کمالوندی

کمالوندی

 

Salah seorang ustaz di Hauzah Ilmiah Qom, mengutip sebuah hadis yang menyebutkan ayat 114 Surah Hud, adalah ayat paling penuh harapan. Menurutnya, ayat ini menjelaskan dampak amal baik dalam menghapus amal-amal buruk, serta dosa.

Di setiap penggalan sejarah kehidupan manusia, harapan dan ketenangan adalah fondasi pertama kehidupan. Jika harapan tidak ada, manusia tidak akan pernah punya motivasi untuk melanjutkan hidup.
 
Nabi Muhammad SAW bersabda, «الْأَمَلُ رَحْمَةٌ لِأُمَّتِی وَلَوْلَا الْأَمَلُ مَا رَضَعَتْ وَالِدَةٌ وَلَدَهَا وَلَا غَرَسَ غَارِسٌ شَجَرا» "Harapan dan cita-cita bagi umatku adalah kebaikan dan rahmat Ilahi. Jika harapan dan cita-cita tidak ada, maka tidak ada seorang ibu pun yang akan memberikan susu kepada anaknya, dan tidak ada seorang tukang kebun pun yang menanam pohon." (Bihar Al Anwar, jilid 77, halaman 175)
 
Suatu hari Imam Ali bin Abi Thalib as, berkata kepada masyarakat, "Menurut kalian ayat Al Quran mana yang paling penuh harapan? Setiap orang menyampaikan jawabannya masing-masing. Sebagian orang berkata ayat 48 Surah An Nisa, «إِنَّ اللَّهَ لَا یَغْفِرُ أَنْ یُشْرَکَ بِهِ وَیَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِکَ لِمَنْ یَشَاءُ» Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya."
 
Imam Ali berkata, "Bagus, tapi bukan itu maksud saya." Sebagian orang berkata, ayat 110 Surah An Nisa, "وَمَنْ یَعْمَلْ سُوءًا أَوْ یَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ یَسْتَغْفِرِ اللَّهَ یَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِیمًا" Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
 
Imam Ali berkata, "Bagus, tapi bukan itu maksud saya." Sebagian orang lalu berkata, ayat 53 Surah Az Zumar, «قل یا عِبادِیَ الَّذینَ أَسْرَفُوا عَلی أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ یَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمیعاً» Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
 
Sebagian orang yang lain menyebutkan ayat-ayat yang lain, tapi Imam Ali, membantahnya, dan mengatakan,
 
Aku mendengar dari kekasihku Rasulullah SAW, ayat Al Quran yang paling penuh harapan adalah ayat 114 Surah Hud, Allah SWT berfirman, «وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَیِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّیْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ یُذْهِبْنَ السَّیِّئَاتِ» Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.
 
Mengapa disebut paling penuh harapan karena di ayat-ayat sebelumnya dijelaskan, Allah SWT mengampuni dosa-dosa, tapi di ayat ini disebutkan, perbuatan baik menghapus keburukan, dan menghapus dampak-dampak perbuatan maksiat serta dosa seolah-olah pelakunya tidak melakukan dosa apa pun.
 
Ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan baik dapat menghapus dampak-dampak perbuatan buruk dan dosa. Perbuatan baik menyebabkan terhapus, dan tertutupinya perbuatan buruk, sehingga menumbuhkan harapan dan motivasi di dalam diri manusia.
 
Oleh karena itu manusia akan terdorong untuk lebih melakukan perbuatan baik, dan mencegahnya berbuat buruk serta dosa. Perbuatan baik yang paling jelas adalah salat lima waktu yang disinggung dalam ayat di atas, karena salat selain menghapus dampak-dampak dosa, juga menciptakan ketenangan dan harapan. 

 

Imam Ali Zainal Abidin as, atau yang lebih dikenal Imam Sajjad, Imam Keempat Syiah berkata, "Hormatilah orang tua karena usianya yang telah senja. Berlakulah lemah lembut, tenang dan perlahan terhadap mereka, serta tinggikanlah harga diri, dan kedudukan mereka."

Dalam ajaran akhlak Islam, selain nilai-nilai, dan kriteria untuk memuliakan serta menghormati orang tua, faktor usia yang lebih tua dan kedewasaan, merupakan salah satu ukuran, dan standar penting untuk menghormati martabat manusia.
 
Pertumbuhan jumlah orang lanjut usia atau lansia di dunia telah menyebabkan masalah penuaan penduduk, dan telah mengubah cara berperilaku terhadap lansia menjadi salah satu masalah penting umat manusia.
 
Maka dari itu, saat ini semakin dirasakan penting untuk mengkaji ajaran-ajaran agama terkait cara memperlakukan lansia sebagai aset masyarakat ini.
 
 
Budaya Barat dalam Memperlakukan Orang Tua
 
Tingkat penghormatan, dan perhatian terhadap orang tua dalam budaya masyarakat Barat, jika dibandingkan dengan budaya Islam, terpaut cukup jauh. Keberadaan banyaknya panti jompo di Barat, membuktikan posisi yang sedemikian goyah, dan ringkih dari para lansia di sana.
 
Sungguh disesalkan, seiring dengan lahirnya komunikasi luas era modern, dan saling berhadapannya budaya-budaya satu sama lain, maka tidak hanya di Barat, budaya ini juga menjangkiti masyarakat Islam, salah satu buktinya jumlah panti jompo yang semakin banyak.
 
Sementara berdasarkan anjuran-anjuran tegas dalam budaya Islam, anak-anak berkewajiban untuk mengurus orang tua secara total.
 
 
Kedudukan Lansia dalam Hadis Nabi Muhammad SAW dan Ahlul Bait
 
Nabi Muhammad SAW, dan Ahlul Bit, menganggap dukungan terhadap orang tua sebagai nilai Ilahi, agama, dan moral, dan orang tua harus dihormati.
 
Menurut mereka, memperlakukan orang tua dengan akhlak terpuji akan meningkatkan kesehatan mental, dan psikologi manusia sehingga menambah kemuliaan diri.
 
 
Imam Sajjad as berkata,
 
"Hormatilah orang tua karena usia mereka yang sudah senja. Berlakulah kepada mereka dengan lemah lembut, tenang, dan perlahan, dan tinggikanlah kedudukan, dan martabat mereka."
 
Dalam pandangan Ahlul Bait, bertambahnya usia manusia akan memperbanyak turunnya rahmat Ilahi kepadanya. Imam Jafar Shadiq as, Imam Keenam Syiah berkata, "Ketika seorang mukmin menginjak usia 50 tahun, Allah SWT, meringankan perhitungan terhadapnya, dan ketika menginjak usia 60 tahun, Allah SWT, menganugerahkan kesempatan bertobat kepadanya, ketika menginjak usia 70 tahun, Allah SWT, dan penduduk langit menyayanginya, ketika menginjak usia 80 tahun, Allah SWT, memerintahkan supaya kebaikannya ditulis, dan keburukannya dihapus, dan ketika menginjak usia 90 tahun, Allah SWT, mengampuni dosa-dosanya di masa lalu, dan masa depan."
 
Nabi Muhammad SAW bersabda,
 
"Orang tua adalah pembesar kalian, memuliakan orang tua berarti memuliakan Allah SWT, dan barangsiapa tidak memuliakan mereka, berarti bukan bagian dari kami."
 
Imam Shadiq juga dalam hadis lain mengatakan, "Memuliakan mukmin yang sudah lanjut usia berarti memuliakan Allah SWT, dan siapa pun yang memuliakan seorang mukmin, pada dasarnya telah memuliakan Tuhan, dan siapa pun yang menghinakan seorang mukmin, maka Tuhan akan mengirim seseorang untuk menghinakannya."
 
 
Lebih Dulu Mengucapkan Salam kepada Orang Tua
 
Imam Shadiq berkata, "Ucapkan salam kepada orang yang lebih kecil, dan lebih besar dari kalian." Selain itu, beliau juga menganggap tidak berbicara sebelum orang tua adalah salah satu bentuk penghormatan terhadap mereka.
 
"Suatu hari dua laki-laki, dan pemuda mendatangi Nabi Muhammad SAW, dan pemuda berbicara mendahului orang tua, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Orang tua lebih dulu."
 
 
Memperhatikan Kondisi Orang Tua dalam Salat
 
Nabi Muhammad SAW bersabda,
 
"Setiap kali salah satu dari kalian memimpin salat untuk masyarakat, maka pendekkanlah salat kalian, karena di antara mereka ada anak-anak, orang tua, mereka yang punya keterbatasan fisik, dan orang sakit."

Tidak Mendahului Orang Tua

Ketika Nabi Muhammad SAW dibawakan air minum, beliau bersabda, "Mulailah dari para pembesar."

 

Sekretaris Jenderal Forum Internasional Ahlul Bait as Hujjatul Islam Reza Ramezani mengatakan, al-Quran adalah teks penyelamat umat manusia saat ini, yang sedang menghadapi krisis intelektual, moral dan amal, dan Ahlul Bait as adalah teladan nyata terbaik dari al-Quran.

Hal itu disampaikan Ramezani dalam acara pembukaan publikasi baru Forum Internasional Ahlul Bait as di Pameran Buku Internasional Tehran ke-35 baru-baru ini.

"Di mana pun ilmu pengetahuan dalam berbagai dimensi ilmu-ilmu dasar, fisika, kimia, teologi, filsafat dan logika tumbuh, maka masyarakat juga akan tumbuh. Pertumbuhan masyarakat sama dengan pertumbuhan anggota masyarakat dari segi moral dan praktis, dan semakin tinggi kesadaran dan pengetahuannya, maka masyarakat menjadi kaya dan sejahtera," ujarnya.

Dia menambahkan, Allamah Hassanzadeh Amoli pernah berkata bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia untuk dua hal: ilmu dan kekayaan.

Hujjatul Islam Ramezani lebih lanjut menyinggung kegiatan Forum Internasional Ahlul Bait as, dan mengatakan, pada awal revolusi, peringkat ilmiah Iran adalah 57. Saat ini, kita telah mencapai peringkat ke-15, dan di beberapa bidang, kita adalah negara kesepuluh di dunia dalam hal pertumbuhan ilmu pengetahuan.

Menurutnya, Forum Internasional Ahlul Bait as telah mampu melakukan 175 terjemahan dalam satu tahun, di mana ini merupakan transformasi dan pekerjaan besar. Dia menuturkan, bagian lain dari pekerjaan forum ini adalah Wiki Syiah, yang pada tahun 1402 HS memiliki lebih dari 8000 entri dalam 22 bahasa. Disiplin ilmu (jurusan) di Universitas Internasional Ahlul Bait as juga bertambah dari 8 disiplin ilmu (jurusan) menjadi 23 disiplin ilmu.

"Otoritas ilmiah Forum Internasional Ahlul Bait as, yaitu, jika di dunia ingin mempelajari tentang Ahlul Bait as dan mazhab Ahlul Bait as, hendaknya mereka mempelajari penelitian-penelitian Forum Internasional Ahlul Bait as). Forum ini mempunyai ilmu pengetahuan paling kaya dalam bidang akidah, pemikiran, akhlak, amal dan hukum," jelasnya.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam sebuah kesempatan menekankan bahwa Forum Internasional Ahlul Bait as harus memperkenalkan Ahlul Bait as kepada para elit dan anggota masyarakat, sebab, Ahlul Bait as adalah teladan terbaik, dan karena masyarakat manusia belum mengenal manusia-manusia mulia ini, maka mereka mencari teladan lain. Ahlul Bait as adalah panutan terbaik.  

Di bagian statemennya, Hujjatul Islam Remezani, yang juga anggota Dewan Pakar Kepemimpinan Iran ini mengatakan, kita belum menjalin hubungan dengan al-Quran dan belum akrab dengannya. Kita belum mengenal isi, kebenaran, petunjuk dan seluk-beluk al-Quran, dan kita asing dengan al-Quran. Al-Quran ditinggalkan, dan bahkan asing sampai hari ini. Al-Quran adalah kitab penyelamat umat manusia saat ini, yang sedang menghadapi krisis intelektual, moral dan amal. Siapapun yang berkomunikasi dengan al-Quran tidak akan pernah merasa sendirian. Al-Quran adalah satu-satunya penyelamat manusia saat ini. Jika kita bisa memaknai dan menafsirkan agama dengan benar, maka setiap orang akan cenderung terhadap agama dengan penuh cinta kasih.

"Suatu masa, mereka berperang melawan spiritualitas, tetapi saat ini Barat cenderung ke arah spiritualitas, namun sayangnya mereka menuju ke arah spiritualitas palsu. Saat ini, mungkin ada 3-4 ribu spiritualitas palsu di Amerika dan Eropa. Kecenderungan terhadap buku Carlos Castaneda, Don Juan, Mistisisme Meksiko, dan Mistisisme Cincin menunjukkan bahwa kita sedang menghadapi kemiskinan spiritualitas agama dan kemiskinan budaya keagamaan di dunia," pungkasnya. 

 

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada hamba yang membantu anaknya menjadi baik dengan bersikap baik padanya, mengakrabinya, mendidik dan mengajarinya sopan santun.”

Dalam sumber-sumber Islam, banyak anjuran yang gelah disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw mengenai prinsip dan dasar-dasar membesarkan anak baik dalam dimensi fisik dan spiritual yang berbeda.

Di sini kami telah memilih 12 hal yang dapat membantu dalam menemukan perilaku dan sikap yang tepat dalam menghadapi anak.

1. Anak Baik adalah Bunga dari Surga

Nabi Muhammad Saw bersabda, إِنَّ الْـوَلَـدَ الصّالِـحَ رَيْحـانَةٌ مِـنْ رَياحيـنِ الْجَنـَّةِ

“Anak baik adalah bunga harum dari bunga-bunga harum di surga” (Al-Kafi: jilid 6, halaman 3)

2. Jangan Pukul Bayi Anda

Nabi bersabda, لاتَضْرِبُوا أَطْفالَكُمْ عَلى بُكآئِهِمْ

“Jangan memukuli bayi kalian karena tangisannya” (Wasail As-Syiah: jilid 15, halaman 171)

3. Muliakan Putrimu

Nabi bersabda, مَنْ كانَ لَهُ أُنْثى فَلَمْ يُبِدْها وَ لَمْ يُهِنْها وَ لَمْ يُؤْثِرْ وَلَدَهُ عَلَيْها أَدْخَلَهُ اللّهُ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa mempunyai anak perempuan yang tidak merusaknya, tidak mempermalukannya, dan tidak melebihkan anak laki-laki atasnya, niscaya Allah akan mengangkatnya ke surga” (Mustadrak Al-Wasail: jilid 15, halaman 118)

4. Kewajiban Ayah

Rasulullah Saw bersabda, مِنْ حَقِّ الْوَلَدِ عَلى والِدِهِ ثَلاثَةٌ: يُحْسِنُ اسْمَهُ وَيُعَلِّمُهُ الـْكِتابَةَ وَيُزَوِّجُهُ إِذا بَلَغَ

“Hak anak atas ayahnya ada tiga; memberikannya nama yang baik, mengajarinya menulis, dan menikahkannya jika sudah dewasa” (Makarim Al-Akhlaq: jilid 1, halaman 474)

5. Allah Merahmati Ayah yang Baik

Rasulullah bersabda, رَحِمَ اللّهُ عَبْدًا أَعانَ وَلَدَهُ عَلى بِرِّهِ بِالاْءِحْسانِ إِلَيْهِ وَالتَّأَلُّفِ لَهُ وَتَعْليمِهِ وَتَأْديبِهِ

“Allah merahmati hamba yang membantu anaknya untuk kebaikan dengan berbuat baik padanya, mengakrabinya, mendidik dan mengajarinya budi pekerti yang baik” (Mustadrak Al-Wasail: jilid 15, halaman 169)

6. Cium Anakmu

Nabi Saw bersabda, مَنْ قَبَّلَ وَلَدَهُ كَتَبَ اللّه ُ عَزَّوَجَلَّ لَهُ حَسَنَةً وَمَنْ فَرَّحَهُ فَرَّحَهُ اللّه ُ يَوْمَ الْقِيامَةِ وَمَنْ عَلَّمَهُ القُرْءانَ دُعِىَ بِالْأَبَوَيْنِ فَيُكْسَيانِ حُلَّتَيْنِ يَضىءُ مِنْ نُورِهِما وُجُوهُ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Barangsiapa mencium anaknya, maka Allah SWT akan menuliskan amal kebaikan untuknya. Dan barangsiapa yang membahagiakan anaknya, maka Allah juga akan membahagiakannya di Hari Kiamat. Dan siapa pun yang mengajari anaknya Al-Qur'an, maka anak itu akan dipanggil [pada Hari Kiamat] bersama orang tuanya agar dua baju dikenakan untuk keduanya, sehingga wajah penduduk surga bersinar dari cahayanya” (Al-Kafi: jilid 6, halaman 49)

7. Doakan Anakmu

Nabi bersabda, رَحِمَ اللّه ُ مَنْ أَعانَ وَلَدَهُ عَلى بِرِّهِ وَهُـوَ أَنْ يَعْـفُـوَ عَنْ سَيِّـئَتـِهِ وَيَدْعُوَلَهُ فيما بـَيْنَهُ وَبَيْنَ اللّه

“Allah merahmati siapa yang membantu anaknya pada kebaikan, sehingga keburukannya diampuni dan mendoakannya sehingga terjalin hubungan antara dia dan Allah" (Bihar Al-Anwar: jilid 104, halaman 98)

8. Berperilaku Seperti Anak-Anak

Rasulullah Saw bersabda, مَنْ كانَ عِنْدَهُ صَبِىٌّ فَلْيَتَصابَ لَهُ

“Barangsiapa yang memiliki anak kecil di sisinya, dia harus berperilaku seperti anak kecil dengannya” (Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih: jilid 3, halaman 483)

9. Mengucapkan Salam Kepada Anak-Anak

Rasulullah bersabda, خَمْسٌ لآأَدَعُهُنَّ حَتَّى الْمَماتِ: ... وَالتـَّسْليمُ عَلَى الصِّبـْيانِ لِتَكُونَ سُنَّةً مِنْ بَعْدى

“Aku tidak akan meninggal lima hal sampai meninggal, sehingga itu menjadi Sunnah sepeninggalku. Salah satunya adalah mengucapkan salam kepada anak-anak” (Makarim Al-Akhlaq: jilid 1, halaman 251)

10. Pahala Besar Karena Membahagiakan Anak

Nabi Saw bersabda, إِذا نَظَرَ الْوالِدُ إِلى وَلَدِهِ فَسَرَّهُ كانَ لِلْوالِدِ عِـتْـقُ نَسَمَةٍ

“Ketika ayah menatap anaknya dan membuatnya bahagia, maka dia mendapat pahala seperti membebaskan budak” (Mustadrak Al-Wasail: jilid 15, halaman 169)

11. Menyamakan Anak-Anak

Kepada seseorang yang hanya mencium satu anaknya dan tidak mencium yang lain, Rasulullah bersabda, فَـهَـلاّ واسَـيْتَ بَيْنَهُما؟

“Mengapa engkau tidak menyamakan pada keduanya” (Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih: jilid 3, halaman 483)

12. Menjaga Keadilan di antara Anak-Anak

Nabi Saw bersabda,  اِعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلادِكُمْ كَما تُحِبُّونَ أَنْ يَعْدِلُوا بَيْنَكُمْ فِى الْبِرِّ وَاللُّطْفِ

“Bersikap adil di antara anak-anakmu, sebagaimana kalian suka diperlakukan adil dalam perbuatan baik dan kasih sayang” (Makarim Al-Akhlaq: jilid 1, halaman 473)

 

Kitab suci Al Quran mengatakan bahwa mengurangi timbangan dalam transaksi jual-beli telah menghancurkan kota Madyan, dan kaumnya. Di enam dari 114 surah Al Quran, mengurangi timbangan disebut sebagai perbuatan tercela.

Di dalam Al Quran, berulangkali ditekankan masalah memerangi praktik-praktik mengurangi timbangan, dan penipuan terkait berat barang serta timbangan.
 
Allah SWT berfirman bahwa mematuhi aturan ini sejajar dengan sistem penciptaan, seluas hamparan semesta, dan di ayat 7 dan 8, Surah Ar Rahman, Allah SWT berfirman,
 
‎﴿٧﴾ أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ ‎﴿٨﴾‏ وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ
 
"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). (7) Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu."
 
Allah SWT di ayat 1-4 Surah Al Mutafifin, berfirman,
 
 
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ‎﴿١﴾‏ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ‎﴿٢﴾‏ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ ‎﴿٣﴾‏ أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ ‎﴿٤﴾‏
 
 
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (1) (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, (2) dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (3) Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, (4)."
 
Menjual barang dengan harga di atas harga normal, dan mahal merupakan salah satu penghalang untuk mendapatkan rezeki halal, yang mungkin dilakukan secara sadar maupun tidak oleh para pedagang atau pebisnis. Pendapatan dari menjual barang dengan harga di atas harga normal, dan mahal adalah haram, dan kelebihannya harus dikembalikan kepada pembeli.
 
Imam Shadiq as, Imam Keeman Syiah dalam sebuah hadis berkata,
 
"Menipu orang yang percaya pada harga barang, dan bagusnya kondisi barang yang dijual pedagang, adalah perbuatan haram."
 
Nabi Muhammad SAW, di dalam sebuah hadis bersabda,
 
"Setiap orang yang menjual dengan harga tinggi bahan makanan yang dibutuhkan masyarakat, dan menimbunnya selama 40 hari dengan harapan harga naik, telah melakukan dosa yang jika semua miliknya dijual, dan seluruh uangnya disedekahkan, tetap tidak akan bisa menghapus dosa tersebut."
 
Di ayat 84 hingga 86 Surah Hud, Allah SWT menyinggung salah satu kerusakan ekonomi yang bersumber dari semangat syirik, dan penyembahan berhala yang banyak dipraktikkan oleh kaum Madyan. Allah SWT berfirman, وَلَا تَنقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan.
 
Menurut keterangan Hujatulislam Mojtaba Kalbasi, Ketua Pusat Studi Mahdavi, praktik-praktik mengurangi timbangan, dan menjual barang dengan harga mahal, memiliki ragam dan jenis berbeda.
 
Misalnya seseorang memproduksi sesuatu, dan keterangan yang tertera di produknya berbeda dengan aslinya, lalu menjualnya tidak sesuai dengan kondisi asli barang tersebut. Di sisi lain terkadang seseorang bekerja sungguh-sungguh, tapi melakukan kesalahan, keduanya merupakan contoh dari kelalaian dan mengurangi timbangan.
 
Hujatulislam Kalbasi menjelaskan, Allah SWT di dalam Al Quran, sangat menekankan keadilan, dan penegakan keadilan. Salah satu contoh mengurangi timbangan, dan menjual dengan harga mahal adalah jika kita ingin menjual barang ke orang lain dengan terlalu membesar-besarkan keunggulan barang tersebut, dan menjualnya dengan harga dua kali lipat harga normal, dan jika kita membeli barang dari seseorang, kita menyampaikan panjang lebar bahwa barang itu buruk, dengan maksud bisa membelinya dengan harga murah, sehingga untung.
 
Ia menambahkan, "Di sebuah hadis dari Rasulullah SAW, disebutkan bahwa sikap amanah dapat mendatangkan rezeki, dan pengkhianatan mendatangkan kemiskinan."
 
Kalbasi menegaskan, "Untuk mengubah sebuah masyarakat dalam masalah ini tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, dan aturan, tapi harus menciptakan perubahan di dalam diri manusia terlebih dahulu, sebagaimana nabi-nabi Allah SWT, berusaha menciptakan perubahan di dalam diri manusia bersamaan dengan perubahan masyarakat."

 

Maulawi, penyair Iran dalam karyanya dan ketika menjelaskan sabda Rasulullah Saw, mengatakan, "Sebagian orang mengungkapkan cacat orang lain, tapi ia buta terhadap cacat dan aib dirinya sendiri."

Allah Swt dalam al-Quran Surah al-Hujurat ayat ke-11 berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Salah satu sifat yang tidak pantas bagi manusia dan masyarakat adalah terbiasa saling mengejek, baik individu maupun ras. Golongan ini umumnya tidak melihat kekurangan dirinya sendiri dan melihat kekurangan orang lain dan secara tidak sadar atau sadar mengungkapkan aib orang lain demi menyembunyikan cacatnya, atau mungkin mereka mengatakan sesuatu yang pada dasarnya bukan kekurangan dan berbeda dengan kaum atau orang lain, tapi mereka mengungkapkannya layaknya sebuah penghinaan. Oleh karena itu, dalam rangka mendidik manusia dan membantu mereka hidup bersama, Allah memerintahkan agar jangan sekali-kali saling mengejek dan merendahkan, apalagi jika orang lain mungkin lebih baik.

Mengejek lebih buruk dari menghujat atau sumpah serapah, karena sumpah serapah hanya disebut sifat yang tidak baik, tapi dalam olok-olok seluruh esensi manusia justru dipermainkan.

Perintah Tuhan lainnya adalah untuk tidak saling mencari aib masing-masing. Rasulullah Saw bersabda:

«طوبی لمن شغله عیبه عن عیوب الناس»

Sungguh beruntung orang yang aibnya telah mencegah dirinya membicarakan aib orang lain.

Maulawi, penyair Iran saat menjelaskan sabda Rasulullah Saw mengatakan;

Sebagian orang membicarakan aib orang lain, tapi ia justru buta dan tidak melihat aibnya sendiri.

Nasehat Nezami, seorang bijak dan penyair Iran lainnya adalah mencari kebaikan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan kebaikan dan seni.

Dan lagi, perintah Allah yang lain dalam ayat ini adalah jangan saling memberi nama yang jelek dan jangan saling memanggil dengan nama yang tidak baik, karena alangkah jeleknya seseorang dipanggil dengan nama yang jelek setalah diberi nama dengan nama suci hamba Allah.

Di akhir ayat, Allah karena rahmat-Nya berfirman, hai orang-orang beriman, jangan lakukan hal-hal ini, dan jika kalian pernah melakukan kesalahan seperti itu sebelumnya, bertaubatlah sekarang karena Allah telah memberi tahu kalian keburukannya. Bertobatlah, jika tidak, kalian akan termasuk di antara orang-orang yang zalim, dan kezalimannya adalah dosa yang jika mereka bersikeras untuk melakukannya, maka keimanan seseorang akan dilucuti, dan dapat dikatakan bahwa kezaliman sama dengan kekafiran: “Orang-orang kafir adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Baqarah 254).

Lelucon dan gurauan yang sedang populer di kalangan masyarakat saat ini, yang sebagian besar bersifat mengejek dan mencari-cari kesalahan berbagai bangsa dan negara dalam dan luar negeri, juga sedikit banyak masuk dalam larangan Ilahi, dan aturan umum dalam menceritakan lelucon tersebut adalah bahwa seseorang jangan sampai tersinggung dan menderita. Khususnya, mengaitkan atribut-atribut yang tidak menguntungkan pada suatu suku pada umumnya tidaklah cantik, dan jika hal itu menimbulkan sedikit tawa dan kebahagiaan, banyak kebencian dan kejengkelan, dan terkadang kebencian dan permusuhan juga muncul darinya. (MF)

Terakhir harus diingat bahwa jika Tuhan alam semesta menyalahkan sauatu kaum atau anggotanya, itu bukan untuk mengejek dan mencai aib, tapi untuk memberi pelajaran orang lain sehingga mereka tidak melakukan hal serupa. 

 

Imam Jafar Shadiq as, Imam Keenam Syiah berkata, berbahagialah mereka yang tidak menukar nikmat Allah SWT, dengan kufur nikmat, dan berbahagialah mereka yang mencintai sesama karena Allah SWT.

Masalah penggunaan secara benar nikmat-nikmat Allah SWT, adalah masalah yang sangat penting, dan dapat membentuk jalan hidup seseorang serta masyarakat.
 
Imam Jafar Shadiq as berkata,
 
 
عَن أَبِی عَبدِاللهِ جَعفَرِ بنِ مُحَمَّدٍ (عَلَیهِمَا السَّلَامُ) قَالَ: طُوبىٰ لِمَن لَم یُبَدِّل نِعمَةَ اللهِ کُفراً  طُوبىٰ لِلمُتَحابّین فِی الله
 
Berbahagialah orang yang tidak menukar nikmat Allah SWT dengan kufur nikmat, dan berbahagialah orang-orang yang mencintai sesama karena Allah SWT.
 
Di bawah ini akan dibahas secara singkat tentang penafsiran hadis tersebut,
 
طُوبىٰ لِمَن لَم یُبَدِّل نِعمَةَ اللهِ کُفراً
 
Masalah ini sangat penting yaitu menukar nikmat Allah SWT dengan kekufuran, perbuatan orang-orang kafir, dan kufur yang tercantum dalam Al Quran, Surah Ibrahiam ayat 28-29,
 
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ ‎﴿٢٨﴾‏ جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا ۖ وَبِئْسَ الْقَرَارُ ‎﴿٢٩﴾‏
 
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? aitu neraka jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.
 
 
Terkadang Allah SWT memberikan nikmat kepada manusia seperti nikmat bayan atau "kemampuan menjelaskan". Nikmat ini dapat digunakan untuk menyebarluaskan ajaran Ilahi, dan akhlak, atau bisa juga digunakan bertolak belakang dengan ini.
 
Nikmat Allah SWT ini jika digunakan untuk perbuatan yang bertolak belakang dengan perintah Allah SWT, maka pelakunya telah kufur nikmat, dan mengubah nikmat Allah SWT menjadi kekufuran.
 
Katakanlah harta dunia adalah nikmat. Harta dunia adalah nikmat yang diberikan Allah SWT kepada sebagian orang. Nikmat ini dapat digunakan untuk memperoleh derajat spiritual yang tinggi misalnya dengan sedekah, infak, atau menyelamatkan orang dari kesusahan, kebinasaan, dan kepalaran.
 
Pada saat yang sama, nikmat ini juga bisa digunakan untuk tujuan sebaliknya, misalnya digunakan untuk perbuatan maksiat, untuk melakukan perbuatan haram, dan merusak diri sendiri dan orang lain. Ini adalah kufur nikmat Ilahi.
 
Kekuatan dan kemampuan mengelola serta memikul tanggung jawab berbagai jabatan juga adalah nikmat. Ketika Allah SWT memberikan kekuatan kepada seseorang untuk menciptakan jalan, mengubah jalan, dan meluruskan jalan, ini adalah nikmat.
 
Lalu bagaimana kita menggunakan nikmat ini? Jika nikmat ini digunakan untuk melayani rakyat, dan membimbing masyarakat ke jalan yang benar, tentu saja ini adalah bentuk syukur nikmat. Tapi jika tidak digunakan untuk hal-hal semacam ini, maka itu adalah kufur nikmat.
 
Terkadang kufur nikmat ini sedemikian parah hingga tidak bisa untuk diperbaiki. Misalnya terkait sebuah negara, sebuah bangsa, sebuah kaum, sebuah gerakan melawan imperialis, Amerika Serikat, dan negara-negara arogan lain.
 
Sejumlah orang diangkat menjadi pejabat pemerintah negara itu, diberi wewenang untuk mengelola negara, diberi kesempatan mengelola negara, tapi mereka menyia-nyiakan kesempatan ini atau tidak memanfaatkannya dengan baik.
 
Mereka menggunakan kesempatan ini untuk tujuan yang bertolak belakang dengan kepentingan rakyat dan negara, membuat masyarakat tersungkur ke tanah. Mereka sendiri membuat dirinya kesusahan, dan membawa masyarakat kepada kesusahan. Ini tidak lain adalah,
 
اَلَم  تَرَ اِلَی الُّذینَ بَدَّلوا نِعمَتَ اللهِ کُفرا
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran.
 
طُوبىٰ لِلمُتَحابّین فِی الله
 
Kelanjutan hadis mengatakan, berbahagialah mereka yang kecintaan mereka tergantung pada ridha Allah SWT, karena Allah SWT. متحابّین بالله atau فی الله artinya seperti di atas, yaitu kecintaannya karena Allah SWT. Mencintai orang karena Allah SWT, membenci orang karena Allah SWT.

 

Rahmat umum Allah SWT diterima oleh teman dan musuh, mukmin dan kafir, orang baik dan orang jahat. Sebagaimana hujan, rahmat Tuhan yang tak bertepi, di mana pun dirasakan oleh semua, tapi ini berbeda dengan rahmat khusus.

Imam Ali bin Abi Thalib as, Wasi Rasulullah SAW, dan Imam Pertama Syiah, menjelaskan penciptaan Nabi Adam as seperti ini, "Allah SWT membuka pintu tobat baginya, dan mengajarkan kata rahmat kepadanya."
 
Urgensitas dan kedudukan rahmat sedemikian tinggi sampai-sampai Allah SWT menjelaskan dirinya di awal surah-surah Al Quran dengan sifat ini. Berikut secara singkat akan dibahas tentang jawaban pertanyaan apakah rahmat Tuhan itu, dan dalam kondisi seperti apa Tuhan menjauhkan rahmat-Nya dari kita.
 
Pertama, terkait keluasan rahmat Allah SWT harus diketahui bahwa rahmat terkadang memiliki dimensi spiritual, dan terkadang memiliki dimensi materi, atau dimensi dunia dan akhirat.
 
Di dalam Al Quran, rahmat memiliki banyak arti. Terkadang diartikan hidayah, keselamatan dari tangan musuh, hujan penuh berkah, atau nikmat lain seperti cahaya, dan di banyak kasus diartikan sebagai surga, dan bantuan Allah SWT di Hari Kiamat.
 
 
Berbagai Jenis Rahmat Tuhan
 
Allah SWT memiliki dua jenis rahmat,
 
Rahmat Umum Tuhan:
 
Rahmat Tuhan ini meliputi teman dan musuh, mukmin dan kafir, orang baik dan orang jahat. Sebagaimana hujan, rahmat-Nya yang tak bertepi menjangkau semua tempat, dan diterima semua orang. Rezeki-Nya terhampar di semua tempat, dan menyembuhkan orang sakit, tak peduli ia mukmin atau kafir.
 
Rahmat Khusus Tuhan:
 
Rahmat Tuhan yang lain adalah rahmat khusus. Jenis rahmat ini dikhususkan untuk hamba-hamba-Nya yang saleh, dan patuh pada perintah Tuhan. Mereka layak menerima rahmat khusus ini karena iman dan amal salehnya. Mereka mendapatkan rahmat dan ampunan Tuhan, serta perasaan khusus yang tidak didapatkan oleh mereka yang berlumur dosa, dan penjahat.
 
Imam Jafar Shadiq as, Imam Keenam Syiah, dan salah satu cucu Rasulullah SAW berkata,
 
والله إله كل شيء، الرحمان بجمیع خلقه، الرحیم بالمؤمنین خاصه
 
Allah SWT adalah sesembahan seluruh makhluk, Ar Rahman bagi seluruh makhluk-Nya, dan Ar Rahim, khusus untuk orang-orang Mukmin.
 
 
Faktor-Faktor yang Menjauhkan Rahmat Ilahi
 
Dengan memperhatikan definisi rahmat Tuhan, dan luasnya rahmat itu, serta rahmat yang terbagi menjadi umum dan khusus, dan dengan memperhatikan poin bahwa Tuhan untuk setiap fenomena dan semua masyarakat di mana pun, selalu bertindak berdasarkan hikmat dan rahasia Ilahi, maka kasus-kasus dicabutnya rahmat dari seseorang atau mereka yang mendapatkan rahmat-Nya, masing-masing berbeda.
 
Secara detail, dan komprehensif, tidak ada seorang pun yang tahu karena apa rahmat Tuhan, dicabut dari manusia, dan karena apa tidak dicabut, terutama rahmat umum yang begitu luas, diterima oleh siapa pun termasuk orang yang mengingkari Tuhan. Oleh karena itu identifikasi kasus-kasus dicabutnya rahmat Tuhan, terutama rahmat umum, secara sempurna dan akurat, tidak akan mungkin.
 
Sejumlah hadis menunjukkan bahwa di beberapa kondisi, rahmat Tuhan, mungkin saja diambil dari manusia. Misalnya dalam hadis yang mengatakan tidak berbelas kasih kepada sesama akan menyebabkan hilangnya rahmat Tuhan.
 
   من لا يرحم الناس لا يرحمه الله
Barangsiapa yang tidak berbelas kasih kepada sesama, maka ia tidak akan mendapatkan rahmat Allah SWT.
 
Masalah tersebut juga berlaku pada sikap berbelas kasih terhadap binatang, dan makhluk Allah SWT, yang lain.Hal ini terkait dengan rahmat umum. Sementara rahmat khusus Tuhan, hanya akan diperoleh orang-orang mukmin, dan saleh. Tentu saja ketika manusia beriman, bertakwa, dan beramal saleh serta memenuhi syarat-syarat lainnya, maka rahmat khusus Ilahi akan diperolehnya.
 
Sebaliknya apa pun yang menyebabkan keimanan dan ketakwaan hilang dari seseorang, maka hal itu juga akan menyebabkan hilangnya rahmat khusus Tuhan. Masalah ini tergantung pada sejumlah syarat, dan perlu merujuk ke pembahasan yang lebih dalam. 

 

Al-Quran mengatakan kepada kita bahwa iblis congkak dan menolak perintah Tuhan untuk sujud kepada Adam, dan kemudian diusir dari hadapan Tuhan. Namun karena telah beribadah dan menyembah Tuhan selama bertahun-tahun, Tuhan berdasarkan keadilan dan hikmah-Nya menyetujuai permintaan iblis untuk diberi kekekalan.

Menurut al-Quran, iblis salah satu dari jenis setan jin. Setan adalah setiap makhluk yang mengganggu dan menyesatkan, serta pemberontak, baik itu manusia atau non-manusia. Dan iblis adalah nama setan teresbut yang menipu Adam dan kini bersama tentaranya menjebak manusia.

Namun mengapa iblis diciptakan, dan apakah sesuai dengan keadilan dan hikmah Tuhan bahwa makhluk seperti ini diciptakan dan membuat manusia tersesat? Artikel ini akan menjawab pertanyaan ini:

 

Perdebatan Setan dengan Tuhan

Satu: Tuhan tidak menciptakan iblis sebagai setan; tapi menurut penjelasan al-Quran termasuk dari jenis jin, dan seperti manusia, mereka memiliki kebebasan dalam berbuat dan bertindak: «كانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّه». Oleh karena itu, penciptaan setan tidak dimaksudkan untuk menyestkan, tapi seperti yang dikatakan Imam Ali bin Abi Thalib as dalam khutbahnya ke 192 di kitab Nahjul Balaghah, Iblis beribadah selama enam ribu tahun, tahun-tahun yang tidak diketahui apakah itu tahun dunia atau akhirat, tapi ini hancur dalam sekejab karena kesombongan sesaat.

Iblis menyalahgunakan kebebasannya, dan berdasarkan analogi yang tidak benar (Qiyas batil), ia mengatakan bahwa Tuhan menciptakannya dari api dan manusia dari tanah, serta api lebih unggul dari tanah; «أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِى مِنْ نارٍ وَ خَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ». Oleh karena itu, ia sombong dan congkak serta menolak perintah Tuhan untuk sujud kepada Adam, dan kemudian ia diusir dari sisi Tuhan. Namun karena ia telah beribadah bertahun-tahun, maka Tuhan menurut keadilan dan hikmahnya mengabulkan permintaannya untuk tetap tinggal dan bertahan (diberi umur panjang). Iblis juga menyatakan bahwa dia akan menggunakan kesempatan ini untuk menantang dan mencoba menyesatkan orang. Tuhan juga ingin Iblis tidak mempunyai alasan karena diusir dari surga meskipun telah melakukan semua ibadah dan penghambaan, dan menjadi alat untuk menguji manusia, yang merupakan salah satu tujuan Tuhan.

 

Pentingnya Kontradiksi bagi Pertumbuhan

Kedua: Dari sudut pandang sistem penciptaan, kehadiran setan tidak merugikan orang beriman dan orang yang mau menempuh jalan kebenaran. Melainkan sarana kemajuan dan perkembangan mereka, karena kemajuan dan kesempurnaan selalu terjadi di tengah kontradiksi.

Lebih jelasnya, manusia tidak akan pernah mengerahkan dan menggunakan kekuatan dan kejeniusannya sampai ia menghadapi musuh yang kuat. Keberadaan musuh yang kuat ini telah mendorong manusia bergerak lebih banyak, dan hasilnya adalah ia mencapai kesempurnaan dan ketinggian.

Salah satu filsuf besar sejarah kontemporer Toynbee mengatakan:

"Tidak ada peradaban cemerlang yang ditemukan di dunia, kecuali suatu bangsa diserang oleh kekuatan asing dan sebagai akibat dari invasi ini, ia menggunakan kejeniusan dan bakatnya untuk membangun peradaban yang cemerlang.”

Perlu diketahui juga bahwa manusia memahami makna kebaikan dan memilihnya ketika ia melihat keburukan serta menyadarinya. Oleh karena itu, menurut teori, keberadaan iblis merupakan salah satu pilar sistem dunia manusia, dan hanya dengan demikian keberadaan iblis dapat dianggap jahat jika seseorang mengikutinya; Namun menentang dan melawannya adalah hal yang baik dan merupakan sumber kekuatan, pertumbuhan dan keagungan.

 

Menerima Setan

Ketiga: Iblis tidak pernah menyerang jiwa dan raga kita, dan dia tidak melewati batas negara jiwa kita tanpa paspor, serangannya tidak pernah mengejutkan, dia masuk dengan izin kita sendiri. Dan kitalah yang membukakan pintu untuknya. Seperti yang dijelaskan al-Quran Surah an-Nahl ayat 99-100 yang mengatakan:

«إنّهُ لَيسَ لَهُ سُلطان عَلى الّذينَ آمَنوُا وَ عَلى رَبِّهِم يَتَوكّلُون * إنّمَا سُلطانَه عَلى الّذينَ يَتولّونَهُ وَ الّذينَ هُم بِهِ مُشرِكُون»

Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.

Selain itu, dalam Surah al-Hijr ayat 42 disebutkan:

«إِنَ‏ عِبادِي‏ لَيْسَ‏ لَكَ‏ عَلَيْهِمْ‏ سُلْطانٌ‏ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغاوِينَ»؛

 Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.

Berdasarkan ayat ini, iblis dan seluruh setan tidak pernah diijinkan memasuki area jiwa dan hati manusia, kecuali manusia sendiri yang mengijinkannya, dan itu dengan mengikuti setan dan iblis.

Hal lainnya adalah benar bahwa kita tidak melihat setan dan kawan-kawannya, tetapi kita dapat melihat jejak kaki mereka; Di mana digelar pesta dosa dan di setiap titik instrumen-instrumen dosa telah siap, dan kapan pun kemegahan dunia dan pemujaan terhadap kemewahan muncul, dan pada saat pemberontakan naluri, dan pada saat ketika api amarah dan murka berkobar, kehadiran setan adalah kepastian. Seolah-olah dalam kasus seperti itu, seseorang mendengar suara godaannya dengan hatinya dan melihat jejak kakinya dengan matanya.

Pada akhirnya adalah manusia tidak pernah terpaksa dalam setiap perbuatannya. Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi bebas dan memiliki hak untuk memilih, sehingga dengan ia akan berkembang dengan terbaik dan dekat dengan Tuhan. Dan Tuhan membantunya melawan setan dan kebodohan dengan rahmat-Nya dan dengan bantuan rasul, kitab suci, akal, fitrah dan pengingat sehari-hari.

 

Kutipan Jalaluddin Rumi, terkait Imam Ali bin Abi Thalib as, di dalam kitabnya Divan-e Shams, kebanyakan merupakan isyarat-isyarat yang bersumber dari kekuatan Ilahi, dan figur berpengaruh Imam Ali, sebagai sosok yang selalu berkorban untuk Nabi Muhammad SAW.

Jalaluddin Mohammad Rumi, penyair dan hakim besar Persia, yang lebih dikenal dengan Maulana, Maulawi atau Rumi, dilahirkan pada tahun 604 Hijriah Qamariyah, di Balkh, wilayah kekuasaan Iran, tempo dulu.
 
Beliau banyak mengutip ayat-ayat Al Quran, dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, serta Imam Ali as, serta kisah-kisah para Nabi, dalam karya-karyanya terutama Masnawi, dan tidak ada yang bisa menandinginya dalam hal ini.
 
 
Pertemuan dengan Shams Tabrizi, Api di "Tempat Pengeringan Wujud"
 
Peristiwa terpenting dalam kehidupan Rumi, adalah pertemuan dirinya dengan hakim besar Iran, yang lain, yaitu Shams Tabrizi, sekitar tahun 642 Hijriah Qamariyah, saat usianya menginjak 40 tahun.
 
Shams Tabrizi begitu memikat Jalaluddin Rumi, sampai-sampai menyingkirkan pelajaran dan nasihat, dan mulai mendengarkan serta melantunkan syair-syair Irfan penuh gairah.
 
Tentu saja Shams Tabrizi, adalah seorang ulama yang sudah melanglang buana, dan sebagaimana dijelaskan dalam karya-karyanya, ia menguasai ilmu tafsir Al Quran, dan Irfan.
 
Pengaruh Rumi, melampaui batas wilayah geografis Iran. Orang-orang Iran, Afghanistan, Tajikistan, Turki, Yunani, dan umat Islam, di Asia Tengah, dan Asia Tenggara, terutama di Indonesia dan Malaysia, selama tujuh abad terakhir sangat gandrung pada warisan spiritual Rumi.
 
Terjemahan syair-syair Rumi, ke dalam bahasa Inggris, termasuk karya sastra paling digemari, paling populer, dan buku dengan oplah tertinggi di Amerika Serikat. Tentunya, sebagian besar karya Rumi, dibaca orang di seluruh penjuru Iran. 
 
 
Imam Ali di Divan-e Shams
 
Kutipan Jalaluddin Rumi, terkait Imam Ali bin Abi Thalib as, di dalam kitabnya Divan-e Shams, kebanyakan merupakan isyarat-isyarat yang bersumber dari kekuatan Ilahi, dan figur berpengaruh Imam Ali, sebagai sosok yang selalu berkorban untuk Nabi Muhammad SAW. 
 
Selain itu, Rumi, juga menggambarkan Imam Ali as, sebagai seorang manusia sempurna dengan keluasan ilmu, dan kecerdasan yang paripurna.
 
 
زین همرهان سست عناصر دلم گرفت
شیر خدا و رستم دستانم آرزوست
 
Artinya bahwa Singa Allah (Assadullah julukan Imam Ali), adalah salah satu sifat Imam Ali as.
 
 
گرچه نی را تهی کنند نگذارند بینوا
رو پی شیر و شیر گیر، که علیّی و مرتضی
 
Artinya, ikutilah Imam Ali yang layaknya Singa.
 
 گر عصا را تو بدزدی از کف موسی چه سود؟
بازوی حیدر بباید تا برانَد ذوالفقار
 
Artinya, memiliki keunggulan fisik tidak menjamin seseorang mendapatkan hidayah, dan harus seperti Ali, menjadi manusia sempurna dari dalam.
 
جمله عشق و جمله لطف و جمله قدرت، جمله دید
گشته در هستی شهید و در عَدَم او مرتضی
 
Imam Ali atau Murtadha Ali, adalah seorang manusia sempurna dalam cinta, kasih sayang, dan kekuatan.
 
 
Imam Ali di Kitab Masnawi Maknawi
 
Di dalam buku Masnawi Maknawi, Jalaluddin Rumi, adalah seorang penutur cerita yang menakjubkan, dan ketika di salah satu kisah diceritakan tentang pertempuran Imam Ali melawan petempur zalim, ia menulis bait-bait penuh semangat, dan bergelora, seolah-olah lupa pada carita, dan tersihir oleh keutamaan diri Imam Ali.
 
  از علی آموز اخلاص عمل
شیرِ حق را دان منزّه از دغل
 
Setelah Imam Ali as, memperoleh kesempatan di medan tempur untuk menumbangkan petempur pasukan zalim dan kufur, saat itu petempur zalim meludahi muka Imam Ali, seketika itu pula Imam Ali, menjatuhkan pedang, dan menghentikan duelnya. Hal itu dilakukannya untuk meredakan amarah karena perilaku petempur musuh, lalu melanjutkan pertempuran secara ikhlas hanya untuk Tuhan, dan di jalan-Nya, bukan membalas penghinaan petempur zalim terhadap dirinya.
 
گفت من تیغ از پی حق میزنم!
 
Ia berkata aku mengayunkan pedang hanya untuk Allah SWT
 
بندهی حقّم نه مأمور تنم!
 
Akulah hamba Kebenaran bukan pesuruh tubuhku
 
شیر حقّم، نیستم شیر هوا
 
Akulah Singa Allah bukan Singa hawa nafsu
فعل من بر دین من باشد گوا
 
Perilaku dan amalku, serta imanku menjadi saksinya.