya, menegur orang-orang yang sombong dan angkuh karena harta dan status duniawi, serta mempertanyakannya dalam beberapa hal:
Atas dasar rasional apa kalian menilai bahwa pada hari kiamat nanti kalian akan ditempatkan di samping orang yang suci dan baik?
Atas dasar kitab samawi manakah, kalian menganggap berhak mendapat pahala ilahi?
Dengan mempercayai perjanjian manakah kalian menganggap diri kalian layak mendapatkan surga ilahi?
Siapa yang memberi jaminan kepada kalian bahwa di hari kiamat, dia akan memberi syafaat kepada kalian, sehingga kalian akan duduk bersama auliya Allah?
Dari lima ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Mari kita berhati-hati untuk tidak memiliki gagasan dan ilusi yang salah tentang diri kita dan tidak menganggap diri kita sebagai penghuni surga dan penerima nikmat Tuhan tanpa alasan yang rasional dan naratif.
2. Kehendak Allah Swt tidak mengikuti keinginan dan kecenderungan manusia, di mana kita menganggap apa yang kita inginkan akan terkabul.
3. Penilaian sejati atas akhir perbuatan manusia di dunia dan akhirat adalah tanggung jawab Allah, dan tidak seorang pun berhak menghakimi dirinya sendiri maupun orang lain.
Surah al-Qalam 17-33
Surah al-Qalam 17-33
إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ (17) وَلَا يَسْتَثْنُونَ (18) فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ (19) فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ (20)
Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari, (68: 17)
dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin), (68: 18)
lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, (68: 19)
maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita. (68: 20)
Episode sebelumnya berbicara mengenai orang kaya dan berkuasa Mekah yang menolak beriman kepada Rasulullah Saw karena kesombongan meerka, dan mereka malah menghina Rasul dan para pengikutnya. Ayat kali ini memperingatkan mereka bahwa jangan membanggakan harta dan anak-anaknya karena jika Allah Swt menginginkan, maka kalian akan kehilangan mereka dalam sekejab seperti para pemilik kebun.
Ayat-ayat ini mengisahkan tentang pemilik sebuah kebun, yang kisahnya rupanya terkenal di kalangan masyarakat Mekkah, dan Allah Swt mengutibnya; Sebuah kebun yang pemiliknya adalah seorang dermawan dan setiap tahun pada saat panen, ia membagikan sebagian hasil kebunnya kepada fakir miskin dan yang membutuhkan.
Namun ketika beliau meninggal, anak-anaknya memutuskan untuk memotong bagian orang yang membutuhkan dan merampas hasil kebun dari mereka. Atas kehendak Tuhan, petir menyambar di malam hari dan seluruh pohon di taman itu terbakar dan berubah menjadi tumpukan abu.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1.Harta dan kekayaan adalah salah satu ujian Tuhan, apakah bagian dari orang yang membutuhkan telah diberikan atau tidak?
2.Mencatut bagian orang yang membutuhkan akan memicu murka Tuhan, dan membuat pemilik harta tidak mendapat rahmat Ilahi.
3.Terkadang manusia memperhitungkan dirinya sendiri, tapi hasilnya malah berbeda dengan perkiraan dan keinginannya.
فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ (21) أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ (22) فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ (23) أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ (24) وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِينَ (25) فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ (26) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (27) قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُونَ (28) قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ (29)
lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: (68: 21)
"Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya". (68: 22)
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik. (68: 23)
"Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu". (68: 24)
Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka (menolongnya). (68: 25)
Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), (68: 26)
bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)". (68: 27)
Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" (68: 28)
Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim". (68: 29)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya, ayat-ayat ini mengatakan: Para pemilik kebun, berharap dapat menuai hasil panennya yang berlimpah, memutuskan untuk pergi ke kebun pagi-pagi sekali, jauh dari pandangan orang-orang miskin dan yang membutuhkan, dan memanen buah-buahan sekaligus sebelum orang-orang miskin ini menyadarinya. Tanpa menyadari bahwa di malam hari, petir mematikan telah mengubah kebun mereka menjadi tumpukan abu, mereka bergerak menuju kebun di pagi hari. Ketika mereka sampai di kebun, mereka terkejut dan berkata bahwa mereka salah jalan dan kehilangan kebun kami, ini bukan kebun kami!
Namun tak lama kemudian, ketika mereka lebih memperhatikan, mereka menyadari bahwa mereka tidak salah jalan menuju kebun tersebut dan bahwa ini adalah kebun mereka sendiri. Sebaliknya, mereka salah dalam memilih jalan hidup yang benar. Mereka ingin merampas hak orang yang membutuhkan, tetapi dengan murka ilahi dan turunnya petir surgawi, mereka justru merampas diri mereka sendiri.
Sementara itu, salah seorang di antara mereka yang lebih bijaksana berkata kepada saudara-saudaranya: Sudah kubilang sejak awal, janganlah menjadi orang yang tidak bersyukur kepada Allah dan berikanlah hak-hak orang yang dirampas. Akhirnya, melihat kebun yang terbakar, saudara-saudara itu terbangun dan mengakui keputusan mereka yang salah. Mereka menyalahkan diri sendiri di hadapan Tuhan dan berkata: Ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan orang yang membutuhkan/kami telah merampas diri kami sendiri dan orang yang membutuhkan.
Dari sembilan ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Allah Swt meletakkan hak di harta bagi orang-orang yang membutuhkan. Jika hak ini tidak diberikan, maka murka Allah yang akan menanti.
2. Dalam budaya Islam, infak dan pengorbanan menjadi landasan untuk menerima berkah Ilahi, dan sebaliknya tamak dan pelit, akan mencegah kesuksesan manusia dan memanfaatkan harta benda tersebut.
3. Terkadang menyesal tidak ada artinya, dan tidak akan memulihkan kerugian sebelumnya. Tapi akan bermanfaat bagi masa depan supaya manusia tidak mengulangi kesalahannya.
4. Dalam menganalisa dan menyelidiki peristiwa-peristiwa yang pahit dan menyakitkan, kita tidak boleh menyalahkan Tuhan, mari kita lihat kesalahan dan kekeliruan apa yang kita sendiri lakukan sehingga kita terjebak dalam tragedi yang begitu pahit dan menyakitkan.
فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ (30) قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ (31) عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ (32) كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الْآَخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (33)
Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. (68: 30)
Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas". (68: 31)
Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. (68: 32)
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (68: 33)
Pemilik kebun, meskipun mengakui kesalahannya, masing-masing ingin menyalahkan satu sama lain karena Anda membuat proposal seperti itu dan menjadi penyebab masalah dan kerugian ini; Sedangkan saran orang lain bukanlah alasan untuk diamnya manusia atau menerima sudut pandangnya yang salah. Dengan cara ini, dapat dikatakan bahwa mereka semua terlibat dalam melakukan dosa ini.
Bagaimanapun, pemilik kebun menyadari kesalahan besar mereka dan mengakui kekejaman dan pemberontakan mereka. Mereka menghadap kepada Tuhan dan berkata: Kami berharap Tuhan mengampuni kami dan memberi kami kebun yang lebih baik daripada kebun ini.
Pada ayat terakhir yang berkaitan dengan kisah ini, dinyatakan dalam kesimpulan umum: Siksa Allah seperti ini dan siksa akhirat lebih besar dari itu. Maksudnya, jika kamu mabuk dan sombong karena fasilitas materi dan kekayaan serta merampas hak fakir miskin, maka kamu akan mendapat nasib buruk dunia dan akhirat, tentunya siksa akhirat semakin berat.
Dari empat ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Jangan menyalahkan orang lain saat kita ingin membenarkan kesalahan kita, serta melemparkan kesalahan kepada orang lain.
2. Pengakuan dosa, penyesalan dan taubat jika dilakuan dengan benar-benar dihadapan Tuhan, maka akan diterima; Tapi jika hanya diungkapkan dengan lisan, maka tidak akan efektif.
3. Tangan Tuhan terbuka untuk mengganti kerugian yang kita alami. Oleh karena itu, orang-orang berdosa tidak boleh kecewa dan tidak menganggap dirinya kalah selamanya.
4. Merampas hak-hak orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan akan mengakibatkan hukuman dunia dan akhirat.
Surat al-Qalam 8-16
Surat al-Qalam 8-16
فَلَا تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ (8) وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ (9)
Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). (68: 8)
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). (68: 9)
Pada tayangan sebelumnya, berkisah tentang akhlak mulia Rasulullah Saw yang menyikapi gangguan musuh, fitnah, dan makian lidah mereka dengan akhlak yang mulia, dan banyak dari mereka yang menyesal atas perbuatannya tersebut dan beriman kepada nabi karena akhlak mulia beliau.
Ayat-ayat ini memperingatkan Rasulullah agar tidak menunjukkan sikap lunak yang berlebihan untuk menarik lawan dan mengabaikan beberapa prinsip dan perintah agama.
Disebutkan dalam riwayat sejarah bahwa ketika para pemimpin Mekkah melihat bahwa Islam mengalami kemajuan pesat, maka mereka memutuskan untuk memberikan kelonggaran kepada Rasulullah agar beliau berhenti berdakwah dan mengajak masyarakat masuk Islam, namun Allah memperingatkan nabi untuk tidak menunjukkan sikap fleksibel menghadapi usulan menyesatkan musuh, sehingga musuh tidak menyuap Rasulullah dan supaya agama Tuhan tidak mengalami penyimpangan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Berkarakter baik bukan berarti berkompromi dengan orang yang rusak dan menyimpang.
2. Para Nabi berada dalam pengawasan dan asuhan Ilahi, dan Tuhan memperingatkan mereka terkait setiap bahaya dan penyimpangan.
3. Salah satu metode lawan adalah menyuap dan memberi konsesi. Kita harus berhati-hati dan jangan sampai terjebak rencana mereka.
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (11) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (12) عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ (13)
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, (68: 10)
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, (68: 11)
yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, (68: 12)
yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, (68: 13)
Ayat-ayat ini juga menunjukkan sifat-sifat buruk yang tidak sesuai dengan akhlak mulia dan berbunyi: Jauhi orang-orang yang jelek dan buruk akhlaknya, karena mengikuti mereka akan membawa pada penyimpangan agama.
Biasanya, orang-orang rendahan banyak bersumpah demi mencapai tujuannya dan berusaha bersumpah demi setiap tugas kecil dan besar untuk memuaskan pihak lain; Sedangkan mengatakan kebenaran dan melakukan hal yang benar tidak perlu bersumpah dan akan terlaksana dengan logika dan argumentasi.
Sifat buruk lainnya adalah suka mencari-cari kesalahan dan banyak bicara, yang biasanya digosipkan di belakang seseorang dan memperlihatkan keburukannya kepada orang lain. Terkadang mereka berusaha keras untuk memutuskan persahabatan antara dua orang dan menciptakan kebencian di antara mereka. Bukannya mengajak orang lain untuk beramal saleh, mereka malah menghalangi orang yang ingin beramal saleh dengan berbagai alasan.
Dalam hubungan sosial, mereka melampaui batas, melanggar hak orang lain, dan tidak malu melakukan perbuatan buruk dan tidak senonoh. Mereka adalah orang-orang mudah marah dan kasar serta menginginkan segalanya untuk diri mereka sendiri dan menghalangi orang lain memilikinya.
Dari empat ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Jangan tertipu oleh sumpah-sumpah lawan dan jangan percaya kepada mereka karena sumpah mereka tidak absah.
2. Beriman kepada Tuhan tidak selaras dengan akhlak dan perilaku buruk dalam hubungan sosial dan keluarga.
أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ (14) إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آَيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (15) سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُومِ (16)
karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak. (68: 14)
Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala". (68: 15)
Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya). (68: 16)
Ayat tersebut menunjuk pada salah satu akar sifat keras kepala dan penentangan terhadap agama serta terjerumus dalam akhlak yang buruk dan menyatakan, memiliki harta yang banyak dan mempunyai bangsa dan suku yang kuat menyebabkan sebagian dari orang-orang ini menentang agama Allah dan berharap orang-orang yang beriman mengikuti mereka.
Kesombongan dan kecongkakan yang disebabkan oleh kekayaan dan kekuasaan membuat sebagian orang menganggap ayat-ayat al-Qur'an sebagai legenda lama dan memperkenalkannya sebagai ciptaan pikiran Nabi untuk menghalangi orang lain beriman kepada Tuhan dan Nabi.
Namun Allah telah berjanji bahwa mereka akan gagal dalam tugas ini dan dengan fitnah serta perbuatan buruk mereka, agama Allah tidak akan melemah.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Kesombongan akibat kekayaan dan kekuasaan akan membuka peluang penyimpangan dari agama dan mendustakan kebenaran. Oleh karena itu, orang berkuasa dan kaya berada di barisan pertama yang menentang Rasul.
2. Meski ada berbagai konspirasi dan rencana musuh untuk melemahkan kitab samawi, Tuhan akan mematahkan rencana mereka dan memperkuat agama-Nya.
Surat al-Qalam 1-7
Surat al-Qalam 1-7
سورة القلم
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ (1) مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ (2)
Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, (68: 1)
berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. (68: 2)
Surat Al-Qalam diturunkan di Mekah dan terdiri dari 52 ayat. Ayat-ayat surat ini mengisyaratkan karakteristik Rasulullah Saw dan akhlak mulia beliau, serta sifat buruk dan akhlak tercela musuh-musuh beliau. Sejumlah ayat dari surat ini juga berupa peringatan dan ancaman terhadap orang-orang kafir.
Surat ini seperti 28 surat al-Quran lainnya, diawali dengan huruf muqatha'ah. Seperti yang telah kami sampaikan pada penjelasan surah-surah sebelumnya, mungkin yang dimaksud dengan surat-surat tersebut adalah Allah menyusun kitabnya dari huruf-huruf abjad yang tersedia bagi manusia, namun kitab ini merupakan mukjizat yang sampai saat ini belum ada yang mampu dan tidak akan bisa membuat padanannya.
Surat ini diawali dengan sumpah terhadap pena dan tulisan, yang mengungkapkan perhatian khusus Islam terhadap literasi, ilmu pengetahuan, pengetahuan, dan budaya, serta menunjukkan bahwa pena, pemiliknya, dan ulama dihormati dalam Islam. Seperti pada ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi, setelah perintah membaca, ditegaskan tentang pena dan peranannya dalam memajukan ilmu dan kesadaran manusia serta membebaskannya dari kebodohan. Tentu saja Rasulullah tidak bersekolah dan tidak mengambil pena atau menulis apa pun, agar beliau tidak dituduh telah mempelajari dari orang lain apa yang beliau sampaikan sebagai wahyu atau telah membacanya dari kitab-kitab para pendahulunya.
Setelah bersumpah dengan pena dan apa yang tertulis dengan pena, Allah menunjuk salah satu fitnah yang biasa dilakukan orang-orang kafir terhadap para nabi – dan menuduh mereka gila – dan berfirman: Dengan karunia Tuhanmu, kamu mempunyai kesempurnaan dan pikiran yang sehat, tapi lawan menuduh kamu gila dan menyebut kamu orang gila.
Di antara orang-orang Arab di masa lalu, ada anggapan bahwa para penyair dan orang-orang yang mengucapkan kata-kata yang berbeda dan tidak lazim, pikirannya berada di bawah pengaruh jin, dan apa yang mereka katakan adalah akibat dari pengaruh jin, dan atas dasar ini, mungkin yang dimaksud orang gila adalah kerasukan jin, bukan gila dan akalnya kurang.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Sumpah al-Qur'an dengan pena mengungkapkan pentingnya dan kedudukan istimewa ilmu pengetahuan dan pemikir dalam agama Islam.
2. Sumpah atas nama pena merupakan tanda bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk melek huruf, membaca, menulis, dan belajar, bahkan di zaman dan masa di mana mayoritas masyarakat masih buta huruf.
3. Allah telah menjamin bahwa Nabi maksum dan terjaga dari segala kesalahpahaman dalam menerima wahyu, kerasukan setan, dan kegilaan, sehingga wahyu Ilahi sampai ke tangan manusia tanpa ada perubahan atau distorsi.
وَإِنَّ لَكَ لَأَجْرًا غَيْرَ مَمْنُونٍ (3) وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)
Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. (68: 3)
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (68: 4)
Jelaslah bahwa Rasulullah Saw unggul dalam segala kesempurnaan, tidak hanya dibandingkan dengan manusia lain, tetapi juga dibandingkan dengan nabi-nabi lainnya. Meskipun beliau adalah nabi terakhir di antara para nabi, Allah, dalam uraian tentang nabi-Nya, terutama menekankan pada akhlak beliau yang mulia dan murah hati serta mengidentifikasikannya dengan sifat ini.
Penekanan ini menunjukkan pentingnya akhlak yang baik dalam menyeru manusia kepada Allah dan peran efektifnya dalam menerima firman kebenaran dari manusia, sebagaimana ditujukan kepada Nabi dalam ayat ke 159 Surat Aal-i Imran yang artinya "Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu".
Tentu saja, menghadapi dengan baik orang-orang yang salah memilih jalan dan menyakitinya bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan banyak ketekunan dan kesabaran. Oleh karena itu, Allah menyatakan bahwa atas kesulitan dan usaha ini, pahala yang tidak terputus dan permanen menanti Rasul-Nya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Memperhatikan rahmat dan pahala Allah menjadikan seseorang mantap dan tabah menghadapi kesulitan dan masalah.
2. Tidak cukup hanya membuktikan dan berbicara kebenaran di lisan saja untuk menyeru manusia ke jalan kebenaran, tapi juga dibutuhkan akhlak mulia, kesabaran dan ketekuanan (isitiqamah) di jalan ini.
3. Orang beriman harus meneladani Rasulullah dan berperilaku terhadap orang lain berdasarkan akhlak yang baik dan menyenangkan dalam hubungan keluarga dan sosial.
فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُونَ (5) بِأَيِّيكُمُ الْمَفْتُونُ (6) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (7)
Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat, (68: 5)
siapa di antara kamu yang gila. (68: 6)
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dialah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (68: 7)
Melanjutkan ayat-ayat sebelumnya yang menolak fitnah kaum musyrik yang menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai orang gila, ayat-ayat ini berbunyi: Akan segera terlihat jelas siapakah yang gila? Rasulullah atau kamu yang memfitnahnya?
Wahai Nabi, sampaikanlah kepada orang-orang musyrik di Makkah yang menyebut kamu gila dan sesat: Masa depan akan memperjelas apakah aku yang sesat atau kamu justru yang sesat? Apakah aku yang mendapat petunjuk ataukah kamu yang mendapat petunjuk?
Saat ini, ketika 1400 tahun telah berlalu sejak turunnya ayat-ayat ini, bukti sejarah menunjukkan bahwa meskipun tuduhan dan konspirasi musuh terus menerus terhadap agama Islam, agama ini mengalami kemajuan di dunia dan kemusyrikan serta penyembahan berhala mengalami stagnasi dan kemunduran. Dengan kata lain, hari demi hari kebenaran al-Quran dan Islam menjadi lebih jelas bagi umat manusia dan sebagai hasilnya, landasan bagi kecenderungan orang-orang dari berbagai negara terhadap agama murni ini menjadi jelas.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik.
1. Dalam menghadapi para penentang, kita tidak boleh menyebut diri kita orang yang tercerahkan dan mereka sesat, namun hendaknya kita katakan: ke depan akan jelas siapa yang benar dan siapa yang sesat.
2. Jangan kita menghukumi orang lain dan masa depan mereka di dunia dan akhirat, dan serahkanlah pada ilmu Allah Swt.



























